Curah Hujan TINJAUAN PUSTAKA

telah mengembun semua Y. Viswanadham, 1981 Jumlah air yang dapat diembunkan sekaligus diturunkan sebagai hujan belum dapat diketahui secara pasti, hal tersebut disebabkan stabilitas atmosfer, variasi kandungan uap air, perbedaan tekanan antara dua lapisan dan musim. Untuk mengetahui besarnya nilai TPW digunakan parameter tekanan P, suhu T, kelembaban relatif RH, percepatan gravitasi bumi g, mixing ratio r dan kerapatan uap air ρ disetiap lapisan atmosfer yang diamati. Pengamatan melalui radiosonde atau peralatan lain memberikan pengukuran struktur vertikal atmosfer dalam bentuk tekanan P mb, temperatur T o C dan kelembaban spesifik q g kg -1 atau satuan lain yang sejenis. Tebal atau jumlah air terkandung, dengan menggunakan data P dalam mb dan q dalam g kg -1 , dapat dinyatakan dengan : g 1 cm w = ∫ z p p qdp Persamaan ini digunakan untuk memperkirakan air terkandung di dalam suatu massa udara dengan menggunakan data kelembaban dan tekanan antara dua ketinggian p dan p z Juaeni, 1988.

2.4 Pertumbuhan Awan Konvektif

Salah satu faktor yang penting dalam proses pembentukan awan adalah konveksi massa udara permukaan ke atas. Awan- awan konvektif yang terbentuk akibat kenaikan udara di permukaan yang relatif panas banyak dijumpai di daerah-daerah sekitar ekouator. Hal tersebut dikarenakan daerah ekuator merupakan daerah konvergensi massa udara dari dua belahan bumi ITCZ=Inter Tropical Convergence zone . Awan yang berkembang vertikal dihasilkan oleh kantong massa udara yang hangat dan lembab yang masih mampu naik sampai ketinggian yang cukup tinggi setelah melewati batas kondensasi. Pertumbuhan tersebut disebabkan adanya pelepasan panas laten kondensasi yang cukup besar. Menurut Tjasyono 1981 akibat penyerapan radiasi matahari oleh permukaan tanah tidak merata daerah berbukit, daerah tumbuh-tumbuhan dan macam-macam jenis tanah, maka pertumbuhan awan konvektif cenderung pada daerah dengan pemanasan paling kuat. Di atas daratan pada umumnya keawanan maksimum terjadi pada siang hingga sore hari yang diakibatkan oleh proses konveksi yang kuat terutama pada daerah tropis. Sedangkan pada daerah lautan, keawanan maksimum terjadi pada malam hari pada saat ketidakstabilan meningkat karena adanya pendinginan pelepasan energi melalui radiasi dari puncak awan. Lapisan inversi merupakan hambatan bagi pertumbuhan awan konvektif karena lapisan ini adalah stabil Tjasyono 1981, diacu dalam Wahab 2005. Hanya dengan up draft yang kuat lapisan ini dapat ditembus oleh awan. Karena adanya lapisan inversi ini, maka bentuk awan konvektif menjadi berubah, ada kalanya seperti cerobong atau seperti balok. Apabila terdapat lapisan inversi, maka kemungkinan untuk turun hujan hampir tidak ada.

2.5 Curah Hujan

Hujan merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung di atmosfer bebas Haryanto, 1998. Besarnya curah hujan dan lokasi turunnnya curah hujan tergantung beberapa faktor, yaitu kelembaban udara, topografi, arah dan kecepatan angin, suhu udara, dan hadapan lereng Sandy, 1987 Menurut Seyhan 1990 suatu curah hujan berdasarkan genetik atau asal-usulnya dapat terjadi apabila didukung oleh tiga faktor utama, yaitu kolom udara yang lembab, inti kondensasi partikel debu, kristal garam, dan lain-lain, dan suatu sarana untuk menaikan udara yang lembab ini sehingga kondensasi dapat berlangsung sebagai akibat udara yang bertambah dingin. Proses hujan dimulai dengan udara yang naik dan kemudian temperatur akan turun dengan semakin tingginya ketinggian suatu tempat. Massa udara ini akan naik hingga mencapai titik jenuh, maka udara lembab ini akan mengalami kondensasi. Udara yang naik ini setelah melewati ketinggian kondensasi akan berubah menjadi awan, di dalamnya terjadi proses tumbukan dan penggabungan antar butir-butir air yang akhirnya meningkatkan massa dan volume. Salah satu jenis hujan adalah hujan konvektif. Hujan konvektif disebabkan oleh naiknya massa udara yang panas dan ringan di sekitar udara yang lebih rapat dan dingin Haryanto, 1998. Perbedaan suhu yang mencolok antara udara di bagian bawah dekat permukaan tanah dengan udara di lapisan yang lebih tinggi terjadi akibat pemanasan permukaan tanah yang intens pada siang hari dan menimbulkan arus termal konveksi yang memindahkan massa udara di bagian bawah ke lapisan yang lebih tinggi, sehingga memberi peluang yang besar untuk proses pengembunan. Awan yang terjadi melalui proses ini disebut awan konvektif dan dapat menghasilkan hujan dengan curahan bervariasi, namun umumnya sangat lebat. 2.6 Prinsip Kerja Radiosonde Radiosonde merupakan salah satu alat meteorologi yang digunakan untuk mengukur data meteorologi pada lapisan vertikal atmosfer OFCM, 1997. Parameter yang diukur antara lain tekanan, suhu dan kelembaban relatif yang ditransmisikan oleh sensor ke stasiun peneriman di permukaan. Radiosonde juga melakukan pengamatan arah dan kecepatan angin, oleh karena itu biasa juga disebut dengan rawinsonde. Radiosonde terdiri dari dua bagian penting, yaitu seperangkat alat pengindera atau sensor dan suatu alat pemancar radio yang mengirimkan hasil-hasil pengamatan ke stasiun di permukaan dalam bentuk sinyal-sinyal radio Tjasyono, 2004. Alat ini dinaikkan ke atas dengan menggantungkannya kepada sebuah balon yang diisi dengan gas yang lebih ringan dari udara sampai balon ini pecah. Setelah balon pecah, radiosonde akan turun ke bawah dengan menggunakan payung yang sudah tersedia. Stasiun penerima di permukaan mengubah data yang berbentuk kode dalam tekanan, temperatur dan kelembaban. Sebagai standar, nilai tekanan harus dinyatakan dalam hekto pascal hPa, sedangkan nilai suhu dalam derajat celcius. WMO merekomendasikan jarak minimum antara stasiun pengamatan radiosonde yaitu sekitar 250 km pada daerah daratan atau sekitar 1000 km pada daerah lautan atau daratan yang tidak berpenduduk. Pengukuran dapat dilakukan satu sampai empat kali setiap harinya, namun secara umum dilakukan pengukuran dua kali sehari yaitu pada saat 00.00 and 12.00 UTC. Radiosonde melakukan pengamatan tidak pada setiap lapisan atmosfer. Lapisan pengukuran radiosonde digolongkan menjadi tiga yaitu lapisan standar, signifikan dan tambahan. Prioritas pengukuran yang pertama adalah lapisan standar kemudian lapisan signifikan dan yang terakhir adalah lapisan tambahan. Lapisan standar merupakan lapisan isobarik yang dipilih pada tekanan 1000, 925, 850, 700, 500, 400, 300, 250, 200, 150, 100, 70, 50, 30, 20, 10 hPa. Pada lapisan tersebut, hasil pengamatan harus selalu dilaporkan. Apabila data tidak dapat mengukur pada tekanan yang sama pada tekanan standar, maka dilakukan interpolasi data. Lapisan signifikan diambil pada saat : 1. Di permukaan 2. Ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh radiosonde 3. Satu lapisan antara tekanan 110 dan 100 hPa 4. Tropopause 5. Suhu maksimum dan minimum inversi serta lapisan isotermal pada lapisan di atas 300 hPa dan tebal 20 hPa 6. Suhu maksimum dan minimum pada semua lapisan inversi dengan perubahan suhu 2.5°C atau RH 20 pada tekanan lebih besar dari 300 hPa 7. Lapisan yang menunjukkan data meragukan atau hilang Sedangkan lapisan tambahan dipilih pada lapisan antara lapisan standar dan signifikan yang mengacu pada nilai suhu dan kelembaban relatif berdasarkan skala tekanan logaritmik. Gambar 1. Radiosonde

III. METODOLOGI