METODOLOGI 1 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Bahan dan Alat 3 Metode Penelitian 1 Pengolahan Awal Data Satelit 2 Pengolahan Lanjutan Data Satelit

5 bahang yang dipindahkan, karena itu semakin panas udara semakin besar gradient suhu dan semakin tinggi laju penguapan. Di sisi lain, bila permukaan evaporasi yang lebih panas, akan lebih sedikit bahang terasa sensible yang diekstrak dari udara dan penguapan akan menurun. 3 Pengaruh lainnya suhu udara terhadap penguapan muncul dari kenyataan bahwa akan dibutuhkan lebih sedikit energi untuk menguapkan air yang lebih hangat. Jadi untuk masukan energi yang sama akan lebih banyak uap air yang dapat diuapkan pada air yang lebih hangat. 4 Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melalui pengaruhnya pada celah lubang stomata daun. Berkaitan dengan pengaruh suhu pada evapotranspirasi, Monteith dan Unsworth dalam Usman, 1996 menerangkan bahwa penguapan akan meningkat atau menurun dengan suhu tergantung pada nilai awalnya, apakah lebih besar atau lebih kecil dari radiasi bersih, yaitu pada apakah permukaan lebih panas atau lebih dingin dari udara.

3. METODOLOGI

3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lab Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, pada bulan Mei 2006 sampai Januari 2007.

3. 2 Bahan dan Alat

Daerah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Pulau Jawa. Dan alat yang digunakan pada penelitian ini ialah sebagai berikut : • Citra MODIS Terra Aqua Pulau Jawa hari ke 153 - 249 2004. sumber : LAPAN, NASA • Data pengukuran NDVI Pulau Jawa hari ke 153 – 249 2004. sumber : LAPAN, NASA • Data luas kekeringan daerah Bogor, Indramayu dan Malang tahun 2001 – 2004. sumber : DepTan • Data curah hujan dan suhu bulanan dari 4 stasiun meteorologi di Pulau Jawa tahun 2004 Baranangsiang – Bogor, Indramayu – Indramayu, Pujon – Malang, dan Perak 1 – Surabaya. sumber : BMG, Dept. GFM • Hardware : PC personal computer dan Printer • Software : ER Mapper, ArcView 3.3, Corel Draw 12 dan MS. Office.

3. 3 Metode Penelitian

3. 3. 1 Pengolahan Awal Data Satelit Untuk menduga kisaran suhu permukaan menggunakan data citra satelit dengan teknologi penginderaan jauh meliputi langkah–langkah sebagai berikut : Ë Koreksi Geometrik Koreksi geometrik merupakan tahapan pengolahan awal. Koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki kerusakan atau pergeseran posisi piksel dan perbedaan ukuran piksel pada citra, karena ketidaksesuaian posisi lintang dan bujur yang sebenarnya. Setelah citra terkoreksi maka dapat dilakukan croping pemotongan pada daerah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini menggunakan citra yang komposit atau bebas dari awan agar didapat nilai suhu permukaan yang baik. Ë Kalibrasi Radiometrik Kalibrasi ini dilakukan untuk mengubah nilai digital digital number piksel menjadi albedo. Dalam penelitian ini tidak dilakukan kalibrasi radiometrik karena citra MODIS yang digunakan sudah terkoreksi secara radiometrik. 3.

3. 2 Pengolahan Lanjutan Data Satelit

• Ekstraksi Suhu Permukaan Menghitung suhu permukaan hanya dilakukan pada piksel yang bebas awan. Selanjutnya, perhitungan suhu permukaan pada piksel-piksel yang bebas awan. Dapat menggunakan algorithma sebagai berikut : ε ε Δ + + − + + − + − + + = W a a W a a T T a T T a a T T lst 7 6 5 4 2 32 31 3 32 31 2 1 31 1 1 ....3 sumber : Sobrino dan El Kharraz, 2003 Keterangan : a i = koefisien untuk LST MODIS Tabel 2 W = total uap air di atmosfer 32 31 32 31 , 2 ε ε ε ε ε ε − = Δ + = Tlst = suhu permukaan 6 Tabel 2. Koefisien untuk Algorithma LST satelit MODIS Algorithma T LST1 a 1 1.02 a 2 1.79 a 3 1.2 a 4 34.83 a 5 -0.68 a 6 -73.27 a 7 -5.19 Sumber : Sobrino dan El Kharraz, 2003 Nilai suhu permukaan diambil menggunakan metode pengambilan regiondi sekitar lokasi stasiun pada citra MODIS. Hal ini dilakukan agar dapat memperoleh nilai suhu permukaan dan NDVI disekitar lokasi stasiun, agar nilainya memiliki faktor kesalahan yang kecil. • Menduga Evapotranspirasi Untuk menduga nilai ETp menggunakan teknologi penginderaan jauh terdapat beberapa metode perhitungan evapotranspirasi potensial yang di klasifikasikan dalam 5 kelas yaitu, metode radiasi, metode evaporasi, metode suhu udara, dan kombinasi Khomarudin 2003. Terdapat dua model yang biasa digunakan untuk menduga evapotranspirasi, yaitu model Thornthwaite dan model Haergreaves. Kedua model ini dapat di gunakan dengan menggunakan dua variabel iklim, suhu dan radiasi. Perbandingan evapotranspirasi dari model Haergreaves dan Thronthwaite yang ditunjukkan oleh Narongrit dan Yasuoka pada tahun 2003, menjelaskan bahwa kedua model dapat dimanfaatkan pada musim hujan hingga awal musim panas. Dalam Narongrit dan Yasuoka tahun 2003 diperoleh hasil analisis regresi yang dapat digunakan untuk menduga ET, hasil regresinya dapat ditulis seperti berikut : RS RS RS NDVI LST ET 501 . 037 . 303 . + + = .................................................................4 Model ini memiliki nilai nilai keakuratan mendekati 1 R 2 = 0.8569. Model regresi ini digunakan Narongrit dan Yasuoka untuk menduga evapotransporasi pada sebuah lahan pertanian di negara Thailand. Di dalam penelitian ini juga dilakukan perbandingkan antara data evapotranspirasi potensial ETp yang didapat menggunakan penginderaan jauh dengan data perhitungan evapotranspirasi potensial ETp yang dihitung dengan metode Panci kelas A Kp = 0.75. Untuk metode Panci kelas A, pendugaan nilai evapotranspirasi potensial ETp digunakan persamaan sebagai berikut: Eo Kp ETp ⋅ = ......................................5 Keterangan : ETp = Evapotranspirasi Kp = Koef. Panci 0.75 Eo = Evaporasi Nilai evaporasi dibangkitkan menggunakan software Climatic Generator 2.0 dengan input berupa data rata – rata curah hujan bulanan tahun 2004. • Hubungan Kekeringan dengan Evapotranspirasi Evapotranspirasi sangat dipengaruhi oleh suhu permukaan darat LST, jadi meningkatnya suhu yang disebabkan oleh pemanasan global dapat mempengaruhi nilai ET Narongrit dan Yasuoka 2003. Fitter dan Hay 1991 dalam Turyanti, 1995 menyatakan bahwa laju pertumbuhan sel tanaman dan effisiensinya akan maksimum jika turgor maksimum. Tekanan turgor itu sendiri ditentukan oleh masuknya air kedalam sel tanaman. Masuknya air kedalam sel tanaman melalui perakaran ditentukan oleh laju evapotranspirasi. Sehingga pada musim kemarau tumbuhan layu karena laju evapotranspirasi potensial meningkat sedangkan ketersediaan air menurun. Untuk mengidentifikasi potensi kekeringan dilakukan evaluasi antara data hasil pendugaan menggunakan penginderaan jauh dengan data yang diperoleh dari stasiun-stasiun cuaca di sekitar pulau Jawa. 7 Gambar 2. Diagram alir penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN