BAHAN DAN ALAT ANALISIS DATA

16

III. METODOLOGI

D. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah efluen tahap pengolahan sekunder yaitu yang berasal dari bak sedimentasi clarifier PT. Capsugel Indonesia, Cibinong, Jawa Barat. Efluen tersebut terdapat dalam 2 jenis yaitu Efluen I hasil dari pewarnaan cangkang kapsul dengan “Erythrosin B ” dan Efluen II hasil dari pewarnaan cangkang kapsul dengan “Brilliant Blue FCF ”. Koagulan yang digunakan adalah alum padat, PAC padat, FeCl 3 padat, dan kaporit padat. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah kertas saring, bahan-bahan kimia seperti DPD Free Chlorine Powder Pillow serbuk untuk analisis klorin metode DPD dengan spektrofotometer dan larutan H 2 SO 4 , HCl, dan NaOH untuk pengaturan pH. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah VELP – scientificaTest di cessione C6F Jartester , oven, spektrofotometer Direct Reading DR 2000, timbangan, pH meter, turbidimeter, dan alat-alat gelas.

E. TAHAPAN PENELITIAN

1. Karakterisasi Efluen

Efluen diperoleh dari bak sedimentasi yang berupa cairan tanpa flok yang merupakan hasil dari proses penanganan secara biologis pada bak aerasi. Efluen dianalisis baik fisik maupun kimia yang meliputi: pH, kekeruhan Nefelo Turbidity Unit – NTU, warna PtCo, dan klorin mgl.

2. Penelitian Pendahuluan

d. Uji Toksisitas Efluen Terhadap Ikan Uji toksisitas efluen terhadap ikan dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik toksik efluen setelah proses klorinasi terhadap ikan. Pengukuran dilaksanakan dengan menggunakan wadah 17 plastik, volume 21 liter. Semua wadah plastik diisi efluen hingga 20 liter. Jumlah wadah plastik yang digunakan adalah 4 buah, 1 buah diisi dengan Efluen I sebelum klorinasi A1, 1 buah diisi dengan Efluen I setelah klorinasi A2, dan 2 buah wadah plastik lainnya diisi dengan Efluen II sebelum klorinasi B1, 1 buah lagi diisi dengan Efluen II setelah klorinasi B2. Kualitas efluen yang dimasukkan ke dalam wadah plastik dianalisis pH dan kadar klorinnya sebelum ikan dimasukkan. Ke dalam tiap-tiap wadah percobaan dimasukkan 10 ekor ikan. Jenis ikan yang akan digunakan adalah ikan mas Cyprinus carpio dengan ukuran panjang antara 3 – 5 cm dan berasal dari tempat yang tidakbelum dikenal pencemaran Suriawiria, 2003. Uji toksisitas dilakukan selama 96 jam 4 hari. Setelah ikan mas dimasukkan ke dalam masing-masing wadah, dilakukan perhitungan jumlah ikan yang mati setiap 24 jam, dan setiap 24 jam dilakukan pengukuran pH dan klorin dari masing-masing efluen dalam wadah percobaan, sehingga secara bertahap akan diketahui ketahanan dari ikan percobaan terhadap air limbah selama 4 hari percobaan. Gambaran tentang penentuan kondisi uji toksisitas efluen terhadap ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi uji toksisitas efluen terhadap ikan Kondisi Uji Efluen I Efluen II A1 A2 B1 B2 Volume Efluen 20 L 20 L 20 L 20 L Jumlah ikan 10 ekor 10 ekor 10 ekor 10 ekor Keterangan : A1 = Efluen I sebelum klorinasi A2 = Efluen I setelah klorinasi B1 = Efluen II sebelum klorinasi B2 = Efluen II setelah klorinasi e. Proses Optimasi Penggunaan Kaporit dengan Jartest Proses optimasi penggunaan kaporit ini dilakukan untuk mengetahui dosis kaporit yang tepat yang dapat ditambahkan kedalam efluen pada proses klorinasi sehingga warna yang masih tersisa dalam efluen dapat hilang. Berdasarkan dosis yang didapatkan tersebut diharapkan dapat mengurangi kadar residu klorin dalam efluen sehingga mengurangi sifat toksik bagi ikan. 18 Perlakuan dosis yang diberikan pada tahap ini adalah 5, 10, 15 mgl. Rentang penggunaan dosis kaporit ini didasarkan pada penggunaan kaporit dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan proses klorinasi di IPAL PT. Capsugel Indonesia yaitu kurang dari 24 mgl. Perlakukan pH yang diberikan pada tahap ini adalah 4, 4.5, 5, 5.5, 6, 6.5. Penentuan rentang pH adalah pada kondisi asam hingga netral www.terranet.com , 2006. Proses penentuan dosis terbaik pada penambahan kaporit ini dilakukan dengan menggunakan peralatan Jartest. Hasil dari proses tersebut dilakukan uji kekeruhan, warna, dan klorin. f. Proses Penentuan Awal Dosis Koagulan Proses penentuan awal dosis koagulan dilakukan dengan membedakan dosis masing-masing koagulan yang didasarkan pada dosis terbaik dari penelitian sebelumnya. Perlakuan dosis yang diberikan pada tahap pertama untuk masing-masing koagulan ini adalah sebagai berikut : Koagulan Dosis Koagulan mgl Alum 40, 50, 60, 80, 100, dan 120 PAC 40, 100, 150, 180, 210, dan 250 FeCl 3 40, 50, 60, 100, 150, dan 200 Rentang penggunaan dosis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan 2005 untuk alum sebanyak 15-80 mgl, dan untuk PAC sebanyak 10-60 mgl. Penggunaan FeCl 3 didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pujiantoro 1995 sebanyak 50- 300 mgl. Proses koagulasi – flokulasi dilakukan dengan menggunakan Jartest, dan hasil dari proses koagulasi – flokulasi tersebut dilakukan uji kekeruhan dan warna untuk mendapatkan tiga dosis koagulan yang terbaik. 19 Gambar 1. Skema proses input output penelitian

3. Penelitian Utama

Tiga dosis yang optimal yang didapatkan dari penentuan dosis kemudian ditambahkan perlakuan pH dengan menggunakan Jartest. Adapun perlakuan pH yang dilakukan pada tahapan selanjutnya adalah sebagai berikut : Koagulan pH Alum 5.5, 6, 6.5, 7, 7.5, dan 8 PAC 6, 6.5, 7, 7.5, 8, dan 8.5 FeCl 3 5.5, 6, 6.5, 7, 7.5, dan 8 Penentuan rentang pH ini didasarkan oleh keefektifan masing- masing koagulan, seperti yang dikemukakan oleh Davies dan Cornwell 1991, untuk alum 5-8, FeCl 3 4-9 dan juga oleh Klimiuk et al. 1999, untuk PAC yang efektif sekitar 6.5. Hasil dari proses koagulasi – flokulasi dengan perlakuan pH dilakukan uji kekeruhan, warna, dan klorin. Uji ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi terbaik antara dosis dan pH berdasarkan hasil Efluen air limbah Efluen I dan Efluen II Karakterisasi Proses penentuan awal dosis koagulan dengan Jartest penelitian pendahuluan Efluen hasil koagulasi – flokulasi [Uji kekeruhan dan warna penelitian pendahuluan; uji kekeruhan, warna, Cl 2 penelitian utama] Koagulan dengan dosis yang bervariasi mgl Uji toksisitas efluen terhadap ikan mas Proses koagulasi – flokulasi dengan Jartest penelitian utama Proses koagulasi – flokulasi dengan kaporit penelitian pendahuluan 20 yang optimal dari masing-masing parameter uji, khususnya untuk parameter kekeruhan dan warna. Gambar 2. Peralatan Jartest

F. ANALISIS DATA

Analisis data diolah dengan manggunakan Microsoft Excel 2003. Hasil proses penentuan awal dosis koagulan pada penelitian pendahuluan dianalisis dengan menggunakan pendekatan grafis untuk mendapatkan tiga dosis terbaik. Hasil uji dari perlakuan dosis dan pH pada penelitian utama diolah dengan rancangan percobaan desain blok acak lengkap dengan subsampling. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis dan pH yang berbeda terhadap parameter yang diukur, serta untuk mengetahui kombinasi terbaik antara dosis dan pH dari masing-masing koagulan. Kombinasi terbaik antara dosis dan pH ditentukan berdasarkan hasil analisis pengukuran parameter kekeruhan dan warna yang terendah. Model matematis untuk rancangan percobaan desain blok acak lengkap dengan subsampling, dapat dituliskan dalam bentuk: Y ijk = μ + β i + π j + є ij + η ijk dimana: Y ijk = Variabel yang diukur µ = Rata-rata umum β i = Efek rata-rata blokefluen ke i π j = Efek rata-rata pH ke j є ij = Efek unit dosis dikarenakan pH ke j dalam blokefluen ke i 21 η ijk = Efek sampel ke k yang diambil dari unit dosis yang dikarenakan pH ke j dalam blokefluen ke i Sudjana, 1995. Blok dalam penggunaan rancangan percobaan desain blok acak lengkap dengan subsampling disini adalah Efluen I blok 1 dan Efluen II blok 2. 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

G. SUMBER DAN KARAKTERISTIK EFLUEN

Sumber efluen yang digunakan untuk proses koagulasi – flokulasi berasal dari cairan tanpa flok pada bak sedimentasi clarifier PT. Capsugel Indonesia. Pada bagian ini, efluen telah mendapatkan penanganan secara fisik, kimia, dan biologis. Penanganan secara fisik meliputi ekualisasi dan penurunan suhu. Penanganan secara kimia meliputi penurunan pH, dan penanganan secara biologis meliputi nitrifikasi dan denitrifikasi. Lumpur aktif dari kolam aerobik mengalir ke bak sedimentasi. Flok- flok bakteri biomass yang ikut dalam efluen aerobik diendapkan di dalam clarifier dan dipompa kembali ke kolam anoksik atau dikenal dengan return activated sludge RAS. Efluen yang berupa cairan tanpa flok kemudian mengalir ke bak klorinasi. Efluen yang berupa cairan dari bak sedimentasi ini memiliki dua penampakan secara visual yang berbeda yaitu warna bening kemerahan Efluen I dan bening kebiruan Efluen II. Perbedaan ini dikarenakan bahan pewarna cangkang kapsul yang digunakan berbeda yaitu cangkang kapsul yang menggunakan pewarna “Erythrosin B” dan cangkang kapsul yang menggunakan pewarna “Brilliant Blue FCF”. Penampakan Efluen I dan Efluen II disajikan pada Gambar 3. Efluen I Efluen II Gambar 3. Penampakan Efluen I dan Efluen II