STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK JAMUR (Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

(1)

SKRIPSI

INNE FATIMA ABUBAKAR

STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA

PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI

OPORTUNISTIK JAMUR

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

ii

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA

PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI

OPORTUNISTIK JAMUR

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

Disusun Oleh:

Nama : Inne Fatima Abubakar

NIM : 201210410311196


(3)

iii

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA

PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI

OPORTUNISTIK JAMUR

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

SKRIPSI

Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2016

Oleh:

INNE FATIMA ABUBAKAR NIM: 201210410311196

Disetujui Oleh:

Drs. Didik Hasmono, MS., Apt NIP : 195809111986011001

Pembimbing II Pembimbing III

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS Agustinus Santoso, M.Farm.Klin., Apt NIP-UMM: 144.0609.0449 NIP: 19820824.201001.1.008


(4)

iv

Lembar Pengujian

STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA

PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI

OPORTUNISTIK JAMUR

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 25 Juli 2016

Oleh:

INNE FATIMA ABUBAKAR NIM: 201210410311196

Tim Penguji:

Penguji II Penguji III

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS Agustinus Santoso, M.Farm.Klin., Apt NIP-UMM: 144.0609.0449 NIP: 19820824.201001.1.008

Penguji IV Penguji V

Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. Nailis Syifa’, S.Farm., M.Sc., Apt.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Puji syukur atas segala nikmat dan karunia Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK JAMUR (Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang) sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, motivasi dan kerjasama yang ikhlas berbagai pihak sehingga penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

2. dr. Restu Kurnia Tjahjani, M. Kes., selaku Direktur RSUD Dr. Saiful Anwar Malang yang telah memberikan waktu, kesempatan dan kepercayaan untuk melakukan penelitian RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

3. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan motivasi dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu belajar.

4. Bapak Drs. Didik Hasmono, Apt., MS. selaku pembimbing I, Ibu Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS. selaku pembimbing II dan Bapak Agustinus Santoso, M.Farm.Klin., Apt. selaku pembimbing III yang tulus, ikhlas dan penuh kesabaran meluangkan waktunya untuk membimbing, mencurahkan ilmu yang berharga, memberikan saran, masukan dan dukungan moral sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc dan Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun demik kelancaran skripsi ini.


(6)

vi

6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah mendidik, mencurahkan ilmu pengetahuan, motivasi dan dukungan kepada penulis selama menempuh program sarjana.

7. Staf Pegawai Diklit dan Rekam Medik RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, Mbak Sari, Mbak Ria dan Mbak Pepi yang dengan sabar dan ikhlas membantu kelancaran proses penelitian skripsi.

8. Terima kasih yang tulus kepada Bapak Nurdin Abubakar dan Ibu Fatmawati Edi Madu atas cinta, kasih sayang, doa, pengorbanan, kerja keras, motivasi dan waktu yang tidak terbatas selama mengejar cita-cita.

9. Saudara-saudaraku tercinta Fandy, Muammar, Herlina Watty, Firdansyah, Miftach, Nafa dan keponakan terlucu Muhammad Zidan yang selalu mendoakan, menghibur dan memberikan dukungan.

10.Terima kasih atas kerjasama, semangat, dukungan dan kesabaran kepada Tim HIV/AIDS Irsan Fahmi, Rawinna Nurmarianita, Siska Hermawati, Mahfudhoh dan Rizqy Amalia selama proses penyusunan skripsi.

11.Sahabat seperjuangan Mustika Sri Halima, terima kasih selalu menemani penulis dalam suka duka, memberikan dukungan dan semangat yang tulus. 12.Teman-teman seperjuangan Farmasi 2012 khususnya Maya, Venny, Desy,

Ratna, Mely, Rani, Novi, Navisa dan Tri.

13.Terima kasih yang tulus untuk Hasna, Iwa, Citra, Mala, Kiki, Mbak Wanda, Mbak Ayu, Kak Izy, Kak Nina, Si Putih, Masyarakat IPA 1, Wahidah, Sari, Yuli, Endah, Tya Neto, Rigo, Frit, Yoan, Ade, Marista, Opal dan Irlita. 14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk penelitian berikutnya.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Malang, Juli 2016


(7)

vii

RINGKASAN

STUDI PENGGUNAAN NYSTATIN PADA PASIEN

HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK JAMUR

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh (Lymphocyte T-Helper atau CD4), menghancurkan atau merusak fungsi sel-sel tersebut sehingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah dan orang yang terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap berbagai infeksi penyakit. Infeksi HIV yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Normal CD4 berkisar antara 500-1600 sel/mikroliter atau 40-70% dari seluruh limfosit. Ketika jumlah sel CD4 mencapai <350 sel/mikroliter maka mengarah pada infeksi oportunistik dan jumlah CD4 <200 sel/mikroliter, pasien diklasifikasikan memiliki AIDS. Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang lebih sering terjadi dan lebih parah pada individu dengan sistem imun yang lemah yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit dan jamur. Infeksi oportunistik yang sering terjadi akibat bakteri adalah tuberculosis dan sepsis. Infeksi oleh virus menyebabkan Herpes, CMV dan Sarkoma Kaposi. Infeksi oleh parasit menyebabkan Toxoplasmosis, diare dan adanya infeksi jamur yang disebabkan oleh Cryptococcocis, Coccidioidomycosis, Histoplasmosis, Candidiasis dan Pneumoniae. Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL pada tahun 2014, infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada penderita AIDS di Indonesia adalah jamur kandidiasis (sebesar 1.316). Jamur Candida albicans diisolasi dari mulut dan saluran kelamin. Candida albicans yang diisolasi dari mulut menyebabkan Oropharyngeal candidiasis (OPC) dan oesophageal candidiasis (OEC). Terapi farmakologis yang diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik jamur yaitu antijamur. Tujuan pengobatan antijamur adalah mencegah dan secara selektif membunuh jamur patogen dari host dengan toksisitas minimal. Nystatin merupakan antijamur golongan poliena (polyenes).

Polyenes merupakan antijamur spektrum luas yang tidak diserap dari saluran pencernaan (gastrointestinal), kulit atau selaput lendir. Nystatin bekerja dengan mengikat ergosterol dalam membran sel jamur dan membentuk pori-pori yang menyebabkan bahan-bahan esensial dari jamur merembes keluar. Pada pengobatan

oral candidiasis, Nystatin umumnya diberikan sebagai alternative terapi dengan lama terapi adalah 7 sampai 14 hari. Pada beberapa negara berkembang, Nystatin merupakan antijamur terbesar yang direkomendasikan untuk oral candidiasis

karena efektifitasnya tinggi, harga yang murah dan efek samping minimal. Efek samping nystatin oral adalah rasa pahit, gangguan saluran cerna, mual dan muntah yang menurunkan tingkat. Nystatin diusulkan sebagai alternatif azole untuk pengobatan kandidiasis vulvovagina pada beberapa spesies non-albicans.


(8)

viii

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS terkait dengan dosis, rute pemberian, interval pemberian, frekuensi pemberian, lama terapi dan kombinasi dengan antijamur lain.

Metode penelitian secara observasional dan menggunakan rancangan deskriptif retrospektif. Penelitian observasional merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati objek penelitian tanpa memberikan perlakuan kepada subyek. Dikatakan deskriptif retrospektif adalah karena mendeskripsikan fenomena yang terjadi secara sistematis dan akurat berdasarkan kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Data yang digunakan adalah data sekunder rekam medis kesehatan (RMK) pasien periode 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2015. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien yang berdasarkan data Rekam Medik Kesehatan (RMK) mendapatkan terapi Nystatin lebih dari 7 hari.

Hasil penelitian ini didapatkan 49 sampel memenuhi kriteria inklusi. Pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik jamur laki-laki sebanyak 37 pasien (76%) dan perempuan 12 pasien (24%) dengan angka kejadian paling tinggi pada laki-laki usia 30-39 tahun sebanyak 13 pasien (28%). Pasien yang menerima jaminan biaya pengobatan oleh JKN sebanyak 30 pasien (61%) dan biaya sendiri (umum) sebanyak 19 pasien (39%). Faktor resiko penularan didapatkan heteroseksual 30 pasien (52%), homoseksual 3 pasien (5%), suami positif HIV 6 pasien (10%), penggunaan tattoo 4 pasien (7%), narkotika suntik 5 pasien (9%) dan tidak diketahui 10 pasien (17%). Klasifikasi fase klinik terbanyak adalah Stadium IV sebanyak 37 pasien (76%) dan disusul Stadium III 12 pasien (24%). Infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS terbanyak adalah oral candidiasis 45 pasien (46%), pneumonia 18 pasien (18%) dan tuberculosis 17 pasien. Kesimpulannya penggunaan Nystatin tunggal sebanyak 32 pasien (54%) dengan pola terapi paling banyak adalah (4x100.000 UI) po sebanyak 12 pasien (30%) diikuti (4x300.000 UI) po sebanyak 10 pasien (27%), (3x300.000 UI) po sebanyak 8 pasien (21%), (3x100.000 UI) po sebanyak 4 pasien (11%), (4x200.000 UI) po sebanyak 2 pasien (5%) dan (3x200.000 UI) po sebanyak 1 pasien (3%) dan (3x400.000 UI) po sebanyak 1 pasien (3%). Penggunaan kombinasi Nystatin dengan Fluconazole sebanyak 26 pasien (42%) dengan pola terapi paling banyak yaitu Nystatin (3x300.000 UI)po + Fluconazole (1x200 mg)iv, Nystatin (4x100.000 UI)po + Fluconazole (1x200 mg) iv, Nystatin (4x300.000 UI)po + Fluconazole (1x200 mg) iv, Nystatin (4x300.000 UI)po + Fluconazole (1x400 mg) iv masing-masing sebanyak 5 pasien (11%). Lama terapi Nystatin paling banyak ada pada rentang 7-10 hari sebanyak 25 orang (51%). Terapi farmakologi lain yang paling banyak diberikan adalah antibiotik sebanyak 129 pasien (41%). Terapi Nystatin yang diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik jamur sudah sesuai dengan literatur.


(9)

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

RINGKASAN ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1HIV dan AIDS ... 6

2.2Epidemiologi dan Transmisi HIV/AIDS ... 9

2.3Patofisiologi HIV/AIDS ... 13

2.4Manifestasi Klinik HIV/AIDS ... 16

2.5Infeksi Oportunistik Pada Pasien HIV/AIDS ... 16

2.6Infeksi Oportunistik Jamur Pada Pasien HIV/AIDS ... 18

2.6.1 Kandidiasis ... 19

2.6.1.1 Oropharyngeal dan Oesophageal candidiasis... 19

2.6.1.2 Vulvovaginal candidiasis (VVC) ... 21

2.6.2 Kriptokokus ... 21

2.6.3 Kokidioidomikosis... 23

2.6.4 Histoplasmosis ... 23

2.7Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDS dan Infeksi Jamur ... 23


(10)

xii

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Jamur ... 24

2.7.2.1 Metode Konvensional ... 25

2.7.2.2 Metode Non-Konvensional ... 27

2.8Penatalaksanaan Terapi HIV/AIDS dan Infeksi Jamur ... 28

2.8.1 Penatalaksanaan Terapi HIV/AIDS ... 28

2.8.2 Pengobatan Pencegahan Infeksi Oportunistik ... 32

2.8.3 Penatalaksanaan Terapi Infeksi Jamur ... 34

2.8.3.1Golongan Poliena (Polyenes) ... 35

2.8.3.1.1Amphotericin B ... 37

2.8.3.1.2Nystatin ... 38

2.8.3.2Golongan Azole ... 40

2.8.3.2.1Fluconazole ... 40

2.8.3.2.2Itraconazole ... 41

2.8.3.2.3Voriconazole ... 42

2.8.3.2.4Ketoconazole ... 43

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 45

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 45

3.2 Skema Kerangka Konseptual ... 47

3.3 Skema Kerangka Operasional ... 48

BAB IV METODE PENELITIAN ... 49

4.1 Rancangan Penelitian ... 49

4.2 Populasi dan Sampel ... 49

4.2.1 Populasi ... 49

4.2.2 Sampel ... 49

4.3 Kriteria Inklusi ... 49

4.4 Kriteria Eksklusi ... 50

4.4 Bahan Penelitian ... 50

4.5 Instrumen Penelitian ... 50

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

4.7 Definisi Operasional ... 50

4.8 Prosedur Pengumpulan Data ... 51


(11)

xiii

BAB V HASIL PENELITIAN ... 53

5.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 53

5.2Data Demografi Pasien ... 54

5.2.1 Distribusi Jenis Kelamin ... 54

5.2.2 Distribusi Usia ... 54

5.2.3 Status Penjamin Biaya Pengobatan ... 54

5.3Faktor Resiko ... 55

5.4Distribusi Klasifikasi Fase Klinik ... 55

5.5Infeksi Oportunistik Pada Pasien HIV/AIDS... 55

5.6Manajemen Terapi HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Jamur ... 56

5.6.1 Pola Terapi Antijamur Pada Pasien HIV/AIDS ... 56

5.6.2 Pola Penggunaan Nystatin Tunggal Pada Pasien HIV/AIDS ... 56

5.6.3 Terapi Kombinasi Nystatin Pada Pasien HIV/AIDS ... 57

5.6.4 Pola Switching Rute, Dosis dan Jenis ... 58

5.6.5 Terapi Farmakologi Lain ... 60

5.7Lama Terapi Nystatin ... 63

5.8Lama MRS Pasien HIV/AIDS ... 64

5.9Kondisi KRS Pasien HIVAIDS ... 64

BAB VI PEMBAHASAN ... 65

BAB VII KESIMPULAN ... 77

7.1Kesimpulan ... 77

7.2Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(12)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Klasifikasi infeksi HIV berdasarkan gambaran klinik ... 8

II.2 Klasifikasi CDC untuk penderita HIV/AIDS ... 9

II.3 Kriteria infeksi oportunistik berdasarkan nilai CD4 dan gejala klinis ... 17

II.4 Jumlah penderita AIDS berdasarkan infeksi oportunistik tahun 2010-2014 ... 18

II.5 Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis HIV/AIDS ... 24

II.6 Metode dan pewarnaan yang digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis pada jamur ... 25

II.7 Karateristik jamur infeksi oportunistik melalui spesimen klinik dan kultur ... 26

II.8 Rekomendasi untuk memulai terapi dengan Antiretroviral pada remaja dan dewasa berdasarkan fase klinik dan tanda imunologi ... 30

II.9 Paduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum pernah mendapat terapi ART ... 31

II.10 Terapi ART lini kedua ... 32

II.11 Pedoman pemberian kotrimoksasol sebagai profilaksis ... 33

II.12 Antijamur sistemik dan topikal ... 34

II.13 Daftar sediaan antijamur nystatin ... 36

V.1 Distribusi jenis kelamin pasien ... 54

V.2 Distribusi usia pasien ... 54

V.3 Status penjamin biaya pengobatan pasien ... 54

V.4 Distribusi faktor resiko pasien... 55

V.5 Distribusi klasifikasi fase klinik pasien ... 55

V.6 Infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS ... 55

V.7 Pola terapi antijamur ... 56

V.8 Distribusi terapi Nystatin tunggal ... 56

V.9 Distribusi kombinasi Nystatin dan antijamur lain ... 57

V.10 Profil switching rute, dosis dan jenis antijamur ... 58

V.11 Terapi farmakologi lain ... 60


(13)

xv

V.13 Terapi farmakologi antiretroviral ... 62 V.14 Terapi farmakologi kortikosteroid ... 62 V.15 Terapi farmakologi antituberculosis, antidiare, antitoxoplasmosis dan

antivirus ... 63 V.16 Kondisi KRS pasien ... 64


(14)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) ... 7

2.2 Jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan pertahun sampai tahun 2014 ... 11

2.3 Jumlah kumulatif kasus HIV ditentukan berdasarkan provinsi tahun 2014 ... 11

2.4 Jumlah kumulatif penderita AIDS ditentukan berdasarkan wilayah provinsi dari tahun 2007 sampai 2014 ... 12

2.5 Jumlah kasus HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur tahun 2010 sampai 2014 ... 12

2.6 Jumlah kasus HIV yang dilaporkan berdasarkan jenis kelamin tahun 2008 sampai 2014 ... 13

2.7 Siklus hidup HIV (Human Immunodeficiency Virus) ... 14

2.8 PatogenesisHuman Immunodeficiency Virus ... 15

2.9 Oropharyngeal candidiasis ... 21

2.10 Oesophageal candidiasis ... 21

2.10 Mekanisme kerja antijamur ... 35

2.11 Struktur antijamur Amphotericin B ... 37

2.12 Struktur antijamur Nystatin ... 38

2.13 Struktur antijamur Fluconazole ... 40

2.14 Struktur antijamur Itraconazole ... 41

2.15 Struktur antijamur Voriconazole ... 42

2.16 Struktur antijamur Ketoconazole ... 43

5.1 Skema jumlah sampel penelitian ... 53

5.2 Lama terapi Nystatin pasien ... 63


(15)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Daftar Riwayat Hidup ... 83

2 Surat Pernyataan Keaslian Tulisan ... 84

3 Ethical Clearence ... 85

4 Nota Dinas Penelitian ... 86

5 Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 87


(16)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome

AmB : Amphotericin B ART : Antiretroviral Therapy

ARV : Antiretroviral

AZT : Zidovudine sering disingkat ZDV HBV : Hepatitis B Virus

CD4+ : Limfosit-T CD4+

CDC : Center for Disease Control and Prevention

CMV : Cytomegalovirus

CSF : Cerebro Spinal Fluid DNA : Deoksiribosa-nuklease

dsDNA : double strand Deoksiribosa-Nuklease

EFV : Efavirenz

ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay

FDC : Fixed Dose Combination

FTC : Emtricitabine

GMS : Gomori Methamine Silver

gp120 : Glikoprotein120 gp41 : Glikoprotein41

HAART : Highly Active Antiretroviral Therapy (Terapi ARV) HBV : Hepatitis B Virus

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IO : Infeksi oportunistik

IDU : Injecting drug user (pengguna NAPZA suntik)

IV : Intravena

KS : Kaposi’s Sarcoma

LPD : Lembar Pengumpulan Data LPV/r : Lopinavir/retinavir


(17)

xix

NRTI’s : Nucleoside and nucleotide analogue reverse transcriptase

Inhibitors

NVP : Nevirapine

OAT : Obat Anti Tuberkulosis ODHA : Orang dengan HIV/AIDS OEC : Oesophageal candidiasis

OPC : Oropharyngeal candidiasis

PAGE : Elektroforesis gel poliakrilamid

PAS : Periodic acid-Schiff

PCP : Pneumocystis carinii pneumonia PI : Protease inhibitors

RMK : Rekam Medis Kesehatan RNA : Ribonuklease

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT : Serum Pyruric Oxaloacetic Transaminase

SSP : Sistem Saraf Pusat

ssRNA : single strand Ribonuklease

TBC : Tuberculosis

TDF : Tenofovit Disoproxil Fumarate

TC : Lamifudine

TLC : Total Lymphocyte Count

UNAIDS : JointUnited Nations Programme on HIV/AIDS

VVC : Vulvo Vaginal Candidiasis


(18)

78

DAFTAR PUSTAKA

Achkar, J. M. and Fries, B. C., 2010. Candida Infections of the Genitourinary Tract. Clinical Microbiology, Vol. 23 No. 2.

Adams, J. L., Dumond, J. B. and Kashuba, A. D., 2013. Infectious Disease. In: B. K. Alldredge, et al. (Eds). Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs. USA: Lippincott Williams, pp. 1700-1759.

AIDS.gov, 2014. HIV/AIDS Basic, Opportunistic Infections and Their Relationship To HIV/AIDS, https://www.aids.gov/hiv-aids-basics/staying- healthy-with-hiv-aids/potential-related-health-problems/opportunistic-infections/. Diakses tanggal 11 April 2016.

AIDSinfo, 2015. Guidelines for the Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents.

Ampel, N. M., 2010. Fungal and Agal Infections: Coccidioidomycosis. In: D. L. Kasper and A. S. Fauci, (Eds). Harrison Infectious Diseases. USA: The McGraw-Hill Companies, p. 1007.

Baxter, K., 2010. Stockley's Drug Interacyion. London: Pharmaceutical Press. p.45

Casadevall, A., 2010. Fungal and Algal Infections : Cryptococcosis. In: D. L. Kasper and A. S. Fauci, (Eds). Harrison Infectious Disease. USA: The McGraw-Hill Companies, p. 1013.

Center for Disease Control and Prevention, 2014. HIV/AIDS, Opportunistic Infections,http://www.cdc.gov/hiv/basics/livingwithhiv/opportunisticinfecti ons.html. Diakses tanggal 15 September 2015.

Center for Disease Control and Prevention, 2015. HIV/AIDS Transmissions, http://www.cdc.gov/hiv/basics/transmission.html. Diakses tanggal 25 September 2015.

Choukri, F., Benderdouche, M., and Sednaoui, P., 2014. In Vitro Susceptibility Profile of 200 Recent Clinical Isolates of Candida spp. to Topical Antifungal Treatments of Vulvovaginal Candidiasis, The Imidazoles and Nystatin Agents. Medical Mycology, Vol.24, p.303-307.

Cleary, J. D., Chapman, S. W. and Pearson, M. M., 2013. Fungal Infections. In: B. K. Alldredge, et al. (Eds). Applied Therapeutics; The Clinical Use Of Drugs. USA: Lippincott Williams.


(19)

79

Colombo, A. L. et al., 2013. Brazilian guidelines for the management of candidiasis - a joint meeting report of three medical societies. Original Article: The Brazilian Journals of Infectious Disease. Volume 17. Nomor 3

Colombo, A. L. et al., 2011. Epidemiology of Endemic Systemic Fungal Infections in Latin America. Medical Mycology, Volume 49.

Cumhur, A., et al., 2010. Randomised Controlled Trial of Prophylactic Fluconazole Versus Nystatin for The Prevention of Fungal Colonisation and Invasive Fungal Infection In Very Low Birth Weight Infants. Original Article: Arch Dis Child Fetal Neonatal.

Cunha, B. A., 2015. HIV INFECTION. In: P. E. Sax et al., (Eds). Antibiotics Essentials.14th ed.New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Date, H. L. and Fisher, M., 2012. HIV Infections. In: R. Walker and C. Whittlesea, eds. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier, p. 621.

Dipiro, J. T. et al., 2011. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 8th ed. USA: Mc.Graw Hills Companies.

Edwards, J. E., 2010. Fungal and Algal Infections: Candidiasis. In: D. L. Kasper and A. S. Fauci, (Eds). Harrison Infectious Diseases. USA: The McGraw-Hill Companies, p. 1017.

Fan, S.R, and Liu, X.P., 2010. In Vitro Fluconazole and Nystatin Susceptibility and Clinical Outcome Incomplicated Vulvovaginal Candidosis. Mycoses Diagnosis,Therapy and Prophylaxis of Fungal Diseases, Vol.54, p.501-505.

ISO, 2016. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan, Vol.50, p.183-187

Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2015. Profil Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta: KEMENKES RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik, Jakarta: KEMENKES.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa, Jakarta: KEMENKES.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. InfoDATIN : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta: KEMENKES.


(20)

80

Kumar, V., Abbas, A. K. and Aster, J. C., 2015. Acquired Immunodeficiency Syndromes (AIDS). Dalam: Robbins Pathologic Basic of Disease.

Philadelphia: Elsevier, p. 243.

Lima, V. D. et al., 2009. Association Between HIV-1 RNA Level and CD4 Cell. Research and Practice American Journal of Public Health, 99(1), p. 194. Lortholary, O., et al., 2012. Guideline for The Diagnosis and Management of Candida Diseases 2012: Patients with HIV Infection or AIDS. Clinical Microbiology and Infection, Vol.16.

Maartens, G., 2014. HIV Infection and AIDS. In: B. R. Walker, N. R. Colledge, S. H. Ralston & I. D. Penman, (Eds). Davidson's Principles Practice and Medicine. Philadelphia: Elsevier, pp. 388-410.

Mast, N., Zheng, W., Stout, C. D. & Pikuleva, I. A., 2013. Antifungal Azoles: Structural Insights into Undesired Tight Binding to Cholesterol-Metabolizing CYP46A1. Molecular Pharmacology, p. 87.

MIMS, 2016. Drugs Information, http://www.mims.com/Indonesia/home/index. Diakses tanggal 25 Februari 2016.

Murray, P. R., Rosenthal, K. S. and Pfaller, M. A., 2013. Antifungal Agents. In: Medical Microbiology. Philadelphia: Elsevier, p. 631.

Murray, P. R., Rosenthal, K. S. and Pfaller, M. A., 2013. Laboratory Diagnosis of Fungal Diseases. In: Medical Microbiology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier, p. 621.

Narayanan, 2012. Fungal Infections. In: R. Walker and C. Whittlesea, eds. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier, p. 654-663

Nasronudin, 2009. Infeksi Jamur. In: A. W. Sudoyo, et al. (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: InternaPublishing, pp. 2871-2888.

Nasronudin, Soewandojo, E., Suharto dan Hadi, U., 2007. Infeksi Human Immunodeficiency Virus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Surabaya: Airlangga University Press.

Pappas, P.G., et al., 2016. Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Disease, Vol.62 No.4


(21)

81

Park, B. J. et al., 2009. Estimation of Current Global Burden of Cryptococcal Meningitis Among Persons Living with HIV/AIDS. Concise Communication, Vol.23 No. 4.

Peters, B. M., Yano, J., Noverr, M. C. and Fidel, P. L., 2014. Candida Vaginitis: When Opportunism Knock, The Host Responds. PLOS Pathogens, Vol. 10 No. 4, p. 3.

Prabu, R. V. et al., 2013. Management of HIV‑related oral candidiasis. Review Article: Journal of HIV & Human Reproduction, Vol.1 No. 2.

Price, S. A. and Wilson, L. M., 2006. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS). In: dr. H. Hartanto, dr. P. Wulansari, dr. N. Susi & dr. D. A. Mahanani, (Eds). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, p. 224.

Richardson, M. D. and Warnock, D. W., 2012. Diagnosis and Management Fungal Infection. 4th (Eds). Chichester: Wiley-Blackwell.

Sheppard, D. M. & Lampiris, H. W. M., 2007. Antifungal Agents. In: B. G. Katzung, (Eds). Basic and Clinical Pharmacology. USA: The McGraw-Hill Companies.

Sukandar, P. Y. A. et al., 2011. ISO Farmakoterapi 2. Jakarta Barat: Ikatan Apoteker Indonesia.

Sweetman, S.C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference. 36th (Eds). London: Pharmaceutical Press.

Tjay, Drs.T.H dan Rahardja, Drs.K., 2008. Obat-Obat Penting. Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media Komputindo, p.102-103

Vazquez, J. A., 2010. Optimal Management of Oropharyngeal and Esophageal Candidiasis In Patients Living with HIV Infection. HIV/AIDS Reserach and Palliative Care, Vol. 2.

Wahyuningsih , R., 2009. Ancaman Infeksi Jamur pada Era HIV/AIDS. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 59 No. 12, pp. 569-572.

Walker, B. R., Colledge, N. R., Ralston, S. H. & Penman, I. D., 2014. Davidson's Principles Practice and Medicine. 22nd (Eds). Philadelphia: Elsevier. Wheat, L. J. & Hage, C. A., 2010. Fungal and Algal Infections: Histoplasmosis. In:

D. L. Kasper & A. S. Fauci, (Eds). Harrison Infectious Diseases. USA: The McGraw-Hill Companies, p. 1003.


(22)

82

WHO, 2015. Health Topic: HIV/AIDS, http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/ Diakses tanggal 4 Juli 2015.

Williams, B. G. et al., 2006. HIV Infection, Antiretroviral Therapy, and CD4+ Cell Count Distributions in Africans Populations. Infectious Disease, p. 1450. Xin Lyu, et al., 2016. Efficacy of nystatin for the treatment of oral candidiasis: a

systematic review and meta-analysis. Original Article: Drug Design, Development and Therapy.


(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh (Lymphocyte T-Helper atau CD4), menghancurkan atau merusak fungsi sel-sel tersebut. Infeksi yang berlangsung menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah dan orang yang terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (WHO, 2015). AIDS merupakan suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price and Wilson, 2006). Infeksi HIV berlangsung selama 10 sampai 15 tahun yang kemudian berkembang menjadi AIDS (WHO, 2015)

Fungsi imun diukur melalui jumlah sel CD4 di dalam tubuh. Jumlah limfosit CD4 dalam darah adalah tanda pengganti perkembangan penyakit. Normal CD4 berkisar antara 500-1600 sel/mikroliter atau 40-70% dari seluruh limfosit (Sukandar, et al., 2011). Sel CD4 mengatur respon imun untuk menyerang HIV, tetapi HIV menyerang balik sel CD4 dan mereplikasi dirinya. Segera setelah terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 menurun sekitar seperempat dan kemudian menurun perlahan setelahnya. Ketika jumlah sel CD4 mencapai <350 sel/mikroliter maka mengarah pada infeksi oportunistik, terkait HIV menjadi jelas jika jumlah sel CD4 <200 sel/mikroliter, orang tersebut diklasifikasikan memiliki AIDS terlepas dari penampilan infeksi oportunistik lain dan jumlah sel CD4 <50 sel/mikroliter, dapat menyebabkan kematian (Williams, et al., 2006)

HIV menular melalui hubungan seksual tanpa pelindung seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui (Date and Fisher, 2012). Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang lebih sering terjadi dan lebih parah pada individu dengan sistem imun yang lemah, termasuk orang dengan HIV/AIDS (CD4 <200 sel/mikroliter). Infeksi oportunistik yang sering terjadi akibat bakteri adalah tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis), sepsis


(24)

2

sarcoma (KS). Infeksi oleh parasit menyebabkan Toxoplasmosis

(Toxoplasma gondii), diare dan adanya infeksi jamur yang disebabkan oleh

beberapa macam jenis jamur. HIV menyebabkan penurunan sistem kekebalan

tubuh, maka mudah terinfeksi jamur, seperti Cryptococcosis, Coccidiidomycosis, Histoplasmosis, Candidiasis, dan Pneumoniae. Jamur Cryptococcus neoformans

masuk ke paru-paru, menyebabkan pneumonia yang dapat menyebar ke otak dan menyebabkan pembengkakan otak. Coccidioides immitis adalah jamur yang menginfeksi melalui spora jamur yang terhirup dan dapat menyebabkan pneumonia. Jamur Histoplasma capsulatum menginfeksi paru-paru dan menghasilkan gejala yang mirip dengan influenza atau pneumonia. Pneumoniae

terjadi pada orang dengan sistem kekebalan lemah, termasuk orang dengan HIV (Center for Disease Control and Prevention, 2014).

Pada infeksi jamur kandidiasis terdapat 15 spesies berbeda Candida yang menyebabkan penyakit dan spesies utama yang bersifat patogen berasal dari jenis

C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis dan C. krusei . Infeksi

candida terbagi atas infeksi oropharyngeal candidiasis (OPC), oesophageal candidiasis (OEC) dan vulvovaginal candidiasis (VVC) (Pappas et al., 2016).

Oropharyngeal candidiasis (OPC) dan oesophageal candidiasis (OEC) merupakan infeksi jamur yang paling umum terjadi pada pasien dengan status infeksi HIV atau AIDS. OPC dan OEC ditandai dengan penurunan sistem imun CD4 <200 sel/mikroliter. Pasien HIV/AIDS dengan infeksi jamur menjadi sulit untuk diobati dibandingkan pasien dengan penurunan sistem imun lain. Adanya terapi antiretroviral menurunkan penyebaran infeksi pada pasien HIV/AIDS, dimana sebelum penggunaan HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) pasien dengan OPC meningkat diatas 90% (Lortholary et al., 2012).

Infeksi oportunistik jamur di seluruh dunia dilaporkan bahwa, sekitar 1 juta kasus baru Cryptococcus meningitis terjadi setiap tahun, mengakibatkan 625.000 kasus kematian, sebagian besar terjadi di sub-Sahara Africa (Park et al., 2009). Di Amerika Latin, histoplasmosis adalah salah satu infeksi oportunistik yang paling umum terjadi pada orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dan sekitar 30% pasien HIV/AIDS yang didiagnosis dengan histoplasmosis meninggal (Colombo et al., 2011). Di Indonesia 63,3% pasien yang mengidap HIV di Jakarta terinfeksi


(25)

3

Candidiasis oropharyngeal (Bandar et al., 2006). Untuk penderita AIDS dengan gangguan SSP sejak tahun 2004 jumlah pasien yang terinfeksi Coccidioides immitis

meningkat menjadi 21,9% (Departemen Parasitologi FKUI), (Wahyuningsih , 2009). Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ditjen PP & PL tahun 2014, infeksi oportunistik pada penderita AIDS di Indonesia yang paling banyak terjadi adalah kandidiasis (sebesar 1.316), kemudian diikuti oleh tuberculosis (sebesar 1.085) dan diare (sebesar 1.036). Data terkait infeksi kandidiasis tahun 2014 mengalami penurunan dimana pada tahun 2013 infeksi kandidiasis mencapai 1.528.

Terdapat beberapa golongan antijamur yang digunakan pada pengobatan kandidiasis mukokutan pada pasien HIV yaitu golongan poliena (Amphotericin B, Nystatin), pirimidin sintesis inhibitor (Flucytosine), azoles (Miconazole, Clotrimazole, Ketoconazole, Itraconazole, Fluconazole, Voriconazole, Posaconazole) dan golongan baru echinocandins (Caspofungin, Micafungin, Anidulafungin). Pada pengobatan kandidiasis orofaring digunakan antijamur topikal Nystatin, Amphotericin B, Clotrimazole, dan Miconazole. Nystatin tersedia dalam bentuk suspensi dan pastilles (Vazquez, 2010). Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America menyatakan Fluconazole oral sebagai pilihan pertama terapi (first line therapy) terbukti lebih efektif dibandingkan Nystatin suspensi pada awal pengobatan sehingga Nystatin diberikan sebagai alternative terapi topikal. Pada beberapa negara berkembang, Nystatin merupakan antijamur terbesar yang direkomendasikan untuk oral candidiasis karena efektifitasnya tinggi, harga yang murah dan efek samping minimal (Xin Lyu et al., 2016). Dosis Nystatin suspensi (drop) 4-6 ml (400.000 U-600.000 U) sehari tiga sampai empat kali (QID) atau 1-2 pastilles sehari empat sampai lima kali. Lama terapi Nystatin adalah 7 sampai 14 hari. Lama terapi kurang dari 7 hari mempunyai efektifitas yang kecil dalam mengobati kandidiasis. Lesi oral dan gejala membaik pada pengobatan jangka pendek (2 sampai 5 hari) tetapi cenderung kambuh didasarkan pada kondisi

immunodeficiency (Prabhu et al., 2013). Pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik jamur, terapi Nystatin tidak dibedakan dengan terapi jamur pada umumnya. Pemberian ARV (antiretroviral) dengan terapi antijamur dapat membantu menurunkan tingkat kekambuhan infeksi (Pappas et al., 2016; ).


(26)

4

Pada penelitian perbandingan penggunaan profilaksis Fluconazole oral dan Nystatin oral pada kasus bayi baru lahir dengan berat badan sangat rendah (very low birth weight) yang terinfeksi jamur invasif, Nystatin terbukti mempunyai efikasi yang baik sebagai alternatif terapi Fluconazole. Efek samping Nystatin oral adalah rasa pahit, gangguan saluran cerna, mual dan muntah yang menurunkan tingkat kepatuhan pasien (AIDSinfo, 2015).

Infeksi kandidiasis vulvovaginal (Vulvovaginal candidiasis) pada umumnya disebabkan oleh C. albicans, yang dapat diobati dengan berbagai antijamur topikal atau oral termasuk Nystatin dan azole. Beberapa penelitian mengatakan infeksi kandida yang disebabkan oleh non-albicans sulit untuk diobati dengan golongan azole sehingga golongan polyene yaitu Nystatin, diusulkan sebagai alternatif azole untuk pengobatan kandidiasis vulvovaginal pada beberapa spesies non-albicans.

Europe Guidelines merekomendasikan Nystatin sebagai pilihan pertama

pengobatan kandidiasis vulvovaginal kronik yang disebabkan oleh C.glabrata

karena efektifitasnya yang telah terbukti tinggi pada pengobatan karena jamur kandidiasis (Choukri, F., et al., 2014). Pada uji sensitivitas Fluconazole dan Nystatin pada infeksi kandidiasis vulvovaginal ditemukan spesies candida resisten terhadap Fluconazole dibandingkan Nystatin (Fan and Liu, 2010). Dosis terapi Nystatin intravaginal supositoria untuk infeksi C. glabrata diberikan 100.000 units setiap hari selama 14 hari (Pappas et al., 2016). Salah satu sediaan topikal yang tersedia untuk pengobatan infeksi kutaneus atau dermatalogis adalah Myco-Z yang mengandung Nystatin 100.000 U dan 200 mg Zin Oxide (ISO, 2016).

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat antijamur Nystatin pada pasien HIV/AIDS untuk mengatasi infeksi oportunistik jamur. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang karena rumah sakit tersebut sudah diakui pemerintah dan mempunyai akreditasi yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS dengan oportunistik jamur di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang?


(27)

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS dengan oportunistik jamur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang

2. Mengetahui terapi Nystatin terkait dengan dosis, rute pemberian, interval pemberian, frekuensi pemberian, lama terapi dan kombinasi dengan antijamur lain yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan obat dan penatalaksanaan terapi infeksi jamur pada pasien HIV/AIDS di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

2. Menjadi dasar pertimbangan penatalaksanaan terapi infeksi jamur pada pasien HIV/AIDS untuk mencapai kualitas hidup yang baik bagi pasien.

3. Menjadi sumber informasi bagi tenaga kesehatan dan masyarakat umum

terkait penggunaan obat antijamur pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik jamur.


(1)

82

WHO, 2015. Health Topic: HIV/AIDS, http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/ Diakses tanggal 4 Juli 2015.

Williams, B. G. et al., 2006. HIV Infection, Antiretroviral Therapy, and CD4+ Cell Count Distributions in Africans Populations. Infectious Disease, p. 1450. Xin Lyu, et al., 2016. Efficacy of nystatin for the treatment of oral candidiasis: a

systematic review and meta-analysis. Original Article: Drug Design, Development and Therapy.


(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sebuah retrovirus yang

menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh (Lymphocyte T-Helper atau CD4), menghancurkan atau merusak fungsi sel-sel tersebut. Infeksi yang berlangsung menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah dan orang yang terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (WHO, 2015). AIDS merupakan suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price and Wilson, 2006). Infeksi HIV berlangsung selama 10 sampai 15 tahun yang kemudian berkembang menjadi AIDS (WHO, 2015)

Fungsi imun diukur melalui jumlah sel CD4 di dalam tubuh. Jumlah limfosit CD4 dalam darah adalah tanda pengganti perkembangan penyakit. Normal CD4 berkisar antara 500-1600 sel/mikroliter atau 40-70% dari seluruh limfosit (Sukandar, et al., 2011). Sel CD4 mengatur respon imun untuk menyerang HIV, tetapi HIV menyerang balik sel CD4 dan mereplikasi dirinya. Segera setelah terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 menurun sekitar seperempat dan kemudian menurun perlahan setelahnya. Ketika jumlah sel CD4 mencapai <350 sel/mikroliter maka mengarah pada infeksi oportunistik, terkait HIV menjadi jelas jika jumlah sel CD4 <200 sel/mikroliter, orang tersebut diklasifikasikan memiliki AIDS terlepas dari penampilan infeksi oportunistik lain dan jumlah sel CD4 <50 sel/mikroliter, dapat menyebabkan kematian (Williams, et al., 2006)

HIV menular melalui hubungan seksual tanpa pelindung seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui (Date and Fisher, 2012). Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang lebih sering terjadi dan lebih parah pada individu dengan sistem imun yang lemah, termasuk orang dengan HIV/AIDS (CD4 <200 sel/mikroliter). Infeksi oportunistik yang sering terjadi akibat bakteri adalah tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis), sepsis (Salmonella). Infeksi oleh virus menyebabkan Herpes, CMV dan Kaposi's


(3)

2

sarcoma (KS). Infeksi oleh parasit menyebabkan Toxoplasmosis

(Toxoplasma gondii), diare dan adanya infeksi jamur yang disebabkan oleh beberapa macam jenis jamur. HIV menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh, maka mudah terinfeksi jamur, seperti Cryptococcosis, Coccidiidomycosis,

Histoplasmosis, Candidiasis, dan Pneumoniae. Jamur Cryptococcus neoformans

masuk ke paru-paru, menyebabkan pneumonia yang dapat menyebar ke otak dan menyebabkan pembengkakan otak. Coccidioides immitis adalah jamur yang menginfeksi melalui spora jamur yang terhirup dan dapat menyebabkan pneumonia. Jamur Histoplasma capsulatum menginfeksi paru-paru dan menghasilkan gejala yang mirip dengan influenza atau pneumonia. Pneumoniae terjadi pada orang dengan sistem kekebalan lemah, termasuk orang dengan HIV (Center for Disease Control and Prevention, 2014).

Pada infeksi jamur kandidiasis terdapat 15 spesies berbeda Candida yang menyebabkan penyakit dan spesies utama yang bersifat patogen berasal dari jenis

C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis dan C. krusei . Infeksi

candida terbagi atas infeksi oropharyngeal candidiasis (OPC), oesophageal

candidiasis (OEC) dan vulvovaginal candidiasis (VVC) (Pappas et al., 2016).

Oropharyngeal candidiasis (OPC) dan oesophageal candidiasis (OEC) merupakan

infeksi jamur yang paling umum terjadi pada pasien dengan status infeksi HIV atau AIDS. OPC dan OEC ditandai dengan penurunan sistem imun CD4 <200 sel/mikroliter. Pasien HIV/AIDS dengan infeksi jamur menjadi sulit untuk diobati dibandingkan pasien dengan penurunan sistem imun lain. Adanya terapi antiretroviral menurunkan penyebaran infeksi pada pasien HIV/AIDS, dimana sebelum penggunaan HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) pasien dengan OPC meningkat diatas 90% (Lortholary et al., 2012).

Infeksi oportunistik jamur di seluruh dunia dilaporkan bahwa, sekitar 1 juta kasus baru Cryptococcus meningitis terjadi setiap tahun, mengakibatkan 625.000 kasus kematian, sebagian besar terjadi di sub-Sahara Africa (Park et al., 2009). Di Amerika Latin, histoplasmosis adalah salah satu infeksi oportunistik yang paling umum terjadi pada orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dan sekitar 30% pasien HIV/AIDS yang didiagnosis dengan histoplasmosis meninggal (Colombo et al., 2011). Di Indonesia 63,3% pasien yang mengidap HIV di Jakarta terinfeksi


(4)

Candidiasis oropharyngeal (Bandar et al., 2006). Untuk penderita AIDS dengan

gangguan SSP sejak tahun 2004 jumlah pasien yang terinfeksi Coccidioides immitis meningkat menjadi 21,9% (Departemen Parasitologi FKUI), (Wahyuningsih , 2009). Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ditjen PP & PL tahun 2014, infeksi oportunistik pada penderita AIDS di Indonesia yang paling banyak terjadi adalah kandidiasis (sebesar 1.316), kemudian diikuti oleh tuberculosis (sebesar 1.085) dan diare (sebesar 1.036). Data terkait infeksi kandidiasis tahun 2014 mengalami penurunan dimana pada tahun 2013 infeksi kandidiasis mencapai 1.528.

Terdapat beberapa golongan antijamur yang digunakan pada pengobatan kandidiasis mukokutan pada pasien HIV yaitu golongan poliena (Amphotericin B, Nystatin), pirimidin sintesis inhibitor (Flucytosine), azoles (Miconazole, Clotrimazole, Ketoconazole, Itraconazole, Fluconazole, Voriconazole, Posaconazole) dan golongan baru echinocandins (Caspofungin, Micafungin, Anidulafungin). Pada pengobatan kandidiasis orofaring digunakan antijamur topikal Nystatin, Amphotericin B, Clotrimazole, dan Miconazole. Nystatin tersedia dalam bentuk suspensi dan pastilles (Vazquez, 2010). Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society

of America menyatakan Fluconazole oral sebagai pilihan pertama terapi (first line

therapy) terbukti lebih efektif dibandingkan Nystatin suspensi pada awal

pengobatan sehingga Nystatin diberikan sebagai alternative terapi topikal. Pada beberapa negara berkembang, Nystatin merupakan antijamur terbesar yang direkomendasikan untuk oral candidiasis karena efektifitasnya tinggi, harga yang murah dan efek samping minimal (Xin Lyu et al., 2016). Dosis Nystatin suspensi (drop) 4-6 ml (400.000 U-600.000 U) sehari tiga sampai empat kali (QID) atau 1-2 pastilles sehari empat sampai lima kali. Lama terapi Nystatin adalah 7 sampai 14 hari. Lama terapi kurang dari 7 hari mempunyai efektifitas yang kecil dalam mengobati kandidiasis. Lesi oral dan gejala membaik pada pengobatan jangka pendek (2 sampai 5 hari) tetapi cenderung kambuh didasarkan pada kondisi

immunodeficiency (Prabhu et al., 2013). Pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik jamur, terapi Nystatin tidak dibedakan dengan terapi jamur pada umumnya. Pemberian ARV (antiretroviral) dengan terapi antijamur dapat membantu menurunkan tingkat kekambuhan infeksi (Pappas et al., 2016; ).


(5)

4

Pada penelitian perbandingan penggunaan profilaksis Fluconazole oral dan Nystatin oral pada kasus bayi baru lahir dengan berat badan sangat rendah (very

low birth weight) yang terinfeksi jamur invasif, Nystatin terbukti mempunyai

efikasi yang baik sebagai alternatif terapi Fluconazole. Efek samping Nystatin oral adalah rasa pahit, gangguan saluran cerna, mual dan muntah yang menurunkan tingkat kepatuhan pasien (AIDSinfo, 2015).

Infeksi kandidiasis vulvovaginal (Vulvovaginal candidiasis) pada umumnya disebabkan oleh C. albicans, yang dapat diobati dengan berbagai antijamur topikal atau oral termasuk Nystatin dan azole. Beberapa penelitian mengatakan infeksi kandida yang disebabkan oleh non-albicans sulit untuk diobati dengan golongan azole sehingga golongan polyene yaitu Nystatin, diusulkan sebagai alternatif azole untuk pengobatan kandidiasis vulvovaginal pada beberapa spesies non-albicans.

Europe Guidelines merekomendasikan Nystatin sebagai pilihan pertama

pengobatan kandidiasis vulvovaginal kronik yang disebabkan oleh C.glabrata karena efektifitasnya yang telah terbukti tinggi pada pengobatan karena jamur kandidiasis (Choukri, F., et al., 2014). Pada uji sensitivitas Fluconazole dan Nystatin pada infeksi kandidiasis vulvovaginal ditemukan spesies candida resisten terhadap Fluconazole dibandingkan Nystatin (Fan and Liu, 2010). Dosis terapi Nystatin intravaginal supositoria untuk infeksi C. glabrata diberikan 100.000 units setiap hari selama 14 hari (Pappas et al., 2016). Salah satu sediaan topikal yang tersedia untuk pengobatan infeksi kutaneus atau dermatalogis adalah Myco-Z yang mengandung Nystatin 100.000 U dan 200 mg Zin Oxide (ISO, 2016).

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat antijamur Nystatin pada pasien HIV/AIDS untuk mengatasi infeksi oportunistik jamur. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang karena rumah sakit tersebut sudah diakui pemerintah dan mempunyai akreditasi yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS dengan oportunistik jamur di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang?


(6)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS dengan oportunistik jamur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pola penggunaan Nystatin pada pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang

2. Mengetahui terapi Nystatin terkait dengan dosis, rute pemberian, interval pemberian, frekuensi pemberian, lama terapi dan kombinasi dengan antijamur lain yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan obat dan penatalaksanaan terapi infeksi jamur pada pasien HIV/AIDS di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

2. Menjadi dasar pertimbangan penatalaksanaan terapi infeksi jamur pada pasien HIV/AIDS untuk mencapai kualitas hidup yang baik bagi pasien. 3. Menjadi sumber informasi bagi tenaga kesehatan dan masyarakat umum

terkait penggunaan obat antijamur pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik jamur.