Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh Pt Mutiara Mukti Farma (Mutifa) Medan

(1)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Allopurinol

Nama sediaan : Tablet allopurinol

Zat berkhasiat : Tablet allopurinol 100 mg No. bets : 0113271

Media disolusi : HCl 0,01 N 900 ml Tipe alat : 2 (paddle)

Waktu : 45 menit Kecepatan rotasi : 75 rpm Panjang gelombang : 250 nm

Persyaratan (Q) : Tidak kurang 75% dari yang tertera pada etiket Bobot baku (Bb) : 20,1 mg

Faktor pengenceran larutan baku (Fb) : 20 ml Faktor pengenceran larutan uji (Fu) : 10 ml Kandungan allopurinol pada etiket (Ke) : 100 mg Absorbansi larutan baku (Ab) : 0,57391 Kadar baku (Kb) : 99,80% Tabel 3. Data Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg) Absorbansi Larutan

Uji (Au) Kadar Zat Terlarut (%)

1. 334 0,61312 96,43

2. 335 0,61502 96,73

3. 335 0,61564 96,83

4. 338 0,62894 98,92

5. 336 0,62946 99,00


(2)

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

K = Vm

Vb × Fu Fb× Au Ab× Bb

Ke× Kbk

Keterangan: K = Kadar zat berkhasiat

Vm = Volume media disolusi (ml) Vb = Volume awal larutan baku (ml)

Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan allopurinol yang tertera pada etiket (mg) Kbk = Kadar baku sekunder (baku kerja) (%)

Untuk Au1 = 0,61312

K = 900 100× 10 20× 0,61312 0,57391× 20,1

100 × 99,80% = 96,43%

Untuk Au2 = 0,61502

K = 900 100× 10 20× 0,61502 0,57391× 20,1

100 × 99,80% = 96,73%

Untuk Au3 = 0,61564

K = 900 100× 10 20× 0,61564 0,57391× 20,1

100 × 99,80% = 96,83%

Untuk Au4 = 0,62894

K = 900 100× 10 20× 0,62894 0,57391× 20,1

100 × 99,80% = 98,92%


(3)

K = 900 100×

10 20×

0,62946

0,57391×

20,1

100 × 99,80% = 99,00%

Untuk Au6 = 0,62927

K = 900 100×

10 20×

0,62927

0,57391×

20,1


(4)

Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi


(5)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Admar, J. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 35.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Hal. 195, 297.

Anief, Moh. (1987). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 244.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 244-249.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 1.

Devissaquest, J. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 385.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1084-1085.

Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 492-493.

Lachman, Leon. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 645, 646, 795.

Mycek, Mary J. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika. Hal. 418-420.

Mulja, Muhammad H. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 28.

Setiabudy, Rianto. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Hal. 233, 243-244.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 162.


(7)

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Edisi Pertama. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 31, 32.

Sukandar, Yulinah E. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. Hal. 19, 655. Tjay, T. H. dan Rahardja K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan

Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 343.

Vieweg, Friedr. (1983). Senyawa Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 315.


(8)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat

Uji disolusi tablet allopurinol 100 mg dilakukan di PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang bertempat di Jl. Karya Jaya No. 68 Km. 8,5 Namorambe Medan.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Dissolution Tester merk Pharneg Lab Type DISS-II, Spektrofotometri UV-Vis, timbangan analitis, kertas saring, kertas perkamen, spatula, dan alat-alat gelas (beaker gelas, corong, gelas ukur, labu tentukur, dan pipet volum).

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah tablet allopurinol 100 mg, baku pembanding allopurinol, pelarut HCl 0,01 N.

3.4 Prosedur

3.4.1 Media Disolusi

Pembuatan media disolusi HCl 0, 01 N adalah:

a. Dipipet sebanyak 33,33 ml larutan HCl 3N (p), dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml secara perlahan.


(9)

b. Dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, lalu dikocok.

3.4.2 Larutan Baku

a. Ditimbang seksama sejumlah 20,1 mg mg allopurinol baku pembanding sekunder.

b. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

c. Ditambahkan 5 ml NaOH 0,1 N, dikocok sampai larut.

d. Diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda, dikocok (kons. 220 µg/ml).

e. Dipipet 5,0 ml larutan, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

f. Diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda, dikocok (kons. 11µg/ml).

g. Diukur serapan larutan baku (A) dengan metode spektrofotometer UV pada panjang gelombang 250 nm.

3.4.3 Larutan Uji

a. Disiapkan alat, dipastikan alat siap pakai.

b. Ditimbang masing-masing 6 tablet, dicatat hasilnya.

c. Dimasukkan 900 ml HCl 0,01 N ke dalam wadah (media disolusi), di pasang alat dengan pengaduk bentuk dayung (alat 2).

d. Dijalankan alat pada suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan waktu selama 45 menit. Segera dimasukkan 6 tablet allopurinol 100 mg ke dalam masing-masing wadah secara serentak.

e. Setelah 45 menit, diambil sejumlah larutan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari dayung berputar.


(10)

f. Disaring kedalam beaker gelas.

g. Dipipet 5 ml larutan ke dalam labu tentukur 50 ml.

h. Dilarutkan dan diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda, kocok (kons. 11,1µg/ml).

h. Diukur serapan masing-masing larutan uji menggunakan metode Spektrofotometri UV dengan panjang gelombang 250 nm.

3.4.4 Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV

a. Dihidupkan power / on pada alat spektrofotometer.

b. Ditekan angka panjang gelombang.

c. Dibuka tempat kuvet, dimasukkan larutan blanko pada kuvet 1. d. Dimasukkan juga larutan standar pada kuvet 2, tutup.

e. Kemudian dicatat absorbansinya.

f. Untuk mengukur absorbansi pada larutan uji dilakukan cara yang sama, dimana larutan blanko pada posisi tetap di kuvet 1 dan larutan uji pada kuvet 2.

3.4.5 Perhitungan

Perhitungan kadar zat berkhasiat tablet allopurinol 100 mg yang larut dalam 45 menit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

K = Vm

Vb × Fu Fb× Au Ab× Bb

Ke× Kbk

Keterangan:

K = Kadar zat berkhasiat

Vm = Volume media disolusi (ml) Vb = Volume awal larutan baku (ml)

Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku


(11)

Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan allopurinol yang tertera pada etiket (mg) Kbk = Kadar baku sekunder (baku kerja) (%)


(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan uji disolusi tablet allopurinol 100 mg yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel. 4.1. Hasil Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg) Absorbansi Larutan

Uji (Au) Kadar Zat Terlarut (%)

1. 334 0,61312 96,43

2. 335 0,61502 96,73

3. 335 0,61564 96,83

4. 338 0,62894 98,92

5. 336 0,62946 99,00

6. 337 0,62927 98,97

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Pembahasan

Dari hasil uji disolusi tablet allopurinol 100 mg yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%.

Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, dimana jumlah ke 6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (75% + 5% = 80%). Dari data di atas dinyatakan bahwa tablet allopurinol 100 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan uji disolusi.


(13)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tablet allopurinol 100 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. Dimana persyaratan uji disolusi tiap unit sediaan tidak satupun kadar kurang dari (Q+5%) yaitu (75%+5% = 80%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2 Saran

Diharapkan mutu tablet allopurinol yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan tetap dipertahankan dan sesuai dengan persyaratan monografi yang tertera pada Farmakope Indonesia.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet

2.1.1 Tablet secara umum

Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat dengan cara kempa cetak, dalam bentuk umumnya tabung pipih, permukaannya rata atau cembung, mengandung obat dengan atau tanpa zat pengisi (Admar, 2007).

Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).

Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa: a. Bahan pengisi (diluent)

Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang digunakan seperti: saccharum lactis, amylum, calcii phosphas, calcii carbonas.

b. Bahan pengikat (binder)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak pecah dan dapat merekat. Zat-zat yang digunakan seperti: mucilago gummi arabici 10-20%, mucilago amyli 10%, larutan gelatin 10-20% (panas), larutan methylcellulose 5%.

c. Bahan penghancur (disintegrator)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam lambung. Zat-zat yang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat.


(15)

d. Bahan pelicin (lubricant)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matriks). Zat-zat yang digunakan seperti: talcum, magnesii stearas, asam stearat.

Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan dengan baik. Dengan dibuat granul akan terjadi “free flowing”, mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi “capping” (retak) (Anief, 1987).

2.1.2 Pembagian Tablet

Menurut Ansel (1989), ada beberapa jenis tablet antara lain: a. Tablet Kompresi

Tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya ke dalam bahan obatnya, diberi tambahan sejumlah bahan pembantu antara lain:

− Pengencer atau pengisi, yang ditambahkan jika perlu ke dalam formulasi supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.

− Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya.

− Penghancuratau bahan yang dapat membantu penghancuran, akan membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih mudah diabsorbsi.


(16)

− Zat pelincir, zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah melekatnya bahan ini pada punch dan

die serta membuat tablet-tablet menjadi bagus dan berkilat.

− Bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa. b. Tablet Kompresi Ganda

Tablet kompresi ganda atau tablet berlapis dibuat dengan cara memasukkan satu campuran obat ke dalam cetakan dan ditekan, demikian pula campuran obat sebagai lapisan berikutnya dimasukkan ke dalam cetakan yang sama dan ditekan lagi, untuk membentuk dua atau tiga lapisan tergantung pada jumlah obat yang ditambahkan secara terpisah dalam satu tablet berlapis.

c. Tablet Salut Gula

Tablet ini diberi lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. Gunanya melindungi obat dari udara dan kelembaban serta memberi rasa atau untuk menghindarkan gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa atau bau bahan obat.

d. Tablet Salut Selaput

Tablet ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet.

e. Tablet Salut Enterik

Tablet ini disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur di lambung tapi di usus.


(17)

f. Tablet Sublingual

Tablet yang disisipkan di pipi dan di bawah lidah biasanya berbentuk datar, tablet oral yang direncanakan larut dalam kantung pipi atau di bawah lidah untuk diabsorbsi melalui mukosa oral.

Contoh: tablet isosorbit dinitrat g. Tablet Bukal

Disisipkan diantara gusi dan pipi. Contoh: tablet progesteron. h. Tablet Kunyah

Tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan melarut dalam mulut.

Contoh: antasida. i. Tablet Effervescent

Tablet berbuih dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam effervescent atau bahan-bahan lain yang mampu melepaskan gas ketika bercampur dengan air.

Contoh: tablet Ca Sandoz.

2.1.3 Persyaratan Tablet

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Keseragaman Bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam


(18)

diharapkan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek terapi yang sama.

b. Kekerasan

Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester. Tablet diletakkan diantara alat penekan punch dan dijepit dengan memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol sehingga tablet pecah. Tekanan dapat ditunjukkan melalui skala yang tertera. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg.

c. Kerenyahan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet, karena tablet yang rapuh dan rusak kandungan zat berkhasiatnya berkurang sehingga mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari tablet. Uji ini menggunakan alat yang disebut Roche Friabilator yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar, ke arah radial disambungkan sebuah bilah lengkung. Tablet dimasukkan ke dalam drum tersebut, dihidupkan alat maka drum berputar dan tablet bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%.


(19)

d. Waktu Hancur

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas diantara periode pelepasan tersebut. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu tidak lebih dari 15 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa.

e. Disolusi

Uji ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi.

f. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat

Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di Farmakope Indonesia.


(20)

2.2 Obat Yang Digunakan Pada Pengobatan Penyakit Gout

Pirai (gout) adalah suatu penyakit metabolisme, yang ditandai oleh peninggian kadar asam urat dalam darah (Hiperurisemia). Asam urat merupakan produk akhir penguraian purin pada manusia. Peninggian kadar asam urat dalam darah dapat disebabkan baik oleh peningkatan pembentukan asam urat, maupun oleh pengurangan ekskresinya (Vieweg, 1983).

Hiperurisemia ini mengakibatkan deposisi kristal natrium urat dalam jaringan, terutama pada ginjal dan sendi. Hiperurisemia tidak selalu menyebabkan gout, tetapi gout selalu didahului oleh hiperurisemia. Kebanyakan strategi pengobatan gout adalah menurunkan kadar asam urat sampai di bawah titik jenuh, dengan demikian mencegah terjadinya pembentukan asam urat. Ini dapat dilakukan dengan jalan (1) mempengaruhi sintetis asam urat dengan allopurinol, (2) meningkatkan ekskresi asam urat dengan probenesid atau sulfinpirazon, (3) menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena dengan kolkisin

(Mycek, 2001).

2.3 Uraian Umum Allopurinol 2.3.1 Tablet Allopurinol

Uraian umum allopurinol menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995): Rumus Bangun : Allopurinol


(21)

Nama Kimia : 1H-Pirazolol (3,4)dipirimidin -4-ol[315-30-0] Rumus Molekul : C5H4N4O

Berat Molekul : 136,11g/mol

Pemerian : Serbuk halus putih hingga hampir putih, berbau lemah. Susut Pengeringan : Suhu 105°C selama tidak kurang dari 0,5%, dilakukan

pengeringan pada suhu 105°C selama 5 jam.

Persyaratan : Allopurinol mengandung tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% C5H4N4O, dari jumlah yang

tertera pada etiket.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dan etanol, larut dalam larutan kalium dan natrium hidroksida, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Pada suhu tidak lebih dari suhu ruang 30oC.

Penandaan : Pada etiket harus juga tertera kadaluarsa.

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisir oleh xantin oksidase (Mycek, 2001).


(22)

Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi (Setiabudy, 2007).

2.3.2 Farmakokinetik

Allopurinol kira-kira 80% diserap setelah pemakaian oral. Seperti uric acid, allopurinol sendiri dimetabolisme oleh xanthine oxidase. Persenyawaan hasilnya, alloxanthine, mempertahankan kemampuannya untuk menghambat

xanthine oxidase dan mempunyai durasi kerja yang cukup panjang sehingga allopurinol cukup diberikan satu kali sehari (Katzung, 2002).

2.3.3 Farmakodinamika

Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintetis purin yang merupakan prekursor xantin (Setiabudy, 2007).

2.3.4 Efek Farmakologi

Pemberian allopurinol menimbulkan aktivitas gabungan dari dua senyawa ini. Waktu paruh allopurinol dalam plasma pendek (2 jam), sedangkan waktu paruh oksipurinol panjang (15 jam). Jadi, hambatan efektif xantin oksidase dapat dipelihara dengan dosis sekali sehari. Obat dan metabolitnya diekskresikan ke dalam tinja dan urin (Mycek, 2001).

2.3.5 Efek samping

Terjadi reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat. Selain itu timbul reaksi alergi


(23)

seperti demam, kelainan darah, juga gangguan lambung usus, nyeri kepala, pusing dan rambut rontok (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.3.6 Indikasi

Profilaksis gout dan batu asam urat serta kalsium oksalat di ginjal.

2.3.7 Kontra indikasi

Bukan pengobatan untuk gout akut, terapi diteruskan jika terjadi serangan ketika sudah memakai allopurinol, dan diatasi serangan secara khusus (Sukandar, 2009).

2.3.8 Dosis

Pada hiperurisemia dengan dosis per hari 100 mg sesudah makan, bila perlu dinaikkan setiap minggu dengan 100 mg sampai maksimum 10 mg/kg/hari. Profilaksis dengan sitostatika: 600 mg sehari dimulai 3 hari sebelum terapi (Tjay,2007).

Dosis awal allopurinol adalah 100 mg sehari, allopurinol dapat dikonsumsi sampai 300 mg/hari tergantung pada respon uric acid serum (Katzung, 2002).

2.4 Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut).Kecepatan disolusi adalah kecepatan obat mulai melarut dari permukaan padat menjadi bentuk larutan pada saat tablet atau bentuk sediaan padat lainnya dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi air atau ke dalam saluran cerna (Agoes, 2008).


(24)

Kecepatan disolusi obat juga merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil, kecepatan melarutnya sediaan tersebut berlangsung lama (Syukri, 2002).

2.4.1 Alat Uji Disolusi

Dari jenis alat, ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Metode Basket)

Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu tablet atau kapsul granul atau agregat partikel halus obat dalam larutan obat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan lain dalam wadah 37° ± 0,5°C selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus


(25)

dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan kecepatan alat.

b. Alat 2 (Metode Dayung)

Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Prosedur Pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan di biarkan media disolusi mencapai temperatur 37°C. Satu tablet dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk dianalisis penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi syarat seperti yang terdapat pada monografi untuk kecepatan disolusi (Ditjen POM, 1995).


(26)

2.4.3 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada tahap 1 (S1), 6 tablet diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel di bawah ini.

Tabel. 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Keterangan: S1 : Tahap pertama S2 : Tahap kedua S3 : Tahap ketiga

Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi. Tahap

Jumlah

Sediaan yang diuji

Kriteria Penerimaan

S1 6

Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata – rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12

Rata – rata dari 24 unit (S1+ S2+ S3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%


(27)

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994).

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif

Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan, antara lain:

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi: kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi. b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan


(28)

granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.

c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi: kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat di saluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada metode uji yang digunakan.

2.5 Penetapan Kadar

Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa. Untuk penetapan kadar dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV-Visibel, fluorometri dan konduktometri (Devissaquest, 1993).

Metode yang dipilih dalam penetapan kadar uji disolusi tablet allopurinol yaitu spektrofotometri ultraviolet. Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan


(29)

untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).

Umumnya pelarut yang sering dipakai untuk analisis spektrofotometri adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol. Dalam pemilihan pelarut, yang perlu diperhatikan yaitu polaritas pelarut yang dipakai karena sangat berpengaruh terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis (Mulja dan Suharman 1995).


(30)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan zat aktif yang berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat digunakan untuk preventif, rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia ataupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul sediaan pil, kapsul, tablet, sirup, supositoria, suspensi, salep, dan lain-lain (Admar, 2007).

Beberapa bahan obat dapat dipakai untuk mengurangi sakit kepala, nyeri, demam, aktivitas kelenjar tiroid, bersin, rinitis, insomnia, keasaman lambung, mabuk perjalanan, dan depresi mental. Sedangkan beberapa obat lain dapat meningkatkan semangat, tekanan darah atau aktivitas kelenjar endokrin. Obat-obatan tertentu dapat melawan infeksi, membasmi cacing di usus atau bertindak sebagai bahan penawar (antidot) dari obat lain (Ansel, 1989).

Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet (Ditjen POM, 1995).


(31)

Sebelum melakukan uji disolusi, metode analisis yang digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan seksama antara lain: komposisi media disolusi, jumlah media dalam ml, waktu dalam menit, kecepatan pengadukan (dalam rotasi per menit = rpm), prosedur penetapan konsentrasi dan toleransi. Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).

Faktor yang harus diperhatikan dalam uji disolusi yaitu: ukuran dan bentuk yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi antara lain: menjamin keseragaman suatu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk memilih judul tentang “Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan” dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet karena analisis dengan metode ini cepat dan teliti.

1.2 Tujuan Dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui apakah tablet allopurinol 100 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.


(32)

1.2.2 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk menambah wawasan dari penulis agar dapat mengetahui cara penetapan kadar tablet allopurinol 100 mg dan agar pembaca dapat mengetahui apakah sediaan tersebut layak untuk didistribusikan dan dikonsumsi.


(33)

Allopurinol Tablet Dissolution Test Produced By PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRACT

Allopurinol is a medicine for gout (gout) which can lower uric acid levels in the blood. This drug reduces the production of uric acid by inhibiting competitively the last two steps of uric acid biosynthesis, which dikatalisir by xanthine oxidase. Purpose of this test is to determine whether allopurinol tablets produced Farma PT MutiaraMukti (MUTIFA) Medan dissolution in accordance with the requirements set by the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV.

Dissolution test of the 6 pieces of allopurinol 100 mg tablet was conducted using a paddle on medium 900 ml of HCl 0.01 N, a temperature of 37 ± 0.5 º C at a rate of speed of 75 rpm and a time for 45 minutes. Soluble substances specified levels by ultraviolet spectrophotometric method.

The test results showed that allopurinol tablets are tested to meet the requirements of Indonesian Pharmacopoeia dissolution Edition IV, the solute concentration is obtained 96.43%, 96.73%, 96.83%, 98.92%, 99.00%, 98.97% . These results meet the acceptance criteria for dissolution test results according to the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV, ie none of the levels that are less than the provisions of the (Q +5%), ie (75% +5% = 80%).

Keywords: allopurinol, dissolution testing, determination of levels, UV spectrophotometry.


(34)

Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRAK

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisir oleh xantin oksidase. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet allopurinol yang diproduksi PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet allopurinol 100 mg dilakukan dengan metode dayung pada media 900 ml HCl 0,01 N, suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan waktu selama 45 menit. Zat yang larut ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tablet allopurinol yang diuji disolusinya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, diperoleh kadar zat terlarut yaitu 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%. Hasil ini memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan yakni (Q+5%) yaitu (75%+5% =80%).


(35)

UJI DISOLUSI TABLET ALLOPURINOL

YANG DIPRODUKSI OLEH PT MUTIARA MUKTI FARMA

(MUTIFA) MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

HARDINITA HASUGIAN NIM 102410005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(36)

LEMBAR PENGESAHAN

UJI DISOLUSI TABLET ALLOPURINOL

YANG DIPRODUKSI OLEH PT MUTIARA MUKTI FARMA

(MUTIFA) MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

HARDINITA HASUGIAN NIM 102410005

Medan, Mei 2013 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(37)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir berjudul “UJI DISOLUSI TABLET ALLOPURINOL YANG DIPRODUKSI OLEH PT MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama penulisan tugas akhir penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua Orangtuaku tercinta, Ayahanda Junjungan Hasugian dan Ibunda Nurmainah Simanjuntak yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta dari kecil hingga saat ini, memberikan motivasi dan restu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(38)

2. Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma-III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Donald Situmeang, S.Si., Apt., sebagai Pembimbing Lapangan yang telah membimbing dan memberikan sarana serta petunjuk selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan.

5. Bapak Amiruddin Pinem, SH., selaku personalia, Bapak Drs. Budiono, Apt., selaku manager produksi, Ibu Octarina, S.Farm., Apt., selaku manager R&D, dan Ibu Sumantri, S.Farm., Apt., selaku manager QC di PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang telah memberikan tempat serta bimbingan untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan ini. 6. Staf dan pegawai PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang telah banyak

membantu selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.

8. Staf administrasi di Fakultas Farmasi yang telah membantu kami dalam kemudahan administrasi selama ini.


(39)

9. Untuk saudara-saudaraku (bang Sardo, kak Susi, kak Sry) yang telah memberikan semangat dan doa.

10.Untuk sahabat-sahabatku (Yuli, Mia, Nita, Salimah, Rizky, Vera, Jhoey, Mely, dan Linda ) yang telah memberikan semangat dan dukungan.

11.Teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2010 semuanya tanpa terkecuali, adik-adik stambuk 2011 dan 2012 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, terima kasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan tugas akhir ini. 12.Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak

tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dari tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan. Amin.

Medan, Mei 2013 Penulis,

Hardinita Hasugian


(40)

Allopurinol Tablet Dissolution Test Produced By PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRACT

Allopurinol is a medicine for gout (gout) which can lower uric acid levels in the blood. This drug reduces the production of uric acid by inhibiting competitively the last two steps of uric acid biosynthesis, which dikatalisir by xanthine oxidase. Purpose of this test is to determine whether allopurinol tablets produced Farma PT MutiaraMukti (MUTIFA) Medan dissolution in accordance with the requirements set by the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV.

Dissolution test of the 6 pieces of allopurinol 100 mg tablet was conducted using a paddle on medium 900 ml of HCl 0.01 N, a temperature of 37 ± 0.5 º C at a rate of speed of 75 rpm and a time for 45 minutes. Soluble substances specified levels by ultraviolet spectrophotometric method.

The test results showed that allopurinol tablets are tested to meet the requirements of Indonesian Pharmacopoeia dissolution Edition IV, the solute concentration is obtained 96.43%, 96.73%, 96.83%, 98.92%, 99.00%, 98.97% . These results meet the acceptance criteria for dissolution test results according to the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV, ie none of the levels that are less than the provisions of the (Q +5%), ie (75% +5% = 80%).

Keywords: allopurinol, dissolution testing, determination of levels, UV spectrophotometry.


(41)

Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRAK

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisir oleh xantin oksidase. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet allopurinol yang diproduksi PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet allopurinol 100 mg dilakukan dengan metode dayung pada media 900 ml HCl 0,01 N, suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan waktu selama 45 menit. Zat yang larut ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tablet allopurinol yang diuji disolusinya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, diperoleh kadar zat terlarut yaitu 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%. Hasil ini memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan yakni (Q+5%) yaitu (75%+5% =80%).


(42)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Tablet ... 4

2.1.1. Tablet secara Umum ... 3

2.1.2. Pembagian Tablet ... 5

2.1.3. Persyaratan Tablet ... 7

2.2. Obat Yang Digunakan Pada Pengobatan Penyakit Gout ... 10

2.3. Uraian Umum Allopurinol ... 10

2.3.1. Tablet Allopurinol ... 10


(43)

2.3.3. Farmakodinamika ... 12

2.3.4. Efek Farmakologi ... 12

2.3.5. Efek Samping ... 12

2.3.6. Indikasi ... 13

2.3.7. Kontra Indikasi ... 13

2.3.8. Dosis ... 13

2.4. Disolusi ... 13

2.4.1. Alat Uji Disolusi ... 14

2.4.2. Prosedur Pengujian Disolusi ... 15

2.4.3. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 16

2.4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif .... 17

2.5. Penetapan Kadar ... 18

BAB III METODOLOGI ... 20

3.1. Tempat ... 20

3.2. Alat-alat ... 20

3.3. Bahan-bahan ... 20

3.4. Prosedur ... 20

3.4.1. Media Disolusi ... 20

3.4.2. Larutan Baku ... 21

3.4.3. Larutan Uji ... 21

3.4.4. Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 22


(44)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Hasil ... 24

4.2. Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1. Kesimpulan ... 25

5.2. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Allopurinol ... 28


(45)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 16 Tabel 4.1. Data Uji Disolusi ... 24


(46)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pengaduk Tipe 1 (Metode Keranjang) ... 31 Gambar 2. Pengaduk Tipe 2 (Metode Dayung) ... 32


(1)

Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRAK

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisir oleh xantin oksidase. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet allopurinol yang diproduksi PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet allopurinol 100 mg dilakukan dengan metode dayung pada media 900 ml HCl 0,01 N, suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan waktu selama 45 menit. Zat yang larut ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tablet allopurinol yang diuji disolusinya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, diperoleh kadar zat terlarut yaitu 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%. Hasil ini memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan yakni (Q+5%) yaitu (75%+5% =80%).


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Tablet ... 4

2.1.1. Tablet secara Umum ... 3

2.1.2. Pembagian Tablet ... 5

2.1.3. Persyaratan Tablet ... 7

2.2. Obat Yang Digunakan Pada Pengobatan Penyakit Gout ... 10

2.3. Uraian Umum Allopurinol ... 10


(3)

2.3.3. Farmakodinamika ... 12

2.3.4. Efek Farmakologi ... 12

2.3.5. Efek Samping ... 12

2.3.6. Indikasi ... 13

2.3.7. Kontra Indikasi ... 13

2.3.8. Dosis ... 13

2.4. Disolusi ... 13

2.4.1. Alat Uji Disolusi ... 14

2.4.2. Prosedur Pengujian Disolusi ... 15

2.4.3. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 16

2.4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif .... 17

2.5. Penetapan Kadar ... 18

BAB III METODOLOGI ... 20

3.1. Tempat ... 20

3.2. Alat-alat ... 20

3.3. Bahan-bahan ... 20

3.4. Prosedur ... 20

3.4.1. Media Disolusi ... 20

3.4.2. Larutan Baku ... 21

3.4.3. Larutan Uji ... 21

3.4.4. Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 22


(4)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Hasil ... 24

4.2. Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1. Kesimpulan ... 25

5.2. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Allopurinol ... 28


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 16 Tabel 4.1. Data Uji Disolusi ... 24


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pengaduk Tipe 1 (Metode Keranjang) ... 31 Gambar 2. Pengaduk Tipe 2 (Metode Dayung) ... 32