SEJARAH SINGKAT KABUPATEN DAIRI

Sesuai struktur tersebut maka Dairi dibagi dalam 5 lima Suak, yaitu: 1. Simsim, meliputi wilayah Salak, Kerajaan, Sitellu Tali Urang Julu, Setellu Tali Urang Jehe 2. Keppas, meliputi wilayaj Sitellu Nempu, Siempat Nempu, Silima Pungga- pungga, Lae Luhung Lae Mbereng dan Parbuluan 3. Pegagan dan Karo Kampung. Meliputi wilayah Pegagan Jehe, Silalahi, Paropo, Tongging Sitolu Huta dan Tanah Pinem 4. Boang, meliputi wilayah Simpang Kann, Simpang Kiri, Lipat Kajang dan Singkil 5. Kelasen, meliputi wilayah Sienem Koden, Manduamas dan Barus. Struktur yang dimaksud dilaksanakan berdasarkan hubungan antar suku yang erat kaitannya satu sama lain serta kebutuhan aspek budaya dan sosiologi sehingga sekaligus menjalin rantai perekomomian. Kondisi daerah Dairi yang sebagian besar pegunungan yang memproduksi hasil hutan, menjadi dominasi mata pencaharian penduduk seperti rotan, damar, kapur barus, kemenyan dan kayu yang diperdagangkan melalui Pelabuhan Barus, Singkil dan Runding. Pada saat Penjajahan Hindia Belanda tiba di Indonesia, struktur Pemerintahan Dairi berubah. Dairi menjadi satu Onder Afdeling yang dipimpin oleh seorang ControLeur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang demang dan seorang penduduk Bumiputera. Daerah Dairi Landen menjadi bagian dari Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem ini sudah berlaku adanya perlawanan Sisingamangaraja XII yang wafat tanggal 17 Juni 1907 dan masih berlaku sampai penyerahannya Belanda atas pendudukan Nippon pada tahun 1942. Selama penjajahan Belanda daerah Dairi mengalami penyusutan wilayah karena tertutupnya hubungan dengan wilyah-wilayah: a. Tongging yang menjadi wilayah Tanah Karo b. Menduamas dan Barus menjadi wilayah Tapanuli Tengah c. Sienem Koden Kecamatan Parlilitan menjadi wilayah Tapanuli Utara d. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang dan Gending menjadi wilayah Aceh Selatan. Untuk kelancaran Pemerintahan Belanda maka Hindia Belanda membagi daerah daerah Dairi menjadi 3 tiga onderdistik antara lain: 1. Onderdistik Van Pakpak meliputi 7 kenegerian yakni: Sitelu Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu, Silima Pungga-pungga, Pegagan Hulu, Parbuluan dan Silalahi Paropo 2. Onderdistik Van Simsim meliputi 6 kenegeriaan yakni: Kerajaan, Siempat Rube, Mahala Majanggut, Sitellu Tali Urang Jehe, Salak, Ulu Merah dan Salak Pananggalan 3. Onderdistik Van Karo Kampung meliputi 5 kenegeriaan yakni: Lingga TigaLingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar Kidupen Manik dan Lau Juhar. Setelah Hindia Belanda Jatuh atas pendudukkan Dai Nippon pada tanggal 23 Maret 1942 hingga Republik Indonesia merdeka, Jepang tidak merubah pemerintahan, tetapi mengganti namanya dengan: a. Demang menjadi Guntyo b. Asisten Demang menjadi Huku Guntyo c. Kepala Negeri menjadi Bun Dantyo d. Kepala kampung menjadi Kuntyo Setelah kemerdekaan diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945, sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1945 dibentuklah Komite Nasional di daerah Dairi untuk mengatur pemerintahan dengan susunan sebagai berikut: Ketua Umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang Ketua I : Jauli Manik Ketua II : Noeh Hasibuan Ketua III : Raja Elis Ujung Sekretaris I : Tengku Lahuami Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin Bendahara I : Mula Batubara Bendahara II : St. Stepanus Sianturi Untuk melengkapi dan menampung aspirasi masyarakat dipilih pula anggota komite sebanyak 35 orang yang tersebar di daerah Dairi dan setiap Urung kewedanan dibentuk pula pembantu Komite Nasional. Tugas Utama dari Komite Nasional adalah: a. Menyelesaikan Pemilihan Dewan Negeri b. Menyelesaikan Pemilihan Kepal Kampung c. Membentuk Pemerintahan dan Badan Perjuangan. Pada tanggal 6 Juli 1947, Agresi Belanda menduduki Sumatera Timur sehingga putera Dairi yang berada di sana mengungsi kembali ke Dairi, demikian juga halnya dengan putera asal Tapanuli. Untuk melancarkan pemerintahan serta menghadapi perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumban Tobing selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli menetapkan Tapanuli menjadi 4 Kabupaten sesuai dengan suratnya tanggal 12 September 1947 Nomor 1526 dengan pembagian wilayah sebagai berikut: Silindung, Humbang, Toba Samosir dan Dairi, berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1947, yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Dairi.

BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Penduduk Kabupaten Dairi

Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit yang secara geografis terletak diantara 98 0 00-98 0 303T dan 2 0 15’ -3 0 00 LU. Sebagian besar tanahnya didapati gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan tropis. Kota Sidikalang adalah ibukota Kabupaten Dairi. Kabupaten Dairi secara administratif terdiri dari 15 kecamatan yaitu Sidikalang, Sitinjo, Berampu, Parbuluan, Sumbul, Silahisabungan, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem. Luas wilayah Kabupaten Dairi adalah 1.927,8 Km2. Daerah Kabupaten Dairi terletak pada ketinggian 700 sd 1.250 m di atas permukaan laut. Keadaan penduduk Kabupaten Dairi setiap tahunnya menunjukkan peningkatan yang perlu mendapatkan perhatian.Pesatnya perkembangan jumlah penduduk di samping masih tingginya angka kelahiran juga disebabkan oleh urbanisasi, migrasi pencari kerja dan melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Kabupaten Dairi yang terletak disebelah barat laut propinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan: 1. Sebelah utara dengan Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi NAD dan Kabupaten Tanah Karo 2. Sebelah timur dengan kabupaten Toba Samosir 3. Sebelah selatan dengan Kabupaten Pakpak Barat 4. Sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Adapun keadaan jumlah penduduk daerah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut: