KERANGKA TEORI MEMAHAMI PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISK

Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 60 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar 4. Rasio Kontribusi Rasio share merupakan rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja rutin dan belanja pembangunan daerah. rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan daerah membiayai kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan. Rasio ini dapat digunakan untuk melihat kapasitas kemampuan keuangan daerah. Semakin kecil rasio ini berarti semakin kecil pula kontribusi Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai total belanja daerah. Rasio Kontribusi= 2. Analisis Pemaknaan Melalui Wawancara Analisis ini akan digunakan untuk menguraikan mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal terhadap PAD Kabupaten Poso dengan melihat apakah kebijakan yang ada bisa berdampak positif kepada masyarakat. Informan Untuk memperkuat hasil analisis ini, maka peneliti melakukan wawancara yang mendalam dengan informan sebagai berikut: 1. Anggota DPRD Kabupaten Poso. 2. Kepala Dinas Pendapatan Asli daerah 3. Masyarakat.

III. KERANGKA TEORI

Konsep dan Pengertian Desentralisasi Desentralisasi otonomi daerah adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya dijelaskan bahwa daerah tersebut disebut daerah dengan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI. Pengertian ini dijelaskan lagi dengan UU No. 25 tahun 1999 yang berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, desentralisasi otonomi daerah merupakan suatu masyarakat lokal yang mempunyai peran signifikan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan arah dan tujuan pembangunan masyarakat lokal itu sendiri. Pada hakekatnya pelaksanaan otonomi daerah merupakan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah untuk mengelola potensi yang ada di daerah, yang Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 61 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar diikuti dengan penyerahan personil, prasarana, pembiayaan, dan dokumen. Selain itu hubungan keuangan antara pusat dan daerah menyangkut masalah keadilan diwujudkan dengan alokasi dana bagi hasil, sedangkan pemerataan diimplementasikan dengan dana alokasi umum dan pembagian sumber daya yang ada. Hubungan tersebut menyangkut pembagian kekuasaan dan pemerintahan. Hak untuk mengambil keputusan mengenai anggaran pemerintah merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalankan kekuasaan. Menurut Elmi, 2002 dalam Annisa, 2009 menyatakan bahwa pada garis besarnya konsep desentralisasi dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu : desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal. Ketiganya saling berkaitan erat satu sama lain, dan semestinya dilaksanakan bersama-sama agar berbagai tujuan otonomi daerah seperti peningkatan kualitas layanan publik tidak terbengkalai. Pengertian Desentralisasi fiskal Desentralisasi fiskal dapat diartikan sebagai pelimpahan kewenangan di bidang penerimaan anggaran atau keuangan yang sebelumnya tersentralisasi. Dengan terjadinya pelimpahan sebagian kewenangan terhadap sumber-sumber penerimaan Negara kepada pemerintah di daerah, diharapkan daerah-daerah akan dapat melaksanakan tugas-tugas rutin, pelayanan publik dan meningkatkan investasi yang produktif di daerahnya. Oleh karena itu, salah satu makna desentralisasi fiskal dalam bentuk pemberian otonomi di bidang keuangan sebagian sumber penerimaan kepada daerah-daerah merupakan suatu proses pengintensifikasian perenan dan sekaligus pemberdayaan daerah dalam pembangunan. Desentralisasi fiskal memerlukan pergeseran beberapa tanggungjawab terhadap pendapatan danatau pembelanjaan ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Faktor yang sangat penting menentukan desenteralisasi fiskal adalah sejauh mana pemerintah daerah diberi wewenang untuk menentukan alokasi atas pengeluarannya sendiri. Faktor lain juga yang penting adalah kemampuan daerah untuk meningkatkan penerimaan mereka PAD. Tetapi desentralisasi fiskal bukanlah semata-mata peningkatan PAD saja tetapi lebih dari itu adalah kewenangan dalam mengelola potensi daerah demi kepentingan dan kesejahtraan masyarakat. Menurut Kuncoro 1995, pembangunan terutama fisik yang cukup pesat selama orde baru merupakan akibat dari kebijakan fiskal yang sentralistis, tetapi di sisi lain ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat juga semakin besar. Kertergantungan daerah yang tinggi terhadap pusat mengakibatkan pemerintah pusat memiliki kontrol yang kuat terhadap daerah dalam berbagai kebijakan pengelolaan keuangan daerah dan pembangunan. Hal ini akan membatasi pemberdayaan masyarakat, prakarsa dan kreatifitas dan peran serta masyarakat. Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 62 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar Sehubungan dengan ini, penelitian yang dilakukan Fisipol UGM bekerja sama dengan Badan Litbang Depdagri untuk mengukur kemampuan daerah tingkat II KabupatenKota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 2001, menggunakan nilai persentase PAD terhadap APBD tersebut yang disebut derajat desentralisasi fiskal DDF. Tingkat kemandirian fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dapat dipelajari dengan melihat besarnya Derajat Desentralisasi Fiskal DDF. Menurut hasil Penelitian Tim Fisipol UGM 1991 persentase perbandingan antara PAD terhadap TPD menggunakan skala interval berikut : Tabel 3.3 Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal Kemampuan Keuangan Daerah 0,00 - 10,00 Sangat Kurang 10,01 - 20,00 Kurang 20,01 - 30,00 Cukup 30,01 - 40,00 Sedang 40,01 - 50,00 Baik 50,00 SangatBaik Sumber : Adhidian fajar sakti 2007: 22 Manfaat Desentralisasi Fiskal Pentingnya desentralisasi fiskal menjadi wacana dua kelompok yang berbeda argumentasi. Pertama: desentralisasi fiskal itu penting karena dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas, dan peningkatan mobilisasi dana. Kelompok kedua : tak satupun dari manfaat tersebut yang akan berhasil dicapai oleh negara yang preferensi penduduknya hampir tidak mungkin diakomodir dalam anggaran pemerintah dan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah mendekati nihil. Dari perspektif ini, desentralisasi fiskal nampaknya cenderung meningkatkan biaya, mengurangi efisiensi pelayanan pemerintah, dan mungkin bisa menyebabkan kesenjangan yang lebih parah serta ketidakstabilan makroekonomi Prud’Ho e, 99 dala A isa, 9 . 1. Bagi hasil dari pemerintah pusat makin besar seperti: Bagi hasil Sumber Daya Alam BHSDA, Bagi Hasil Pajak BHTX, DAU, dan DAK. 2. Kewenangan menarik pajak dan retribusi. Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 63 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar 3. Kebebasan menggunakan anggaran dasar dalam arti tanpa menunggu petunjuk pusat. 4. Kewenangan menerbitkan perda dalam kepentingan pembangunan daerah. 5. Kewenangan melakukan pinjaman. Kerugian Desentralisasi Fiskal Menurut Kaho 2003 dalam Annisa 2007, ada beberapa kerugian yang bisa ditimbulkan akibat desentralisasi fiskal yaitu : 1. Karena besarnya organ-organ pemerintah maka struktur pemerintahan menjadi kompleks sehingga mempersulit koordinasi. 2. Keseimbangan dan keserasian antar kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu. 3 Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat menimbulkan apa yangdisebut daerahisme. 4. Keputusan yang diambil dapat memakan waktu yang cukup lama. 5. Dalam menyelenggarakan desentralisasi diperlukan biaya yang lebih banyak. Pengertian Pendapatan Daerah Pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Secara umum pendapatan dalam APBD dikelompokkan menjadi tiga kelompok Halim, 2007, yaitu: 1. Pendapatan Asli Daerah. 2. Pendapatan Transfer 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pendapatan Asli Daerah PAD Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis yaitu; 1. Pajak Daerah. Pajak daeraah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pajak. Menurut UU No 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk provinsi meliputi objek pendapatan, yaitu: a. Pajak Kendaraan Bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Kendaraan di Atas Air. e. Pajak Air di Bawah Tanah. f. Pajak Air Permukaan. Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 64 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar Sedangkan jenis pajak kabupatenkota menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersusun dari: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir 2.Retribusi Daerah Ratribusi Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Menurut UU No 34 Tahun 2000, untuk provinsi jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan, yaitu: a. Retribusi pelayanan kesehatan b. Retribusi pemakaian kekayaan daerah c. Retribusi penggantian biaya cetak peta d. Retribusi pengujian kapal perikanan Selanjutnya, jenis pendapatan retribusi untuk kabupatenkota meliputi objek pendapatan, yaitu: a. Retribusi pelayanan kesehatan b. Retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan c. Retribusi penggantian biaya cetak KTP d. Retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil e. Retribusi pelayanan pemakaman f. Retribusi pelayanan pengabuan mayat g. Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum h. Retribusi pelayanan pasar i. Retribusi pengujian kendaraan bermotor j. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran k. Retribusi pemakaian kekayaan daerah l. Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan m. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan n. Retribusi jasa usaha terminal o. Retribusi jasa usaha tempat khusus parker Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 65 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar p. Retribusi jasa usaha tempat penginapan q. Retribudi jasa usaha rumah potong hewan r. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal s. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga t. Retribusi jasa usaha penyebrangan di atas air u. Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair v. Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah w. Retribusi izin mendirikan bangunan x. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol y. Retribusi izin gangguan z. Retribusi izin trayek 2. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerahBUMD. b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik NegaraBUMN. c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perushaan milik swata atau kelompok usaha masyarakat. 3. Lain-lain PAD yang Sah Lain-lain PAD merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: a. Hasil penjualan barang milik daerah yang tidak dipisahkan. b. Penerimaan jasa giro. c. Pendapatan bunga. d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah. f. Penerimaan keuangan dari selisish nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. h. Pendapatan denda pajak. i. Pendapatan denda retribusi. Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 66 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. k. Pendapatan dari pengembalian. l. Fasilitas social dan umum. m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. n. Pendapatan dari angsurancicilan penjualan. Pendapatan Transfer Pendapatan transfer merupakan pendapatan daerah yang diperoleh dari otoritas pemerintah di atasnya. Sebelumnya munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, kelompok pendapatan ini terbatas hanya pada dana perimbangan. Setelah peraturan ini muncul, terdapat transfer dana lain di luar dana perimbangan. Tiga jenis pendapatan transfer yaitu: 1. Transfer pemerintah pusat-dana perimbangan, meliputi: a. Dana bagi hasil pajak. b. Dana bagi hasil bukan pajak sumber daya alam. c. Dana alokasi umum. d. Dana alokasi khusus. 2. Transfer pemerintah pusat-lainnya, meliputi: a. Dana otonomi khusus. b. Dana penyesuaian. 3. Transfer pemerintah provinsi, meliputi: a. Pendapatan bagi hasil pajak. b. Pendapatan bagi hasil lainnya. Lain-lain Pendapatan yang Sah Pada peraturan sebelumnya, yaitu keputusan Menteri Dalam Negeri Kepmendagri No 29 Tahun 2002, pendapatan ini dikelompokkan dalam jenis pendapatan bantuan dana kontijensipenyeimbang dari pemerintah dan dana darurat. Menurut Permendagri No 13 Tahun 2006, pendapatan ini dibagi menurut jenis pendapatan, yaitu: a. Pendapatan Hibah. b. Pendapatan dana darurat. c. Pendapatan lainnya. Pemberdayaan PAD Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 67 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar Pemberdayaan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk meningkatkan nilai guna suatu sumber daya. Pemberdayaan PAD adalah suatu cara atau teknik penggunaan dana PAD yang efektif dan tepat sasaran dalam program yang telah ditetapkan dalam APBD Kaloh, 2007. Strategi pemberdayaan PAD dalam penganggaran daerah merupakan kategori kebijakan anggaran yang disusun berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD. Perumusan strategi dan prioritas PAD dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam peningkatan PAD. Strategi peningkatan diarahkan pada upaya pencapaian target kinerja berdasarkan kemampuan sumber daya manusia, dana dan teknologi yang tersedia serta kondisi lingkungan. Strategi mengintegrasikan semua sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan potensi PAD serta mengatasi kendala yang dihadapi. Strategi pemberdayaan PAD Kaloh, 2007: 1. Sumber dan sasaran penggunaan PAD diketahui dengan jelas, sehingga mudah untuk ditelusuri penggunaanya. 2. Memaksimalkan penggunaan PAD pada pos-pos anggaran. 3. Meningkatkan kinerja atau kemampuan sumber daya manusia, dana dan teknologi pendukung PAD, sehingga PAD efektif penggunaannya. Strategi peningkatan PAD: 1. Perencanaan program dan kegiatan peningkatan PAD. Mengembangkan potensi-potensi sumber PAD yang sudah ada dan memaksimalkan. 2. Memanfaatkan peluang sumber-sumber PAD. 3. Mengatasi kelemahan dan tantangan daerah dalam menigkatkan potensi PAD.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN