Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue yang Dirawat Inap Di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2012

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE YANG DIRAWAT INAP DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP H. ADAM

MALIK TAHUN 2012

DISUSUN OLEH : BENYAMIN SIHITE

100100072

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue yang Dirawat Inap Di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2012

Nama : Benyamin Sihite

NIM : 100100072

Dosen Pembimbing

(dr. Josia Ginting SpPD NIP.1957.1116.1983121.001


(3)

Abstrak

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena dapat mempengaruhi angka kematian. Ada banyak daerah di Indonesia yang menjadi daerah endemis DBD, dan salah satu diantaranya adalah Sumatera Utara.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional bertujuan mengetahui karakteristik penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2012.

Dari penelitian yang dilakukan, berdasarkan keluhan semua penderita DBD menderita demam dan mayoritas keluhan adalah nyeri sendi (78%), sakit kepala (62.7%), dan mual (52.2%), berdasarkan jumlah trombosit saat masuk terbanyak pada trombosit >100.000/mm3 (63.6%), berdasarkan jumlah trombosit terendah selama dirawat terbanyak pada trombosit >100.000/mm3 (47.5%). Berdasarkan jumlah hematokrit saat masuk terbanyak pada hematokrit <45% (79.7%), berdasarkan jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat terbanyak pada hematokrit <45% (76.3%). Berdasarkan derajat penyakit terbanyak pada derajat I (55.1%). Berdasarkan sosiodemografi, prevalensi DBD terbanyak pada umur 16-20 tahun dan 21-25 tahun dengan jumlah masing-masing 21 orang (17.8%), jenis kelamin perempuan sebanyak 65 orang (55.1%), suku tapanuli sebanyak 35 orang (29.7%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 53 orang (44.9%), dan berdasarkan pekerjaan wiraswasta (31.4%).

Diharapkan untuk masa ke depan, pencatatan rekam medis di RSUP. Haji Adam Malik, Medan dapat dilakukan dengan tulisan yang mudah dibaca,. Masyarakat juga diharapkan supaya memperhatikan status kesehatan mereka dan segera mendapatkan pertolongan di Puskesmas, praktik dokter ataupun rumah sakit jika mereka mendapatkan tanda-tanda DBD pada tubuh mereka.


(4)

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the crucial medical problems in Indonesia due to the increasing of case fatality rate. Many areas of Indonesia were classified as an endemic area of DHF and Sumatera Utara is one of them.

This research is descriptive study with cross-sectional design was aimed to identify the characteristics of DHF patients who are hospitalized in the Internal Medicine department of H. Adam Malik general hospital in 2012.

From the research, based on clinical symptoms, fever were positive in all of the patients and other frequent symptoms are arthralgia (78%), headache (62,7%), nausea (52%). Based on first laboratory thrombocyte test results when encountered, the most common thrombocyte was at >100.000/mm3 (63.6%) and during hospitalized was at >100.000/mm3 (47.5%). Based on first laboratory hematocryte test results when encountered, the most common hematocryte was at <45% (79.7%) and during hospitalized was at <45% (76.3%). Based on stage, most of them were encountered at stage I. Based on sociodemography, prevalence of DHF were common in 16-20 years old (17,8%) and 21-25 years old group with the same amount 21 people (17,8%), women (65 patients, 55,1%), Tapanulian (35 patients, 29,7%), high school graduates (53 patients, 44,9%), and businessman (31,4%).

For a better research, medical records in RSUP. Haji Adam Malik should be revised so then it will be easily read by general physicians. The community should be more concerned for their own health and look for physicians when DHF symptoms start.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas segala rahmat-Nya saya dapat menyusun karya tulis ilmiah ini. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian yang akan dilakukan berjudul “Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue yang Dirawat Inap di bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012”.

Penulis mendapatkan dukungan dan masukan dari keluarga yang saya kasihi. Untuk itu, saya hendak berterimakasih kepada kedua orang tua saya, ayahanda, dr. Herbert Sihite, SpOG dan ibunda, drg. Dumiris Sigalingging atas semua perhatian, doa, dan masukan yang telah diberikan selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berlangsung. Terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga yang saya kasihi.

Penulis melakukan penyusunan karya tulis ilmiah ini memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Sutomo Kasiman SpPd SpJP (K) selaku ketua komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian.

3. dr. Yosia Ginting, SpPD, selaku dosen pembimbing yang dengan tulus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan motivasi dan semnagat hingga karya tulis ilmiah ini dapat penulis susun.


(6)

4. Pihak RSUP H. Adam Malik yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut dan turut membantu peneliti dalam mengambil data.

5. Seluruh Dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas semua jasa-jasa beliau dalam memberikan bantuan selama perkuliahan..

6. Teman penulis, Rahmat Kurniawan dan Johanes Sembiring yang telah membantu penulis dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan dan penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini nanti akan bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan Civitas Akademika.

Medan, 7 Desember 2013 Penulis,

Benjamin Sihite NIM : 100100072


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ……….. i

Abstrak ...………... ii

Abstract ………... iii

Kata Pengantar……….……… iv

Daftar Isi……….………... vi

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah……… 2

1.3 Tujuan Penelitian………... 2

1.4 Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi……… 5

2.2 Etiologi………. 5


(8)

2.3 Epidemiologi……… 6

2.4 Patogenesis………... 8

2.5 Diagnosis……….. 10

2.6 Derajat Penyakit………... 11

2.7 Manifestasi Klinis………. 13

2.8 Diagnosa Banding……… 17

2.9 Penatalaksanaan……… 17

2.9.1 Penatalaksanaan demam berdarah dengue menurut Depkes 2004……19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian……… 22

3.2 Defenisi Operasional………. 22

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian………. 26

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 26

4.2.1 Lokasi Penelitian………. 26

4.2.2 Waktu Penelitian………. 26

4.3 Populasi dan Sampel……… 26


(9)

4.3.1 Populasi……….. 26

4.3.2 Sampel……….. 26

4.4 Teknik Pengumpulan Data………. 27

4.5 Pengolahan dan Analisa Data………. 27

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil penelitian……….. 28

5.2 Pembahasan……… 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan………. 48

6.2 Saran……… 49

DAFTAR PUSTAKA……… 50


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue 12 2.2 Manifestasi klinis dengue dan non dengue 16 5.1 Distribusi proporsi berdasarkan keluhan 29 5.2

Distribusi proporsi berdasarkan jumlah trombosit

pada saat masuk 29

5.3

Distribusi proporsi berdasarkan jumlah trombosit

terendah selama dirawat 30

5.4

Distribusi proporsi berdasarkan jumlah hematokrit

pada saat masuk 30

5.5

Distribusi proporsi berdasarkan jumlah hematokrit

tertinggi selama dirawat 31

5.6 Distribusi proporsi berdasarkan derajat penyakit 31 5.7 Distribusi proporsi berdasarkan sosiodemografi 32 5.8

Distribusi Proporsi Berdasarkan Tingkat Usia dan

Derajat Keparahan 34

5.9

Distribusi Proporsi Berdasarkan Jumlah Trombosit

dan Derajat Keparahan 35

5.10

Distribusi Proporsi Berdasarkan Jumlah Hemtokrit

Dan Derajat Keparahan 36

5.11

Distribusi Proporsi Berdasarkan Keluhan dan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Hipotesis secondary heterologus infection 9 2.2 Klasifikasi dengue dan derajat keparahan 13

2.3 Proses penyakit dengue 15

3.1 Kerangka konsep 22

5.1

Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD

berdasarkan keluhan 39

5.2

Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD

berdasarkan jumlah trombosit pada saat masuk 40

5.3

Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD

berdasarkan jumlah trombosit terendah selama dirawat inap. 41

5.4

Diagram pie distribusi proporsi penderita DBD

berdasarkan jumlah hematokrit pada saat masuk 42

5.5

Diagram pie distribusi proporsi penderita DBD

berdasarkan jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat inap 43

5.6

Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD


(12)

Abstrak

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena dapat mempengaruhi angka kematian. Ada banyak daerah di Indonesia yang menjadi daerah endemis DBD, dan salah satu diantaranya adalah Sumatera Utara.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional bertujuan mengetahui karakteristik penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2012.

Dari penelitian yang dilakukan, berdasarkan keluhan semua penderita DBD menderita demam dan mayoritas keluhan adalah nyeri sendi (78%), sakit kepala (62.7%), dan mual (52.2%), berdasarkan jumlah trombosit saat masuk terbanyak pada trombosit >100.000/mm3 (63.6%), berdasarkan jumlah trombosit terendah selama dirawat terbanyak pada trombosit >100.000/mm3 (47.5%). Berdasarkan jumlah hematokrit saat masuk terbanyak pada hematokrit <45% (79.7%), berdasarkan jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat terbanyak pada hematokrit <45% (76.3%). Berdasarkan derajat penyakit terbanyak pada derajat I (55.1%). Berdasarkan sosiodemografi, prevalensi DBD terbanyak pada umur 16-20 tahun dan 21-25 tahun dengan jumlah masing-masing 21 orang (17.8%), jenis kelamin perempuan sebanyak 65 orang (55.1%), suku tapanuli sebanyak 35 orang (29.7%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 53 orang (44.9%), dan berdasarkan pekerjaan wiraswasta (31.4%).

Diharapkan untuk masa ke depan, pencatatan rekam medis di RSUP. Haji Adam Malik, Medan dapat dilakukan dengan tulisan yang mudah dibaca,. Masyarakat juga diharapkan supaya memperhatikan status kesehatan mereka dan segera mendapatkan pertolongan di Puskesmas, praktik dokter ataupun rumah sakit jika mereka mendapatkan tanda-tanda DBD pada tubuh mereka.


(13)

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the crucial medical problems in Indonesia due to the increasing of case fatality rate. Many areas of Indonesia were classified as an endemic area of DHF and Sumatera Utara is one of them.

This research is descriptive study with cross-sectional design was aimed to identify the characteristics of DHF patients who are hospitalized in the Internal Medicine department of H. Adam Malik general hospital in 2012.

From the research, based on clinical symptoms, fever were positive in all of the patients and other frequent symptoms are arthralgia (78%), headache (62,7%), nausea (52%). Based on first laboratory thrombocyte test results when encountered, the most common thrombocyte was at >100.000/mm3 (63.6%) and during hospitalized was at >100.000/mm3 (47.5%). Based on first laboratory hematocryte test results when encountered, the most common hematocryte was at <45% (79.7%) and during hospitalized was at <45% (76.3%). Based on stage, most of them were encountered at stage I. Based on sociodemography, prevalence of DHF were common in 16-20 years old (17,8%) and 21-25 years old group with the same amount 21 people (17,8%), women (65 patients, 55,1%), Tapanulian (35 patients, 29,7%), high school graduates (53 patients, 44,9%), and businessman (31,4%).

For a better research, medical records in RSUP. Haji Adam Malik should be revised so then it will be easily read by general physicians. The community should be more concerned for their own health and look for physicians when DHF symptoms start.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam dengue/DF dan Demam berdarah Dengue/DBD ( dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock syndrome ) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok) (Suhendro et al., 2009).

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus , keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yang berbeda namun berhubungan dekat yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4 (Suhendro et al., 2009). Jika salah satu serotipe virus tersebut menginfeksi dan kemudian sembuh dari virus tersebut, akan menghasilkan kekebalan tubuh bagi penderita terhadap serotipe tersebut, tapi cross-reactive immunity terhadap serotipe lain setelah penyembuhan hanya bersifat sementara(WHO, 2012). Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN 3 merupakan serotipe yang terbanyak (Suhendro et al., 2009), oleh sebab itu Indonesia harus memberikan perhatian lebih terhadap penyakit ini.

Sejak tahun 2000, wabah dengue semakin bertambah setiap tahun di area yang sudah terjangkit dengue. Bangladesh, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor-Leste dilaporkan sebagai negara yang memliki kasus dengue terbanyak. Tahun 2005, Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN), salah satu organisasi WHO, merespon terhadap kasus dengue di Timor Leste dengan case fatality rate yang tinggi yaitu sebersar 3,55% (WHO, 2009).

Demam berdarah dengue menduduki peringkat kedua dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010 di Indonesia dengan jumlah penderita 59.115 orang (Kemkes RI, 2011).

Sumatera Utara merupakan daerah endemis DBD , tahun 2010 kasus DBD di Sumut mencapai 8.889 penderita dengan korban meninggal sebanyak 87 jiwa (Dinkes


(15)

Provinsi SUMUT, 2012). Tahun 2011 provinsi Sumatera Utara menempati peringkat nomor 3 di Indonesia untuk kasus DBD dengan jumlah kasus sebesar 2.066 dan Incidence Rate (IR) yaitu persentase jumlah penderita baru dalam suatu populasi pada periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang beresiko untuk mendapat penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu 15,88% (Kemkes RI, 2011). Tahun 2011 Kecamatan Helvetia Medan merupakan daerah yang tertinggi kasus DBD di kota Medan (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Dengan demikian kasus demam berdarah dengue perlu mendapat perhatian. Atas latar belakang diatas dan pengalaman peneliti yang juga pernah didiagnosis menderita demam berdarah dengue sewaktu masih bersekolah di bangku SMA, peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang karakteristik penderita demam berdarah dengue yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian ini yaitu bagaimanakah karakteristik penderita demam berdarah dengue yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita demam berdarah dengue yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 berdasarkan keluhan 2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di

bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 berdasarkan jumlah trombosit pada saat masuk


(16)

3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 berdasarkan jumlah trombosit terendah

4. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 berdasarkan persentase hematokrit pada saat masuk

5. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 berdasarkan persentase hematokrit tertinggi

6. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 menurut derajat penyakit. 7. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di

bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, pendidikan dan pekerjaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Bagi klinisi diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan klinisi mengenai karakteristik penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012

2. Bagi peneliti untuk lebih menambah wawasan tentang karakteristik penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012

3. Bagi pihak rumah sakit diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang karakteristik penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 sebagai penerapan langsung teori pembuatan karya tulis ilmiah

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini dan bahan referensi bagi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara


(17)

(18)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD ( dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock syndrome ) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok) (Suhendro et al., 2009).

2.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus dengan diameter 20nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak (Suhendro et al,2009). Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DENV-2 dan DENV-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap serotipe lain (Kariyawasam et al.,2010).

Vektor dari virus dengue adalah nyamuk (WHO,2009) : • Aedes aegypti

• Aedes albopictus

• Aedes polynesiensis

• Aedes scutellaris

Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari (WHO, 2009).


(19)

Dengue adalah infeksi virus yang dimediasi nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Dalam 50 tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan ekspansi geografi ke negara-negara baru dan pada dekade sekarang, dari kota ke pedesaan. Sebanyak 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan sekitar 2,5 milyar orang tinggal di negara endemic dengue, termasuk Indonesia. Terdapat laporan sebanyak 2 dari 3 epidemik dengue setiap per tahunnya. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, demam berdarah terutama menyerang anak-anak, tetapi beberapa tahun terakhir ini terdapat peningkatan kasus pada dewasa dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Kira-kira 50% infeksi dengue dilaporkan pada pasien dewasa (15 tahun ke atas) dan meningkat dalam 3-5 tahun (Wiwanitkit, 2006).

Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika (WHO, 1997) dan hiperendemis di Thailand. Demam berdarah dengue kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun (Witayathawornwong et al., 2012).

Infeksi dengue dialami sekitar 100 juta orang di seluruh dunia per tahun. Faktor yang memperngaruhi adalah urbanisasi, peningkatan populasi, perjalanan udara dan keterbatasan pencegahan dengue. Dari 100 juta infeksi per tahun, sebanyak 250-500 ribu orang mengalami penyakit berat, dengan sisanya ringan, nonspesifik atau bahkan asimptomatik (Adam et al.,2010).

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 kasus per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun mencapai 2% tahun 1999. Di Indonesia, dimana lebih dari 35% populasi negara tinggal di daerah perkotaan, terdapat 150.000 kasus pada tahun 2007 dimana 25.000 kasus di Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat kematian sebesar 1%. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.aegypti dan A.albopictus) (Suhendro et al.,2009).

Menurut Keishya (2011), penderita DBD pada anak (5-14 tahun) di RSUP HAM tahun 2010, berdasarkan jenis kelamin, penderita yang paling banyak adalah perempuan 49 pasien (55,7%) dan laki-laki 39 pasien (44,3%). Berdasarkan umur, dengan jumlah


(20)

terbanyak 9 tahun sebanyak14 pasien (15,9%) dan yang paling sedikit dijumpai pada umur 10 tahun sebanyak 5 penderita (5,7%).

Menurut Essy (2009), penderita DBD yang dirawat inap di RSU Pirngadi Medan Tahun 2008, dengan sampel 218 orang, distribusi proporsi berdasarkan umur tertinggi yaitu kelompok umur 10-14 tahun (26%), proporsi umur terendah terdapat pada kelompok umur 30-34 tahun. Berdasarkan suku yang tertinggi yaitu suku Batak (63,7%) dan terendah adalah Minang (1%). Berdasarkan tingkat pendidikan, tertinggi yaitu SD/SLTP (42,3%) dan terendah Akademi/PT (11,5%). Proporsi pekerjaan tertinggi yaitu Pelajar/Mahasiswa (52,9%) dan terendah Karyawan/ pegawai swasta (1%).

Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host, serotipe virus atau genotipe, sekuens infeksi virus, perbedaan antibody cross-reactive dengue, dan respon sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor resiko untuk mortalitas pada pasien dengan demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan imunitas menurun sebagai faktor resiko untuk fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal seiring dengan pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam dengue dengan perdarahan dan demam berdarah dengue mengalami peningkatan (Tantawichien, 2012).

Urbanisasi , peningkatan densitas populasi, banyaknya perjalanan udara dan keterbatasan pencegahan menyebabkan peningkatan kewaspadaan pada negara epidemik. Walaupun kebanyakan kasus terjadi pada musim panas, banyak kasus juga terjadi pada musim dingin. Hal ini bisa berhubungan dengan pemanasan global dan perubahan epidemiologi (Tsai et al., 2010).

2.4 Patogenesis

DBD dimulai dengan masuknya virus dengue melalui gigitan nyamuk, kemudian virus ini mengalami replikasi pada lymphnode lokal dan setelah 2 – 3 hari menyebar ke sirkulasi dan jaringan-jaringan. Dalam siekulasi virus dengue menginfeksi sel fagosit yaitu makrofag, monosit , sel Kupfer, sel B dan sel T limfosit. Bila infeksi ini berlangsung untuk pertama kali dapat memberikan gejala dan tanda yang ringan atau bahkan simptomatik, bergantung pada jumlah dan virulensi virus serta daya tahan host. Seseorang yang


(21)

terinfeksi pertama kali akan menghasil kan antibodi terhadap virus Dengue serotipe tersebut. Seharusnya, bila infeksi berikutnya terjadi oleh virus dengue dengan serotipe yang sama maka penderita akan kebal. Tetapi mengapa pada daerah yang hanya terdapat satu serotipe virus Dengue terdapat pula kasus yang berat? Hal ini terjadi oleh karena antibodi yang terbentuk bersifat non neutralisasi, yang artinya tak dapat menetraliser virus yang masuk. Keadaan ini mengakibatkan semakin mudahnya virus mengalami replikasi. Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD (Ginting, 2004).

Bentuk klasik infeksi ini mempunyai periode inkubasi 5-8 hari (rentang 3-14 hari) diikuti onset demam, sakit kepala berat, menggigil dan bintik-bintik kemerahan pada kulit setelah 3-4 hari. Demam biasanya berlangsung 4-7 hari dan kebanyakan orang mengalami perbaikan sempurna tanpa komplikasi (Wiwanitkit, 2006).

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologus infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi (Suhendro et al., 2009).


(22)

Gambar 2.1.Hipotesis secondary heterologus infection (WHO, 1997)

Menurut hipotesis infeksi sekunder (gambar 1), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa (WHO, 1997).

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) Supresi sumsum tulang, dan 2).destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematoppoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petaanda degranulasi trombosit. (Suhendro et al., 2009)

Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk penyakit lebih berat (denan berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi olek sel-sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel, destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif (Kariyawasan, 2010).

2.5. Diagnosis


(23)

A. Kriteria klinis:

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan: a) Uji torniquet positif

b) Petekie,ekimosis,purpura

c) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain

d) Hematemesis dan atau melena 3. Pembesaran hati (hepatomegali)

4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien gelisah

B. Kriteria Laboratorium

1. Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)

2. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi :

− Peningkatan hematokrit ≥20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin

− Penurunan hematokrit ≤20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

− Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Dua kriteria klinis pertama ditambah salah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) sudah dapat menegakkan diagnosis klinis DBD (Suhendro et al.,2009).

Menurut Essy (2009), dengan sampel 218, penderita DBD yang dirawat inap di RSU Pirngadi Medan Tahun 2008, berdasarkan jumlah trombosit penderita saat masuk RS tertinggi adalah pada kelompok 50.000-100.000/mm3 (45,2%) dan yang terendah pada kelompok <50.000/mm3 (9,6%). Berdasarkan jumlah hematokrit penderita saat masuk RS tertinggi pada kelompok <40% sebesar 63,5% dan yang terendah adalah pada kelompok >50% sebesar 1%.


(24)

Menurut Khoirun (2012), dari 136 penderita DBD di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011, berdasarkan jumlah trombosit, yang tertinggi yaitu penderita dengan jumlah trombosit ≤100.000/µl (69,6%). Berdasarkan jumlah hematokrit yang tertinggi yaitu ≤40% (57,2%).

2.6. Derajat Penyakit

Klasifikasi derajat penyakit dengue dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1.Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue (Suhendro et al.,2009)

DD/DBD Derajat Gejala laboratorium

DD

Demam, disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia

- leukopenia -

trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma

Serologi dengue positif DBD I Gejala di atas ditambah uji

bendung positif

Trombositopenia (<100.000),bukti ada kebocoran plasma

DBD II

Gejala di atas ditambah perdarahan spontan

Trombositopenia (<100.000),bukti ada kebocoran plasma


(25)

DBD III

Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah

Trombositopenia (<100.000),bukti ada kebocoran plasma

DBD IV

Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur

Trombositopenia (<100.000),bukti ada kebocoran plasma

WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue yang bisa dilihat pada gambar 2.2:


(26)

Gambar 2.2.Klasifikasi dengue dan derajat keparahan (WHO,2009)

2.7. Manifestasi Klinis

WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi hari-hari sakit demam dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery

a. Fase Demam

Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala nyeri tenggorokan, faring hiperemis, konjungtiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah muntah umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase demam, uji torniquet positif mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi virus dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign) yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membran mukosa (seperti perdarahan hidung dan gusi) dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk menilai pasien sudah terjangkit virus dengue

b. Fase Kritis

Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi 37,5-38oC dan bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas

kapiler bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan menurunnya jumlah trombosit mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Syok dapat terjadi didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign).


(27)

Temperatur tubuh dapat subnormal saat syok terjadi. Syok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat, encephalitis, mmiokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif dapat terjadi. Pasien yang membaik dalam fase ini disebut sebagai non-severe dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda bahaya. Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau memburuk kembali yang disebut severe dengue.

c. Fase Recovery

Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari kompartemen extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik, kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit. (WHO, 2009).


(28)

Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut ini (WHO,2009) :

• Kebocoran plasma yang mengarah pada syok

• Perdarahan hebat

• Gangguan berat organ

Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam (berkisar antara hari ke 3-7), ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan sistolik menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral dingin dan peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan TD menghilang. Syok akibat hipotensi dan hipoksia akan menyebabkan kegagalan multiorgan (WHO,2009).

Penelitian epidemiologi dengue dan DHF di Bandung, Prop Jawa Barat didapatkan menifestasi klinis yang dapat dilihat pada tabel (Primal et al.,2005):

Tabel 2.2 . Manifestasi klinis dengue dan non dengue

Symptom/ sign Dengue (%) Non dengue (%)

Headache 89.9 89.3

Retro-orbital pain 36.4 40.7

Sore throat 19.1 41.1

Myalgia 93.3 88.6

Abdominal pain 29.2 26.1

Nausea 71.9 54.3

Vomiting 21.4 13.8

Spontaneous hemorrhage 14.6 0.4

Rash 4.7 0.6

Positive torniquet test 52.3 34.4 Leukopenia (≤4000/mm3) 43.4 5.7 Thrombocytopenia (<100.000/mm3) 37.2 3.6 Elevated liver enzyme level 57.5 28.3


(29)

Menurut Keishya (2011), penderita DBD pada anak (5-14 tahun) di RSUP HAM tahun 2010, berdasarkan keluhan pada penderita demam berdarah dengue pada

anak didapatkan demam 88 penderita (100%), muntah 62 penderita (70,5%), manifestasi perdarahan 49 penderita (55,7%), nyeri perut 27 penderita (30,7%), penurunan nafsu makan 26 penderita (29,5%), nyeri kepala 25 penderita (28,4%), mual 14 penderita(15,9%), nyeri ulu hati 22 penderita (25,0%), nyeri sendi 17 penderita (19,3%), nyeri telan 12 penderita (13,6%), batuk 12 penderita (13,6%), mencret 8 penderita (9,1%), dan syok 7 penderita (8,0%).

2.8. Diagnosis Banding

Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti demam, tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis dan malaria. Adanya hemokonsentrasi membedakan DBD dari penyakit lain (Suhendro et al., 2009).

Diagnosis banding demam dengue adalah meningitis, ensefalitis, dan sinusitis yang juga terdapat pada gejala demam dan sakit kepala. Terdapat “cross-reactivity” PCR antara virus dengue dan organisme lain seperti Demam West Nile di AS (Guerdan, 2010).

2.9. Penatalaksanaan

Kategori grup (WHO, 2009) : 1. GRUP A

• Pasien yang boleh pulang

• Mampu mengkonsumsi cairan oral dan BAK minimal setiap 6 jam

• Tidak ditemukan tanda bahaya 2. GRUP B

• Pasien yang harus dirawat inap


(30)

• Kondisi yang beresiko : kehamilan bayi, usia tua, obesitas, DM, gagal ginjal, penyakit hemolitik kronis, dan pasien yang tinggal sendiri atau tempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan

3. GRUP C

• Pasien yang membutuhkan tindakan gawat darurat

• Ditemukan hal-hal berikut : kebocoran plasma hebat, perdarahan hebat, gangguan berat organ.

a. GRUP A

Pasien yang termasuk kategori GRUP A dianjurkan mengkonsumsi cairan rehidrasi oral (oralit), jus buah dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula.

Untuk pasien yang demam tinggi berikan paracetamol, hindari OAINS (NSAID) karena dapat memicu gastritis dan perdarahan.

Kita juga menginstruksikan pada pasien atau yang merawatnya untuk segera ke rumah sakit bila keadaan memburuk atau tidak membaik dan muncul tanda bahaya.

b. GRUP B

Pasien dengan tanda bahaya:

1. Periksa HT sebelum terapi cairan. Berikan cairan isotonik seperti NaCL 0,9% atau Hartmann’s solution

2. Mulai dari 5-7 c/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 cc/kg/jam selama 2-4 jam, lalu 2-3 cc’kg/jam atau sesuaikan dengan keadaan pasien

3. Periksa ulang HT setelah terapi cairan. Bila hasilnya tetap atau meningkat sedikit, lanjutkan terapi (2-4 cc/kg/jam). Jika vital sign memburuk dan HT meningkat drastis, terapi cairan 5-10 cc/kg/jam selama 1-2 jam. Berikan terapi hanya untuk mempertahankan urin 0,5 cc/kg/jam

4. Monitor pasien sampai fase kritis terlewati. Pasien tanpa tanda bahaya:

1. Anjurkan konsumsi cairan oral. Bila sulit dilakukan, terapi cairan maintenance dengan NaCl 0.9% atau RL dengan atau tanpa dextrose


(31)

c. GRUP C

Pasien dengan severe dengue harus dirujuk atau dirawat di rumah sakit dengan fasilitas intensif (ICU) dan transfusi darah.

Penanganan syok:

1. Mulai terapi cairan dengan kristaloid isotonik 5-10 cc/kg/jam selama 1 jam. Selalu monitor vital sign, HT dan urin output

2. Jika pasien membaik, terapi cairan dikurangi menjadi 5-7cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 cc/kg/jam selama 2-4 jam, l alu 2-3 cc/kg/jam dan disesuaikan dengan hemodinamik pasien. Ini dilakukan paling lama 24-48 jam.

3. Jika vital sign tidak stabil dan HT meningkat (>50%), ulangi pemberian kristaloid intravena 10-20 cc/kg/jam selama 1 jam. Bila ada perbaikan, kurangi menjadi 7-10 cc/kg/jam dan lanjutkan sesuai diatas

4. Bila HT menurun drastis (<20-45%) curiga adanya perdarahan. Lakukan

cross-match untuk persiapan transfusi bila diperlukan (WHO,2009).

2.9.1. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue menurut Depkes 2004 a. Demam Dengue

Pasien DD (Demam Dengue) dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:

a. Tirah baring, selama masih demam

b. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan c. Dianjurkan pemberian paracetamol untuk menurunkan suhu <39oC

d. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari e. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens.

b. Demam Berdarah Dengue Fase demam


(32)

Umumnya sama dengan tatalaksana demam dengue. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Paracetamol dianjurkan sebagai antipiretik.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama.

Penggantian volume plasma

Cairan intravena diperlukan apabila: 1) anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum peroral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok, 2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7.46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.

c. Sindrom Syok Dengue Penggantian volume segera

Pengobatan awal cairan intravena laruta RL> 20ml/kgBB. Tetesan diberikan secepat mungkin selama 30 menit . Apabila syok belum teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetasan 10 ml/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10ml/kgBB. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar/ nilai hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetasan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit.


(33)

Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit

Analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.

Pemberian oksigen

Terapi oksigen 2 liter/menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.

Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini: 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Secara klinis tampak perbaikan 4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit >50.000/mm3

7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) ( Depkes RI, 2004).


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka konsep.

3.2. Defenisi Operasional

1. Penderita DBD adalah orang yang dinyatakan sakit/menderita DBD berdasarkan diagnosis Dokter Penanggung jawab Pasien (DPJP) dan tercatat di rekam medis

1. Keluhan

2. Jumlah trombosit pada saat masuk 3. Jumlah trombosit terendah

4. Persentase hematokrit pada saat masuk

5. Persentase hematokrit tertinggi 6. Derajat penyakit

7. Sosiodemografi: - Umur

- Jenis kelamin - Suku

- Pendidikan - Pekerjaan

Demam Berdarah Dengue


(35)

2. Keluhan adalah keluhan yang timbul pada penderita saat terserang DBD 3. Jumlah trombosit pada saat masuk adalah jumlah trombosit pada saat masuk

RS yang terdapat pada darah penderita yang didapat melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di rekam medis dan dikelompokkan menjadi : a. <20.000/mm3

b. (20.000 - 100.000)/mm3 c. >100.000/mm3

4. Jumlah trombosit terendah adalah jumlah trombosit terendah selama dirawat yang terdapat pada darah penderita yang didapat melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di rekam medis dan dikemlopokkan menjadi :

a. <20.000/mm3

b. (20.000 - 100.000)/mm3 c. >100.000/mm3

5. Persentase Hematokrit pada saat masuk adalah persentase hematokrit pada saat masuk RS yang terdapat pada darah penderita yang di dapat melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di rekam medis dan dikelompokkan menjadi:

a. < 45 % b. 45% – 54% c. >54%

6. Persentase Hematokrit tertinggi adalah persentase hematokrit tertinggi selama dirawat yang terdapat pada darah penderita yang di dapat melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di rekam medis dan dikelompokkan menjadi:

a. < 45 % b. 45% – 54% c. >54%

7. Derajat penyakit adalah derajat penyakit DBD yang di derita oleh penderita DBD berdasarkan diagnosa DPJP dan tercatat di rekam medis,dikategorikan menjadi:


(36)

a.Derajat I: Demam 2-7 hari disertai gejala yang tidak khas,manifestasi perdarahan hanya berupa tes tourniquet positif

b.Derajat II: Derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit/perdarahan lain

c.Derajat III: Derajat II di tambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun disertai kulit yang dingin dan penderita gelisah

d.Derajat IV: Derajat III di tambah syok yang berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak terukur

8. Umur adalah lamanya hidup penderita DBD yang dihitung berdasarkan tahun sejak di lahirkan hingga saat penderita DBD menjadi pasien di RSUP HAM dan tercatat di rekam medis yang dikelompokkan atas:

a. 16-20 tahun b. 21-25 tahun c. 26-30 tahun d. 31-35 tahun e. 36-40 tahun f. 41-45 tahun g. 46-50 tahun h. 51-55 tahun i. 56-60 tahun j. >60 tahun

9. Jenis kelamin adalah setiap individu yang berdasarkan ciri-ciri tertentu yang khas di milikinya tercatat di rekam medis dan dikategorikan atas:

a. Laki-laki b. Perempuan

10. Suku adalah etnik yang melekat pada penderita DBD yang tercatat di rekam medis dan dikategorikan atas :

a. tapanuli b. karo c. pak-pak


(37)

d. simalungun e. nias

f. jawa g. aceh h. minang i. dan lain-lain

11. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang dijalani penderita DBD yang tercatat di rekam medis, dikategorikan atas:

a. Tidak sekolah b. SD

c. SLTP d. SLTA

e. Akademi/Perguruan Tinggi

12. Pekerjaan adalah kegiatan utama penderita DBD yang tercatat di rekam medis, dikategorikan atas:

a. Belum bekerja b. Pelajar/mahasiswa c. PNS/pensiunan PNS d. Karyawan

e. Wiraswasta f. Ibu rumah tangga


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan desain

cross-sectional (studi potong lintang), dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan (point time

approach) (Notoatmodjo, 2010).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis RSUP HAM. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi ini karena RSUP HAM merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan dari wilayah provinsi Sumatera Utara, NAD, Riau, dan kepulauan Riau.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013. Pemilihan waktu penelitian dengan mempertimbangkan waktu, dana, dan sumber daya.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012 sebanyak 118 penderita. 2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh subjek yang diambil dari populasi penelitian.


(39)

Besar Sampel Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan metode total sampling dimana sampelnya adalah seluruh pasien yang didiagnosa menderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam tahun 2012.

4.4.Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder penderita DBD dari kartu status bagian rekam medis. Data sekunder ini diambil dari RSUP HAM tahun 2012.

4.5.Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam komputer. Data yang diperoleh berupa berapa jumlah penderita DBD yang dirawat inap dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM tahun 2012, distribusi berdasarkan keluhan, jumlah trombosit, jumlah trombosit terendah, persentase hematokrit, persentase hematokrit tertinggi, derajat penyakit, dan variable orang, dianalisis dengan menggunakan program SPSS.


(40)

BAB 5

Hasil dan Pembahasan 5.1.Hasil penelitian

5.1.1. Deskripsi tempat penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam MalikMedan merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990. RSUP Haji Adam Malik Medan menjadi sentra rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga LauNomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan MedanTuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, karakteristik sampel yang ada dapat dibedakan berdasarkan keluhan, jumlah trombosit pada saat masuk, jumlah trombosit terendah selama dirawat inap, hematokrit pada saat masuk, hematokrit tertinggi selama dirawat, derajat penyakit, dan sosiodemografi. Untuk lebihjelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(41)

Tabel 5.1 Distribusi proporsi berdasarkan keluhan

Keluhan Frekuensi (orang) Persen (%)

Demam 118 100

Bintik perdarahan 30 25.4

Mimisan 11 9.3

Gusi berdarah 17 14.4

Mual 62 52.2

Muntah 25 21.2

Mencret 12 10.2

Sakit kepala 74 62.7

Menggigil 18 15.3

Nyeri sendi 92 78

Total 118 100

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa seluruh penderita DBD (118 orang) mengalami keluhan demam (100%), sedangkan keluhan terbanyak yang kedua adalah nyeri sendi sebanyak 92 orang (78%).

Tabel 5.2 Distribusi proporsi berdasarkan jumlah trombosit pada saat masuk

Trombosit Frekuensi (orang) Persen (%)

<20.000/mm3 8 6.8

(20.000-100.000)/mm3 35 29.7

>100.000/mm3 75 63.6

Total 118 100

Dari tabel 5.2 dapat diketahui penderita DBD terbanyak memiliki jumlah trombosit pada saat masuk >100.000/mm3yaitu sebanyak 75 orang (63.6%).


(42)

Tabel 5.3 distribusi proporsi berdasarkan jumlah trombosit terendah selama dirawat

Trombosit Frekuensi (orang) Persen (%)

<20.000/mm3 10 8.5

(20.000-100.000)/mm3 52 44.1

>100.000/mm3 56 47.5

Total 118 100

Dari tabel 5.3 dapat diketahui mayoritas penderita DBD memiliki jumlah trombosit terendah selama dirawat (20.000-100.000)/mm3 yaitu sebanyak 52 orang (44.1%) dan >100.000/mm3 sebanyak 56 orang (47.5%).

Tabel 5.4 Distribusi proporsi berdasarkan jumlah hematokrit pada saat masuk

Hematokrit Frekuensi (orang) Persen (%)

<45% 94 79.7

45-54% 22 18.6

>54% 2 1.7

Total 118 100

Dari tabel 5.4 dapat diketahui jumlah hemtokrit pada saat masuk penderita DBD yang terbanyak <45% sebanyak 94 orang (79,7%) dan yang paling sedikit >54% sebanyak 2 orang (1.7%).


(43)

Tabel 5.5 Distribusi proporsi berdasarkan jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat

Hematokrit Frekuensi (orang) Persen (%)

<45% 90 76.3

45-54% 26 22

>54% 2 1.7

Total 118 100

Dari tabel 5.5 dapat diketahui jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat penderita DBD terbanyak <45% yaitu sebanyak 90 orang (76.3%) dan yang paling sedikit >54% sebanyak 2 orang (1.7%).

Tabel 5.6 Distribusi proporsi berdasarkan derajat penyakit

Derajat Frekuensi (orang) Persen (%)

I 65 55.1

II 47 39.8

III 6 5.1

IV 0 0

Total 118 100

Dari tabel 5.6 dapat diketahui mayoritas penderita DBD yang dirawat inap adalah yang derajat I sebanyak 65 orang (55.1%) dan derajat II sebanyak 47 orang (39.8), sedangkan yang paling sedikit derajat III yaitu 6 orang (5.1%) dan derajat IV tidak ada.


(44)

Tabel 5.7 Distribusi proporsi berdasarkan sosiodemografi

No. Umur (tahun) Frekuensi (orang) Persen (%)

1 16-20 21 17.8

21-25 21 17.8

26-30 14 11.9

31-35 13 11.0

36-40 14 11.9

41-45 9 7.6

46-50 3 2.5

51-55 4 3.4

56-60 9 7.6

>60 10 8.5

Total 118 100

2 Jenis kelamin

Laki-laki 53 44.9

perempuan 65 55.1

Total 118 100

3 Suku

Tapanuli 35 29.7

Karo 30 25.4

Pak-pak 1 0.8

Simalungun 2 1.7

Nias 3 2.5

Jawa 35 29.7

Aceh 1 0.8

Minang 8 6.8

dan lain-lain 3 2.5

Total 118 100

4 Tingkat pendidikan


(45)

SD 7 5.9

SLTP 13 11

SLTA 53 44.9

Akademi/Perguruan Tinggi 45 38.1

Total 118 100

5 Pekerjaan

Belum bekerja 4 3.4

Pelajar/Mahasiswa 22 18.6

PNS/pensiunan PNS 30 25.4

Karyawan 7 5.9

Wiraswasta 37 31.4

Ibu rumah tangga 17 14.4

Total 118 100

Dari tabel 5.7 dapat diketahui bahwa distribusi proporsi tertinggi penderita DBD tertinggi yaitu sebagai berikut: umur 16-20 (17.8%) dan 21-25 (17.8%), jenis kelamin perempuan (55.1%), suku tapanuli (29.7%), tingkat pendidikan SLTA (44.9%), pekerjaan wiraswasta (31.4%).


(46)

5.1.3 Analisis Statistik

Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Berdasarkan Tingkat Usia dan Derajat Keparahan

Tingka t usia

Frekuensi Persentase

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

16-20 13 8 0 0 20 17 0 0

21-25 16 5 0 0 24.6 10.6 0 0

26-30 11 3 0 0 16.9 6.4 0 0

31-35 5 8 0 0 7.7 17 0 0

36-40 6 6 2 0 9.2 12.8 33.3 0

41-45 3 6 0 0 4.6 12.8 0 0

46-50 3 0 0 0 4.6 0 0 0

51-55 1 3 0 0 1.5 6.4 0 0

56-60 3 5 1 0 4.6 10.6 16.7 0

>60 4 3 3 0 6.2 6.4 50 0

total 65 47 6 0 100 100 100 0

Dari tabel 5.8 dapat dilihat jumlah sampel terbanyak pada derajat 1 terdapat pada tingkatan umur 21-25 tahun sebanyak 16 orang (24.6%), diikuti pada tingkatan umur 16-20 tahun sebanyak 13 orang (20%), dan jumlah paling sedikit terdapat pada umur 51-55 tahun sebanyak 1 orang (1.5%). Pada derajat 2 terbanyak pada tingkatan umur 16-20 dan 31-35 dengan jumlah sampel masing-masing 8 orang ((17%).Derajat 3 hanya terdapat pada tingkatan umur >60 tahun (50%), umur 36-40 tahun (33.3%), dan tingkatan umur 56-60 tahun (1%).Sedangkan pada derajat 4 tidak terdapat pada sampel.


(47)

Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Berdasarkan Jumlah Trombosit dan Derajat Keparahan

trombosit pada saat masuk

Frekuensi Persentase

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

20.000 0 3 5 0 0 6.4 83.3 0

20.000-100.000 2 32 1 0 3.1 68.1 16.7 0

>100.000 63 12 0 0 96.9 25.5 0 0

Total 65 47 6 0 100 100 100 0

Trombosit terendah

selama dirawat

Frekuensi Persentase

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

<20.000 0 4 6 0 0 8.5 100 0

20.000-100.000 13 39 0 0 20 83 0 0

>100.000 52 4 0 0 80 8.5 0 0

Total 65 47 6 0 100 100 100 0

Dari tabel 5.9 trombosit pada saat masuk, derajat 1 memiliki jumlah trombosit terbanyak >100.000 sebanyak 63 orang (96.9%), diikuti jumlah trombosit 20.000-100.000 sebanyak 2 orang (3.1%), dan pada trombosit <20.000 tidak terdapat pada sampel.Pada derajat 2 terbanyak pada jumlah trombosit 20.000-100.000 sebanyak 32 orang (68.1%), jumlah trombosit >100.000 sebanyak 12 orang (25.5%), dan jumlah trombosit <20.000 sebanyak 3 orang (6.4%).Pada derajat 3 terbanyak pada jumlah trombosit <20.000 sebanyak 5 orang (83.3%) dan jumlah trombosit 20.000-100.000 sebanyak 1 orang (16.7%).Sedangkan derajat 4 tidak terdapat pada sampel.


(48)

Pada trombosit terendah selama dirawat , derajat 1 memiliki jumlah trombosit terbanyak >100.000 sebanyak 52 orang (80%), diikuti jumlah trombosit 20.000-100.000 sebanyak 13 orang, dan trombosit <20.000 tidak terdapat pada sampel. Pada derajat 2 terbanyak pada jumlah trombosit 20.000-100.000 sebanyak 39 orang (83%).Pada derajat 3 terdapat hanya pada trombosit <20.000 sebanyak 6 orang (100%).Sedangkan pada derajat 4 tidak terdapat pada sampel.

Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Berdasarkan Jumlah Hemtokrit Dan Derajat Keparahan

hematokrit pada saat

masuk

Frekuensi Persentase

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

<45% 65 27 2 0 100 57.4 33.3 0

(45-54)% 0 19 3 0 0 40.4 50 0

>54% 0 1 1 0 0 2.1 16.7 0

Total 65 47 6 0 100 100 100 0

Hematokrit tertinggi

selama dirawat

Frekuensi Persentase

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

<45% 65 25 0 0 100 53.2 0 0

(45-54)% 0 21 5 0 0 44.7 83.3 0

>54% 0 1 1 0 0 2.1 16.7 0

Total 65 47 6 0 100 100 100 0

Dari tabel 5.10 hematokrit pada saat masuk, semua derajat 1 memiliki jumlah hematokrit <45% sebanyak 65 orang (100%). Pada derajat 2 terbanyak pada jumlah hematokrit <45% sebanyak 27 orang (57.4%), diikuti jumlah hematokrit (45-54)% sebanyak 19 orang (40.4%), dan >54% sebanyak 1 orang (2.1%). Pada derajat 3 jumlah hematokrit <45% sebanyak 2 orang (33.3%), jumlah hematokrit (45-54)% sebanyak 3 orang (50%), dan >54% sebanyak 1 orang (16.7%). Sedangkan derajat 4 tidak terdapat pada sampel.


(49)

Pada hematokrit tertinggi selama dirawat, semua derajat 1 memiliki jumlah hematokrit <45% sebanyak 65 orang (100%). Pada derajat 2, mayoritas terdapat pada jumlah hematokrit <45% sebanyak 25 orang (53.2%) dan jumlah hematokrit (45-54)% sebanyak 21 orang (44.7%), dan hematokrit >54% sebanyak 1 orang (2.1%). Pada derajat 3 terbanyak pada jumlah hematokrit (45-54)% sebanyak 5 orang (83.3%), hematokrit >54% sebanyak 1 orang (16.7%), dan hematokrit <45% tidak terdapat pada sampel. Sedangkan derajat 4 tidak terdapat pada sampel.

Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Berdasarkan Keluhan dan Derajat Penyakit

Keluhan Frekuensi Total Persentase Total

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

Demam 65 47 6 0 118 55.1 39.6 5.1 0 100

Bintik 0 27 3 0 30 0 90 10 0 100

Mimisan 0 9 2 0 11 0 81.8 18.2 0 100

Gusi berdarah

2 9 6 0 17 11.8 52.9 35.3 0 100

Mual 38 20 4 0 62 61.3 32.3 6.5 0 100

muntah 11 14 0 0 25 44 56 0 0 100

mencret 4 6 2 0 12 33.3 50 16.7 0 100

Sakit kepala

45 26 3 0 74 60.8 35.1 4.1 0 100

Menggigil 9 7 2 0 18 50 38.9 11.1 0 100

Nyeri sendi 51 35 6 0 92 55.4 38 6.5 0 100

Pada tabel 5.10 dapat dilihat keluhan demam terdapat pada seluruh sampel (100%).Keluhan bintik tidak terdapat pada derajat 1 (0%), derajat 2 sebanyak 27 orang (90%) dan derajat 3 sebanyak 3 orang (10%).Mimisan terdapat pada derajat 2 sebanyak 9 orang (81.8%) dan derajat 3 sebanyak 2 orang (18.2). Gusi berdarah pada derajat 1 sebanyak 2 orang (11.8%), derajat 2 sebanyak 29 orang (52.9%), derajat 3 sebanyak 6 orang (35.3%). Mual pada derajat 1 sebanyak 38 orang


(50)

(61.3%), derajat 2 sebanyak 20 orang (32.3%), derajat 3 sebanyak 4 orang (6.5%). Muntah pada derajat 1 sebanyak 38 orang (61.3%), derajat 2 sebanyak 20 orang (32.3%), derajat 3 sebanyak 4 orang (6.5%). Muntah sebanyak 11 orang (44%) pada derajat 1 dan 14 orang (56%) pada derajat 2. Mencret pada derajat 1 sebanyak 4 orang (33.3%), derajat 2 sebanyak 6 orang (50%), derajat 3 sebanyak 2 orang (16.7%). Sakit kepala pada derajat 1 sebanyak 45 orang (60.8%), derajat 2 sebanyak 26 orang (35.1%), derajat 3 sebanyak 3 orang (4.1%). Menggigil pada derajat 1 sebanyak 9 orang (50%), derajat 2 sebanyak 7 orang (38.9%), dan derajat 3 sebanyak 2 orang (11.1%). Nyeri sendi pada derajat 1 sebanyak 51 orang (55.4%), derajat 2 sebanyak 35 orang (38%), dan derajat 3 sebanyak 6 orang (6.5%). Derajat 4 tidak terdapat pada sampel.


(51)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Berdasarkan Keluhan

Distribusi proporsi penderita DBD yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik berdasarkan keluhan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.1 Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan keluhan

Pada gambar 5.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita dengan keluhan tertinggi adalah demam (100%) dan terendah mimisan (9.3%).Keluhan demam sebesar 100% artinya semua penderita DBD mengalami keluhan demam.Keluhan mual (52.2%), sakit kepala (62.7%), dan nyeri sendi (78%) mayoritas terdapat pada penderita DBD. Hasil ini sejalan dengan penelitian epidemiologi DHF di Bandung (Primal et al.,2005). Hasil penelitian di RSU Pirngadi Medan 2008 juga menunjukkan hal yang serupa dimana keluhan demam sebesar 100%, sakit kepala 40% dan nyeri sendi 60% (Essy, 2009).

100

25.4

9.3 14.4 52.2

21.2 10.2

62.7

15.3 78

0 20 40 60 80 100 120

P

ro

p

o

rs

i


(52)

5.2.2 Berdasarkan jumlah trombosit

Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah trombosit dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.2 Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah trombosit pada saat masuk

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi terdapat pada trombosit >100.000 (63.6%), diikuti trombosit 20.000-100.000 (29.7%), dan <20.000 (6.8%).Hasil ini sesuai dengan penelitian Nikodemus yang juga menunjukkan proporsi tertinggi pada trombosit >100.000 (Nikodemus, 2010).Hal ini sesuai dengan kriteria untuk mendiagnosa DBD menurut WHO salah satunya yaitu jika pada pemeriksaan sampel darah penderita dijumpai jumlah trombosit ≤

100.000/μl.Peningkatan pemakaian dan destruksi trombosit perifer sebagai

penyebab utama trombositopenia pada penderita DBD (WHO, 2009). 0

20 40 60 80 100

6.8

29.7

63.6

100


(53)

Gambar 5.3 Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah trombosit terendah selama dirawat inap.

Pada gambar 5.3 dapat dilihat proporsi tertinggi trombosit terendah selama dirawat inap terdapat pada trombosit >100.000 (47,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Hadi Halik dimana proporsi tertinggi terdapat pada jumlah trombosit >100.000.Pada penelitian ini didapat penurunan proporsi trombosit >100.000 pada saat masuk dibanding selama dirawat.Penurunan kadar trombosit berjalan secara progresif, seiring dengan lama penyakit berlangsung. Bila kadar trombosit turun sampai ke tahap gawat, sudah terjadi kebocoran plasma yang kronik sehingga dapat mengakibatkan syok pada DBD, yang terjadi pada derajat 3 dan 4 (Dengue

Shock Syndrome) (Peters, 2008).

0 20 40 60 80 100

8.5

44.1 47.5

100


(54)

5.2.3 Berdasarkan jumlah hematokrit

Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah hematokrit dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 5.4 Diagram pie distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah hematokrit pada saat masuk

Pada gambar 5.4 dapat dilihat bahwa proporsi penderita DBD tertinggi terdapat pada hematokrit <45%.Hasil ini sesuai dengan penelitian di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 dimana proporsi tertinggi terdapat pada hematokrit <45%. Nilai hematokrit yang meningkat menunjukkan tingkat pengentalan darah yang terjadi akibat merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh darah.Pada demam dengue biasanya timbul leukopenia dan trombositopenia, trombositopenia dan peningkatan hematokrit secara bersamaan adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DBD.Sebagian besar penderita DBD akan datang berobat saat muncul gejala-gejala awal DBD dengan persentase hematokrit penderita yang masih berada dalam batas normal < 40%. (Khoirun, 2012).

79.7 18.6

1.7

Hematokrit Masuk

<45%

45-54%


(55)

Gambar 5.5 Diagram pie distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat inap

Pada gambar 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi terdapat pada jumlah hematokrit <45% dan terendah pada hematokrit>54%.Hasil ini sesuai dengan penelitian Hadi Halik dimana proporsi tertinggi terdapat pada jumlah hematokrit <45%.

76.3 22

1.7

Hematokrit tertinggi selama dirawat

<45%

45-54%


(56)

5.2.4 Berdasarkan Derajat Keparahan

Gambar 5.6 Diagram batang distribusi proporsi penderita DBD berdasarkn derajat keparahan

Dari gambar 5.6 dapat dilihat proporsi tertinggi terdapat pada Derajat I (55.1%) diikuti dengan derajat II (39.8%), dan derajat III (5.1%). Hasil ini sejalan dengan penelitian di RSUP H. Adam Malik Tahun 2009 dimana proporsi tertinggi juga terdapat pada derajat penyakit I. Hal ini merupakan sesuatu yang normal karena pada saat pasien datang meminta pertolongan di rumah sakit, perkembangan penyakit DBD banyak berada pada derajat 1 dan derajat 2 (Nimmanitya, 2009). Derajat 3 dan 4 (Dengue Shock Syndrome) pula merupakan komplikasi dari DBD dan selalunya terjadi setelah pasien dirawat inap di rumah sakit. Derajat 3 dan 4 merupakan suatu komplikasi yang jarang namun bisa terjadi akibat dari pasien gagal respon pada terapi yang diberikan oleh dokter (Peters, 2008). Derajat 1 ditandai dengan demam yang berlangsung 2-7 hari dan tanda pendarahan yang ada hanyalah uji tornikuet positif.Derajat 2 ditandai dengan derajat 1 ditambah dengan pendarahan spontan (WHO, 2006). Kedua derajat ini mudah dideteksi oleh masyarakat umum dan apabila terjadinya gejala seperti derajat 1 dan 2, masyarakat cepat mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan sehingga pasien dapat dirawat dengan baik sehingga sembuh (Roose, 2008).

5.2.5 Berdasarkan sosiodemografi

55.1 39.8

5.1

0 10 20 30 40 50 60

I II III


(57)

Distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan umur yaitu 16-20 (17.8%) dan 21-25 (17.8%).Hasil ini sesuai dengan penelitian Hadi Halik dimana proporsi tertinggi terdapat pada umur >15 tahun. Penelitian Khoirun menunjukkan bahwa padatahun 2011 proporsi terbanyak terdapat pada kategori umur <15 tahun, yang menunjukkan bahwa pada tahun 2011 penderita lebih banyak terdapat pada anak.

Pada jenis kelamin, proporsi tertinggi terdapat pada perempuan (55.1%).Pada umumnya laki-laki lebih rentan terhadap infeksi dari pada perempuan.Hal ini disebabkan karena produksi imunoglobin dan anti bodi yang dikelola secara genetika dan hormonal pada perempuan lebih efisien dibandingkan pada anak laki-laki, sampai sekarang belum ada yang dapat memberikan jawaban yang tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD (Soedarmo, 2005). Hasil ini sejalan dengan penelitian Khoirun (2012) tetapi berbeda dengan penelitian Sondang (2004).

Pada suku, proporsi mayoritas terdapat pada suku tapanuli (29.7%) dan karo (25.4), hasil ini sesuai dengan penelitian Essy (2008) dimana proporsi terbanyak terdapat pada suku batak.

Pada tingkat pendidikan, proporsi terbanyak terdapat pada SLTA (44.9%)..Hasil penelitian Puteri (2007) menunjukkan proporsi penderita tertinggi berpendidikan SLTA (30%), berbeda dengan hasil penelitian Vivijulia (2010) yang menunjukkan proporsi penderita tertinggi berpendidikan SD (46,9%).

Pada pekerjaan, proporsi tertinggi terdapat pada pekerjaan wiraswasta (31.4%).Hal ini terkait dengan aktivitas nyamuk Aedes aegypti yang menggigit pada pagi dan sore hari sewaktu pekerja berada diluar rumah dan kurangnya pemantauan jentik di sekolah atau tempat umum.


(58)

Pada tabel 5.8 dapat dilihat bahwa proporsi mayoritas derajat 1 terdapat pada usia 16-30 tahun dimana pada usia ini termasuk usia produktif dan cenderung masih memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik daripada usia yang lebih tua. Pada tabel dapat dilihat juga terdapat derajat 3 sebanyak 3 orang pada umur >60 tahun dimana pada usia ini cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah. Dapat dilihat juga bahwa terdapat proporsi derajat 2 yang cukup merata pada semua tingkat umur.

Pada tabel 5.9 dapat dilihat bahwa proporsi trombosit pada saat masuk terbanyak terdapat pada jumlah >100.000 (96.9%) dengan derajat penyakit I, tetapi mengalami penurunan selama dirawat sebanyak 52 orang (80%).Hal ini sesuai dengan teori dimana trombosit mengalami penurunan seiring dengan berjalannya penyakit (Peters, 2008). Jumlah trombosit >100.000 yang lebih banyak (96.9%) menunjukkan bahwa kondisi tersebut lebih baik daripada trombosit dibawahnya, dapat dilihat dari derajat II yang lebih banyak pada jumlah trombosit 20.000-100.000.Pada penelitian ini juga didapat bahwa semua derajat III yang datang ke Adam Malik memiliki trombosit saat masuk sebesar <20.000.Hal ini juga sesuai teori dimana salah satu kategori DBD adalah jumlah trombosit <100.000.Penelitian di Singapura menunjukkan bahwa jumlah trombosit <20.000 beresiko perdarahan otak.

Pada tabel 5.10 dapat dilihat proporsi hematokrit terbanyak terdapat pada jumlah <45% pada derajat I sebanyak 65 orang (100%). Artinya semua penderita DBD derajat I datang dengan jumlah hematokrit <45%.Terdapat 3 fase penyakit DBD yaitu fase demam 2-7 hari, fase kritis yaitu hari 3-7, dan fase recovery (WHO, 2009).Hematokrit mangalami penaikan selama berjalannya penyakit.Pada hasil penelitian hematokrit yang tidak banyak berubah dari saat masuk dan tertinggi selama dirawat berhubungan dengan fase recovery dimana terjadi peningkatan jumlah trombosit dan penurunan hematokrit.

Pada tabel 5.11 dapat dilihat bahwa semua penderita DBD mengalami demam.Hal ini sesuai dengan kriteria DBD oleh WHO (2009).Dapat dilihat juga


(59)

manifestasi perdarahan seperti bintik, mimisan, dan gusi berdarah terdapat pada semua derajat II. Hal ini sesuai dengan teori dimana kategori derajat II DBD adalah derajat I ditambah manifestasi perdarahan spontan (Suhendro et al.,2009). Manifestasi seperti mual, muntah, sakit kepala,nyeri sendi banyak terdapat pada penderita DBD dan sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh WHO (2009). Menggigil dan mencret juga terdapat pada penelitian ini walaupun gejala tersebut tidak spesifik atau disebutkan dalam teori.


(60)

BAB 6

Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang karakteristik pasien Demam Berdarah Dengue yang dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2012, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi proporsi pasien DBD berdasarkan keluhan, semua pasien DBD menderita demam, mayoritas keluhan penderita lainnya adalah nyeri sendi (78%), sakit kepala (62.7%), dan mual (52.2%) 2. Distribusi proporsi pasien DBD berdasarkan jumlah trombosit saat

masuk terbanyak pada trombosit >100.000/mm3 sebanyak 75 orang (63.6%)

3. Distribusi proporsi pasien DBD berdasarkan jumlah trombosit terendah selama dirawat terbanyak pada trombosit >100.000/mm3 sebanyak 56 orang (47.5%)

4. Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah hematokrit saat masuk terbanyak pada hematokrit <45% sebanyak 94 orang (79.7%)

5. Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah hematokrit tertinggi selama dirawat terbanyak pada hematokrit <45% sebanyak 90 orang (76.3%)

6. Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan derajat penyakit terbanyak pada derajat I sebanyak 65 orang (55.1%)

7. Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan sosiodemografi, proporsi tertinggi adalah sebagai berikut: berdasarkan umur terbanyak terdapat pada kategori usia16-20 tahun dan 21-25 tahun dengan jumlah masing-masing 21 orang (17.8%), berdasarkan jenis kelamin terbanyak perempuan sebanyak 65 orang (55.1%), berdasarkan suku terbanyak tapanuli sebanyak 35 orang (29.7%),


(61)

berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak pada SLTA sebanyak 53 orang (44.9%), dan berdasarkan peketjaan terbanyak adalah wiraswasta (31.4%).

6.2 Saran

1. Penelitian ini akan lebih baik lagi jika dilakukan dengan melihat rekam medis dari 2 tahun yang berbeda untuk mendapatkan karakteristik yang lebih jelas mengenai penyakit DBD ini

2. Kendala dalam penelitian ini adalah peneliti sukar untuk mendapatkan data dari rekam medis di RSUP. Haji Adam Malik, Medan karena pencatatan rekam medis sangat tidak kemas, tidak teratur, dan tulisan dalam rekam medis sangat sukar dibaca selain dari data yang tidak lengkap yang menjadi kendala terbesar dalam penelitian ini. Oleh itu, diharapkan untuk masa ke depan, pencatatan rekam medis di RSUP. Haji Adam Malik, Medan dapat dilakukan dengan tulisan yang kemas, mudah dibaca, lengkap, teratur dan konsisten.

3. Masyarakat diharapkan supaya memperhatikan status kesehatan mereka dan segera mendapatkan pertolongan di Puskesmas, praktik dokter ataupun rumah sakit jika mereka mendapatkan tanda-tanda DBD pada tubuh mereka.

4. Masyarakat juga diharapkan supaya lebih berpartisipasi dalam usaha pencegahan penularan DBD dengan harapan pencegahan yang lebih baik dapat menurunkan insidensi penyakit DBD.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Adam L, Jumaa AM, Elbashir H, Kaesany M, 2010. Maternal and perinatal outcomes of dengue in Port Sudan, Eastern Sudan. Virology Journal, p. 153. Departemen Kesehatan Indonesia, 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue

di Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2012. Profil Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2012.

Essy, 2009. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang

Rawat Inap Di RSU DR. Pirngadi Medan Tahun 2008.

Ginting Y, 2004. Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah/sindroma syok dengue. In: s.l.:Suplemen MK Nusantara, pp. 7-12.

Guerdan B, 2010. Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever. American Journal

of Clinical Medicine.

Gultom, Sondang. Karakteristik penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) rawat inap di RSU. dr. Pirngadi Medan Tahun 2004. Skripsi FKM USU. Medan.

Hadi, H., 2004. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (D B D) Rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 1999 2003.

Kariyawasam, Senanayake, 2010. Dengue Infection during pregnancy: case series from a tertiary care hospital in Sri Lanka. The Journal of Infection in

Developing Countries, pp. 767-775.

Kementrian Kesehatan Indonesia, 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun


(63)

Khoirun Tamimi Hasibuan, 2012. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat Inap di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011. Mauriezya, K., 2011. Gambaran Penderita Demam Berdarah Dengue Pada Anak

Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2010.

Nikodemus, S., 2010. Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit Dengan

Lama Rawat Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan

Nimmannitya, S., 2007. Dengue & Dengue Hemorhagic Fever. In: Cook, G.C.,

Notoadmodjo, S., 2012. Metode Penelitian Survei. In: Metodologi penelitian

kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, pp. 37-41.

Nikodemus, S., 2010. Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit Dengan

Lama Rawat Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan

Peters, C.J., 2008. Infections Caused by Arthropod-and-Rodent-Borne Viruses. In: Fauci, A.S., 2008. Harrison’s Priciples of Internal Medicine, Volume 1. 17th ed. USA: McGraw-Hill: 1226-1239

Primal S, Jusuf H, Parwati I, Yuwono D, Kosasih H, et al, 2005. Epidemiology of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever in a Cohort Adults in Bandung, West Java, Indonesia. American Journal Tropical Medicine, pp. 60-66. Puteri, 2007. Karakteristik Penderita Demam Berdarah (DBD) Yang Dirawat Inap di RS.

Haji Medan tahun 2003-2005. Skripsi FKM USU. Medan

Roose, A., 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Demam Dengue Berdarah (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota PekanBaru Tahun 2008. USU Repository, Medan.


(64)

Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T.Pohan, 2009. Demam Berdarah Dengue. In: B. S. I. A. M. S. K. S. S. Aru W.Sudoyo, ed. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. s.l.:internaPublishing, pp. 2773-2779.

Tantawichien T, 2012. Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever in adolescents and adults. In: Paediatrics and International Child Health

2012..

Tsai H, Lin C, Hong N, Kuo T, Huang Y, Lin M, Loo T, Huang K, Wang J, Chen S, 2010. Dengue Virus Infection in Early Gestation with Delivery of an Unaffected Fetus and No Vertical Transmission. Taiwan Journal Obstetry

and Gynaecology.

Twintinain, Vivijulia. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap di RSUD DR.R.M.Djoelham Kota Binjai Tahun 2004-2008. Skripsi FKM USU. Medan. Witayathawornwong P, Jirachancai O, Kasemsut P, Mahawijit N, Srisakawa R,

2012. Severe Perinatal Dengue Haemorrhagic Fever in a Low Birth Weight Infant.

Wiwanitkit, 2006. Dengue Haemorrhagic fever in pregnancy: appraisal on Thai cases. The Jorunal of Vector Borne Disease, pp. 203-205.

World Health Organization Regional Publication, SEARNO, 2006. Situation of Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia.

World Health Organization, 1997. Dengue haemorrhagic fever : diagnosis,

treatment, prevention, control.

World Health Organization, 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,

and Control 2009.


(65)

jk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid lk 53 44.9 44.9 44.9

pr 65 55.1 55.1 100.0

Total 118 100.0 100.0

suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid aceh 1 .8 .8 .8

dll 3 2.5 2.5 3.4

jawa 35 29.7 29.7 33.1

karo 30 25.4 25.4 58.5

minang 8 6.8 6.8 65.3

nias 3 2.5 2.5 67.8

pak-pak 1 .8 .8 68.6

simalungun 2 1.7 1.7 70.3

tapanuli 35 29.7 29.7 100.0

Total 118 100.0 100.0

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pt 45 38.1 38.1 38.1

sd 7 5.9 5.9 44.1

slta 53 44.9 44.9 89.0


(66)

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pt 45 38.1 38.1 38.1

sd 7 5.9 5.9 44.1

slta 53 44.9 44.9 89.0

smp 13 11.0 11.0 100.0

Total 118 100.0 100.0

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid belum kerja 4 3.4 3.4 3.4

ibu rt 17 14.4 14.4 17.8

karyawan 7 5.9 5.9 23.7

mahasiswa 1 .8 .8 24.6

pelajar 22 18.6 18.6 43.2

pns 30 25.4 25.4 68.6

wiraswasta 37 31.4 31.4 100.0

Total 118 100.0 100.0

derajat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 65 55.1 55.1 55.1

2 47 39.8 39.8 94.9

3 6 5.1 5.1 100.0


(67)

mimisan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 107 90.7 90.7 90.7

1 11 9.3 9.3 100.0

Total 118 100.0 100.0

mual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 56 47.5 47.5 47.5

1 62 52.5 52.5 100.0


(1)

nama demam

bintik


(2)

a 1 0 0 0 1 0 0

b 1 0 0 0 1 0 0

c 1 0 0 0 1 0 0

d 1 0 0 0 1 0 0

e 1 1 0 0 1 0 0

f 1 1 0 0 1 0 0

g 1 0 0 0 1 0 0

h 1 0 1 0 1 0 0

i 1 0 1 0 0 1 0

j 1 0 0 0 0 1 0

k 1 0 0 0 0 1 0

l 1 0 0 1 0 1 0

m 1 0 0 0 0 1 0

n 1 1 0 0 0 1 0

o 1 1 0 0 1 0 0

p 1 0 0 0 1 0 0

q 1 0 1 0 1 0 0

r 1 0 0 0 1 0 0

s 1 1 0 0 1 0 0

t 1 0 0 1 1 0 0

u 1 0 0 0 1 0 0

v 1 0 0 0 1 0 0

w 1 0 0 0 0 0 1

x 1 1 0 0 0 0 1

y 1 0 1 0 0 0 1

z 1 0 0 1 0 0 1

aa 1 0 0 0 0 0 0

ab 1 1 0 0 0 0 0

ac 1 0 0 0 0 0 0

ad 1 0 0 0 0 0 0

ae 1 0 0 0 0 0 0

af 1 1 0 0 1 0 0

ag 1 0 0 0 1 0 0

ah 1 0 0 0 1 0 0

ai 1 0 0 0 1 0 0

aj 1 1 0 0 1 0 0

ak 1 0 0 1 0 1 0

al 1 0 0 0 0 1 0

am 1 0 0 0 0 0 0

an 1 1 0 0 0 0 0

ao 1 0 1 0 0 0 1


(3)

aq 1 0 0 0 0 0 0

ar 1 0 0 0 0 0 0

as 1 1 0 0 0 0 0

at 1 0 1 0 0 0 0

au 1 0 0 1 0 0 0

av 1 0 0 0 1 0 0

aw 1 0 0 0 1 0 0

ax 1 0 0 0 1 0 0

ay 1 0 0 0 1 0 0

az 1 1 0 0 1 0 0

ba 1 0 0 0 1 0 0

bb 1 0 0 0 1 0 0

bc 1 1 0 0 1 0 0

bd 1 1 0 0 1 0 0

be 1 0 1 0 0 1 0

bf 1 0 0 0 0 1 0

bg 1 0 0 0 0 1 0

bh 1 1 0 0 0 0 1

bi 1 0 0 0 0 0 1

bj 1 1 0 0 0 0 0

bk 1 0 0 0 0 1 0

bl 1 0 1 0 0 1 0

bm 1 0 0 0 0 1 0

bn 1 1 0 0 0 1 0

bo 1 0 0 1 0 1 0

bp 1 0 0 1 0 1 0

bq 1 0 0 0 0 1 0

br 1 0 0 0 1 0 0

bs 1 1 0 0 1 0 0

bt 1 0 0 0 1 0 0

bu 1 0 0 0 1 0 0

bv 1 0 0 0 1 0 0

bw 1 0 0 0 1 0 0

bx 1 0 0 0 1 0 0

by 1 0 0 1 1 0 0

bz 1 0 0 0 1 0 0

ca 1 0 0 0 1 0 0

cb 1 0 0 0 0 0 1

cc 1 0 0 1 0 0 1

cd 1 0 1 0 1 0 0

ce 1 0 0 0 0 0 0


(4)

cg 1 0 0 0 1 0 0

ch 1 1 0 0 1 0 0

ci 1 0 0 1 1 0 1

cj 1 0 0 0 0 0 1

ck 1 1 0 0 0 1 0

cl 1 0 0 0 0 1 0

cm 1 0 0 0 1 0 0

cn 1 0 0 0 0 0 0

co 1 0 0 0 1 0 0

cp 1 0 0 0 1 0 0

cq 1 1 0 1 1 0 0

cr 1 0 0 0 1 0 0

cs 1 1 0 0 1 0 0

ct 1 0 0 0 0 0 1

cu 1 1 0 0 0 1 0

cv 1 0 0 1 0 0 0

cw 1 0 0 0 0 0 0

cx 1 0 0 1 0 0 0

cy 1 1 0 0 1 0 0

cz 1 1 0 1 1 0 0

da 1 0 0 0 1 0 0

db 1 0 0 0 1 0 0

dc 1 0 0 0 1 0 0

dd 1 0 0 0 1 0 0

de 1 1 1 1 0 0 0

df 1 1 0 0 0 1 0

dg 1 0 0 0 0 1 0

dh 1 0 0 0 0 1 0

di 1 1 0 0 0 1 0

dj 1 1 0 0 1 0 0

dk 1 0 0 0 1 0 0

dl 1 0 0 0 1 0 0

dm 1 1 1 1 1 0 0


(5)

Daftar Riwayat Hidup

Nama

: Benyamin Sihite

Tempat, tanggal lahir

: Medan, 14 Februari 1993

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Kewarganegaraan

: Indonesia

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jl. Sei Ular Baru no.66 ,kecamatan Medan

Sunggal, Medan

Riwayat pendidikan :

1.

Sekolah Dasar Santo Yoseph tahun 1998-2004

2.

Sekolah Menengah Pertama Santo Thomas 1 tahun 2004-2007

3.

Sekolah Menengah Atas Santo Thomas 1 tahun 2007-2010

4.

S1 Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun

2010 -sekarang

Riwayat organisasi :


(6)

2.

Anggota seksi transportasi panitia Natal FK USU tahun 2012

3.

Anggota seksi peralatan dan tempat Regional Medical Olympiade tahun