Agak tahan Lebih lanjut diketahui bahwa isolat

73 Tabel 24 Ketahanan 100 - KP dan kelas ketahanan genotipe pepaya terhadap penyakit antraknosa pada dua lokasi percobaan Tajur Gunung Geulis Genotipe Ketahanan Kelas ketahanan Ketahanan Kelas ketahanan IPB1 80.67 Tahan

51.67 Agak

rentan IPB10 40.00 Agak Rentan 3.33 Rentan STR64 48.89 Agak rentan 17.33 Rentan IIPB5 33.33 Rentan 12.22 Rentan PB000174 93.33 Tahan

57.78 Agak

rentan IPB1xIPB10 79.89 Agak tahan 43.34 Agak rentan IPB1xSTR-64 71.80 Agak tahan 30.91 Rentan IPB1xIPB5 76.83 Agak tahan 50.09 Agak rentan IPB1xPB174 86.67 Tahan 65.83 Agak tahan IPB10xSTR64 53.33 Agak rentan 30.83 Rentan IPB10xIPB5 46.67 Agak rentan 31.67 Rentan IPB10xPB174 80.00 Tahan 25.33 Rentan STR64xIPB5 57.78 Agak rentan 26.67 Rentan STR64xPB174 80.00 Tahan

62.86 Agak

tahan IPB5xPB174 82.22 Tahan

66.63 Agak tahan

Keterangan: KP = keparahan penyakit Ketahanan pepaya terhadap antraknosa untuk seluruh genotipe menunjukkan lebih tinggi di Tajur dibandingkan di Gunung Geulis. Oleh karena itu sebaiknya penapisan dan penanaman pepaya di lakukan di dataran rendah yang berada pada ketinggiaan di bawah 550 meter dpl, seperti di Tajur yang berada pada ketinggian 250 meter dpl. Pendugaan Parameter Genetik Pendugaan parameter genetik menggunakan analisis silang dialel dapat dilakukan jika berdasarkan analisis ragam, kuadrat tengah genotipe berpengaruh nyata Singh and Chaudhary 1979. Karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan dapat dianalisis, karena kuadrat tengah ketiga karakter tersebut berbeda nyata. Tabel 25 Kuadrat tengah genotipe pepaya untuk karakter padatan total terlarut PTT, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides Isolat TJR1 Karakter Kuadrat Tengah Padatan total terlarut 142.430 Kekerasan buah 0.631 Ketahanan 100 -KP 0.453 74 Interaksi Gen Hasil uji t untuk menguji nilai koefisien regresi b Wr, Vr menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata Tabel 26. Hal tersebut menunjukkan tidak ada interaksi gen dalam menentukan keragaman genetik pada karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan keparahan penyakit Hayman 1954; Singh dan Chaundhary 1979; Roy 2000. Salah satu asumsi analisis silang dialel adalah tidak ada interaksi antar gen. Tabel 26 Pendugaan parameter genetik padatan total terlarut, kekerasan buah pepaya dan ketahanan antraknosa terhadap menggunakan analisis silang dialel Parameter genetik Padatan total terlarut Kekerasan buah Ketahanan 100 -KP bWr, Vr 0.794ns 0.688ns 0.731ns D 2.5862 0.0043 0.0460 H 19.7184 0.0853 0.0389 1 H 19.4961 0.0846 0.0356 2 F 1.4257ns 0.0846ns 0.0282 h 2 61.1039 0.2693 0.1011 E 0.2424ns 0.0005ns 0.0036 H D 12 2.7612 4.4427 0.9199 1 H 2 4H 0.2472 0.2482 0.2287 1 KdKr 1.2218 1.1945 1.9997 h 2 H 3.1342 3.1812 2.8394 2 r 0.9930 0.9757 0.9835 h 2 0.9583 0.9790 0.8448 bs h 2 0.1190 0.0342 0.4583 ns Y 4.7600 0.6650 0.4595 D 16.8002 0.6930 0.5310 Y R Keterangan : nyata, tn tidak nyata Pengaruh Aditif D dan Dominansi H 1 Pengaruh aditif D dan dominansi H 1 berperan sangat nyata terhadap padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan C. gloeosporioides. Dalam percobaan ini pengaruh dominansi lebih besar daripada pengaruh aditif D H 1 sehingga dapat disimpulkan aksi gen adalah overdominansi untuk karakter padatan total terlarut dan kekerasan buah, namun untuk karakter ketahanan terhadap C. gloeosporioides pengaruh aditif lebih besar daripada pengaruh dominansi D H1. Sehingga aksi gen yang berperan dalam karakter ketahanan 75 terhadap antraknosa pada pepaya adalah dominan parsial atau resesif parsial. Besarnya pengaruh dominansi juga terlihat dari nilai H 12 12 D . Nilai H D 1 1 pada percobaan ini lebih besar dari satu untuk karakter padatan total terlarut dan kekerasan buah namun untuk karakter ketahanan terhadap C. gloeosporioides nilai H 1 D 12 12 lebih kecil dari satu. Menurut Hayman 1954 nilai H 1 D lebih dari satu menunjukkan adanya overdominansi, sedangkan nilai H D 12 1 antara nol dan satu menunjukkan dominansi parsial dominan parsial atau resesif parsial. Distribuasi Gen di dalam Tetua Distribudi gen dalam tetua dapat diperoleh dari nilai H 2 . Gen–gen yang menentukan pewarisan padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides tidak menyebar merata di dalam tetua, hal ini terlihat dari nilai H 2 yang berbeda nyata Tabel 26 . Proporsi gen-gen positif terhadap gen-gen negatif akan terlihat dari besarnya nilai H terhadap H . Jika H H 1 2 1 2 maka gen–gen yang banyak adalah gen–gen positif, sebaliknya jika H 1 H 2 maka gen–gen negatif lebih banyak daripada gen–gen positif. Gen–gen yang terlibat lebih banyak dalam menentukan karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides adalah gen–gen positif. Hal ini tercermin dari nilai H H 1 2 . Proporsi gen-gen positif terhadap gen-gen negatif dapat juga dilihat dari nilai H 4H 2 1 Tabel 26 . Proporsi Gen Dominan terhadap Gen Resesif Banyaknya gen–gen dominan di dalam tetua tercermin dari nilai KdKr. Apabila KdKr 1 maka gen–gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Sebaliknya, apabila KdKr 1 maka gen–gen resesif lebih banyak di dalam tetua. Pada percobaan ini KdKr lebih besar dari satu, menunjukkan gen–gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Banyaknya gen-gen dominan juga tercermin dari nilai F yang positif. Pada Tabel 26 terlihat bahwa nilai KdKr 1 untuk karakter padatan total terlarut 1.22, kekerasan buah 1.194 dan ketahanan pepaya terhadap C. gloeosporioides 1.999. Hal ini menunjukkan bahwa gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua untuk karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan pepaya terhadap C. gloeosporioides. 76 Arah dan Urutan Dominansi Hasil penghitungan r Wr+VrYr pada percobaan ini positif. Hal ini menunjukkan nilai kuantifikasi yang tinggi dominan terhadap yang rendah. Urutan dominansi tetua berdasarkan Wr+Vr untuk padatan total terlarut adalah IPB10 -1.593 , IPB5 -0.196 , STR64 0.077, PB000174 2.785 , IPB1 3.854 Tabel 27. Tabel 27 Sebaran Vr + Wr tetua untuk karakter Padatan Total Terlarut PTT, kekerasan buah dan ketahanan pepaya terhadap C. gloeosporioides isolat TJR1 Genotipe Karakter PTT Kekerasan Ketahanan IPB1 3.854 -0.001 0.022 IPB10 -1.593 0.001 0.007 STR64 0.077 0.004 0.007 IPB5 -0.196 -0.006 0.015 PB000174 2.785 0.009 0.033 Urutan dominansi juga dicerminkan posisi tetua, makin dekat posisi titik tetua pada titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen dominan, sebaliknya makin jauh dari titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen resesif. IPB1 IPB10 STR64 IPB5 PB000174 -4.000 -2.000 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 Vr Wr Gambar 7 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter Padatan Total Terlarut PTT pada beberapa genotipe pepaya 77 Tetua PB000174 dan IPB1 merupakan tetua yang paling banyak mengandung gen resesif untuk karakter padatan total terlarut dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides karena paling jauh dari titik nol. STR64 IPB5 dan IPB 10 paling banyak mengandung gen dominan, karena paling dekat dengan titik nol untuk kedua karakter tersebut. IPB1 IPB10 STR64 IPB5 PB000174 -0.015 -0.010 -0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 Vr Wr Gambar 8 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter kekerasan buah pada beberapa genotipe pepaya Urutan dominansi tetua untuk karakter kekerasan buah adalah IPB5 -0.006, IPB1 -0.001, IPB10 0.001, STR64 0.004, PB000174 0.009. Tetua PB000174 merupakan tetua paling banyak mengandung gen resesif karena terletak paling jauh dari titik nol, sementara itu IPB1 dan IPB10 berada dekat paling dengan titik nol Gambar 8. Urutan dominansi tetua berdasarkan Wr+Vr untuk karakter ketahanan terhadap C. gloeosporioides adalah IPB10 0.007, STR64 0.07, IPB5 0.015, IPB1 0.022, PB000174 0.033 Tabel 27. Urutan dominansi juga dicerminkan posisi tetua, makin dekat posisi titik tetua pada titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen dominan, sebaliknya makin jauh dari titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen resesif. Tetua PB000174 dan IPB1 merupakan tetua yang paling banyak mengandung gen resesif, karena paling jauh dari titik nol. STR64 dan IPB 10 paling banyak mengandung gen dominan, karena paling dekat dengan titik nol Gambar 9 78 IPB1 IPB10 STR64 IPB5 PB000174 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 Vr Wr Gambar 9 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter ketahanan pepaya terhadap antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides isolat TJR1 Jumlah Gen Pengendali Karakter Simpangan rata–rata F1 dari rata–rata tetua nyata. Hal ini ditunjukkan oleh nilai h 2 yang berbeda nyata. Jumlah kelompok gen yang mengendalikan karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides adalah tiga kelompok gen, ditunjukkan oleh nilai h2H 2 untuk karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides secara berturut-turut 3.1342, 3.1812 dan 2.8394 Tabel 26. Heritabilitas Nilai duga heritabilitas arti luas h 2 bs pada karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan pepaya terhadap C. gloeosporioides pada percobaan ini tergolong tinggi yaitu secara berturut-turut 0.958, 0.979 dan 0.8448 . Hal tersebut menunjukkan ragam gejala yang muncul terutama dikendalikan oleh faktor genetik. Nilai duga heritabilitas arti sempit h 2 ns padatan total terlarut dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides juga tergolong sedang, masing-masing 0.119 dan 0.458. Sedangkan nilai duga heritabilitas arti sempit h 2 ns kekerasan buah tergolong rendah 0.034. Hal tersebut menunjukkan bahwa proporsi ragam aditif dalam menentukan ketahanan adalah cukup tinggi, sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa pengaruh aditif berperan sangat nyata. 79 Batas Tertinggi Fenotipe Hasil Seleksi Batas tertinggi jika semua gen dominan homozigot mengumpul pada satu individu tanaman YD adalah 4.76, 0.87 dan 0.46 berturut-turut untuk karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides. Selanjutnya batas tertinggi jika semua gen resesif homozigot mengumpul pada satu individu tanaman YR adalah 16.80, 0.69 dan 0.53, berturut-turut untuk karakter padatan total terlarut, kekerasan buah dan ketahanan terhadap C. gloeosporioides. Nilai YR untuk karakter padatan total terlarut tergolong tinggi yaitu 16.80 o Brix. Hal ini menunjukkan seleksi pada populasi ini memberi peluang dihasilkan genotipe pepaya yang rasannya manis. Sementara karakter kekerasan buah dan ketahanan terhadap antraknosa tergolong rendah. Untuk itu metode persilangan yang disarankan adalah metode persilangan ganda dengan pemisahan transgresif atau mengintroduksi gen baru ke dalam populasi untuk pembentukan genotipe pepaya tahan C. gloeosporioides. Daya Gabung Umum DGU dan Daya Gabung Khusus DGK Berdasarkan analisis ragam dialel terhadap hasil percobaan di Tajur dan Gunung Geulis, menunjukkan keparahan penyakit, persentase warna kuning buah saat gejala muncul, persen padatan total terlarut dan kekerasan buah menunjukkan nilai daya gabung umum berbeda nyata Tabel 28. Hal ini menunjukkan terdapat satu atau lebih genotipe pepaya yang memiliki daya penggabung yang baik untuk karakter keparahan penyakit, persentase warna kuning buah saat gejala muncul, padatan total terlarut. Karakter keparahan penyakit yang mengindikasikan ketahanan ditunjukkan dengan nilai DGU negatif, sedangkan untuk karakter persentase warna kuning buah pada saat gejala muncul, kekerasan dan padatan total terlarut yang diharapkan adalah dengan DGU bernilai positif. 80 Tabel 28 Analisis ragam dialel karakter ketahanan pepaya terhadap penyakit antraknosa, padatan total terlarut dan kekerasan buahdi dua lokasi percobaan Sumber keragaman Db Keparahan penyakit Warna kuning buah Padatan total terlarut Kekerasan buah Tajur Ulangan 2 16.05 66.52 4.5966 0.0047 Genotipe 14 1065.39 1142.34 8.0649 0.0136 TetuaT 4 2077.49 2662.37 10.4043 0.0264 SilanganS 9 569.26 479.60 7.7718 0.0088 DGU 4 1040.28 1084.09 6.8035 0.0139 t DGK 10 81.07 99.46 1.0422 0.0008 tn tn T x S 1 1482.14 1026.84 1.3444 0.0054 Error 28 86.19 21.17 3.1138 0.0034 KK 28.44 5.39 14.44 8.15 Gunung Geulis Ulangan 2 37.24 144.10 0.7829 0.0007 Genotipe 14 1221.40 1078.33 4.7167 0.0009 Tetua T 4 1812.68 2391.76 8.6740 0.0234 Silangan S 9 844.22 394.79 3.4041 0.0030tn DGU 4 954.09 865.74 4.1653 0.0072 tn DGK 10 188.35 156.93 0.5350 0.0014 tn T x S 1 2250.90 1976.55 0.7005 0.0040 tn Error 28 152.72 69.41 0.4804 0.0021 KK 20.08 11.05 8.26 7.3 Keterangan: tn = tidak nyata, =nyata P 0,05, = sangat nyata P0.01 Genotipe yang menunjukkan DGU bernilai positif untuk persentase warna kuning buah saat gejala muncul, padatan total terlarut dn kekerasan buah adalah PB000174 dan IPB 1 baik percobaan di Tajur maupun di Gunung Geulis. Hal ini mencerminkan bahwa genotipe memiliki sifat penggabung yang baik untuk karakter ketahanan, kemanisan dan kekerasa buah pepaya. Tabel 29 Daya Gabung Umum DGU Genotipe pepaya pada karakter ketahanan terhadap penyakit antraknosa di dua lokasi percobaan Tajur Gunung Geulis Genotipe KP MB PTT KKR KP MB PTT KKR IPB1 -10.19 8.07 0.83 0.63 -9.03 8.58 0.86 0.67 IPB10 9.32 2.45 -1.36 0.78 13.28 -3.18 -0.84 0.53 STR64 6.21 -1.93 -0.41 0.72 6.41 -3.35 -0.65 0.67 IPB5 10.57 -20.23 -0.14 0.57 4.40 -15.13 -0.10 0.50 PB174 -15.91 11.64 1.08 0.79 -15.06 13.08 0.72 0.70 Keterangan: LG= luas gejala, KP=keparahan penyakit, DM= diameter gejala, MB=matang buah saat gejala muncul 81 Daya Gabung Khusus DGK untuk karakter keparahan penyakit, persentase warna kuning buah saat gejala muncul dan padatan total terlarut untuk pengujian di Tajur dan di Gunung Geulis berbeda nyata, sedangkan kekerasan buah tidak berbeda nyata di dua lokasi pengujian tersebut Tabel 28. Nilai kuadrat tengah DGU dan DGK yang nyata mengindikasikan bahwa karakter ketahanan dikendalikan oleh gen aditif dan dominan. Tingginya nilai DGU dibandingkan DGK menunjukkan peran aksi gen aditif lebih berperan dibandingkan non aditif. Keempat karakter yaitu keparahan penyakit, persentase warna kuning buah saat gejala muncul, padatan total terlarut dan kekerasan buah di dua lokasi pengujian Tajur dan Gunung Geulis menunjukkan nilai DGU yang lebih besar dibandingkan dengan DGK. Hal ini mencerminkan bahwa untuk keempat karakter yang diamati peran aksi gen aditif lebih berperan dibandingkan non aditif. Sejalan dengan penelitian Miller et al. 1984 bahwa ketahanan antraknosa pada buah tomat ditunjukkan dengan tingginya nilai DGU dibanding dengan DGK. Genotipe yang tahan ditunjukkan dengan nilai DGU dan DGK yang negatif pada keparahan penyakit. Genotipe yang tahan terhadap penyakit antraknosa berdasarkan keparahan penyakit yaitu IPB1 dan PB000174 pada pengujian di Tajur Tabel 24. Kedua genotipe tersebut menunjukkan nilai DGU negatif pada karakter keparahan penyakit dan memiliki nilai DGU positif pada karakter persentase warna kuning buah saat gejala muncul di kedua lokasi. Sebaliknya IPB10, STR-64 dan IPB5 menunjukkan sifat kerentanan dengan nilai DGU positif untuk karakter keparahan penyakit. Owolade et al. 2006 menyatakan bahwa hanya DGU dari keparahan penyakit yang bernilai negatif yang memberi kontribusi ketahanan, sedangkan yang bernilai positif secara nyata memberi kontribusi kerentanan Daya gabung khusus untuk karakter padatan total terlarut yang mengindikasikan rasa manis pada buah pepaya yang diharapkan adalah yang bernilai positif. Pengamatan di Tajur dan Gunung Geulis menunjukkan bahwa genotipe persilangan yang menunjukkan nilai DGK positif adalah tertinggi adalah IPB 1 x PB000174 dengan nilai berturut-turut 1.91 dan 0.85. Pada pengamatan kekerasan buah di Tajur dan Gunung Geulis, genotipe persilangan yang 82 menunjukkan nilai DGK positif adalah IPB 1 x IPB 10; IPB1 x IPB 5; STR-64 x IPB 5 dan IPB 5 x PB000174. Tabel 30 Daya Gabung Khsus DGK genotipe persilangan pepaya pada karakter ketahanan terhadap antraknosa di dua lokasi percobaan Tajur Gunung Geulis Genotipe KP MB PTT KKR KP MB PTT KKR 1x10 -10.66 -2.43 0.03 0.01 -9.12 4.86 -0.03 0.02 1x64 -0.45 4.05 -0.39 0.01 10.18 -1.82 -0.97 -0.06 1x5 -9.85 8.11 -0.63 0.01 -7.49 1.56 -0.83 0.01 1x174 6.80 -5.52 1.91 -0.02 -3.28 -2.04 0.85 -0.03 10x64 -1.51 3.52 -0.54 -0.01 -12.06 13.09 0.51 0.04 10x5 0.80 -0.51 1.57 -0.03 -10.88 13.35 0.85 0.04 10x174 -6.05 -0.21 0.08 0.00 14.91 -13.27 -0.76 0.00 64x5 -7.20 3.89 -0.65 0.04 0.99 4.43 0.17 0.02 64x174 -2.94 1.52 -0.54 -0.02 -15.74 9.68 0.53 0.01 5x174 -9.52 21.35 0.38 0.02 -17.53 17.03 0.57 0.01 Keterangan: KP=keparahan penyakit, MB=matang buah saat gejala muncul; PTT= padatan total terlarut; KKR= kekerasan buah, 1=IPB1, 10=IPB10, 64=STR64, 5=IPB5, 174=PB000174 Genotipe yang berpotensi sebagai tetua yang dapat menyumbangkan sifat ketahanan adalah PB000174 dan IPB1 dalam pembentukan varietas hibrida. Berdasarkan nilai DGK yang secara konsisten menunjukkan nilai negatif pada karakter ketahanan yaitu persilangan IPB1 x IPB10 dan IPB 5 x PB000174. Kedua genotipe persilangan ini juga menunjukkan nilai daya gabung khusus yang diharapkan yaitu yang bernilai positif untuk karakter padatan total terlarut dan kekerasan buah pepaya Tabel 30. Nilai DGK pada dua lokasi pengamatan menunjukkan adanya perbedaan pada semua genotipe hasil persilangan. DGK yang bernilai negatif memberikan kontribusi karakter ketahanan dan sebaliknya yang bernilai positif memberi kontribusi sifat kerentanan. Persilangan yang memimiliki nilai DGK negatif yang tinggi berpeluang adanya efek heterosis yang tinggi juga dan berpeluang untuk pembentukan varietas hibrida. Nilai tengah karakter ketahanan, kekerasan buah dan persen padatan total terlarut pada Tabel 31. Genotipe IPB 1 dan PB000174 menunjukkan tingkat keparahan penyakit 19.33 dan 6.67 dan dikelompokkan dalam kelas tahan untuk pengujian di Tajur, gejala muncul pada kedua genotipe ini pada saat buah telah berwarna kuning 99.33 dan 100. Padatan total terlarut dan kekerasan buah dari genotipe IPB1 13.41 o Brik dan 0.63 cmkg dan PB00174 13.47 o brix dan 83 0.79 cmkg. Hal ini menunjukkan genotipe IPB1 dan PB000174 memiliki karakter tahan terhadap antraknosa, rasa buah manis dan buah agak keras. Pada pengujian di Gunung Geulis yang terletak pada ketinggian 550 meter dpl tingkat ketahanan pepaya menurun diikuti dengan penurunan padatan total terlarut namun untuk kekerasan buah tidak mengalami penurunan. Perubahan tingkat ketahanan tersebut mungkin disebabkan oleh tingkat ketinggian tempat, suhu dan kelembaban antara Tajur dan Gunung Geulis. Tajur berada pada ketinggian 250 meter dpl, suhu dan kelembaban rata-rata saat penelitian dilakukan adalah 29.11 o C dan 69.05 sedangkan Gunung Geulis berada pada ketinggian 550 meter dpl, suhu dan kelembaban rata-rata saat penelitian dilakukan adalah 26 o C dan 73.11 Lampiran 3 dan 4. Tabel 31 Nilai tengah karakter ketahanan terhadap antraknosa, kekerasan buah dan padatan total terlarut pada pepaya di dua lokasi Tajur Gunung Geulis Genotipe KP WKB PTT KKR KP WKB PTT KKR o o Brix cmkg Brix cmkg IPB1 19.33 99.33

13.41 0.63