9
air antara daratan dan lautan yang terjadi bersama – sama dengan angin darat dan
angin laut mempengaruhi proses evapotranspirasi. Menurut Turner et al.
1985, menyatakan bahwa defisit tekanan uap air merupakan tenaga pendorong
driving force untuk proses evapotranspirasi.
4. 2 Korelasi antara NDVI dengan ETp
Lapang
Untuk menduga nilai evapotranspirasi menggunakan persamaan
yang dikembangkan oleh Narongrit dan Yasuoka pada empat daerah yang berbeda,
membutuhkan input berupa nilai NDVI.
Berikut ini adalah hubungan yang diperoleh antara NDVI dengan
evapotranspirasi dari data lapang di beberapa daerah.
NDVI Vs ETp Lapang Bogor
y = 8.3609x + 25.531 R
2
= 0.0255 5
10 15
20 25
30 35
0.2 0.4
0.6 0.8
NDVI ET
p
Gambar 8. Hubungan nilai NDVI MODIS dengan ETp lapang Bogor.
Nilai kisaran NDVI dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 6
secara berturut – turut ialah 0.4 – 0.6 dan 23.7 – 33.2 mm8hari. Gambar 8 juga
menjelaskan bahwa apabila NDVI meningkat sebesar 0.1 maka akan
menyebabkan naiknya evapotranspirasi potensial di lapang sebesar 0.5 mm8 hari.
Di Bogor diperoleh bentuk linier yang berbeda dengan ketiga wilayah lainnya. Hal
ini dikarenakan Bogor memiliki topografi yang berbeda dengan ketiga daerah lain.
NDVI Vs ETp Lapang Indramayu
y = -3.0524x + 27.402 R
2
= 0.0056 0.0
5.0 10.0
15.0 20.0
25.0 30.0
35.0
0.1 0.2
0.3 0.4
NDVI ET
p
Gambar 9. Hubungan nilai NDVI MODIS dengan ETp lapang Indramayu.
Nilai kisaran NDVI dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 9
secara berturut – turut ialah 0.1 – 0.3 dan 22.8 – 32.4 mm8hari. Gambar 9 juga
menjelaskan bahwa apabila NDVI meningkat sebesar 0.1 maka akan
menyebabkan berkurangnya nilai evapotranspirasi potensial di lapang sebesar
1.05 mm8 hari.
NDVI Vs ETp Lapang Malang
y = -3.8593x + 28.026 R
2
= 0.0249 0.0
5.0 10.0
15.0 20.0
25.0 30.0
35.0
0.2 0.4
0.6 0.8
1
NDVI ET
p
Gambar 10. Hubungan nilai NDVI MODIS dengan ETp lapang Malang.
Nilai kisaran NDVI dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 11
secara berturut – turut ialah 0.5 – 0.8 dan 21.5 – 31.4 mm8hari. Gambar 11 juga
menjelaskan bahwa apabila NDVI meningkat sebesar 0.1 maka akan
menyebabkan berkurangnya nilai evapotranspirasi potensial di lapang sebesar
0.4 mm8 hari.
NDVI Vs ETp Lapang Surabaya
y = -33.82x + 31.988 R
2
= 0.298 0.0
5.0 10.0
15.0 20.0
25.0 30.0
35.0
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25
NDVI ET
p
Gambar 11. Hubungan nilai NDVI MODIS dengan ETp lapang Surabaya.
Nilai kisaran NDVI dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 11
secara berturut – turut ialah 0.1 – 0.2 dan 22.8 – 32.4 mm8hari. Gambar 11 juga
menjelaskan bahwa apabila NDVI meningkat sebesar 0.1 maka akan
menyebabkan berkurangnya nilai evapotranspirasi potensial di lapang sebesar
0.8 mm8 hari.
Tabel 4. Regresi NDVI dengan ETp lapang Daerah Regresi R
2
Bogor y = 8.3609x +
25.531 0.025
5 Indramay
y = -3.0524x + 0.005
10
u 27.402 6
Malang y = -3.8593x +
28.026 0.024
9 Surabaya
y = -33.82x + 31.988
0.298 Dari hubungan antara NDVI
dengan nilai evapotranspirasi hasil pengukuran di tiap stasiun diperoleh nilai
keakuratan yang sangat rendah. Pada Tabel 4, nilai keeratan yang rendah dari hubungan
antara NDVI dan evapotranspirasi dikarenakan ETp tidak hanya dipengaruhi
oleh NDVI saja, tetapi perlu adanya faktor lainnya yaitu keadaan atmosfer. Karena
tinggi rendahya ETp sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca.
4. 3 Korelasi antara ETp Lapang dengan ETp dari Citra MODIS