23 Produksi cangkang kapsul dengan pewarna “Erythrosin B” akan
menghasilkan efluen berwarna bening kemerahan Efluen I, sedangkan produksi cangkang kapsul dengan pewarna “Brilliant Blue FCF” akan
menghasilkan efluen berwarna bening kebiruan Efluen II. Adapun hasil uji beberapa parameter dari efluen dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Efluen I dan Efluen II
Parameter Satuan
Efluen I Efluen II
pH - 6.38-7.02
6.73-7.00 Kekeruhan NTU 12-13
10-12 Warna PtCo
182-201 175-198
Klorin Cl
2
mgl 0.12-0.14 0.13-0.15 Berdasarkan karakteristik diatas nilai dari masing-masing parameter
antara Efluen I dan Efluen II tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai pH Efluen I dan Efluen II berkisar antara 6.38-7.02, dimana sebelumnya
efluen telah mengalami pengaturan pH pada rentang pH 7-8.5 dengan penambahan bahan kimia Na
2
CO
3
, sehingga pada saat memasuki bak sedimentasi clarifier pH efluen berada dalam kisaran pH netral.
Lumpur aktif dari kolam aerobik mengalir ke bak sedimentasi. Flok- flok bakteri biomass yang ikut dalam efluen aerobik diendapkan di dalam
clarifier dan dipompa kembali ke kolam anoksik. Hal ini menyebabkan efluen
yang berupa cairan yang terpisah dari flok-flok bakteri tersebut mempunyai nilai kekeruhan dan warna yang cukup rendah.
Kadar klorin Efluen I dan Efluen II tidak dalam nilai yang berlebih yaitu berkisar antara 0.12-0.15 mgl. Namun, menurut
www.o-fish.com 2002, untuk menghindari efek berbahaya dari klorin maka kadarnya dalam
air harus dijaga agar tidak lebih dari 0.003 mgl.
H. UJI TOKSISITAS EFLUEN TERHADAP IKAN
Proses klorinasi yang dilakukan pada pengolahan air limbah PT. Capsugel Indonesia menghasilkan limbah yang memiliki kadar klorin yang
bersifat toksik bagi ikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji toksisitas efluen terhadap ikan yang disajikan pada Tabel 4 dan 5.
24 Tabel 4. Hasil uji toksisitas efluen terhadap ikan pada Efluen I
Keterangan : A1 = Efluen I sebelum klorinasi A2 = Efluen I setelah klorinasi
Tabel 5. Hasil uji toksisitas efluen terhadap ikan pada Efluen II
Keterangan : B1 = Efluen II sebelum klorinasi B2 = Efluen II setelah klorinasi
Berdasarkan pengamatan dari hasil diatas, seluruh biota uji A1 dan B1 masih dapat bertahan hidup dengan kadar klorin sebesar 0.17 dan 0.13 mgl
pada 24 jam pertama. Biota uji A1 masih dapat bertahan hingga hari keempat, sedangkan pada B1 hanya satu ekor ikan yang mati hingga hari keempat. Hal
ini menunjukkan bahwa sebelum proses klorinasi berlangsung; efluen cukup aman bagi kehidupan ikan. Ketahanan ikan tersebut juga didukung oleh
menurunnya kadar klorin A1 karena telah menguap. Klorin dalam air relatif tidak stabil dan akan segera terbebas ke udara
www.o-fish.com , 2002.
Berbeda dengan A1 dan B1, seluruh biota uji A2 dan B2 mati pada 24 jam pertama. Hal ini diduga adanya pengaruh klorin sebagai akibat dari
penambahan larutan kaporit. Kaporit padat kalsium hipoklorit dalam air akan membentuk senyawa kalsium hipoklorit [CaOCl
2
] yang merupakan molekul klorin OCl
-
atau HOCl
-
Riegel, 1933, sehingga semakin banyak kaporit yang ditambahkan akan semakin tinggi kadar klorinnya.
Pada uji contoh terlihat bahwa kandungan residu klorin setelah klorinasi adalah 0.84 mgl dan pengamatan pada 24 jam pertama terhadap
efluen setelah klorinasi menunjukkan kematian seluruh ikan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan klor tersebut bersifat toksik bagi ikan, karena
Parameter Uji A1
A2
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
pH 7.01 7.61 7.84 8.11 8.23 8.21 8.34 8.37 8.40 8.41
Cl
2
mgl 0.17 0.16 0.11 0.09 0.05 0.84 0.52 0.22 0.17 0.08
Jumlah ikan yang mati sampai hari ke-
0 0 0 0 0 10 10 10 10 10
Parameter Uji B1
B2
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
pH 7 7.57 7.79 7.95 8.01 7.78 7.82 7.95 7.99 8.04
Cl
2
mgl 0.13 0.11 0.10 0.06 0.03 0.78 0.43 0.19 0.15 0.04
Jumlah ikan yang mati sampai hari ke-
0 0 0 0 1 10 10 10 10
10
25 klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3 mgl sudah cukup untuk membunuh ikan
dengan cepat www.o-fish.com
, 2002. I.
OPTIMASI PENGGUNAAN KAPORIT
Hasil uji toksisitas efluen terhadap ikan menunjukkan bahwa proses klorinasi di IPAL PT. Capsugel Indonesia menghasilkan efluen yang
mengandung residu klorin yang toksik bagi ikan. Untuk mengurangi residu klorin dalam efluen tersebut diupayakan optimasi penggunaan kaporit dengan
mencari dosis yang lebih rendah. Berdasarkan hasil yang didapat, pada penambahan dosis kaporit
sebesar 5, 10, dan 15 mgl dengan perlakuan pH 4-6.5 menunjukkan penurunan kekeruhan dari 82.80 persen hingga 92.40 persen Efluen I dan
81.82 persen hingga 91.36 persen Efluen II. Pada warna terjadi penurunan dari 49.35 persen hingga 73.89 persen Efluen I dan 47.72 persen hingga
69.44 persen Efluen II. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kaporit efektif untuk menurunkan warna. Menurut Ucko 1982 kaporit sangat aktif
dalam mengoksidasi warna dan mengubah warna menjadi terang dengan memecah molekul penyebab warna menjadi substansi yang lain. Hasil analisis
persen penurunan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis persen penurunan parameter pada perlakuan pH 6.5
Penurunan Parameter
Dosis 5 mgl pH 6.5 Dosis 10 mgl pH 6.5
Dosis 15 mgl pH 6.5 Efluen
I Efluen
II Efluen
I Efluen
II Efluen
I Efluen
II Kekeruhan
83.60 80.00 90.00 76.36 92.40 91.36
Warna 50.39 49.06 66.84 63.27 73.89 69.44
Perlakuan pH yang diberikan pada penggunaan kaporit ini juga mempengaruhi nilai kekeruhan dan warna. Seiring dengan bertambahnya pH
penurunan nilai kekeruhan dan warna akan semakin besar. Penurunan nilai kekeruhan dan warna yang paling besar terjadi pada penambahan dosis 15
mgl dengan pH 6.5 yaitu mencapai 0.95 NTU Efluen I dan II dan 50 PtCo Efluen I dan 57 PtCo Efluen II. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 7.
26 Tabel 7. Hasil analisis proses optimasi penambahan kaporit perlakuan pH 6.5
Dosis kaporit Kekeruhan NTU
Warna PtCo Klorin mgl
Efluen I Efluen II
Efluen I Efluen II
Efluen I Efluen II
Dosis 5 mgl 2.05
2.2 95
95 0.17
0.175 Dosis 10 mgl
1.25 2.6
63.5 68.5
0.205 0.195
Dosis 15 mgl 0.95
0.95 50
57 1.07
1.055
Namun, penurunan nilai kekeruhan dan warna yang terjadi tersebut berlawanan dengan residu klorin yang dihasilkan. Residu klorin meningkat
seiring dengan semakin besarnya dosis kaporit dan pH yang diberikan. Hal ini terjadi karena kaporit dalam efluen akan membentuk kalsium hipoklorit
[CaOCl
2
] yang merupakan molekul klorin Riegel, 1933, sehingga semakin banyak kaporit yang ditambahkan akan meningkatkan residu klorin dalan
efluen. Penambahan dosis kaporit sebanyak 15 mgl dengan pH 6.5 dihasilkan
kadar klorin sebesar 1.07 mgl Efluen I dan 1.055 mgl Efluen II. Hasil ini menunjukkan bahwa proses optimasi yang dilakukan ini tidak menekan
jumlah residu klorin dalam efluen dan masih bersifat toksik bagi ikan.
J. PROSES KOAGULASI – FLOKULASI AWAL