10
u 27.402 6
Malang y = -3.8593x +
28.026 0.024
9 Surabaya
y = -33.82x + 31.988
0.298 Dari hubungan antara NDVI
dengan nilai evapotranspirasi hasil pengukuran di tiap stasiun diperoleh nilai
keakuratan yang sangat rendah. Pada Tabel 4, nilai keeratan yang rendah dari hubungan
antara NDVI dan evapotranspirasi dikarenakan ETp tidak hanya dipengaruhi
oleh NDVI saja, tetapi perlu adanya faktor lainnya yaitu keadaan atmosfer. Karena
tinggi rendahya ETp sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca.
4. 3 Korelasi antara ETp Lapang dengan ETp dari Citra MODIS
Hasil yang diperoleh dari korelasi antara nilai evapotranspirasi potensial ETp
dari Citra MODIS Terra Aqua dengan nilai evapotranspirasi potensial ETp melalui
metode ETp lapang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Regresi ETp lapang dengan ETp MODIS
Daerah Regresi R
2
Bogor y = 2.4691x -
4.7279 0.638
3 Indramay
u y = 3.0756x -
8.6337 0.599
8 Malang
y = 1.5708x + 6.1535
0.620 7
Surabaya y = 9.5811x -
84.915 0.639
8 Tabel 5 menunjukkan korelasi nilai
ETp dari Citra Satelit MODIS Terra Aqua dengan nilai ETp lapang. Untuk wilayah
Bogor ialah 0.6383, wilayah Indramayu 0.5998, Malang 0.6207, dan Surabaya
adalah 0.6398.
ETp MOD Vs ETp Lapang Bogor
y = 2.4691x - 4.7279 R
2
= 0.6383
5 10
15 20
25 30
35
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
ETp M OD
Gambar 12. Hubungan nilai ETp lapang vs ETp MODIS Bogor.
Nilai kisaran ETp MODIS dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 12
secara berturut – turut ialah 11.4 – 14.5 mm8hari dan 23.7 – 33.2 mm8hari.
Gambar 12 juga menjelaskan bahwa ETp MODIS meningkat sebesar 1 mm8hari
maka akan nilai evapotranspirasi potensial di lapang meningkat sebesar 2.1 mm8 hari.
ETp MOD VS ETp Lapang Indramayu
y = 3.0756x - 8.6337 R
2
= 0.5998
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
ETp M OD
Gambar 13. Hubungan nilai ETp lapang dengan ETp MODIS Indramayu.
Nilai kisaran ETp MODIS dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 6
secara berturut – turut ialah 10.7 – 12.6 mm8hari dan 22.8 – 32.4 mm8hari.
Gambar 13 juga menjelaskan bahwa apabila ETp MODIS meningkat sebesar 1 mm8hari
maka akan menyebabkan naiknya ETp yang terukur di lapang sebesar 2.1 mm8 hari.
ETp MOD Vs ETp Lapang Malang
y = 1.5708x + 6.1535 R
2
= 0.6207
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
ETp M OD
Gambar 14. Hubungan nilai ETp lapang vs ETp MODIS Malang.
Nilai kisaran ETp MODIS dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 14
secara berturut – turut ialah 10.6 – 14.2 mm8hari dan 21.5 – 31.4 mm8hari.
Gambar 14 juga menjelaskan bahwa apabila NDVI meningkat sebesar 1 mm8hari maka
nilai evapotranspirasi potensial yang terukur di lapang akan meningkat sebesar 1.5 mm8
hari.
11
ETp MOD Vs ETp Lapang Surabaya
y = 9.5811x - 84.915 R
2
= 0.6398
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0 35.0
ETp M OD
Gambar 15. Hubungan nilai ETp lapang vs ETp MODIS Surabaya.
Nilai kisaran ETp MODIS dan ETp lapang yang ditunjukkan pada Gambar 15
secara berturut – turut ialah 11.3 – 12.2 mm8hari dan 21.4 – 32.9 mm8hari.
Gambar 15 juga menjelaskan bahwa apabila ETp yang terukur dengan MODIS
meningkat 1 mm8hari maka akan nilai evapotranspirasi potensial yang terukur di
lapang meningkat sebesar 9.6 mm8 hari.
Dari korelasi yang dihasilkan antara ETp MODIS dengan ETp lapang, di empat
daerah dengan ketinggian berbeda. Diperoleh empat nilai keeratan R
2
yang cukup tinggi 55 R
2
65 . Hal ini menunjukkan adanya kedekatan antara nilai
ETp MODIS dengan nilai ETp dari hasil perhitungan lapang.
Dengan nilai keeratan yang berada pada kisaran 55 – 65 , maka persamaan
yang dikembangkan oleh Narongrit dan Yasuoka dapat digunakan untuk menduga
evapotranspirasi di wilayah Indonesia. Tetapi agar hasil pendugaan evapotrnaspirasi
lebih optimal maka perlu memodifikasi persamaan tersebut.
4.
4 Analisis Hubungan Evapotranspirasi dengan Kekeringan
Data luas kekeringan ketiga daerah ini didasarkan oleh adanya lahan pertanian
di daerah tersebut. Surabaya tidak termasuk dikarenakan karena didaerah tersebut tidak
terdapat lahan pertanian. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa
intensitas curah hujan lebih banyak terjadi di Bogor, pada bulan Juli sebesar 181.5
mmbln. Sedangkan curah hujan yang terjadi di dua kota lainnya jauh lebih rendah dari
Bogor. Terdapatnya perbedaan intensitas terjadinya curah hujan ini dapat dikatakan
bahwa kapasitas air tanah di Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas air
tanah di daerah Indramayu dan Malang.
Pada bulan Agustus, di daerah Indaramayu terjadi bencana kekeringan
terluas dibanding Bogor dan Malang. Bencana kekeringan yang terjadi mencapai
846 Ha, Bogor seluas 13 Ha dan Malang seluas 5 Ha. Lalu hasil pendugaan
evapotranspirasi baik melalui penginderaan jauh dan metode panci kelas A,
menunjukkan bahwa evapotranspirasi potensial paling besar terjadi di Bogor pada
bulan Agustus sebesar 71.7 mmbln dan 155.5 mmbln.
Dengan hasil yang diperoleh pada Tabel 6, maka dapat dikatakan bahwa
hubungan antara evapotranspirasi potensial dengan pengaruh terjadinya kekeringan
memiliki keeratan yang rendah. Sehingga untuk menduga terjadinya kekeringan di
suatu tidak dapat diduga hanya dengan mengukur tingginya evapotranpirasi
potensial, tetapi diperlukan faktor – faktor lainnya, seperti sistem irigasi, jenis tanaman,
jenis tanah, kapasitas air tanah, suhu, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk daerah
Indramayu yang terkena bencana kekeringan paling luas, hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor. Seperti rendahnya curah hujan, suhu yang tinggi, dan adanya pengaruh dari
sistem irigasi. Karena kurangnya keterangan mengenai sistem irigasi di Inderamayu maka
dalam penelitian ini tidak membahas sistem irigasi secara mendalam. Dari Tabel 6 dapat
dikatakan bahwa pengaruh terjadinya kekeringan dengan evapotranspirasi
potensial tidak berkaitan secara langsung.
Tabel 6. Data CH, ETp MODIS, ETp lapang dan Luas kekeringan. Tahun Daerah Bulan
CH ETp MOD
ETp Lapang L. Kekeringan mmbln mmbln mmbln
Ha
2004 Bogor
Juni 83 56.9
119.1 0 Juli 181.5
51.9 109.6
Agustus 55.9
71.7 155.5 13
Indramayu Juni 93
47.5 111.7 0
Juli 0 45.4
103.2 10
Agustus 56.6
132.8 846 Malang
Juni 2 49.3
104.8 0
12
Juli 4 48.0
94.7 0 Agustus
62.9 132.0 5
13
5. KESIMPULAN DAN SARAN