Alum PAC PROSES KOAGULASI – FLOKULASI AWAL

26 Tabel 7. Hasil analisis proses optimasi penambahan kaporit perlakuan pH 6.5 Dosis kaporit Kekeruhan NTU Warna PtCo Klorin mgl Efluen I Efluen II Efluen I Efluen II Efluen I Efluen II Dosis 5 mgl 2.05 2.2 95 95 0.17 0.175 Dosis 10 mgl 1.25 2.6 63.5 68.5 0.205 0.195 Dosis 15 mgl 0.95 0.95 50 57 1.07 1.055 Namun, penurunan nilai kekeruhan dan warna yang terjadi tersebut berlawanan dengan residu klorin yang dihasilkan. Residu klorin meningkat seiring dengan semakin besarnya dosis kaporit dan pH yang diberikan. Hal ini terjadi karena kaporit dalam efluen akan membentuk kalsium hipoklorit [CaOCl 2 ] yang merupakan molekul klorin Riegel, 1933, sehingga semakin banyak kaporit yang ditambahkan akan meningkatkan residu klorin dalan efluen. Penambahan dosis kaporit sebanyak 15 mgl dengan pH 6.5 dihasilkan kadar klorin sebesar 1.07 mgl Efluen I dan 1.055 mgl Efluen II. Hasil ini menunjukkan bahwa proses optimasi yang dilakukan ini tidak menekan jumlah residu klorin dalam efluen dan masih bersifat toksik bagi ikan.

J. PROSES KOAGULASI – FLOKULASI AWAL

Proses koagulasi – flokulasi dengan penambahan koagulan dilakukan sebagai upaya substitusi penggunaan kaporit sebagai penghilang warna yang masih tersisa dalam efluen. Melalui proses koagulasi – flokulasi dengan penambahan koagulan ini diharapkan tidak meningkatkan residu klorin dalam efluen sehingga tidak berbahaya bagi makhluk perairan. Koagulan yang digunakan adalah alum, PAC, dan FeCl 3 . Hasil penentuan kondisi proses koagulasi – flokulasi untuk mendapatkan dosis yang optimal dalam menjernihkan efluen disajikan menurut masing-masing koagulan.

4. Alum

Pengamatan terhadap penggunaan dosis koagulan alum sebanyak 40-120 mgl pada Efluen I dan Efluen II menunjukkan adanya perubahan warna dan kekeruhan. Penambahan dosis koagulan alum yang semakin besar dapat menyebabkan pH efluen semakin rendah asam, hal ini terjadi 27 karena alum dalam air akan mengalami proses hidrolisis dan membentuk asam menurut reaksi sebagai berikut : Al 2 SO 4 3 + 6H 2 O 2AlOH 3 + 6H + + 3SO 4 2- Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis alum yang ditambahkan akan semakin sulit flok-flok tersedimentasi, sehingga perolehan nilai kekeruhan dan warna semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pembentukan flok-flok pada penambahan koagulan alum akan maksimal dengan penambahan dosis yang kecil dan tingkat sedimentasinya akan menjadi cepat Echanpin, 2004. Dosis optimal terpilih adalah 40, 50, dan 60 mgl. Hasil analisis koagulasi - flokulasidengan perlakuan dosis pada Efluen I dan Efluen II untuk penambahan koagulan alum dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Data hasil analisis penelitian pendahuluan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15. 1 2 3 4 5 6 7 8 40 50 60 80 100 120 Dosis mgl K e k e ruha n N TU 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Wa rn a P tCo Kekeruhan Warna Gambar 4. Hasil analisis koagulasi - flokulasi dengan perlakuan dosis pada Efluen I alum 28 1 2 3 4 5 6 7 8 40 50 60 80 100 120 Dosis mgl K e k e ruha n N TU 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Wa rn a P tCo Kekeruhan Warna Gambar 5. Hasil analisis koagulasi - flokulasi dengan perlakuan dosis pada Efluen II alum Nilai kekeruhan dan warna terbaik pada Efluen I dan Efluen II dicapai pada dosis 40, 50, dan 60 mgl. Pada rentang dosis ini pH efluen yang dihasilkan tidak terlalu asam, dan kemampuan koagulan alum untuk membentuk flok-flok maksimal dengan tingkat sedimentasi yang cepat.

5. PAC

Penggunaan PAC sebagai koagulan sebanyak 40-250 mgl menunjukkan adanya perubahan warna dan kekeruhan. Nilai kekeruhan dan warna paling baik pada Efluen I dan Efluen II adalah dengan penambahan dosis koagulan PAC sebanyak 150, 180, dan 210 mgl. Dengan makin besarnya dosis koagulan PAC yang diberikan maka nilai kekeruhan dan warnanya akan semakin kecil. Namun, pada penambahan dosis sebanyak 250 mgl nilai kekeruhan dan warnanya meningkat lagi. Hal ini terjadi karena pada penambahan dosis tersebut telah berlebih sehingga koloid yang terbentuk telah menjadi stabil kembali karena tidak adanya ruang untuk membentuk penghubung partikel Weber, 1972. Pada rentang dosis ini pH air limbah yang dihasilkan adalah bersifat asam, hal ini disebabkan oleh terlepasnya proton H + dari bereaksinya PAC dengan air. Hasil analisis koagulasi – flokulasi dengan 29 menggunakan koagulan PAC pada Efluen I dan Efluen II selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 40 100 150 180 210 250 Dosis mgl K e k e ruha n N TU 50 100 150 200 250 Wa rn a P tCo Kekeruhan Warna Gambar 6. Hasil analisis koagulasi – flokulasi dengan perlakuan dosis pada Efluen I PAC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 40 100 150 180 210 250 Dosis mgl K e k e ruha n N TU 50 100 150 200 250 Wa rn a P tCo Kekeruhan Warna Gambar 7. Hasil analisis koagulasi – flokulasi dengan perlakuan dosis pada Efluen II PAC

6. FeCl