TINJAUAN PUSTAKA Proses Koagulasi – Flokulasi Pada Pengolahan Tersier Limbah Cair PT. Capsugel Indonesia.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

E. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT. CAPSUGEL INDONESIA Pengolahan air limbah di PT. Capsugel Indonesia meliputi pengolahan secara fisika, kimia dan biologis. Tahapan pengolahannya tidak selalu sama tergantung dari karakteristik air limbah dan dengan treatability test dapat diketahui pengolahan apa yang tepat. Pengolahan air limbah secara fisika meliputi : penurunan suhu, penyaringan, ekualisasi, pengendapan, dan mixing. Pengolahan secara kimia meliputi : koagulasi dan flokulasi, presipitasi, pengaturan pH, oksidasi, dan desinfeksi. Pengolahan biologi meliputi nitrifikasi dan denitrifikasi. Berikut ini adalah gambaran secara umum proses pada IPAL : 1. Ekualisasi Sebelum diolah air limbah ditampung dalam bak ekaluasasi. Untuk meratakan konsentrasi dan debit, agar air limbah dapat diolah dengan debit yang sama dan konsentrasi rata-rata yang mendekati sama. Bak ekualisasi dilengkapi dengan pompa transfer berikut Water Level Control WLC yang mengatur mati hidupnya pompa. Jika air mencapai level minimum, pompa mati dan pompa akan jalan lagi air mencapai level maksimum. 2. Cooling Tower Cooling Tower berfungsi untuk menurunkan temperatur air limbah yang berasal dari bak ekualisasi hingga sesuai yang disarankan untuk pengolahan secara biologis maksimum 35 °C. 3. Pengaturan pH Dari ekualisasi air limbah dipompa ke bak pengaturan pH untuk diatur pada range pH 7-8.5 dengan menggunakan bahan kimia Na 2 CO 3 . Waktu tinggal yang dipakai adalah 6 menit. 4. Anosik Air limbah dari bak pengaturan pH mengalir ke bak anosik bercampur dengan air limbah yang di recycle dari bak aerasi. Dalam bak anosik air limbah mengalami proses denitrifikasi yaitu penguraian NO 3 - menjadi NO 2 4 dan OH - . Pada proses denitrifikasi tidak ada penambahn O 2 . Untuk menjaga bakteri tetap tersuspensi maka dipakai pengaduk mekanik. 5. Aerasi Dalam bak aerasi air limbah mengalami proses nitrifikasi dimana ammonium diubah oleh bakteri Nitrosomonas dengan bantuan oksigen menjadi NO 2 - dan sel baru. Kemudian oleh bakteri nitrobakter NO 2 - diubah menjadi NO 3 - dan sel baru. Dissolved oxygen DO dijaga minimal 2 mgL dengan penambahan oksigen dari blower. Sebagian air limbah mengalir ke bak sedimentasi dan sebagian lagi dipompa kembali ke bak pengaturan pH dan terus masuk ke bak anosik internal recycle. Pada aliran internal recycle dipasang flow meter untuk mengetahui debit air limbah yang dikembalikan ke bak anosik. 6. Bak Sedimentasi Clarifier Dari bak aerasi air limbah mengalir ke bak sedimentasi. Di sini flok-flok bakteri biomass yang ikut dalam effluent aerasi diendapkan dan dipompa kembali ke bak anosik melalui bak pengatur pH, supaya Mixed Liquor Suspended Solid MLSS diatur cukup tinggi sesuai dengan kriteria disain 3000 mgL. Pada aliran ini juga dilengkapi flow meter dan kelebihan lumpur dapat dibuang ke bak pengumpul lumpur. Overflow rate yang digunakan maksimum 0.7 mjam. Air limbah yang berupa cairan jernih kemudian mengalir ke bak klorinasi. 7. Klorinasi Sebelum dibuang ke lingkungan air limbah melewati bak klorinator untuk proses desinfektan dan juga membantu mengurangi konsentrasi ammonium dan warna yang masih tersisa dalam effluent. Waktu tinggal yang dipakai adalah 30 menit. 8. Sand Filter Air limbah dari bak klorinasi masuk ke sand filter untuk proses penjernihan dan penghilangan bau air limbah yang akan dibuang ke bak kontrol. Bahan penyaring yang digunakan adalah pasir aktif zeolit dan karbon aktif. 5 9. Bak Kontrol Air hasil perlakuan pada sand filter ditampung dalam bak control sebelum dialir untuk keperluan cooling tower, recycle dan dibuang ke saluran umum. 10. Sludge Holding Tank SHT SHT berfungsi untuk menampung lumpur yang dibuang dari bak sedimentasi sebelum diangkut dari TPA. Pada SHT ini terdapat 2 buah outlet untuk supernatan dan satu buah outlet untuk pembuangan lumpur. 11. Weir V-notch flow meter dengan ultrasonic level meter Untuk mengetahui debit inlet dan outlet di dalam proses pengolahan air limbah. Di sini ultrasonic flow meter dipasang di dua tempat yaitu pada inlet sebelum masuk bak pengaturan pH dan outlet sebelum dibuang ke lingkungan. 12. Tangki Kimia Pada proses pengolahan air limbah di PT. Capsugel ini dibutuhkan 4 buah tangki untuk penyiapan bahan-bahan yang dibutuh dalam pengolahan yaitu Na 2 CO 3 , HCl tidak dipakai lagi, TSP dan kaporit. Masing-masing tangki dilengkapi pompa dosing agar bahan kimia dapat dipompa sesuai kebutuhan dan mixer untuk melarutkan bahan kimia yang sukar larut. F. KOAGULASI DAN FLOKULASI Menurut Alaerts dan Santika 1987, jenis partikel koloid merupakan penyebab kekeruhan dalam air efek Tyndall yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannnya tanpa partikel koloid yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah keruh. Larutan tidak keruh jika terjadi pengendapan presipitasi yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Menurut vesilind et al. 1994, partikel koloid dalam air sulit mengendap secara normal. Partikel koloid mempunyai muatan, penambahan koagulan akan menetralkan muatan tersebut. Partikel netral akan saling 6 berikatan membentuk flok-flok besar dari partikel koloid yang berukuran sangat kecil. Hal ini disebut sebagai proses flokulasi. Menurut Steel dan McGhee 1985, koagulasi diartikan sebagai proses kimia fisik dari pencampuran bahan kimia ke dalam aliran limbah dan selanjutnya diaduk cepat dalam bentuk larutan tercampur. Flokulasi adalah proses penambahan flokulan pada pengadukan lambat untuk meningkatkan saling hubung antar partikel yang goyah sehingga meningkatkan penyatuannya aglomerasi. Metcalf dan Eddy 1991, menyatakan bahwa untuk mendorong pembentukan agregat pertikel, harus diambil langkah-langkah tertentu guna mengurangi muatan atau mengatasi pengaruh muatan partikel. Pengaruh muatan dapat diatasi dengan : 1 penambahan ion berpotensi menentukan muatan sehingga terserap atau bereaksi dengan permukaan koloid untuk mengurangi muatan permukaan, atau penambahan elektrolit yang akan memberikan pengaruh mengurangi ketebalan lapisan difusi listrik sehingga mengurangi zeta potensial, 2 penambahan molekul organik berantai panjang polimer yang sub-bagiannya dapat diberi muatan sehingga disebut polielektrolit, hal ini menyebabkan penghilangan partikel melalui adsorbsi dan pembuatan penghubung bridging, dan 3 penambahan bahan kimia yang membentuk ion-ion yang terhidrolisis oleh logam. Menurut Hammer 1986, dua gaya yang menentukan kekokohan koloid adalah, 1 gaya tarik menarik antar partikel yang disebut dengan gaya Van der Walls, cenderung membentuk agregat yang lebih besar, 2 gaya tolak menolak yang disebabkan oleh pertumpangtindihan lapisan tanda elektrik yang bermuatan sama yang mengakibatkan kekokohan dispersi koloid. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang sangat berkaitan erat dimana keberhasilan proses flokulasi sangat bergantung dari proses koagulasi yang merupakan rangkaian proses pembentukan flok-flok. Pada kedua proses ini dibutuhkan flocculating agent yaitu bahan kimia tertentu yang membantu proses pembentukan flok. Dalam kurun waktu terakhir, penggunaan polimer sintesis sebagai bahan kimia pendestabilisasi pada pengolahan air bersih dan limbah cair semakin meningkat. Berdasarkan pengamatan, pengolahan yang 7 paling ekonomis dapat dicapai dengan menggunakan anionik polimer, walaupun padatan yang terkandung dalam air bermuatan negatif Weber, 1972. Agar proses destabilisasi efektif, molekul polimer harus mengandung kelompok kimia yang dapat berinteraksi dengan permukaan partikel koloid. Pada saat terjadi kontak antara molekul polimer dengan partikel koloid, beberapa dari kelompok kimia pada polimer terserap ke permukaan partikel, meninggalkan molekul polimer yang tersisa pada larutan. Apabila terjadi kontak antar molekul polimer yang tersisa dengan partikel kedua yang memiliki permukaan adsorbsi yang kosong, maka akan terjadi ikatan. Partikel polimer komplek akan terbentuk dengan polimer sebagai penghubung. Jika partikel kedua tidak dapat berikatan, maka seiring dengan waktu bagian polimer yang tersisa perlahan akan terserap pada permukaan partikel yang lain, sehingga polimer tidak dapat lagi berfungsi sebagai penghubung. Dosis polimer yang berlebih akan mengakibatkan koloid menjadi stabil kembali karena tidak adanya ruang untuk membentuk penghubung antar partikel. Pada kondisi tertentu, sustu sistem yang telah didestabilisasi dan membentuk agregat dapat menjadi stabil kembali dengan meningkatkan agitasi, akibat putusnya polimer permukaan partikel dan proses berulang antara polimer tersisa dengan permukaan partikel Weber, 1972. Menurut Benefield et al. 1982, untuk merangsang partikel koloid bergabung membentuk gumpalan yang lebih besar diperlukan dua cara, yaitu partikel harus didestabilisasikan dan dipindahkan. Destabilisasi partikel dapat dicapai melalui cara penekanan lapisan ganda listrik, penyerapan untuk netralisasi, penjeratan pada presipitasi, dan pembentukan antar partikel. Penekanan lapisan ganda listrik dan penetralan dikategorikan sebagai proses koagulasi, sedangkan penjeratan dan pembentukan antar partikel sebagai flokulasi. Destabilisasi partikel dengan cara penekanan dapat dicapai melalui penambahan elektrolit muatan yang berlawanan dengan muatan partikel koloid Benefield et al., 1982. Dasar dari mekanisme ini adalah bahwa interaksi dari koagulan dengan partikel koloid terjadi karena efek elektrostatik, ion sejenis dengan partikel koloid akan saling tolak menolak, 8 sedangkan yang muatannya berlawanan akan tarik menarik Surdia et al., 1981. Menurut Nathanson 1977, keberhasilan dari proses koagulasi dan flokulasi tergantung beberapa faktor diantaranya adalah dosis koagulan yang diberikan, suhu dari limbah, pH dan alkalinitas. Dosis koagulan yang diberikan disesuaikan dengan karakteristik dari air limbah yang akan ditangani. Untuk mengetahui dosis optimum koagulan dilakukan pengujian dilaboratorium menggunakan peralatan yang disebut Jartest. G. KOAGULAN Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga membentuk flok atau gumpalan Hammer, 1986. Menurut Davis dan Cornwell 1991, koagulan merupakan substansi kimia yang dimasukkan ke dalam air untuk menghasilkan efek koagulasi. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan pada suatu koagulan, yaitu: 1. Kation bervalensi tiga trivalen. Kation trivalen merupakan kation yang paling efektif untuk menetralkan muatan listrik koloid. 2. Tidak beracun toksik. Persyaratan ini diperlukan untuk menghasilkan air atau air limbah hasil pengolahan yang aman. 3. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Koagulan yang ditambahkan harus terpresipitasi dari larutan, sehingga ion-ion tersebut tidak tertinggal dalam air. Menurut Hammer 1986, bahan kimia yang digunakan sebagai koagulan adalah kapur, alum, dan polielektrolit organik sintesis. Polielektrolit dapat berupa kation, anion, nonionik dan Miccellaneous Liu dan Liptak, 2000. Garam-garam besi seperti feri klorida FeCl 3 dan besi sulfat Fe 2 SO 4 3 .H 2 O dapat dipergunakan pula sebagai koagulan Davis dan Cornwell, 1991. Menurut Wenbin et al. 1999, pada saat ini ada dua macam koagulan yang banyak digunakan adalah koagulan anorganik dan koagulan organik. 9 Alumunium sulfat dan poly alumunium chloride PAC merupakan koagulan anorganik dengan produksi terbanyak. Menurut Suciastuti dan Sutrisno 1987, alumuniun sulfat biasanya disebut juga sebagai tawas. Bahan ini banyak dipakai, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling ekonomis murah dan mudah didapat pada pasaran serta mudah disimpan. Menurut Alaerts dan Santika 1987, alum dalam air akan mengalami proses hidrolisis menurut reaksi umum adalah sebagai berikut: Al 2 SO 4 3 + 6H 2 O 2AlOH 3 + 6H + + 3SO 4 2- Menurut Davis dan Cornwell 1991, alum padat komersil Al 2 SO 4 3 .14H 2 O mempunyai bobot molekul 594. Komposisi alum padat terdiri 48.8 persen alum 8.3 Al 2 O 3 dan 51.2 persen air. Menurut Kurniawan 2005, penambahan alum pada air lindi cairan sampah dengan dosis 15 mgl hingga 80 mgl dapat menurunkan kekeruhan sebesar 64.43 persen hingga 87.20 persen dan menurunkan warna sebesar 40.50 persen hingga 73.97 persen, dan menurut Pujiantoro 1995, penambahan alum pada penanganan primer limbah cair industri rayon dengan dosis 100 mgl hingga 400 mgl dapat menurunkan kekeruhan sebesar 76 persen hingga 90 persen. Proses koagulasi – flokulasi dengan koagulan alum, kisaran pH yang mungkin adalah pada pH 5 hingga pH 8 Davis dan Cornwell, 1991. Menurut Echanpin 2005, PAC merupakan koagulan anorganik yang tersusun dari polimer makromolekul yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1 tingkat adsorpsi yang kuat, 2 mempunyai kekuatan lekat, 3 pembentukan flok-flok yang tinggi dengan dosis kecil dan 4 tingkat sedimentasi cepat. Keunggulan lainnya adalah cakupan penggunaan yang luas. Oleh karena itu, produk ini adalah suatu agen dalam proses penjernihan air dengan efisiensi tinggi, cepat dalam proses pengolahan air, aman dan konsumsi konsentrasi yang rendah. 10 Menurut Hardman 2005, PAC terdiri dari berbagai jenis, yaitu sebagai berikut: 1. PAC-AC PAC yang mempunyai basicity yang tinggi dalam cairannya untuk proses koagulasi pada pengolahan air minum dan limbah cair. 2. PAC-SP PAC yang mempunyai basicity yang sedang dalam cairannya untuk proses koagulasi pada pengolahan air minum dan limbah cair. 3. PAC-PW PAC yang mempunyai basicity yang sedang dalam cairannya untuk proses koagulasi pada pengolahan air minum dan limbah cair dengan berbagai kondisi yang luas. Dalam cairan PAC, ion-ion garam alumunium dibentuk menjadi polimer-polimer yang terdiri dari sekelompok ion yang dihubungkan oleh atom-atom oksigen. Polimer-polimer ini hanya terbentuk dalam cairan garam alumunium yang sebagian telah dinetralkan melalui reaksi dengan basa. Derajat polimerisasi meningkat seiring dengan besarnya netralisasi. Netralisasi mengubah karakteristik dasar cairan. Netralisasi total garam aluminium mengakibatkan presipitasi aluminium hidroksida, dengan formula AlOH 3 atau Al 2 OH 6 . Pada formula Hardman untuk PAC-AC Concentrated High Basicity Poly Aluminium Chloride Solution yaitu Al 2 OH 5 Cl, diduga sebanyak 56 larutan AlOH 3 ternetralisasi Hardman Australia Pty Ltd., 2002. Senyawa PAC mempunyai karakteristik tertentu, seperti: padatan berwarna kuning jernih, titik didih lebih dari 100ºC, titik beku -12ºC, specific grafity 1.36-1.38, larut dalam air dan stabil di bawah kondisi biasa www.chemicalland21.com , 2005. PAC dapat digunakan dengan interval dosis yang luas dan sangat cocok untuk beranekaragam kekeruhan, kebasaan, dan jumlah bahan organik di dalam air. Apabila dibandingkan dengan alumunium sulfat, PAC mempunyai efek koagulasi yang lebih baik, sangat cocok digunakan pada 11 temperatur rendah T10ºC, flok terbentuk sangat cepat, serta memiliki waktu singkat untuk bereaksi dan mengendap Wenbin et al., 1999. Beberapa keuntungan koagulan PAC adalah selain sangat baik untuk menghilangkan kekeruhan dan warna, memadatkan dan menghentikan penguraian flok, membutuhkan kebasaan rendah untuk hidrolisis, sedikit berpengaruh pada pH, menurunkan atau menghilangkan kebutuhan penggunaan polimer, serta mengurangi dosis koagulan sebanyak 30–70 Eaglebrook Inc., 1999. Menurut Kurniawan 2005, penambahan dosis PAC pada air lindi cairan sampah dalam kisaran 10 mgl hingga 60 mgl dapat menurunkan kekeruhan sebesar 49.24 persen hingga 81.34 persen dan warna sebesar 3.72 persen hingga 62.98 persen. Proses koagulasi – flokulasi dengan koagulan PAC akan menurunkan kadar COD 40 – 70 dengan perlakuan pH dibawah 6.5 Klimiuk et al.,1999. Feri Klorida FeCl 3 .6H 2 O merupakan koagulan utama dalam proses koagulasi limbah cair industri. Reaksi hidrolisis feri klorida mirip dengan reaksi hidrolisis alum. Pemakaian feri klorida terbatas untuk penanganan beberapa limbah cair industri. Feri klorida dibuat dari reaksi klorinasi besi, tersedia dalam bentuk padatan atau cairan dan sangat korosif Hammer, 1986. Menurut Davis dan Cornwell 1991, besi dapat diperoleh dari garam sulfat Fe 2 SO 4 3 .H 2 O atau garam klorida FeCl 3 .xH 2 O yang tersedia dalam bentuk padatan atau larutan. Reaksi FeCl 3 dalam air yang mengandung alkalinitas adalah sebagai berikut : FeCl 3 + 3 HCO 3 - FeOH 3 s + 3CO 2 + 3Cl - Dan reaksinya dalam air yang tidak mengandung alkalinitas adalah: FeCl 3 + 3H 2 O FeOH 3 s + 3HCl Pembentukan asam klorida akan menurunkan pH. Menurut Pujiantoro 1995, dengan penambahan dosis FeCl 3 sebanyak 50 mgl dapat menurunkan kekeruhan limbah cair industri rayon dari 72 mgl SiO 2 menjadi 15 mgl SiO 2 79. Kisaran pH efektif dengan penggunaan 12 koagulan FeCl 3 pada proses koagulasi – flokulasi adalah pH 4 hingga pH 9 Davis dan Cornwell,1991. Menurut www.menlh.go.idusaha-kecil 2003, Pengolahan limbah cair pada pabrik tekstil dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan yaitu dengan menggunakan garam feri FeCl 3 . Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi. Pada beberapa pengolahan limbah cair FeCl 3 dapat digunakan sebagai flocculating agent , etching agent untuk penanganan permukaan logam, dan desinfektan www.chemicalland21.com , 2005. Koagulan FeCl 3 dapat menimbulkan masalah, terutama timbulnya warna dan sifat korosif apabila proses koagulasi tidak berlangsung dengan baik. Timbulnya warna tersebut dikarenakan oleh Fe 3+ dari koagulan yang terlarut dalam air olahan. Adanya Fe 3+ yang terlarut dalam air olahan menyebabkan timbulnya warna merah Reynolds, 1982; Peavy et al., 1986. H. KLORINASI Proses klorinasi pada IPAL PT. Capsugel Indonesia terjadi pada tahap pengolahan tersier setelah proses sedimentasi. Sebelum dibuang ke lingkungan efluen melewati proses klorinasi dengan menambahkan kaporit [CaOCl 2 ] sebagai desinfektan dan juga membantu mengurangi konsentrasi ammonium dan warna yang masih tersisa dalam efluen. Efluen dari bak sedimentasi ini memiliki dua penampakan secara visual yang berbeda yaitu warna bening kemerahan Efluen I dan bening kebiruan Efluen II. Perbedaan ini dikarenakan bahan pewarna cangkang kapsul yang digunakan berbeda yaitu cangkang kapsul yang menggunakan pewarna “Erythrosin B” dan cangkang kapsul yang menggunakan pewarna “Brilliant Blue FCF”. 13 Produksi cangkang kapsul dengan pewarna “Erythrosin B” akan menghasilkan efluen berwarna bening kemerahan Efluen I, sedangkan produksi cangkang kapsul dengan pewarna “Brilliant Blue FCF” akan menghasilkan efluen berwarna bening kebiruan Efluen II. Tabel 1. Hasil proses klorinasi dengan penambahan kaporit pada IPAL PTCI Parameter Kaporit 24 – 32 mgl Efluen I Efluen II Kekeruhan NTU 0.03 0.01 Warna PtCo 0 0 Klorin mgl 4.62 4.39 Sumber: PT. Capsugel Indonesia 2005. Klorinasi adalah proses penambahan senyawa klor kaporit ke dalam air sebagai penjernih air sehingga dapat dikonsumsi oleh manusia www.wikipedia.com , 2006. Air yang telah bereaksi dengan klor efektif mencegah penyebaran penyakit. Namun, dengan proses klorinasi ini menjadikan kadar klorin Cl 2 dalam efluen meningkat. Jika penambahan klor dilakukan secara kurang tepat dan kadarnya melebihi ambang batas yang ditentukan dapat bersifat toksik bagi makhluk perairan serta menimbulkan bau dan rasa pada air Effendi, 2003. Menurut www.wikipedia.com 2006, kalsium hipoklorit merupakan suatu garam dari asam hipoklorus HClO. Kalsium hipoklorit adalah bubuk penghilang warna bleaching powder. Di dalam air olahan, kalsium hipoklorit secara parsial membelah menjadi kation Ca 2+ dan anion ClO - , sedangkan bagian yang substansial terhidrolisis menjadi kalsium hidroksida dan asam hipoklorus. Kemampuan terakhir anion hipoklorit untuk mengoksidasi menyebabkan efek penghilangan warna bleaching effect. Warna di dalam kebanyakan pewarna dan pigmen dihasilkan oleh molekul, seperti beta karotin, yang mengandung bagian pembawa warna yang dikenal sebagai kromopor. Bahan kimia penghilang warna bleaches bekerja dengan cara: 1. Penghilang warna pengoksidasi bekerja dengan memutuskan ikatan kimia yang menyusun kromopor chromophore. Hal ini merubah molekul 14 menjadi sebuah substansi yang berbeda yang mana tidak mengandung kromopor atau kromopor yang tidak menyerap cahaya tampak. 2. Penghilang warna pereduksi bekerja dengan mengubah ikatan ganda pada kromopor menjadi ikatan tunggal. Hal ini menghilangkan kemampuan kromopor untuk menyerap cahaya tampak www.wikipedia.com , 2006. Kaporit sering digunakan sebagai desinfektan untuk menghilangkan mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukkan bagi kepentingan domestik. Beberapa alasan yang menyebabkan kaporit sering digunakan sebagai desinfektan adalah sebagai berikut: 1. Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk powder 2. Relatif murah 3. Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi 7.000 mgl. 4. Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika terdapat dalam kadar yang berlebihan 5. Bersifat sangat toksik bagi organisme perairan, dengan cara menghambat aktivitas metabolisme organisme tersebut. Tebbut, 1992. Kaporit merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pembunuh kuman disinfektan di perusahan-perusahan air minum seperti PAM atau PDAM. Klorin Cl 2 merupakan gas berwarna kuning kehijauan dengan bau yang menyengat. Bau ini bisa dikenali seperti bau air kolam renang yang biasanya secara intensif diberi perlakuan klorinasi dengan kaporit www.o-fish.com, 2002. Kaporit kapur klorida dalam air akan membentuk kalsium hipoklorit [CaOCl 2 ] yang merupakan molekul klorklorin Cl 2 Riegel, 1933. Klorin bekerja dengan baik pada kondisi asam ataupun netral dengan pH antara 1.5 – 7 www.terranet.com, 2006. Klorin relatif tidak stabil di dalam air sehingga biasanya akan segera terbebas ke udara. Klorin sangat beracun bagi ikan. Klorin bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak sel-sel protein dan sistem enzim ikan. Tingkat keracunan klorin secara alamiah akan meningkat pada pH lebih rendah dan temperatur lebih tinggi, karena pada 15 kondisi demikian proporsi asam hipoklorus yang terbentuk akan meningkat www.o-fish.com, 2002. Kadar klorin yang dianjurkan dalam air buangan adalah tidak melebihi 0.5 mgl. Kadar klorin sedikitnya 3.5 mgl dapat terdeteksi sebagai bau, dan 1000 mgl akan menyebabkan efek berbahaya untuk saluran pernapasan manusia www.wikipedia.com, 2006. Untuk menghindari efek kronis dari bahan tersebut terhadap makhluk perairan maka residu klorin dalam air harus dijaga agar tidak lebih dari 0.003 mgl. Klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3 mgl sudah cukup untuk membunuh ikan dengan cepat www.o-fish.com, 2002. 16

III. METODOLOGI