Perubahan Histopatologi Organ Insang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perubahan Histopatologi Organ Insang

Pada insang ikan mas yang diteliti ditemukan beberapa kejadian patologis seperti hiperplasia sel epitel lamela sekunder, perdarahan, pembendungan dan telangiektasis. Beberapa parasit cacing dan diduga tahap perkembambangan protozoa juga ditemukan pada insang yang diteliti. Eosinofil yang ditemukan menjadi indikasi adanya infeksi parasit Grafik 1. 2 4 6 8 10 12 14 Telangiektasis Pembendungan lamela primer Perdarahan parasit cacing Protozoa Eosinofil Hiperplasia dan fusi lamela J e ni s pe ruba ha n Jumlah ikan yang insangnya mengalami perubahan Grafik 1 Perubahan yang terjadi pada insang Nabib dan Pasaribu 1989 menyampaikan bahwa lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terpapar penyakit. Insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air serta pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat sangat mengganggu pengaturan osmose dan kesulitan pernafasan. Beberapa kejadian patologis yang banyak ditemukan pada pengamatan histopatologi insang ikan yaitu penebalan lamela primer Gambar 2. Penebalan ini membuat lamela primer tampak seperti pemukul base ball. Beberapa kausa yang menyebabkan penebalan lamela primer antara lain trauma fisik, parasit dan zat kimia. 29 A B Gambar 2 Penebalan lamela primer Panah A. Pembendungan Panah B. Perdarahan, proliferasi sel lamela sekunder dan fusi lamela sekunder Kepala panah B. Pewarnaan HE. Bar A 100 μm; B 60μm. Proliferasi sel-sel lamela yang terjadi merupakan respon dari infeksi yang lama maupun cepat. Penambahan jumlah sel menyebabkan lapisan epitel lamela sekunder yang hanya satu lapis menjadi tampak berlapis-lapis Gambar 2. Hiperplasia sel dapat pula terjadi bersamaan dengan peningkatan sel-sel penghasil mukus yang berfungsi melapisi permukaan insang. Pada keadaan normal mukus yang dihasilkan berupa glikoprotein basa yang berfungsi sebagai pelindung pertama, dengan adanya gangguan berupa parasit maka terjadi proliferasi sel-sel penghasil mukus sebagai bentuk reaksi pertahanan. Bentuk tidak normal dari sel- sel lamela ini juga dapat terjadi akibat reaksi terhadap gangguan kimia misalnya perubahan pH yang menjadi lebih asam di kolam yang perairannya tidak bersirkulasi dengan baik sehingga terjadi penumpukan gas karbondioksida CO 2 , amonia NH 3 dan zat-zat atau gas lain sisa metabolisme ikan itu sendiri. Selain bersumber dari hasil metabolisme ikan cemaran pada air juga dapat berasal dari lingkungan perairan seperti sampah atau buangan industri. Hal ini yang menjadi dasar atau alasan pentingnya memperhatikan sirkulasi dan kebersihan air kolam pada budidaya ikan air tawar. 30 A B Gambar 3 Insang normal A. Pembendungan lamela primer Panah B. Edema Kepala panah B. Pewarnaan HE. Bar A 100 μm; B 100μm. Pembuluh darah di tengah-tengah lamela primer mengalami pembendungan Gambar 3. Terlihat adanya penumpukan sel-sel darah merah yang sangat padat pada pembuluh darah tersebut. Hal ini menunjukkan kondisi tidak normal dari insang ikan tersebut. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada pembuluh darah, antara lain adalah trauma fisik, adanya parasit atau gangguan sistem peredaran darahnya. Terhambatnya aliran darah ini memungkinkan terjadinya edema di sekitar pembuluh darah yang terlihat dari perluasan jaringan antara pembuluh darah dengan lapisan epitel lamela primer gambar 3. Hoole et al. 2001 mengatakan bahwa kondisi seperti hiperplasia sel-sel epitel, peningkatan sel-sel penghasil mukus, pembendungan, edema dan infiltrasi sel-sel radang akan mengurangi efisiensi difusi gas dan dapat berakibat fatal atau kematian. Difusi gas terganggu karena luas permukaan serap pada lamela sekunder insang menyempit. Kejadian fatal dapat terjadi apabila proliferasi sel-sel lamela sekunder telah bersifat kronis sehingga hampir semua lamelanya mengalami fusi. 31 B A Gambar 4 Fusi lamela sekunder dengan infiltrasi sel radang Kepala panah A. Pembendungan lamela sekunder Panah B. Pewarnaan HE. Bar A 60 μm; B 40μm. Telangiektasis Gambar 4 merupakan kejadian pembendungan lamela sekunder dan terjadi pembesaran ujung lamela sekunder yang tampak seperti gelembung balon. Kejadian ini khas pada insang ikan yang berada pada kualitas air yang buruk, ada serangan parasit, penumpukan sisa metabolisme dan polutan kimia Robert 2001. Telangietasis ini berakibat langsung pada terganggunya difusi gas dan dapat berakibat lebih fatal pada kondisi lingkungan bertemperatur di atas normal, oksigen terlarut lebih rendah dan kebutuhan akan oksigen metabolik lebih tinggi dari keadaan normal. Telangiektasis lamela insang terjadi karena pemaparan NH 3 , kerusakan mekanis, cemaran bahan toksik, virus, bakteri, parasit dan defisiensi nutrisi Plumb 1994. Selain itu terlihat pula proliferasi lamela sekunder, fusi lamela sekunder dan beberapa sel radang Gambar 4 32 A B Gambar 5 Hiperplasia dan fusi lamela sekunder Panah A. Edema epitel lamela sekunder Kepala panah A. Organisme seperti trophont protozoa di antara lamela sekunder Lingkaran A. Sel radang eosinofil Panah B. Pewarnaan HE. Bar A 40 μm; B 20μm. Trichodina sp merupakan salah satu protozoa kecil 20-100 μm sebagian besar hidup di insang di bagian ujung lamela sekunder Basson dan Van 1989. Spora atau bentuk lain dari tahap perkembangan ciliata berada di dalam lamela insang Rowland et al. 1991. Infestasi protozoa dalam insang meyebabkan reaksi yang beragam tergantung jumlah protozoa, kondisi fisiologis ikan dan lingkungan ikan. Secara umum protozoa pada insang akan menyebabkan hiperplasia epitel, proliferasi sel penghasil mukus, nekrosa epitel lamela, deplesi sel mukus dan deskuamasi Paperna 1996. Beberapa protozoa menghasilkan cytotoxin dan enzim proteolitik yang bisa menyebabkan spongiosis, proliferasi dan perubahan lapisan epitel Robertson et al. 1981. Protozoa dinoflagelata genus Piscinoodinum merupakan parasit umum yang menyerang ikan laut atau air tawar di daerah tropis dan subtropis. Jenis ini di Malaysia menyebar dari budidaya ikan hias menyerang ikan mas liar dan ikan konsumsi serta menyebabkan kematian pada Puntius gonionotus Shaharom- Harrison et al. 1990. Trophont Gambar 5 merupakan salah satu tahap perkembangan protozoa ini akan menembus epitel lamela dengan rhizoid yang transparan. Secara histopatologi parasit ini akan menyebabkan hiperplasia epitel, 33 fusi lamela sekunder, deskuamasi sel epitel lamela sekunder, edema lamela dan infiltrasi sel radang Gambar 5. Protozoa yang menembus sel epitel ini akan dilokalisir oleh hiperplasia sel-sel epitel lamela sekunder, setelah itu akan ada infiltrasi sel-sel eosinofil sebagai reaksi pertahanan tubuh ikan itu sendiri gambar 5. Pengangkatan epitel lamela deskuamasi terjadi karena adanya penyumbatan aliran ekstraseluler karena terjadi edema yang dimungkinkan karena terjadi gangguan sirkulasi darah karena hiperplasi epitel. Hiperplasia selain akan menekan kapiler pembuluh darah juga memerlukan peningkatan suplai darah ke jaringan yang baru terbentuk. A C D B D Gambar 6 Beberapa parasit cacing Kepala panah A. Edema dan desquamasi epitel lamela sekunder Kepala panah B. Fusi lamela sekunder Panah C. Hiperplasia epitel lamela dan hiperplasia sel goblet insang Kepala panah D. Pewarnaan HE. Bar A 200 μm; B 40μm; C 60μm; D 40 μm 34 Trematoda monogenea merupakan kelompok cacing yang sering menginfeksi insang dan kulit ikan sehingga menyebabkan gangguan pernafasan atau penurunan kualitas otot. Beberapa monogenea spesifik terhadap jenis ikan dan habitat tertentu. Gyrodactylus lebih patogen terhadap ikan yang lebih muda dan di kolam budidaya daripada di habitat alami. Perubahan patologi insang yang paling banyak disebabkan oleh cacing ini adalah hiperplasia Paperna 1996. Ikan yang terinfeksi Gyrodactylus akan menjadi pucat, selain itu terjadi peningkatan sekresi mukus dan proliferasi sel epitel Kabata 1985. Sebagian besar Dactylogyrus ikan Carp menyebabkan kerusakan selular yang terbatas pada filamen basalis Sarig 1971. Infeksi cacing juga menyebabkan deskuamasi lamela sekunder insang, kongesti pembuluh darah yang berdekatan dan peningkatan sel- sel eosinofil. Infeksi cacing pada kulit kadang-kadang menimbulkan luka yang dapat diikuti infeksi sekunder oleh bakteri atau agen lain. Dua jenis cacing monogenea yang sering menginfeksi ikan yaitu genus Gyrodactylus dan Dactylogyrus. Gyrodactylus berhabitat di kulit dan insang, berbentuk seperti daun, tanpa bintik mata, ujung kepala seperti huruf V serta memiliki organ untuk menempel opisthohaptor dengan dua anchor kait seperti jangkar. Setiap anchor memiliki rata-rata 16 kait kecil. Cacing dewasa bersifat vivipar, yaitu melepaskan larva yang berbentuk seperti cacing dewasa. Larva ini akan menempel pada insang atau kulit ikan. Cacing dewasa Dactylogyrus memiliki dua atau empat bintik mata dan memiliki alat menempel yang berbentuk jangkar opisthohaptor. Dactylogyrus bersifat ovipar sehingga cacing dewasa akan melepaskan telur yang menetas menjadi larva. Telur akan menetas setelah 2- 6 hari pada suhu 20-18 o C, larva yang keluar akan menempel pada insang dan menstimulasi sekresi mukus ikan Shaharom-Harrison 1986. Larva Dactylogyrus memiliki bulu getar sebagai alat gerak di air untuk menuju inang ikan. Sebagian besar Dactylogyrus merupakan ektoparasit pada insang dan hanya sedikit yang parasit pada kulit sebaliknya Gyrodactylus lebih banyak menyerang kulit dari pada insang Ergens 1988 dalam Paperna 1996. 35 Tabel 1 Jumlah rata-rata sel goblet per lima lamela sekunder. Sampel Rata-rata jumlah sel Goblet per lima lamela sekunder insang 1 10 2 13 3 32 4 22 5 11 6 15 7 16 8 24 9 33 10 30 11 44 12 75 13 24 14 26 15 28 16 30 17 26 18 39 Rata-rata 27,6667±15,8395 Tabel 1 menunjukan jumlah rata-rata sel goblet setiap lima lamela sekunder insang. Secara umum proliferasi sel goblet insang tidak menunjukkan angka yang tinggi, tetapi pada beberapa insang yang terinfeksi cacing dapat di lihat bahwa sel gobletnya mengalami pertambahan jumlah.

4.2 Perubahan Histopatologi Organ Otot