PENDAHULUAN MEMAHAMI PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISK

Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 53 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar MEMAHAMI PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Studi Fenomenologi pada Kabupaten Poso Fransiskus Randa 1 Santo Paledung 2 FE Universitas Atma Jaya, Makassar ABSTRACT The purpose of this research was to implementated of fiscal decentralization on the public interested and to sa ho u h PAD’s ga e a o tri utio to Poso’s dis tir t de elop e t for fis al de e tralizatio duri g the years 2010- . I this resear h ased o a ase study o lo al Poso’s distri t go er e t, Ce tral Sulawesi. Data used were primary data and secondary data. Data analysis was used to financial ratio analysis, consisted of the ratio of fiscal decentralization degree, efektivas and efficiency ratio, growth rate, and contribution ratio, in addition to used by interviewing as well. Results of analysis used to ratio analysis showed that the trend of the increased occurred in the aspect of of local revenue collection efficiency when viewed from the aspect of fiscal decentralization degree, effectiveness, growth, and o tri utio , Perfor a e of Poso’s Distri t Go er e t has ot ee a le to i reased its lo al re e ue , hereas for i ter ie ed a alysis a d Poso’s poli y go er e t said that i the past fis al de e tralizatio district of Poso government has been not managed to did particularly equitable development for infrastructure in such that way the purpose for the welfare of the people have not been successful. If Poso’s Go er e t Perfor a e i pro ed i the future, the it ould ade local government more advanced and developed so that the purpose for the welfare of the people could be realized through development evenly. Key words : Ratio of the Level of Decentralized Fiscal, Decentralized Fiscal, effectiveness Ratio, efficiency Ratio, growth Ratio, Share Ratio, District.

I. PENDAHULUAN

Pada masa sebelum pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001, negara Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Hal tersebut tercermin dari adanya dominasi pemerintah pusat dalam merencanakan dan menetapkan prioritas pembangunan di daerah, serta kurang melibatkan stakeholders di daerah. Sistem pengaturan keuangannya adalah model pengaturan keuangan yang sangat sentralistis dan lebih menguntungkan pemerintah pusat. Dampak ketergantungan daerah pada pusat ini yaitu tidak berkembangnya desentralisasi keuangan daerah dan ketidakberdayaan masyarakat lokal untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Sebagai langkah reformasi dan proses demokratisasi maka pada tanggal 1 Januari 2001 pemerintah secara resmi mulai melaksanakan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang mengalami beberapa kali perubahan atas undang-undang tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004, kemudian menjadi undang-undang No. 3 Tahun 2005 dan berubah lagi menjadi undang-undang No. 8 Tahun 2005 perubahan pertama dan yang terakhir berubah menjadi 1 Staff Pengajar Universitas Atma Jaya Makassar 2 Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Makassar Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 54 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar undang-undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah yang lebih bertumbuh pada pemerintah tingkat KabupatenKota bukan di level provinsi. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, secara legal formal, dituangkan dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pendanaan bagi pelaksanaan kewenangan tersebut. Selain itu, terdapat juga undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan guna mendapatkan sumber pendanaan bagi pembangunan daerah. Desentralisasi fiskal adalah salah satu pendukung pelaksanaan otonomi daerah karena kemampuan keuangan daerah merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Indikator penting keberhasilan kemampuan keuangan daerah tercermin dalam kemampuan suatu daerah dalam menggali pendapatan asli daerah PAD nya untuk membiayai belanja rutin dan pembangunan di daerah tersebut. Dilain pihak sebagai daerah otonom yang tetap menjadi bagian dari negara kesatuan, daerah masih harus tetap melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan pemerintah pusat. Kewenangan untuk melaksanakan tugas tersebut tentu saja disertai dengan pembiayaan dan bantuan dari pusat. Selain itu, mengingat kondisi dan potensi masing-masing daerah otonomi yang berbeda-beda, pemerintah pusat juga memberikan dana perimbangan yang bertujuan untuk melakukan pemerataan dalam pembangunan. Dengan demikian kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan mampu membuka peluang pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas pencapaian kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan, selanjutnya diharapkan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Komponen desentralisasi fiskal yang pertama yaitu Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga merupakan modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. PAD merupakan usaha daerah guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah pusat Widjaja, 1992. Keberhasilan desentralisasi fiskal jelas mensyaratkan keberhasilan daerah dalam mengelola potensi keuangan daerahnya. Hal ini menunjukkan PAD sebagai salah satu parameter utama keberhasilan Pemerintah Daerah Juwaini, 2007. PAD bisa dijadikan indikator keberhasilan desentralisasi fiskal karena PAD merupakan penerimaan daerah yang asli berasal dari daerah itu sendiri, dan PAD menununjukkan adanya kemandirian dari suatu daerah. Menurut Nurcholis Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 55 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar 2005, PAD merupakan sumber keuangan daerah yang utama. Idealnya semua pengeluaran pemerintah daerah dapat dicukupi dengan menggunakan PAD-nya, sehingga daerah menjadi benar-benar mandiri Waluyo, 2007 dalam Annisa, 2009. Seperti yang dikemukakan Adi dan Harianto 2007 bahwa dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber PAD. Idealnya semua pengeluaran pemerintah daerah dapat dicukupi dengan menggunakan PAD-nya, sehingga daerah menjadi benar-benar otonom. Menurut Waluyo, 2007 dalam Annisa 2009, selama tahun 2001 hingga 2003 fenomena yang terjadi di Indonesia adalah peranan PAD terhadap pengeluaran rutin dan total pengeluaran APBD semakin menurun. Menurunnya peranan PAD terhadap pengeluaran rutin dan pengeluaran total dalam APBD mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan peranan mekanisme transfer dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan Waluyo, 2007 dalam Annisa, 2009. Selain itu menurut Mahroji, 2005 dalam Waluyo, 2007 menunjukkan bahwa masih terjadinya ketimpangan vertikal antara pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupatenkota di Indonesia pada tahun 2001, yang disebabkan adanya kelebihan dana penerimaan di pemerintah pusat. Dari hasil penelitian Waluyo 2007 juga menunjukkan bahwa dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia diduga lebih didominasi oleh mekanisme dana alokasi umum yang berfungsi sebagai pemerata fiskal daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Yang diharapkan oleh setiap daerah otonom di masa desentralisasi fiskal ini adalah bagaimana setiap pemerintah daerah berusaha untuk membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mengoptimalkan sumber-sumber Pendapatan Asli daerah-nya yang akan berpengaruh besar terhadap pembanggunan di daerah. Namun beberapa daerah dengan sumber daya yang dimiliki mampu menyelenggarakan desentralisasi, namun tidak tertutup kemungkinan ada beberapa daerah akan menghadapi kesulitan dalam menyelenggarakan tugas desentralisasi, mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki Bappenas, 2003. Dari pelaksanan desentralisasi selama ini, ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dan pada umumnya adalah ketidakcukupan sumber daya keuangan. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mempunyai finansial yang cukup dan lebih leluasa dalam mengelola keuangannya. Dalam pemberian wewenang itu sendiri harus meliputi kewenangan dalam mengelola keuangan desentralisasi fiskal. Inti hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian Adi, 2006 dalam Ahmad, 2011. Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 56 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar Fenomena yang terjadi yang dilihat dari awal penelitian ini adalah bahwa kebijakan yang dijalankan dalam rangka desentralisasi dan otonomi di bidang keuangan daerah lebih banyak ditekankan pada aspek pembelanjaan dibanding aspek penerimaan. Perenan Pendapatan Asli Daerah PAD Kabupaten Poso dalam mendukung penerimaan daerah-nya masih sangat kecil, dimana pada tahun 2008 Realisasi PAD hanya mencapai Rp 11.488.107.449,72. Salah satu penyebab kecilnya dari PAD tersebut adalah karena minimnya objek pajak dan Retribusi daerah. Akan tetapi pada tahun 2009 mulai ada peningkatan dari Rp 11.488.107.449,72 meningkat menjadi Rp 26.000.603.515,82. Tetapi peningkatan tersebut masih menggambarkan tingkat ketergantungan Kabupaten Poso yang masih sangat besar terhadap pemerintah pusat, dimana besarnya bantuan pemerintah pusat melalui Dana Perimbangan masih sangat besar, yaitu pada tahun 2008 sebesar Rp 440.652.422.377,00 dan pada tahun 2009 sebesar Rp 475.532.245.907,00. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, Pemerintah Kabupaten Poso diharapkan memiliki kemandirian yang lebih besar. Berikut dibawah ini Realisasi Total Pendapatan Daerah kabupaten Poso Tahun 2008-2009. Tabel 1.1 Realisasi Total Pendapatan Daerah Kabupaten Poso Tahun 2008-2009 No Jenis Penerimaan 2008 2009 1 Pendapatan Asli Daerah 11.488.107.449,72 26.000.603.515,82. 2 Dana Perimbangan 440.652.422.377,00 475.532.245.907,00 3 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 85.020.447.335,00 74.294.040.203,00 Jumlah 537.160.977.161,72 575.826.889.625,82 Sumber : Bidang Penagihan dan Penyuluhan Dipenda Kab. Poso data diolah 2013 Bertolak dari latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka masalah pokok dalam penelitiann ini adalah 1. Bagaimana pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat bermanfaat bagi masyarakat umum. 2. Bagaimana Peningkatan PAD Kabupaten Poso selama desentralisasi fiskal. Tujuan penelitian adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam perumusan masalah diatas, yaitu : 1. Mengkaji penerapan desentralisasi fiskal terhadap kepentingan masyarakat umum. Randa Paledung Memahami Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan……….. 57 Jurnal Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Vol 11 No 1 April 2013, hal. 53 - 81 Fakultas Ekonomi UAJ Makassar 2. Untuk melihat seberapa besar kontribusi PAD terhadap pembangunan Kabupaten Poso untuk tahun 2010-2012 selama desentralisasi fiskal. 1. Secara Teoritis a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui dampak desentralisasi fiskal terhadap PAD kabupaten Poso tahun 2010-2012. b. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan analisis desentralisasi fiskal dan PAD. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan kajian praktis bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Poso untuk mengevaluasi kinerjanya selama kurun waktu 2010-2012.

II. METODE PENELITIAN