PEMBAHASAN UMUM Optimasi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak berdasarkan analisis eksergi

BAB 5 PEMBAHASAN UMUM

Pengeringan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perpindahan massa dan panas secara simultan serta terutama disebabkan oleh adanya perubahan yang tidak diinginkan atas kualitas produk keringnya Mujumdar Menon 1995. Pengeringan sendiri dikenal sebagai suatu proses yang sangat intensif energi Dincer Sahin 2004. Tingginya harga energi pada saat ini membuat upaya untuk meningkatan efisiensi penggunaan energi pada suatu proses semakin dibutuhkan. Pengeringan simplisia bukan hanya persoalan mencapai kadar air standar tetapi juga menyangkut pada mutu pengeringan dan pemanfaatan atau konsumsi eksergi. Untuk dapat menentukan kondisi proses pengeringan yang optimum maka hubungan parameter tersebut sebagai fungsi dari kondisi pengeringan harus diidentifikasi terlebih dahulu. Untuk mendapatkan kondisi yang optimum pada proses pengeringan simplisia digunakan metode optimisasi dimana yang menjadi tujuan optimisasi adalah mendapatkan mutu simplisia terbaik yang memenuhi nilai kadar air maksimum dengan efisiensi eksergi pengeringan yang optimum. Kadar Air Akhir Pengeringan Simplisia Studi yang telah dilakukan tentang karakteristik pengeringan menunjukkan bahwa kondisi eksternal seperti suhu, RH dan laju udara pengering berpengaruh terhadap kadar air akhir pengeringan atau kadar air keseimbangan temu putih dan temu lawak. Semakin tinggi suhu, semakin rendah RH dan semakin besar kecepatan udara pengering maka laju dan waktu pengeringan semakin cepat serta kadar air akhir yang dapat dicapai semakin rendah, hal yang sama berlaku sebaliknya. Hasil percobaan menyimpulkan bahwa untuk dapat mencapai kadar air standar 10 temu putih harus dikeringkan pada suhu 50 o C dengan RH 20 atau suhu 60-70 o C dengan RH 20-40 dan laju udara 0.2-0.9 ms sedangkan temu lawak harus dikeringkan pada suhu 50 o C dengan RH 30 atau suhu 60-70 o C dengan RH 20-40 Gambar 5-1 dan 5-2. 118 Gambar 5-1. Kadar air keseimbangan temu putih pada berbagai kondisi pengeringan Gambar 5-2. Kadar air keseimbangan temu lawak pada berbagai suhu dan RH pengeringan Mutu Simplisia Berdasarkan analisis kadar kurkumin simplisia temu lawak diketahui bahwa semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH pengeringan maka kandungan kurkumin bahan cenderung semakin rendah dan sebaliknya Gambar 5-3 dan 5-4. 10 20 20 40 60 20 40 60 20 40 60 20 40 K ad ar ai r fi n al b b . v1 0.8-0.9 ms v2 0.2-0.3 ms 2 4 6 8 10 12 20 30 40 20 30 40 20 30 40 K ad ar ai r fi n al b b 40 o C 50 o C 60 o C 70 o C 50 o C 60 o C 70 o C 119 Pada analisis kadar kurkumin temu putih diketahui bahwa laju udara pengeringan yang tinggi cenderung menyebabkan kandungan kurkumin dalam bahan semakin rendah Gambar 5-5 dan 5-6. Secara matematis dapat dikatakan bahwa pada rentang kondisi pengeringan yang dilakukan kandungan kurkumin bahan berbanding terbalik dengan suhu dan laju udara pengeringan dan berbanding lurus dengan RH pengeringan. Gambar 5-3. Pengaruh kondisi pengeringan terhadap kadar kurkumin temu lawak Gambar 5-4. Kadar kurkumin temu lawak rata-rata menurut RH dan suhu 2 4 6 8 10 20 30 40 20 30 40 20 30 40 K ad ar ku rku m in TL 2 4 6 8 10 20 30 40 K ad ar ku rku m in TL 2 4 6 8 10 50 C 60 C 70 C K ad ar ku rku m in TL 50 o C 60 o C 70 o C 120 Gambar 5-5. Pengaruh kondisi pengeringan terhadap kadar kurkumin temu putih Gambar 5-6. Kadar kurkumin temu putih menurut RH pada suhu tetap dan laju udara 0.8-0.9 ms kiri dan 0.2-0.3 ms kanan Suhu dan RH pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap penyusutan simplisia temu putih dan temu lawak, tetapi suhu yang tinggi dapat menyebabkan bahan menjadi bengkok bending. Pembengkokan mempengaruhi penampilan fisik bahan tetapi hal ini tidak merupakan persyaratan mutu simplisia. Penyusutan bahan terjadi akibat keluarnya air dari dalam bahan dimana hubungan penyusutan dan rasio kadar air berupa persamaan linier. Dengan demikian laju pengeringan menjadi faktor yang dapat mempengaruhi penyusutan terutama pada saat awal pengeringan dimana laju penyusutan masih tinggi. 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 40 60 20 40 60 20 40 60 20 40 K ad ar ku rku m in TP v1 0.8-0.9 ms v2 0.2-0.3 ms 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 20 40 60 80 K ad ar ku rku m in TP RH 40 C 50 C 60 C 70 C 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 20 40 60 80 K ad ar ku rku m in TP RH 40 C 50 C 60 C 70 C 40 o C 50 o C 60 o C 70 o C 121 Berdasarkan pengamatan terhadap warna simplisia yang sudah dikeringkan ditemukan adanya gradasi warna temulawak kering baik berdasarkan suhu maupun RH, semakin tinggi suhu dan RH pengeringan maka warna simplisia yang dihasilkan semakin pudar. Efisiensi Eksergi Hasil analisis efisiensi eksergi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih menyimpulkan bahwa semakin rendah suhu dan RH udara pengering maka efisiensi eksergi pengeringan semakin tinggi Gambar 5-7 dan 5-8. Gambar 5-7. Pengaruh kondisi pengeringan temu putih terhadap efisiensi eksergi 2 4 6 8 10 40 C, 40 50 C, 40 60 C, 40 70 C, 40 E fi si e n si e kse rg i Kondisi pengeringan 4 jam pengeringan 6 jam pengeringan 2 4 6 8 10 50 C, 20 50 C, 30 50 C, 40 E fi si en si ekser g i Kondisi pengeringan 4 jam pengeringan 6 jam pengeringan 122 Gambar 5-8. Pengaruh kondisi pengeringan temu lawak terhadap efisiensi eksergi Kondisi Pengeringan Optimum Kondisi pengeringan yang dianalisis dibatasi pada selang suhu dan RH yang digunakan dalam percobaan pengeringan lapisan tipis. Kondisi optimum didefinisikan sebagai kondisi dimana mutu hasil pengeringan simplisia yang diperoleh berada pada level terbaik atau tertinggi, kadar air akhir pengeringan tidak lebih 10 dan efisiensi eksergi proses pengeringan mencapai nilai optimum. 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 50 C, 40 60 C, 40 70 C, 40 E fi si e n si e kse rg i Kondisi pengeringan 4 jam pengeringan 6 jam pengeringan 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 50 C, 20 50 C, 30 50 C, 40 E fi si e n si e kse rg i Kondisi pengeringan 4 jam pengeringan 6 jam pengeringan 123 Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 5-9 dapat dilihat hubungan antara kondisi pengeringan temu putih dengan parameter tujuan dan batasan optimisasi. Pada pengeringan temu putih variabel suhu dan RH berbanding terbalik dengan efisiensi eksergi, demikian juga laju udara pengering berbanding terbalik dengan kadar kurkumin. Berdasarkan Gambar 5-10 dapat dilihat bahwa pada pengeringan temu lawak variabel suhu udara pengeringan mempunyai relasi yang konsisten yaitu berbanding terbalik dengan parameter efisiensi eksergi, kadar kurkumin dan warna simplisia kering. Variabel RH pengeringan walaupun mempunyai relasi yang sama dengan variabel suhu udara pengeringan yaitu berbanding terbalik dengan efisiensi eksergi dan warna, tetapi mempunyai perbedaan dengan suhu yaitu berbanding lurus dengan kadar kurkumin. Dengan demikian penetapan tujuan optimisasi yang berbeda dapat mempengaruhi hasil penentuan kondisi proses pengeringan yang optimum untuk temu lawak. Gambar 5-9. Hubungan kondisi pengeringan temu putih dengan beberapa parameter optimasi Gambar 5-10. Hubungan kondisi pengeringan temu lawak dengan beberapa parameter optimasi - v + + kurkumin - - T, RH + + Ef. eksergi - - T + ? kurkumin ? - RH + ? kurkumin ? - T, RH + + Ef. eksergi - - T, RH + + warna - - T + + kurkumin - - RH + - kurkumin + 124 Berdasarkan fungsi tujuan memaksimumkan mutu hasil pengeringan simplisia serta faktor pembatas kadar air akhir pengeringan maksimal 10 dan efisiensi eksergi pengeringan mencapai nilai tertinggi, maka didapatkan bahwa kondisi proses yang optimum untuk pengeringan temu putih adalah pada suhu 50 o C dan RH 20 dengan kecepatan udara pengering 0.2-0.3 ms Gambar 5-11. Untuk kasus temu putih karena pengaruh kondisi suhu dan RH pengeringan terhadap mutu kadar kurkumin tidak memperlihatkan pola yang jelas maka fungsi tujuan optimasi adalah memaksimumkan efisiensi eksergi pengeringan. Gambar 5-11. Kondisi proses yang optimum untuk pengeringan temu putih Dengan fungsi tujuan yang sama didapatkan bahwa kondisi proses yang optimum untuk pengeringan simplisia temu lawak adalah pada suhu 50 o C dan RH 30 Gambar 5-12. Sedangkan bila tujuan optimisasi yang diinginkan adalah untuk memaksimumkan efisiensi eksergi maka kondisi proses yang optimum adalah pada kondisi suhu 50 o C dan RH 20 Gambar 5-13. Bila diasumsikan harga persatuan mutu dan energi adalah sama maka kondisi proses yang optimum untuk keadaan tersebut merupakan titik potong kurva mutu atau kadar kurkumin dan kurva efisiensi eksergi pada suhu 50 o C. Pada suhu tersebut baik kurva mutu maupun efisiensi memiliki nilai mutu dan efisiensi tertinggi dibandingkan suhu 60 atau 70 o C. Dengan perhitungan sederhana perpotongan kurva tersebut dapat diketahui yaitu pada RH 21 125 sehingga titik optimum untuk tujuan optimasi memaksimumkan mutu dan efisiensi adalah pada kondisi suhu 50 o C dan RH 21. Pada Gambar 5-14 dapat dilihat kurva permukaan 3 dimensi normalisasi mutu dan efisiensi, sedangkan perpotongan kedua kurva tersebut secara lebih jelas dengan bentuk plot 2 dimensi terlihat pada Gambar 5-15. Gambar 5-12. Kondisi proses yang optimum untuk pengeringan temu lawak dengan tujuan memaksimumkan mutu kadar kurkumin Gambar 5-13. Kondisi proses yang optimum untuk pengeringan temu lawak dengan tujuan memaksimumkan efisiensi eksergi 126 Gambar 5-14. Kurva permukaan kadar kurkumin dan efisiensi eksergi 20 25 30 35 40 50 55 60 65 70 0.2

0.4 0.6

0.8 1 1.2 RH Suhu C E f K k m N o rm a lis a s i 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 20 25 30 35 40 50 55 60 65 70 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Suhu C RH E f K k m N o rm a lis a s i 127 Gambar 5-15. Kondisi optimum bila diasumsikan harga persatuan mutu dan energi adalah sama Pada Tabel 5-1 tercantum besarnya eksergi pengeringan simplisia temu lawak serta nilai normalisasi mutu kurkumin dan efisiensi proses pada berbagai kondisi dan kondisi optimum. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui apabila proses dilakukan pada kondisi-1 maka efisensi proses dapat ditingkatkan sekitar 36 atau sekitar 300 kJ 0.083 kWh dibandingkan dengan kondisi-2 dengan pengorbanan 1 mutu kurkumin. Sebaliknya, bila proses dilakukan pada kondisi-2 dibandingkan dengan kondisi-1 maka mutu produk dapat ditingkatkan 1 dengan pengorbanan efisensi 36. Kondisi mana yang dipilih tergantung pada nilai harga persatuan mutu produk dan energi. Bila diasumsikan harga persatuan mutu dan energi adalah sama maka nilai yang maksimum atau biaya yang minimum terjadi pada kondisi proses yang optimum. Tabel 5-1. Perbandingan beberapa kondisi proses dengan titik optimum Kondisi Suhu, RH Eksergi kJs Waktu menit Eksergi kJ Kurkumin normal Efisiensi normal 1 50 o C, 20 0.041 370 910 0.94 1.00 Optimum 50 o C, 21 0.94 0.94 2 50 o C, 30 0.043 470 1213 0.95 0.64 3 60 o C, 20 0.091 255 1392 0.45 0.29 4 60 o C, 30 0.145 330 2871 0.63 0.15 128 129

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN