4.3 Estimasi Hubungan antara TPW
dengan Curah Hujan Berdasarkan
hasil perhitungan,
didapatkan bahwa tidak setiap waktu nilai TPW dapat diturunkan sebagai hujan
berapapun nilainya baik besar maupun kecil. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan
pada daerah Padang,
Gambar 19 TPW dan curah hujan bulan Juni 2007 di daerah Padang.
Gambar 20 TPW dan curah hujan bulan Desember 2007 di daerah
Padang.
Secara umum, jumlah TPW baik pada bulan Desember maupun Juni relatif konstan
yaitu sekitar 60 mm dengan nilai rata-rata tahunan sebesar 50.55 mm, namun nilai uap
air yang diturunkan sebagai hujan lebih besar terjadi pada bulan Desember. Hal
tersebut dipengaruhi faktor-faktor lain yang tergantung kondisi lokal.
Sedangkan untuk daerah Biak, terjadi juga hal yang serupa yaitu nilai TPW yang
relatif konstan pada periode yang sama. Namun nilainya lebih kecil 10 mm
dibandingkan daerah Padang pada bulan Desember dan Juni dengan rata-rata tahunan
sebesar 39.6 mm. Gambar 21 TPW dan curah hujan bulan
Juni 2007 di daerah Biak.
Gambar 22 TPW dan curah hujan bulan
Desember 2007 di daerah Biak.
Pada daerah Padang, hujan yang terjadi relatif tidak kontinu namun setiap kejadian
hujan, intensitasnya dinilai cukup besar. Jumlah
TPW kumulatif
pada bulan
Desember adalah 1478,79 mm dan yang diturunkan sebagai hujan adalah 461.4 mm.
Sedangkan pada bulan Juni kumulatif nilai TPW adalah 1513,35 dengan jumlah hujan
283.
Di daerah Biak jumlah kumulatif TPW lebih kecil dibandingkan dengan daerah
Padang, yaitu 1075,73 mm di bulan Desember dan 1209,98 mm di bulan Juni.
Jumlah kumulatif yang diturunkan sebagai hujan untuk bulan Juni dan Desember relatif
sama dan kontinu yaitu 229.6 dan 229.95 mm.
Analisis statistik dilakukan dengan tujuan untuk mengestimasi hubungan antara
nilai TPW dan curah hujan. Metode yang digunakan adalah analisis cross-correlation
korelasi silang. Keterkaitan diantara kedua variabel itu dapat terlihat pada grafik yang
menggambarkan keduanya.
Estimasi hubungan antara TPW dan curah hujan dilakukan pada kedua daerah
kajian yaitu daerah Padang dan Biak. Pada daerah Padang, pengambilan data dilakukan
selama 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008 untuk kedua variabel. Hasil
yang didapatkan adalah sebagai berikut.
7 6
5 4
3 2
1 -1
-2 -3
-4 -5
-6 -7
Lag Number
1.0 0.5
0.0 -0.5
-1.0
C C
F
Lower Confidence Limit
Upper Confidence Limit Coefficient
Korelasi TPW dan Curah Hujan Daerah Padang
Gambar 23 Korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Padang pada
periode 1
November 2007
sampai dengan 29 Februari 2008. Tabel 1 Nilai korelasi silang TPW dengan
curah hujan daerah Padang pada periode November 2007-Februari
2008
Lag Cross
Correlation Std.Errora
-7 -.031
.106 -6
-.098 .105
-5 -.026
.105 -4
.117 .104
-3 .067
.104 -2
.015 .103
-1 .103
.103 .053
.102 1
-.260 .103
2 -.294
.103 3
.036 .104
4 .070
.104 5
.011 .105
6 -.016
.105 7
.058 .106
Korelasi silang
dilakukan dengan
jumlah data sebanyak 121 data n=121 maka selang kepercayaan adalah
5 .
2 n
yaitu sebesar -0.182 sampai dengan 0.182. dapat
dilihat dari grafik nilai korelasi silang, tidak semua nilai berada pada selang kepercayaan.
Pada lag 1 melebihi selang kepercayaan yaitu -0.260 dan pada lag 2 yaitu -0.294
maka berarti terjadi korelasi positif antara nilai TPW dan curah hujan pada daerah
Padang diantara 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari 2008. Sehingga apabila
terjadi kenaikan TPW, nilai curah hujan juga akan meningkat. TPW akan terbentuk
sebagai hujan dengan jeda waktu time lag sebesar satu hari.
Pada daerah Biak juga dilakukan analisis statistik antara TPW dan curah
hujan pada periode yang sama yaitu 1 November 2007 sampai dengan 29 Februari
2008. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut,
7 6
5 4
3 2
1 -1
-2 -3
-4 -5
-6 -7
Lag Number
1.0 0.5
0.0 -0.5
-1.0
C C
F
Lower Confidence Limit
Upper Confidence Limit Coefficient
Korelasi TPW dan Curah Hujan di Daerah Biak
Gambar 24 Korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Biak pada
periode November 2007-Februari 2008.
Tabel 2 Nilai korelasi silang TPW dengan curah hujan daerah Biak pada
periode November 2007-Februari 2008
Lag Cross
Correlation Std.Errora
-7 .136
.115 -6
.126 .114
-5 .182
.113 -4
.105 .113
-3 .030
.112 -2
.118 .111
-1 .162
.110 .219
.110 1
.252 .110
2 .089
.111 3
-.113 .112
4 .053
.113 5
.165 .113
6 .046
.114 7
-.004 .115
Berdasarakan hasil korelasi silang, dengan data yang diuji sebanyak 121 data
n=121 maka nilai selang kepercayaan
adalah
5 .
2 n
yaitu sebesar -0.182 sampai dengan 0.182. Dari grafik korelasi silang di
atas, maka dapat dilihat bahwa pada lag 1 dan lag 0 dengan nilai korelasi sebesar 0.252
dan 0.219
melebihi batas
selang kepercayaan. Sedangkan data yang lainnya
nilai korelasinya masih berada pada selang kepercayaan. Hal tersebut menggambarkan
bahwa antara kedua variabel yaitu TPW dan curah hujan masih memiliki korelasi silang
seperti halnya pada daerah Padang. Lag Time
terbentuknya hujan pada daerah Biak juga sebesar satu hari. Nilai korelasi yang
kecil menunjukkan
hubungan diantara
keduanya lemah. Hal tersebut disebabkan nilai TPW merupakan nilai gabungan semua
dari produk presipitasi tidak hanya curah hujan tetapi juga embun dan virga.
Sehingga
kandungan uap
air tidak
menggambarkan secara langsung jumlah curah hujan di permukaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengukuran radiosonde,
besarnya TPW
Total Precipitable Water
pada daerah Padang dan Biak relatif konstan sepanjang
tahun dengan rata-rata pada daerah Padang yaitu 50.5 mm dan pada daerah
Biak yaitu 39.6 mm
Pada kedua daerah Nilai Brunt Väisälä frequency square N
2
pada permukaan relatif konstan di bulan Desember
sehingga pengangkatan massa udara bisa terjadi lebih intensif dan peluang
pembentukan awan hujan lebih besar. Sedangkan pada bulan Juni terjadi hal
yang sebaliknya,N
2
pada permukaan cenderung
berubah-ubah, sehingga
proses pengangkatan
massa udara
kurang intensif. Osilasi TPW pada daerah padang terjadi
sekita 60 harian dan daerah Biak sekitar 90 harian.
Hasil analisis statistik antara TPW dan curah hujan daerah Padang dan Biak
menunjukkan korelasi silang diantara keduanya sehingga kedua variabel ini
saling
berpengaruh dengan
nilai maksimum 0.294 dan selang waktu lag
time adalah 1 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens C. D. 2007. Meteorology Today : An Introduction to Weather, Climate, and
the Environment. Eight ed . Canada :
Thomson BrooksCole. Arya, S. P. 1999. Air Pollution
Meteorology and Dispertion . New York
: Oxford University Press. Donn, W. L. 1975. Meteorology. New
York : Mc. Graw Hill, Inc. Juaeni, Ina. 1988. Air Terkandung dan
Hubungannya dengan Titik Embun Permukaan, Awan dan Hujan. Skripsi.
Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA – ITB. Bandung.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya
Haryanto, U.
1998. Pengaruh
Kecenderungan perubahan
Indeks Osilasi pada Curah Hujan DAS Citarum.
Jurnal IPTEK Iklim dan Cuaca. No.02. Tahun 02. 1998.
Mc.Ilveen. 1986. Basic Meteorology a Physical Outline
. England : Van Nostrand Reinhold UK Co.Ltd.
[OFCM] Ofice of the Federal Coordinator for
Meteorological Services
and Supporting Research. 1997. Federal
Meteorological Handbook
No.3 .
Washington DC
: OFCM.
http:www.ofcm.govfmh3pdf12-app- d.pdf . [16 Juni 2008]
Riegel, C.A. 1992. Fundamental of atmospheric
Dynamics and
Thermodynamics. Singapore : World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Sandy, I. M. 1987. Iklim Regional
Indonesia. Jakarta: Jurusan Geografi FMIPA. UI.
Stull R . 2004. Meteorology For Scoentis And Engineers
. United states : BrooksCole Thomson Learning.
Viswanadham, Y. 1981. The Relationship Between Total Precipitable Water and
Surface Dew Poin. Jour.of App Met. Vol. 20 No.1. p:5-12
Weisner, C.J. 1970. Hydrometeorology. Australia :School of Civil Engineering.
University of New South Wales. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi.
Bandung: ITB. Renggono, Findy. 2000. Awan Hujan di
Serpong Pengamatan dengan Boundary Layer Radar. Jurnal Sains dan
Teknologi Modifikasi Cuaca Vol.1, No.1, Juni 2000.
Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi
. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Trewartha, G.T., dan L.H. Horn. 1980. An Introduction to Climate, 5
th
ed.,. New York
:Mc-Grawl_Hill. International
Company. Wahab, F. M. A. 2005. Estimasi Total
Precipitable Water
Berdasarkan Analisis Data Radio Acoustic Sounding
System RASS Di Atas Kototabang
Sumatera Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas
Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor. Wyoming University. 2008. Upper air
Data. http:weather.uwyo.edu upperair seasia.html. [1 Maret 2008].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Curah Hujan Bulanan di Daerah Padang dan Biak Bulan Maret 2007-Februari 2008
Lampiran 2 Pola Angin dan Curah Hujan Bulan Juni 2007 dan Desember 2007 di Wilayah
Indonesia
Lampiran 3 Curah Hujan Harian Bulan Desember dan Juni 2007
Lampiran 4 Profil Vertikal N
2
di Daerah Padang
Lampiran 5 Profil Vertikal N
2
di Daerah Biak
Lampiran 6 Profil Vertikal RH di Daerah Padang
Lampiran 7 Profil Vertikal RH di Daerah Biak
Lampiran 8 Profil Vertikal N
2
Pada Ketinggian 15-18 km di Daerah Padang dan Biak
Lampiran 9 Data TPW di Daerah Padang Tanggal
Bulan TPW
1 mar
- 2
mar 52.7979
3 mar
43.1736 4
mar 53.8182
5 mar
54.6855 6
mar 44.8844
7 mar
51.3806 8
mar 45.3953
9 mar
48.143 10
mar 51.0905
11 mar
27.7812 12
mar -
13 mar
52.7032 14
mar 57.8583
15 mar
43.593 16
mar 54.7877
17 mar
49.8225 18
mar 48.8264
19 mar
54.9933 20
mar 53.1409
21 mar
56.811 22
mar 50.4132
23 mar
- 24
mar 55.5028
25 mar
- 26
mar 37.4052
27 mar
58.9246 28
mar 49.9643
29 mar
48.7852 30
mar 51.1657
31 mar
53.7655 1
apr 57.2435
2 apr
53.0485 3
apr 58.4889
4 apr
8.1094 5
apr 54.1353
6 apr
54.5679 7
apr 50.5639
8 apr
52.0883 9
apr 45.922
10 apr
53.6373 11
apr 57.6679
12 apr
51.3262 13
apr 55.2859
14 apr
37.8702 15
apr 55.9929
16 apr
58.9655 17
apr 50.3693
18 apr
49.9397 19
apr 44.9343
20 apr
- 21
apr 55.2216
22 apr
48.3938 23
apr 41.8476
24 apr
- 25
apr 11.3189
26 apr
42.0736 27
apr -
28 apr
- 29
apr 49.4988
30 apr
58.0536 1
mei 63.5286
2 mei
35.6112 3
mei -
4 mei
- 5
mei -
6 mei
53.7758 7
mei 55.4783
8 mei
52.24 9
mei 16.0821
10 mei
41.4428 11
mei 54.9322
12 mei
57.0824
13 mei
55.5835 14
mei 57.7097
15 mei
54.6458 16
mei 51.3819
17 mei
51.5584 18
mei 53.6477
19 mei
50.0194 20
mei 45.4804
21 mei
62.8989 22
mei 50.7525
23 mei
53.3732 24
mei -
25 mei
52.9934 26
mei 53.4666
27 mei
46.971 28
mei 52.3773
29 mei
52.3957 30
mei 56.546
31 mei
52.4028 1
juni 55.4355
2 juni
58.9404 3
juni 48.6583
4 juni
52.137 5
juni 97.5094
6 juni
36.2773 7
juni 56.4652
8 juni
55.7382 9
juni 50.0312
10 juni
55.3121 11
juni 53.6621
12 juni
54.0773 13
juni 55.6218
14 juni
56.45 15
juni 57.9762
16 juni
57.244 17
juni -
18 juni
53.4688 19
juni 55.1886
20 juni
49.0546 21
juni 22.597
22 juni
56.9154 23
juni 59.6597
24 juni
70.3847 25
juni 54.968
26 juni
45.2167 27
juni 45.655
28 juni
14.3291 29
juni 84.38
30 juni
- 1
jul 45.8948
2 jul
46.2952 3
jul 28.2737
4 jul
45.7791 5
jul 47.9914
6 jul
49.0976 7
jul 45.355
8 jul
54.4679 9
jul 51.2922
10 jul
50.8992 11
jul -
12 jul
48.171 13
jul 49.7003
14 jul
47.291 15
jul 46.1314
16 jul
- 17
jul 45.9797
18 jul
48.8842 19
jul 55.9476
20 jul
48.2296 21
jul 54.581
22 jul
52.449 23
jul 49.9677
24 jul
52.386 25
jul 51.4694
26 jul
47.8566 27
jul 38.1065
28 jul
53.5191 29
jul 53.308
30 jul
45.3417 31
jul 48.5989
1 agst
46.1225 2
agst 47.7427
3 agst
46.9878 4
agst 27.11
5 agst
49.384 6
agst 46.996
7 agst
50.0346 8
agst 59.5633
9 agst
47.8898 10
agst -
11 agst
46.7385 12
agst 30.37
13 agst
46.2611 14
agst 79.96
15 agst
45.0399 16
agst 48.6274
17 agst
56.4651 18
agst 56.2235
19 agst
50.9229 20
agst 48.9514
21 agst
38.5472 22
agst 51.461
23 agst
44.8064 24
agst 34.89
25 agst
49.44 26
agst 35.77
27 agst
43.58 28
agst 42.95
29 agst
45.8607 30
agst 51.3827
31 agst
41.26 1
sept 46.629
2 sept
47.9359 3
sept 50.4856
4 sept
48.455 5
sept 48.0706
6 sept
57.4763 7
sept 56.2724
8 sept
- 9
sept 50.0386
10 sept
48.4329 11
sept 51.1533
12 sept
48.752 13
sept 50.3214
14 sept
51.1595 15
sept 55.513
16 sept
37.6163 17
sept 37.6163
18 sept
43.745 19
sept 49.4471
20 sept
52.9539 21
sept 52.1669
22 sept
53.3213 23
sept 29.7184
24 sept
54.5844 25
sept 52.322
26 sept
56.0024 27
sept 52.9804
28 sept
49.61 29
sept 42.0085
30 sept
51.0063 1
oct -
2 oct
59.7947 3
oct 47.5478
4 oct
51.0315 5
oct 46.0714
6 oct
48.6802 7
oct 52.3642
8 oct
49.5391 9
oct 50.4296
10 oct
- 11
oct 55.7687
12 oct
50.7259 13
oct 56.6091
14 oct
53.0711 15
oct 48.8089
16 oct
52.5446 17
oct 50.1148
18 oct
53.8141 19
oct 50.74
20 oct
52.832 21
oct 54.6684
22 oct
163.9398 23
oct 42.7696
24 oct
51.0863 25
oct 48.1582
26 oct
51.0511 27
oct 56.0641
28 oct
56.8353 29
oct 59.1033
30 oct
- 31
oct 51.8284
1 nov
53.9092 2
nov 52.1133
3 nov
- 4
nov 49.8762
5 nov
55.3938 6
nov 56.1061
7 nov
52.0804 8
nov 53.6327
9 nov
55.9925 10
nov -
11 nov
53.7861 12
nov -
13 nov
43.94 14
nov 50.4733
15 nov
50.5279 16
nov 47.117
17 nov
53.9894 18
nov 48.2525
19 nov
48.9433 20
nov 53.2565
21 nov
47.5152 22
nov 47.1107
23 nov
44.0867 24
nov 57.6834
25 nov
- 26
nov 52.6874
27 nov
51.9617 28
nov 53.4164
29 nov
51.8065 30
nov 49.9333
1 des
59.2968 2
des 57.8953
3 des
42.5048 4
des 30.2445
5 des
39.8605 6
des 53.4575
7 des
55.0043 8
des 61.3291
9 des
57.2648 10
des 50.2026
11 des
53.6966 12
des 46.5323
13 des
59.154 14
des 52.2758
15 des
50.0968 16
des 58.0542
17 des
53.1313 18
des 55.4869
19 des
40.1208 20
des 50.3048
21 des
49.0894 22
des 43.8738
23 des
- 24
des -
25 des
54.8378 26
des 54.2872
27 des
51.7911 28
des 49.8369
29 des
54.0273 30
des 49.1437
31 des
45.9857 1
jan 49.1364
2 jan
48.7251 3
jan 44.5512
4 jan
- 5
jan 49.6024
6 jan
50.5076 7
jan 52.2559
8 jan
51.8835 9
jan 51.884
10 jan
56.2156 11
jan 48.1992
12 jan
52.7561 13
jan 49.438
14 jan
51.7583 15
jan 53.845
16 jan
54.1757 17
jan 43.8733
18 jan
52.6092 19
jan 50.9718
20 jan
50.1822 21
jan 54.5336
22 jan
52.9018 23
jan 54.3105
24 jan
51.135 25
jan 53.3188
26 jan
51.9634 27
jan 52.6467
28 jan
55.7729 29
jan 57.4615
30 jan
56.3052 31
jan 56.2145
1 feb
54.8742 2
feb 48.6873
3 feb
52.4116 4
feb 51.9439
5 feb
45.9169 6
feb 52.2179
7 feb
48.9608 8
feb 51.3522
9 feb
43.5743 10
feb 43.9861
11 feb
57.8967 12
feb 51.7436
13 feb
45.3571 14
feb 49.6707
15 feb
52.6634 16
feb 50.4125
17 feb
55.0421 18
feb 51.5497
19 feb
49.5229 20
feb 52.4026
21 feb
49.0713 22
feb 53.5679
23 feb
57.9102 24
feb 49.9246
25 feb
50.6549 26
feb 59.8254
27 feb
54.8226 28
feb 48.7366
29 feb
53.0916
Lampiran 10 Data TPW di Daerah Biak
Tanggal Bulan
TPW 1
mar 41.9208
2 mar
46.7227 3
mar 54.7291
4 mar
51.2736 5
mar 44.1696
6 mar
48.797 7
mar 52.3463
8 mar
- 9
mar -
10 mar
- 11
mar -
12 mar
- 13
mar 53.2109
14 mar
43.0618 15
mar 54.6987
16 mar
49.3544 17
mar 50.0555
18 mar
47.6347 19
mar 40.3353
20 mar
49.5376 21
mar 54.2675
22 mar
45.9775 23
mar -
24 mar
57.3919 25
mar 62.9125
26 mar
47.5116 27
mar 48.9974
28 mar
- 29
mar 50.1202
30 mar
59.8429 31
mar 49.5986
1 apr
- 2
apr 50.4861
3 apr
- 4
apr -
5 apr
57.2687 6
apr 49.0452
7 apr
- 8
apr 49.3073
9 apr
49.2595 10
apr 44.8328
11 apr
39.7536 12
apr 59.3011
13 apr
47.0791 14
apr 49.6551
15 apr
45.0743 16
apr 70.7775
17 apr
50.2119 18
apr 52.4818
19 apr
51.875 20
apr 45.3878
21 apr
45.5793 22
apr 48.696
23 apr
- 24
apr 54.5988
25 apr
32.4474 26
apr -
27 apr
56.7274 28
apr 45.9692
29 apr
- 30
apr 50.47
1 mei
51.9892 2
mei 52.7327
3 mei
56.2303 4
mei 40.6242
5 mei
51.4211 6
mei 57.5494
7 mei
52.9382 8
mei 66.6441
9 mei
47.0895 10
mei -
11 mei
61.0967 12
mei 54.2088
13 mei
41.4399 14
mei 40.0473
15 mei
45.4355 16
mei 39.1058
17 mei
46.2614 18
mei 45.8968
19 mei
- 20
mei 63.9809
21 mei
49.0137 22
mei 47.6758
23 mei
55.3693 24
mei 45.4122
25 mei
48.6049 26
mei 32.053
27 mei
41.689 28
mei 42.3182
29 mei
- 30
mei 44.3493
31 mei
- 1
juni 53.4939
2 juni
50.8339 3
juni 51.2165
4 juni
47.5337 5
juni 44.286
6 juni
45.7507 7
juni 45.797
8 juni
45.7712 9
juni 48.9169
10 juni
48.9797 11
juni -
12 juni
50.3606 13
juni 53.3255
14 juni
56.1354 15
juni -
16 juni
- 17
juni -
18 juni
42.4041 19
juni 52.4062
20 juni
66.3678 21
juni 50.8936
22 juni
48.248 23
juni 54.4154
24 juni
39.362 25
juni 62.3099
26 juni
46.4244 27
juni -
28 juni
- 29
juni 49.9967
30 juni
54.7457 1
jul 58.4504
2 jul
49.4398 3
jul 59.7803
4 jul
46.1479 5
jul 42.6666
6 jul
36.7301 7
jul 46.9709
8 jul
40.6156 9
jul 38.5789
10 jul
52.2337 11
jul 42.6675
12 jul
41.6613 13
jul 47.753
14 jul
48.3726 15
jul -
16 jul
- 17
jul -
18 jul
45.311 19
jul 52.8025
20 jul
49.2775 21
jul -
22 jul
158.6045 23
jul 46.4721
24 jul
50.1072 25
jul 51.6231
26 jul
46.0734 27
jul 44.1416
28 jul
51.7569 29
jul 46.0197
30 jul
- 31
jul 50.1745
1 agst
45.7625 2
agst 47.4849
3 agst
49.4692 4
agst 38.9928
5 agst
52.0908 6
agst 44.4681
7 agst
51.1421 8
agst 48.7507
9 agst
43.6323 10
agst 43.7352
11 agst
44.572 12
agst 44.4321
13 agst
46.6267 14
agst 43.8751
15 agst
51.6832 16
agst 37.4517
17 agst
39.0651 18
agst -
19 agst
48.5464 20
agst 47.2129
21 agst
44.9143 22
agst 40.999
23 agst
40.6691 24
agst 45.2166
25 agst
44.1211 26
agst -
27 agst
- 28
agst -
29 agst
- 30
agst -
31 agst
- 1
sept -
2 sept
- 3
sept -
4 sept
- 5
sept -
6 sept
- 7
sept -
8 sept
- 9
sept -
10 sept
- 11
sept 53.4115
12 sept
46.0041 13
sept 27.8636
14 sept
50.1562 15
sept 47.5318
16 sept
- 17
sept -
18 sept
- 19
sept -
20 sept
- 21
sept -
22 sept
- 23
sept -
24 sept
- 25
sept -
26 sept
48.1772 27
sept -
28 sept
- 29
sept -
30 sept
- 1
oct -
2 oct
- 3
oct -
4 oct
- 5
oct -
6 oct
- 7
oct -
8 oct
- 9
oct -
10 oct
- 11
oct -
12 oct
- 13
oct -
14 oct
- 15
oct -
16 oct
- 17
oct -
18 oct
- 19
oct 67.1359
20 oct
59.6654 21
oct 50.9872
22 oct
52.3602 23
oct 64.7605
24 oct
47.7646 25
oct 51.2374
26 oct
49.1887 27
oct 47.2266
28 oct
37.2523 29
oct 54.2547
30 oct
41.4827 31
oct 52.5548
1 nov
50.7096 2
nov 45.6474
3 nov
- 4
nov 60.7141
5 nov
25.5229 6
nov 47.6437
7 nov
- 8
nov 56.364
9 nov
- 10
nov -
11 nov
49.4839 12
nov -
13 nov
51.2759 14
nov 53.3429
15 nov
53.5384 16
nov 50.2283
17 nov
- 18
nov 45.0749
19 nov
48.1265 20
nov -
21 nov
58.0224 22
nov 51.626
23 nov
50.5541 24
nov -
25 nov
- 26
nov -
27 nov
- 28
nov -
29 nov
- 30
nov -
1 des
- 2
des -
3 des
- 4
des -
5 des
50.875 6
des 66.0239
7 des
44.0317 8
des 56.0631
9 des
- 10
des 48.6845
11 des
43.3446 12
des -
13 des
41.2039 14
des 53.5988
15 des
63.3045 16
des 43.9375
17 des
47.6175 18
des -
19 des
- 20
des 40.2472
21 des
57.3733 22
des 51.342
23 des
- 24
des 50.5022
25 des
56.2423 26
des 50.5496
27 des
52.6063 28
des 51.819
29 des
55.6474 30
des 50.7157
31 des
- 1
jan 193.153
2 jan
55.174 3
jan 49.8252
4 jan
57.0588 5
jan 57.5946
6 jan
48.6358 7
jan 53.2115
8 jan
52.4096 9
jan 72.3411
10 jan
- 11
jan 50.8518
12 jan
- 13
jan 50.2532
14 jan
42.142 15
jan 46.9892
16 jan
48.2792 17
jan 47.5795
18 jan
46.1622 19
jan 51.8835
20 jan
44.03 21
jan 48.6181
22 jan
51.4699 23
jan 48.403
24 jan
- 25
jan 45.0555
26 jan
- 27
jan 48.9877
28 jan
47.1782 29
jan 52.4408
30 jan
42.4438 31
jan 51.5265
1 feb
50.5333 2
feb 49.32
3 feb
53.1757 4
feb 48.8449
5 feb
- 6
feb 55.7504
7 feb
49.016 8
feb 46.2993
9 feb
53.5628 10
feb 41.5565
11 feb
- 12
feb 51.2953
13 feb
47.203 14
feb 41.9456
15 feb
- 16
feb -
17 feb
43.0021 18
feb 37.7599
19 feb
50.5247 20
feb 51.5465
21 feb
51.5673 22
feb -
23 feb
55.8548 24
feb 47.1598
25 feb
42.0854 26
feb 41.302
27 feb
- 28
feb 30.1394
29 feb
42.0624
Lampiran 11 Data Curah Hujan Daerah Padang Maret 2007-Februari 2008 Tanggal
Mar Apr
May Jun
Jul Aug
Sep Oct
Nov Dec
Jan Feb
1 48
2 16
- -
2 2
- 1
1 -
- 2
3 -
15 -
42 -
4 8
8 -
27 -
0.5 36
5 10
- -
3 -
- 6
- 32
- 27
7 9
28 39
- -
33 8
8 5
16 -
128 -
0.3 9
10 -
15 13
21 2
10 20
9 10
- 5
- -
- 13
- 11
- -
- 0.3
10 5
- 12
- 0.5
- 6
- -
56 13
- 3
- 36
- 14
60 0.9
39 -
- 12
- -
4 15
30 -
- 35
- -
44 2
16 -
- 16
2 -
26 1
17 13
84 -
- 2
- 18
10 39
7 15
24 -
- 8
19 -
- 14
76 14
0.7 9
12 20
- 29
14 1
14 -
0.6 -
21 100
4 17
4 -
27 49
- 25
22 11
- -
1 6
46 2
- 68
23 -
6 -
35 59
2 -
- 24
99 -
- -
- -
24 25
- -
2 1
- -
100 -
26 5
1 10
- 18
2 99
11 18
27 -
6 69
- 17
0.5 1
28 -
- 6
- 1
15 17
29 -
4 -
- 96
- 0.8
20 19
18 30
- 2
2 38
- 12
31 1
- -
0.6 -
3
Lampiran 12 Data Curah Hujan Daerah Biak Maret 2007-Februari 2008
Tanggal Mar
Apr May
Jun Jul
Aug Sep
Oct Nov
Dec Jan
Feb 1
- 7
0.2 32
41 3
12 10
43 38
2 6
- 4
12 8
3 6
44 3
3 26
4 43
4 3
- 19
38 4
26 11
2 -
22 27
48 5
- -
1 4
9 33
23 13
- -
6 16
16 2
- 0.4
- 20
33 20
7 22
7 -
4 15
19 43
8 12
26 6
1 0.4
- 16
1 9
- 9
6 -
- 6
32 -
2 29
- 10
0.2 -
1 -
9 20
- 10
2 11
73 11
2 -
2 -
0.3 23
12 15
2 10
17 11
3 0.4
5 13
1 38
- 0.5
- 6
0.2 22
14 2
24 30
- 69
- 3
1 0.2
15 -
30 4
24 -
5 29
0.2 1
- -
31 16
0.5 -
14 1
1 22
22 25
21 8
17 0.5
1 0.2
- 18
- 9
12 -
18 0.8
19 -
9 10
1 0.1
20 35
19 7
- -
0.3 -
7 0.2
- 3
3 5
20 0.4
- -
1 14
3 4
5 17
8 26
21 60
25 9
41 46
2 0.8
12 1
- 22
9 4
- 54
0.9 9
- 3
12 2
- 23
15 2
15 7
1 -
18 26
- 24
11 6
15 3
- -
65 3
25 5
25 -
35 -
5 0.3
- 26
0.5 -
60 -
28 -
13 3
1 1
1 27
- 5
10 6
6 13
- -
16 58
0.2 28
- -
- 4
10 2
9 0.7
20 3
29 3
4 28
0.2 18
- 0.3
- 30
- -
11 5
18 -
- -
1 31
- 51
12 -
- 6
Lampiran 13 Korelasi TPW dengan Curah Hujan pada Daerah Padang Panjang dan Sicincin
Series Pair: TPW with Padang panjang Lag
Cross Correlation
Std.Errora -7
.017 .119
-6 -.027
.118 -5
-.108 .117
-4 .049
.116 -3
.069 .115
-2 -.001
.115 -1
-.049 .114
.085 .113
1 -.036
.114 2
-.108 .115
3 -.293
.115 4
.071 .116
5 .036
.117 6
-.100 .118
7 -.001
.119 a Based on the assumption that the series are not cross correlated and that one of the
series is white noise.
7 6
5 4
3 2
1 -1
-2 -3
-4 -5
-6 -7
Lag Number
1.0 0.5
0.0 -0.5
-1.0
C C
F
Lower Confidence Limit
Upper Confidence Limit Coefficient
Korelasi TPW dan Curah Hujan Daerah Padang Panjang
Series Pair: TPW with Sicincin Lag
Cross Correlation
Std.Errora -7
-.038 .209
-6 -.094
.204 -5
.036 .200
-4 -.009
.196 -3
.007 .192
-2 .099
.189 -1
.068 .186
.047 .183
1 .013
.186 2
.081 .189
3 .101
.192 4
-.017 .196
5 -.002
.200 6
.012 .204
7 .004
.209 a Based on the assumption that the series are not cross correlated and that one of the
series is white noise.
7 6
5 4
3 2
1 -1
-2 -3
-4 -5
-6 -7
Lag Number
1.0 0.5
0.0 -0.5
-1.0
C C
F
Lower Confidence Limit
Upper Confidence Limit Coefficient
Korelasi TPW dan Curah Hujan Daerah Sicincin
Lampiran 14 script matlab untuk menghitung N
2
dan TPW
N2 ===================================================
clc baca data
data=xlsreaddes.26.07.00.xls [m,n]=sizedata;
[a,b]=finddata==-999.9; for j=1:lengtha
dataaj,bj=nan; end
H=data1:m,2;mb T=data1:m,3;m
P=data1:m,1;oC data2=data1:m,1:3
mencari suhu potensial tkelvin=T+273
x=1000.P.0.286 teta=tkelvin.x
teta2=[teta2:lengthteta] x=[teta21:lengthteta2]+teta2
rata=x2 brunt vaisala frequency square
n2=9.81.rata.diffteta.diffH figure;
plotn2,[H1:lengthn2].1000,LineWidth,3; xlabelN21s2,fontweight,bold,fontsize,22;
ylabelketinggian Km,fontweight,bold,fontsize,22; titleProfil N2 terhadap Ketinggian Daerah Biak Tanggal 31 Desember
2007,fontweight,bold,fontsize,22; xlim[0 0.004]
ylim[0 30]
TPW ================================================================
clc membaca data excel
data=xlsreadfeb.29.08.00.xls [m,n]=sizedata;
[a,b]=finddata==-999.9; for j=1:lengtha
dataaj,bj=nan; end
P=data1:m,1;mb H=data1:m,2;m
T=data1:m,3;oC RH=data1:m,5
m=data1:m,6 menghitung mixing ratio
pangkat=7.567.T.239.7+T e=10.pangkat
es=6.11.e E=es.RH.100
r=0.622.E.P q=r.1+r.1000
q2=[q2:lengthq] qrat=[q21:lengthq2]+q22
w=qrat.diffP.-1 air=0.01.w
nsum=nansumair KONTUR N
2
================================================================= clc;clear;close all
LOAD DATA .xls data=xlsreadbiak_des.xls;
[m,n]=sizedata; h=data1,2:n;
data=data2:m,2:n; [m,n]=sizedata;
[a,b]=finddata==999; for j=1:lengtha
dataaj,bj=nan; end
for i=1:n temp=data:,i;
index=findisnantemp==1; tempindex=[];
avgi=meantemp; warning off
end x=data1,:;
xmin=minx; subplot2,3,[1 2 4 5]
H1=plotx,h; hold off
for i=2:m x=i-11+datai,:;
H1=plotx,h; setH1,color,[rand1 rand1 rand1]
end xmax=maxx;
setgca,xlim,[xmin xmax] xmin=mindata;
h1=pcolordata;shading interp;colorbar xmax=maxdata;
H1=plotx,h; hold on
setgca,xlim,[xmin xmax] titleProfil Vertikal N2 pada Ketinggian 15-18 km Bulan Desember 2007 di Daerah
Biak,fontweight,bold,fontsize,22 xlabelTanggal,fontweight,bold,fontsize,20
ylabelKetinggian km,fontweight,bold,fontsize,20 subplot2,3,[3 6]
plotavg,h,LineWidth,2 xmin=minavg;
xmax=maxavg; setgca,xlim,[xmin xmax]
titleRata-rata,fontweight,bold,fontsize,20 xlabelN2 1s2,fontweight,bold,fontsize,20
ylabelKetinggian km,fontweight,bold,fontsize,20
FUNGSI POWER SPECTRAL DENSITY ======================================================
clc load data dari excel
data=xlsreadbiakchtpw,1,A1:B134; [m,n]=sizedata;
t=1:lengthdata; y=data;
[spec,f]= fftrly,t; spec=realspec.2+imagspec.2; rms frekuensi
f=1.f; figure;semilogxf,spec,LineWidth,2;grid on
xlabelperiode,fontweight,bold,fontsize,20 ylabelEnergi Spektral,fontweight,bold,fontsize,20
titlePower Spectral Density Harian 1 Maret - 29 Februari 2004 pada Daerah Biak,fontweight,bold,fontsize,20
function [spec,f]= fftrls,t,percent,n set default
ifnargin4 n=lengtht;
end ifnargin3
percent=0.0; end
determine number of traces in ensemble [l,m]=sizes;
ntraces=1; itr=0; transpose flag
ifl==1 nsamps=m; itr=1; s=s:; switch to column vectors elseifm==1 nsamps=l;
else nsamps=l; ntraces=m;
end ifnsamps~=lengtht
t=t1+t2-t10:nsamps-1;
ifnargin4 n=lengtht;
end error time vector and trace matrix dont match in length;
end apply the taper
ifpercent0 mw=mwindownsamps,percent;
mw=mw:,ones1,ntraces; s=s.mw;
clear mw; end
pad s if needed if nsampsn,
s=[s;zerosn-nsamps,ntraces]; nsamps=n;
end transform the array, This used to be done in a loop to conserve memory
spec=ffts,nsamps; spec=spec1:roundn2+1,:; save only the positive frequencies
clear s; build the frequency vector
aafnyq=find t 0 ; ever heard of negative time ? aa1=minaafnyq; aa2=minaafnyq+1;
fnyq=1. 2 taa2 - taa1 ; nf=sizespec,1;
f=linspace0.,fnyq,nf; ifitr
f=f; spec=spec.;
end
ESTIMASI NILAI TPW TOTAL PRECIPITABLE WATER DI ATAS DAERAH
PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE
IRE PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul :
Estimasi Nilai TPW Total Precipitable Water di Atas Daerah Padang dan Biak Berdasarkan Hasil Analisis Data Radiosonde
Nama : Ire Pratiwi
NIM : G24104007
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc
NIP. 132206238 NIP. 300001344
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh Hasim, DEA NIP. 131578806
Tanggal Lulus:
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atmosfer bumi merupakan lapisan yang menyelimuti
permukaan bumi
dengan komponen penyusunnya berupa partikel-
partikel halus dan ringan seperti gas, cairan dan aerosol Handoko, 1995. Keadaan
atmosfer akan mudah berubah seiring dengan proses pendinginan dan pemanasan
permukaan bumi karena sebagian besar bahan pengisi atmosfer merupakan gas yang
mudah mampat dan mengembang. Menurut Trewartha dan Horn 1980 75 dari massa
atmosfer
yang terdapat
pada lapisan
troposfer dan lapisan ini merupakan tempat terjadinya awan, hujan dan konveksi udara.
Indonesia sebagai negara maritim yang terletak di ekuator, dikelilingi oleh lautan
yang hangat sehingga menyebabkan awan- awan konvektif besar dapat tumbuh di
wilayah ini. Kemunculan awan-awan konvektif di wilayah tropis ini dapat
mempengaruhi sirkulasi global Renggono, 2000. Akibat adanya awan-awan tersebut,
panas dari boundary layer dapat bergerak ke lapisan atmosfer atas.
Namun dengan potensi pengangkatan massa udara yang besar ini tidak semua
awan yang terbentuk akan turun sebagai hujan, tergantung proses pengangkatan
massa udara dan besarnya kandungan uap air yang terdapat pada kumpulan awan
tersebut. Beberapa bagian dari awan yang terbentuk akan hilang karena terevaporasi
kembali ke atmosfer. Sehingga perlu dikaji lebih
lanjut tentang
proses stabilitas
atmosfer dan mekanisme pengangkatan massa udara terkait dengan pembentukan
awan. Selain itu kandungan air dalam suatu
kolom udara juga perlu diketahui. Karena jumlah air yang seharusnya jatuh sebagai
hujan sangat penting untuk diketahui guna memprediksi jumlah hujan yang akan jatuh
sebelum kejadian hujan berlangsung. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk
mengetahui tentang pola variasi kandungan uap air dalam kolom udara dari musim ke
musim sehingga osilasinya dapat diketahui di atas daerah Padang dan Biak serta
karakteristik dan perbedaan diantara kedua daerah tersebut yang sama-sama terletak
disekitar garis ekuator.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui besarnya TPW total
precipitable water berdasarkan
data hasil pengukuran radiosonde 2.
Mengetahui profil vertikal atmosfer dalam hubungannya pada proses
pengangkatan massa
udara di
permukaan 3.
Mengetahui pola osilasi TPW di daerah Padang dan Biak
4. Mengetahui
keterkaitan antara
TPW dengan curah hujan di permukaan pada daerah Padang dan
Biak
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Stabilitas Udara
Stabilitas udara
atmosfer adalah
kecenderungan udara untuk bergerak naik atau turun. Untuk menentukan stabilitas
dilakukan dengan melakukan perbandingan suhu antara parsel udara dan suhu udara di
sekitarnya
Ahrens 2007.
Udara diasumsikan sebagai parsel yang bergerak
dari suatu titik. Pergerakan parsel tersebut dapat mengikuti garis adiabatik kering
apabila parsel dalam kondisi tidak jenuh di bawah LCL atau mengikuti garis adiabatik
basah apabila parsel dalam keadaan jenuh Stull 2004. Pada berbagai ketinggian,
gaya bouyant bergantung pada perbedaan suhu antara parsel dan lingkungannya.
Stabilitas atmosfer digolongkan menjadi tiga yaitu kondisi stabil, netral dan tidak
stabil. Apabila gaya bouyant yang bekerja pada parsel mempunyai arah yang sama
dengan perpindahan parselnya sehingga udara antara parsel pada ketinggian awal dan
pada ketinggian akhir akan tidak stabil. Akibat ketidakstabilan tersebut, parsel akan
terus bergerak sehingga mengakibatkan gerakan konvektif. Suhu parsel pada kondisi
ini
lebih hangat
dibandingkan suhu
lingkungan sehingga parsel akan memiliki kerapatan yang lebih rendah dan akan terus
naik sampai pada level suhu parsel sama dengan suhu lingkungan.
Pada kondisi netral enviromental lapse rate
akan sama dengan adiabatic lapse rate sehingga tidak ada gaya bouyancy yang
memindahkan parsel. Parsel akan tetap pada level semula. Sedangkan pada kondisi
stabil, suhu parsel udara akan lebih dingin daripada suhu lingkungannya sehingga
parsel akan mempunyai kerapatan lebih besar dan cenderung kembali turun ke
ketinggian awal atau dengan kata lain
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atmosfer bumi merupakan lapisan yang menyelimuti
permukaan bumi
dengan komponen penyusunnya berupa partikel-
partikel halus dan ringan seperti gas, cairan dan aerosol Handoko, 1995. Keadaan
atmosfer akan mudah berubah seiring dengan proses pendinginan dan pemanasan
permukaan bumi karena sebagian besar bahan pengisi atmosfer merupakan gas yang
mudah mampat dan mengembang. Menurut Trewartha dan Horn 1980 75 dari massa
atmosfer
yang terdapat
pada lapisan
troposfer dan lapisan ini merupakan tempat terjadinya awan, hujan dan konveksi udara.
Indonesia sebagai negara maritim yang terletak di ekuator, dikelilingi oleh lautan
yang hangat sehingga menyebabkan awan- awan konvektif besar dapat tumbuh di
wilayah ini. Kemunculan awan-awan konvektif di wilayah tropis ini dapat
mempengaruhi sirkulasi global Renggono, 2000. Akibat adanya awan-awan tersebut,
panas dari boundary layer dapat bergerak ke lapisan atmosfer atas.
Namun dengan potensi pengangkatan massa udara yang besar ini tidak semua
awan yang terbentuk akan turun sebagai hujan, tergantung proses pengangkatan
massa udara dan besarnya kandungan uap air yang terdapat pada kumpulan awan
tersebut. Beberapa bagian dari awan yang terbentuk akan hilang karena terevaporasi
kembali ke atmosfer. Sehingga perlu dikaji lebih
lanjut tentang
proses stabilitas
atmosfer dan mekanisme pengangkatan massa udara terkait dengan pembentukan
awan. Selain itu kandungan air dalam suatu
kolom udara juga perlu diketahui. Karena jumlah air yang seharusnya jatuh sebagai
hujan sangat penting untuk diketahui guna memprediksi jumlah hujan yang akan jatuh
sebelum kejadian hujan berlangsung. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk
mengetahui tentang pola variasi kandungan uap air dalam kolom udara dari musim ke
musim sehingga osilasinya dapat diketahui di atas daerah Padang dan Biak serta
karakteristik dan perbedaan diantara kedua daerah tersebut yang sama-sama terletak
disekitar garis ekuator.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui besarnya TPW total
precipitable water berdasarkan
data hasil pengukuran radiosonde 2.
Mengetahui profil vertikal atmosfer dalam hubungannya pada proses
pengangkatan massa
udara di
permukaan 3.
Mengetahui pola osilasi TPW di daerah Padang dan Biak
4. Mengetahui
keterkaitan antara
TPW dengan curah hujan di permukaan pada daerah Padang dan
Biak
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Stabilitas Udara
Stabilitas udara
atmosfer adalah
kecenderungan udara untuk bergerak naik atau turun. Untuk menentukan stabilitas
dilakukan dengan melakukan perbandingan suhu antara parsel udara dan suhu udara di
sekitarnya
Ahrens 2007.
Udara diasumsikan sebagai parsel yang bergerak
dari suatu titik. Pergerakan parsel tersebut dapat mengikuti garis adiabatik kering
apabila parsel dalam kondisi tidak jenuh di bawah LCL atau mengikuti garis adiabatik
basah apabila parsel dalam keadaan jenuh Stull 2004. Pada berbagai ketinggian,
gaya bouyant bergantung pada perbedaan suhu antara parsel dan lingkungannya.
Stabilitas atmosfer digolongkan menjadi tiga yaitu kondisi stabil, netral dan tidak
stabil. Apabila gaya bouyant yang bekerja pada parsel mempunyai arah yang sama
dengan perpindahan parselnya sehingga udara antara parsel pada ketinggian awal dan
pada ketinggian akhir akan tidak stabil. Akibat ketidakstabilan tersebut, parsel akan
terus bergerak sehingga mengakibatkan gerakan konvektif. Suhu parsel pada kondisi
ini
lebih hangat
dibandingkan suhu
lingkungan sehingga parsel akan memiliki kerapatan yang lebih rendah dan akan terus
naik sampai pada level suhu parsel sama dengan suhu lingkungan.
Pada kondisi netral enviromental lapse rate
akan sama dengan adiabatic lapse rate sehingga tidak ada gaya bouyancy yang
memindahkan parsel. Parsel akan tetap pada level semula. Sedangkan pada kondisi
stabil, suhu parsel udara akan lebih dingin daripada suhu lingkungannya sehingga
parsel akan mempunyai kerapatan lebih besar dan cenderung kembali turun ke
ketinggian awal atau dengan kata lain
enviromental lapse rate akan lebih kecil
daripada adiabatic lapse rate sehingga gaya bouyancy
yang memindahkan parsel akan memiliki arah yang berlawanan dengan
perpindahannya. Pada
penentuan stabilitas
udara diperlukan nilai suhu potensial. Suhu
potensial merupakan suhu udara pada saat tekanan 1000 mb. Nilai suhu potensial
dapat ditentukan berdasarkan nilai suhu udara berdasarkan persamaan berikut,
0.286
p 1000
T θ
=
Keterangan: θ
: suhu potensial K T
: suhu udara K P
: tekanan udara mb Penentuan stabilitas udara dilakukan
berdasarkan persamaan berikut ini, dz
dθ stabil
dz dθ
= netral
dz dθ
tidak-stabil Keterangan:
θ : suhu potensial K
z : ketinggian meter
Suatu parsel yang bergerak dalam kondisi adiabatik akan berosilasi yang
menggambarkan kondisi stabilitas konvektif lapisan tersebut. Nilai osilasi digambarkan
dalam frekuensi yang disebut Brunt Väisälä Frequency Square yang akan meningkat
apabila kondisi lingkungan semakin stabil. Brunt Väisälä Frequency Square dirumuskan
sebagai berikut,
z θ
θ g
N
2
∂ ∂
=
Mc.Ilveen, 1986 Keterangan :
N
2
: Brunt Väisälä frequency square 1s
2
g : Percepatan gravitasi ms
2
θ : Suhu potensial Kelvin=T
o
C+273 z
: Ketinggian meter T
: Suhu udara Kelvin P
: Tekanan udara mb
2.2 Kelembaban Atmosfer
Uap air merupakan salah satu unsur penting di atmosfer karena merupakan
sumber dari segala bentuk kondensasi dan curahan, mengandung bahang laten yang
merupakan sumber energi yang penting untuk sirkulasi atmosfer, serta banyaknya
uap air dan distribusi vertikal uap air di dalam atmosfer mempengaruhi kestabilan
atmosfer Prawirowardoyo, 1996
Menurut Trewartha dan Horn 1980, uap air mempunyai jumlah yang bervariasi
mulai dari 3- 4 pada daerah lembab seperti kawasan tropis sampai bernilai nol di
kawasan atmosfer yang tinggi. Pada umumnya, uap air terkonsentrasi pada
ketinggian dekat permukaan yaitu sekitar kurang dari 10 kilometer di atas permukaan
Arya, 1999. Hal tersebut dikarenakan uap masuk ke atmosfer melalui evaporasi air dari
permukaan daratan dan lautan.
Jumlah uap
air sangat
beragam tergantung kondisi penguapan pada daerah
yang bersangkutan. Kandungan uap air yang tinggi terdapat di atas lautan dan hutan
hujan tropis
yang volumenya
dapat mencapai tiga atau empat persen. Demikian
pula sebaliknya, pada daerah gurun, uap air hanya merupakan bagian kecil sebesar 1.
Istilah umum yang digunakan untuk menyatakan kandungan uap air adalah
kelembaban. Kelembaban menyatakan jumlah air yang ada di udara dibandingkan
dengan jumlah yang dapat disimpan pada suhunya.
Untuk menyatakan
nilai kelembaban
dapat digunakan
berbagai istilah seperti kelembaban mutlak, relatif,
dan spesifik. Selain itu dapat juga dinyatakan dengan tekanan uap dan mixing
ratio .
Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air persatuan volume udara. Sedangkan
kelembaban relatif merupakan perbandingan antara tekanan uap air aktual dengan tekanan
uap air jenuh pada kapasitas udara untuk menampung uap air Handoko,1995. Selain
itu, kelembaban relatif juga dapat dihitung dari
nilai mixing
ratio r
dengan membandingkannya terhadap nilai mixing
ratio jenuh r
s
. Kelembaban ini biasanya dinyatakan dalam persen , secara
matematis dapat dimyatakan dengan : 100
r r
RH
s
× =
2.3 Total Precipitable Water
Total precipitable water TPW di
definisikan sebagai banyaknya kandungan uap air yang terkumpul dalam suatu kolom
udara yang dapat diendapkan sekaligus diturunkan
sebagai presipitasi,
bila kandungan uap air dalam kolom tersebut
telah mengembun semua Y. Viswanadham, 1981
Jumlah air yang dapat diembunkan sekaligus diturunkan sebagai hujan belum
dapat diketahui secara pasti, hal tersebut disebabkan
stabilitas atmosfer,
variasi kandungan uap air, perbedaan tekanan
antara dua lapisan dan musim. Untuk mengetahui besarnya nilai TPW digunakan
parameter tekanan
P, suhu
T, kelembaban
relatif RH,
percepatan gravitasi bumi g, mixing ratio r dan
kerapatan uap air ρ disetiap lapisan atmosfer yang diamati.
Pengamatan melalui radiosonde atau peralatan lain memberikan pengukuran
struktur vertikal atmosfer dalam bentuk tekanan P mb, temperatur T
o
C dan kelembaban spesifik q g kg
-1
atau satuan lain yang sejenis.
Tebal atau jumlah air terkandung, dengan menggunakan data P dalam mb dan
q dalam g kg
-1
, dapat dinyatakan dengan : g
1 cm
w =
∫
z
p p
qdp Persamaan
ini digunakan
untuk memperkirakan air terkandung di dalam
suatu massa udara dengan menggunakan data kelembaban dan tekanan antara dua
ketinggian p dan p
z
Juaeni, 1988.
2.4 Pertumbuhan Awan Konvektif
Salah satu faktor yang penting dalam proses pembentukan awan adalah konveksi
massa udara permukaan ke atas. Awan- awan konvektif yang terbentuk akibat
kenaikan udara di permukaan yang relatif panas banyak dijumpai di daerah-daerah
sekitar ekouator. Hal tersebut dikarenakan daerah
ekuator merupakan
daerah konvergensi massa udara dari dua belahan
bumi ITCZ=Inter Tropical Convergence zone
. Awan
yang berkembang
vertikal dihasilkan oleh kantong massa udara yang
hangat dan lembab yang masih mampu naik sampai ketinggian yang cukup tinggi setelah
melewati batas kondensasi. Pertumbuhan tersebut disebabkan adanya pelepasan panas
laten kondensasi yang cukup besar.
Menurut Tjasyono
1981 akibat
penyerapan radiasi matahari oleh permukaan tanah tidak merata daerah berbukit, daerah
tumbuh-tumbuhan dan macam-macam jenis tanah, maka pertumbuhan awan konvektif
cenderung pada daerah dengan pemanasan paling kuat. Di atas daratan pada umumnya
keawanan maksimum terjadi pada siang hingga sore hari yang diakibatkan oleh
proses konveksi yang kuat terutama pada daerah tropis. Sedangkan pada daerah
lautan, keawanan maksimum terjadi pada malam hari pada saat ketidakstabilan
meningkat karena adanya pendinginan pelepasan energi melalui radiasi dari
puncak awan.
Lapisan inversi merupakan hambatan bagi pertumbuhan awan konvektif karena
lapisan ini adalah stabil Tjasyono 1981, diacu dalam Wahab 2005. Hanya dengan
up draft yang kuat lapisan ini dapat
ditembus oleh awan. Karena adanya lapisan inversi ini, maka bentuk awan konvektif
menjadi berubah, ada kalanya seperti cerobong atau seperti balok. Apabila
terdapat lapisan inversi, maka kemungkinan untuk turun hujan hampir tidak ada.
2.5 Curah Hujan
Hujan merupakan hasil akhir dari proses yang
berlangsung di
atmosfer bebas
Haryanto, 1998. Besarnya curah hujan dan lokasi turunnnya curah hujan tergantung
beberapa faktor, yaitu kelembaban udara, topografi, arah dan kecepatan angin, suhu
udara, dan hadapan lereng Sandy, 1987
Menurut Seyhan 1990 suatu curah hujan berdasarkan genetik atau asal-usulnya
dapat terjadi apabila didukung oleh tiga faktor utama, yaitu kolom udara yang
lembab, inti kondensasi partikel debu, kristal garam, dan lain-lain, dan suatu
sarana untuk menaikan udara yang lembab ini sehingga kondensasi dapat berlangsung
sebagai akibat udara yang bertambah dingin.
Proses hujan dimulai dengan udara yang naik dan kemudian temperatur akan turun
dengan semakin tingginya ketinggian suatu tempat. Massa udara ini akan naik hingga
mencapai titik jenuh, maka udara lembab ini akan mengalami kondensasi. Udara yang
naik
ini setelah
melewati ketinggian
kondensasi akan berubah menjadi awan, di dalamnya terjadi proses tumbukan dan
penggabungan antar butir-butir air yang akhirnya meningkatkan massa dan volume.
Salah satu jenis hujan adalah hujan konvektif. Hujan konvektif disebabkan oleh
naiknya massa udara yang panas dan ringan di sekitar udara yang lebih rapat dan dingin
Haryanto, 1998. Perbedaan suhu yang mencolok antara udara di bagian bawah
dekat permukaan tanah dengan udara di lapisan yang lebih tinggi terjadi akibat
pemanasan permukaan tanah yang intens pada siang hari dan menimbulkan arus
termal konveksi yang memindahkan massa udara di bagian bawah ke lapisan yang lebih
tinggi, sehingga memberi peluang yang besar untuk proses pengembunan. Awan
yang terjadi melalui proses ini disebut awan konvektif dan dapat menghasilkan hujan
dengan curahan bervariasi, namun umumnya sangat lebat.
2.6
Prinsip Kerja Radiosonde
Radiosonde merupakan salah satu alat meteorologi
yang digunakan
untuk mengukur data meteorologi pada lapisan
vertikal atmosfer OFCM, 1997. Parameter yang diukur antara lain tekanan, suhu dan
kelembaban relatif yang ditransmisikan oleh sensor ke stasiun peneriman di permukaan.
Radiosonde juga melakukan pengamatan arah dan kecepatan angin, oleh karena itu
biasa juga disebut dengan rawinsonde.
Radiosonde terdiri dari dua bagian penting, yaitu seperangkat alat pengindera
atau sensor dan suatu alat pemancar radio yang mengirimkan hasil-hasil pengamatan
ke stasiun di permukaan dalam bentuk sinyal-sinyal radio Tjasyono, 2004. Alat
ini
dinaikkan ke
atas dengan
menggantungkannya kepada sebuah balon yang diisi dengan gas yang lebih ringan dari
udara sampai balon ini pecah. Setelah balon pecah, radiosonde akan turun ke bawah
dengan menggunakan payung yang sudah tersedia.
Stasiun penerima
di permukaan
mengubah data yang berbentuk kode dalam tekanan,
temperatur dan
kelembaban. Sebagai
standar, nilai
tekanan harus
dinyatakan dalam hekto pascal hPa, sedangkan nilai suhu dalam derajat celcius.
WMO merekomendasikan
jarak minimum
antara stasiun
pengamatan radiosonde yaitu sekitar 250 km pada daerah
daratan atau sekitar 1000 km pada daerah lautan atau daratan yang tidak berpenduduk.
Pengukuran dapat dilakukan satu sampai empat kali setiap harinya, namun secara
umum dilakukan pengukuran dua kali sehari yaitu pada saat 00.00 and 12.00 UTC.
Radiosonde melakukan pengamatan tidak pada setiap lapisan atmosfer. Lapisan
pengukuran radiosonde
digolongkan menjadi tiga yaitu lapisan standar, signifikan
dan tambahan. Prioritas pengukuran yang pertama adalah lapisan standar kemudian
lapisan signifikan dan yang terakhir adalah lapisan tambahan.
Lapisan standar merupakan lapisan isobarik yang dipilih pada tekanan 1000,
925, 850, 700, 500, 400, 300, 250, 200, 150, 100, 70, 50, 30, 20, 10 hPa. Pada lapisan
tersebut, hasil pengamatan harus selalu dilaporkan. Apabila data tidak dapat
mengukur pada tekanan yang sama pada tekanan standar, maka dilakukan interpolasi
data.
Lapisan signifikan diambil pada saat : 1.
Di permukaan 2.
Ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh radiosonde
3. Satu lapisan antara tekanan 110 dan 100
hPa 4.
Tropopause 5.
Suhu maksimum dan minimum inversi serta lapisan isotermal pada lapisan di
atas 300 hPa dan tebal 20 hPa 6.
Suhu maksimum dan minimum pada semua lapisan inversi dengan perubahan
suhu 2.5°C atau RH 20 pada tekanan lebih besar dari 300 hPa
7. Lapisan
yang menunjukkan
data meragukan atau hilang
Sedangkan lapisan tambahan dipilih pada lapisan antara lapisan standar dan signifikan
yang mengacu pada nilai suhu dan kelembaban
relatif berdasarkan
skala tekanan logaritmik.
Gambar 1. Radiosonde
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bidang Pemodelan Iklim Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional LAPAN Bandung pada bulan Maret –Juni 2008.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seperangkat komputer
dengan software
Microsoft Office, Matlab versi 7.1, RAOB 5.1, serta SPSS versi 13 yang telah
di-install di Bidang Pemodelan Iklim LAPAN-Bandung
Adapun bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
a. Data suhu, tekanan dan kelembaban
relatif hasil pengukuran radiosonde yang
diambil dari
situs http:weather.uwyo.eduupperairseasia
.html yang berupa data harian dan pengukuran setiap lapisan untuk dua
daerah yaitu Padang 0.88 LS, 100.35 BT dan 3 MSL dan Biak 1.18
LS,136.12 BT dan 11 MSL antara Bulan Maret 2007 sampai dengan
Februari 2008 pada masing-masing daerah.
b. Data curah hujan harian pada daerah
Padang dan Biak untuk periode Maret 2007 sampai dengan Februari 2008.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer
Identifikasi stabilitas
atmosfer dilakukan dengan mengamati nilai Brunt
Väisälä Frequency Square BVFS yang dirumuskan sebagai berikut,
z θ
θ g
N
2
∂ ∂
=
0.286
p 1000
T θ
=
Mc.Ilveen, 1986 Keterangan :
N
2
: Brunt Väisälä frequency square 1s
2
g : Percepatan gravitasi ms
2
θ : Suhu potensial Kelvin=T
o
C+273 z
: Ketinggian meter T
: Suhu udara Kelvin P
: Tekanan udara mb Nilai
N
2
yang dihasilkan
dari penghitungan data radiosonde digambarkan
dalam profil vertikal pada masing-masing pengukuran dan dibandingkan untuk kedua
daerah yang berbeda pada periode waktu tertentu. Semakin stabil suatu kondisi udara
maka nilai Brunt Väisälä Frequency square semakin besar .
3.3.2 Estimasi TPW