Karakteristik Penderita Keratitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA KERATITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010-2011

OLEH:

SARAH ZORAYA MIRZA 090100321

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA KERATITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010-2011

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

SARAH ZORAYA MIRZA 090100321

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL: Karakteristik Penderita Keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

NAMA: SARAH ZORAYA MIRZA NIM: 090100321

Pembimbing Penguji I

(dr. Masitha Dewi Sari, Sp.M) (dr.ZulkarnainRangkuti, MSi) NIP: 19761024 200501 2 001 NIP: 19520917 198112 1 001

Penguji II

(dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG) Sp.OG)

NIP: 19710224 200801 1 007

Medan, 18 Desember 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia- Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof.dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Masitha Dewi Sari, Sp.M, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Zulkarnain Rangkuti, MSi dan dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG) Sp.OG selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini. 3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Halomoan Hutagalung

yang telah menjadi dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kedua orang tua penulis Ayahanda H.Amrizal Effendi Bsc dan Ibunda Hj.Martina AMK, adik penulis Puteri Annisa, Dhea Ghaisani Nabila, Emir Fauzan serta adik sepupu Axel Fitra Perdana yang telah senantiasa mendukung dan memberikan dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

5. Kepada Vera Arista, Mardhatillah Fuady, Hardiyanti Fitri, Bambang Irawan, Ro Rabian Rein Roza Tampubolon, Fanisha Prama Cindy, M. Mukhtar Alwin Lubis, Abdul Halim Harahap, Jenny Candra, Dyan Friska Yanti Lubis, Vilza Raihany, Fitri Anggraini Lubis, Rika Octaviani, Iramaya Oktariana, Fina Fadilla, sahabat yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam merampungkan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Kepada Abang, kakak, teman dan adik-adik TBM FK USU PEMA FK USU.


(5)

7. Kepada teman-teman seperjuangan satu kelompok, yaitu Khairul Ihsan Siregar dan T. Fitri Mairissa, yang telah turut bersusah payah dan tetap menjaga kekompakan dalam mensukseskan penyelesaian laporan hasil penelitian.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis dalam melaksanakan

penelitian yang berjudul “Karakteristik Penderita Keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011” ini. Harapan penulis semoga penelitian ini mendapat persetujuan untuk pelaksanaan demi memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan , khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian dikemudian hari.

Medan, 5 Desember 2012 Penulis


(6)

ABSTRAK

Latar Belakang : Istilah keratitis dimaksudkan untuk inflamasi yang terjadi pada kornea mata. Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, paparan sinar ultraviolet, iritasi dari penggunaan lensa kontak, mata kering, trauma kornea, adanya benda asing di kornea. Keratitis merupakan penyakit yang ditemukan di seluruh dunia dan dapat mengenai seluruh kelompok usia, strata sosial dan jenis kelamin.

Metode : Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proporsi penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama tahun 2010-2011. Karakteristik yang diteliti mencakup umur, jenis kelamin, pekerjaan dan faktor risiko keratitis seperti riwayat penggunaan lensa kontak dan riwayat trauma kornea. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dan pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah potong lintang retrospektif. Data diambil dari rekam medis pasien dan sampel sebanyak jumlah populasi dan diambil secara aksidental (non-random).

Hasil : Hasil penelitian didapatkan 154 pasien penderita keratitis dan pasien terbanyak adalah laki-laki (89 pasien, 57,8%). Berdasarkan usia paling banyak adalah > 40 tahun (73 pasien, 47,4%), pekerjaan sebagai wiraswasta (42 pasien, 27,3%), pasien yang mempunyai riwayat penggunaan lensa kontak (13 pasien, 8,4%), pasien yang mempunyai riwayat trauma kornea terbanyak disebabkan oleh debu (95 pasien, 68,3%).

Kesimpulan : Keratitis banyak dijumpai pada laki-laki dengan riwayat trauma kornea.Berdasarkan data dari hasil penelitian diharapkan edukasi mengenai faktor risiko dan penyebaran keratitis pada keseluruhan populasi.


(7)

ABSTRACT

Backgrounds :Keratitis is general term that refers to the inflammation of the cornea. The cause of keratitis include viruses, bacteria, fungi, ultraviolet

exposure, irritation because of using contact lens, dry eye, corneal injury, foreign

body in corneal. Keratitis is a group of diseases that occurs worldwide and affects all ages, all social strata and both genders.

Methods :The purpose of study was to determine the propotion of patients

suffering from keratitis in Haji Adam Malik General Hospital Medan during 2010 - 2011. Assessed characteristics were ages, gender, occupation and risk factor such as having history of using contact lens, having history of corneal injury. This

research method and the approach used in the design of the study is cross –

sectional retrospective study. Data were taken from medical records and the number of samples in this study is as many as the number of population by non-randomized accidental sampling.

Result : The result showed 154 patients suffering keratitis and the most cases are

found in men (89 patients, 57,8%). Based on the patients’ age, the most cases are

found in age > 40 (73 patients, 47,4%), patients working asentrepreneur (42

patients, 27,3%),having history of using contact lens (13 patients, 8,4%), having

histrory of corneal injury are predominantly caused bydust(95 patients, 68,3%).

Conclusion : Keratitis is predominantly in men with corneal injury history. Based on the above data, education about the risks of keratitis may be appropiate in the general population.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Kornea 4 2.1.1. Anatomi ... 4

2.1.2. Histologi ... ... 5

2.1.3. Perdarahan dan Persarafan ... 5

2.1.4. Fisiologi Kornea ... 5

2.2. Keratitis 8 2.2.1.Definisi ... ... 8


(9)

2.2.2.Etiologi ... 8

2.2.3.Klasifikasi ... 9

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Defenisi Operasional ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

4.2.1. Waktu ... 23

4.2.2. Tempat Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 24

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 24

4.4.1. Kriteria Inklusi ... 24

4.4.2. Kriteria Eksklusi ... 24

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 24

4.6. Metode Analisis Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. Hasil Penelitian ... 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 25


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... ..35 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyebab keratitis bakteri 14

2.2. Penatalaksanaan awal untuk keratitis bakteri 15

3.2. Metode Pengukuran 23

5.1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur 26 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin 26 5.3. Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan 27 5.4. Distribusi sampel berdasarkan riwayat penggunaan

lensa kontak

27

5.5. Distribusi sampel berdasarkan riwayat trauma kornea 28 5.6. Distribusi sampel berdasarkan riwayat trauma benda

asing


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 3.1.

Anatomi mata

Keratitis Pungtata Superfisialis Kerangka konsep penelitian

4 9 20


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Ethical Clearance

LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 4 Master Tabel


(14)

DAFTAR SINGKATAN

AAO : American Academy of Ophthalmology

HSV : Herpes Simplex Virus

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat IRT : Ibu Rumah Tangga


(15)

ABSTRAK

Latar Belakang : Istilah keratitis dimaksudkan untuk inflamasi yang terjadi pada kornea mata. Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, paparan sinar ultraviolet, iritasi dari penggunaan lensa kontak, mata kering, trauma kornea, adanya benda asing di kornea. Keratitis merupakan penyakit yang ditemukan di seluruh dunia dan dapat mengenai seluruh kelompok usia, strata sosial dan jenis kelamin.

Metode : Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proporsi penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama tahun 2010-2011. Karakteristik yang diteliti mencakup umur, jenis kelamin, pekerjaan dan faktor risiko keratitis seperti riwayat penggunaan lensa kontak dan riwayat trauma kornea. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dan pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah potong lintang retrospektif. Data diambil dari rekam medis pasien dan sampel sebanyak jumlah populasi dan diambil secara aksidental (non-random).

Hasil : Hasil penelitian didapatkan 154 pasien penderita keratitis dan pasien terbanyak adalah laki-laki (89 pasien, 57,8%). Berdasarkan usia paling banyak adalah > 40 tahun (73 pasien, 47,4%), pekerjaan sebagai wiraswasta (42 pasien, 27,3%), pasien yang mempunyai riwayat penggunaan lensa kontak (13 pasien, 8,4%), pasien yang mempunyai riwayat trauma kornea terbanyak disebabkan oleh debu (95 pasien, 68,3%).

Kesimpulan : Keratitis banyak dijumpai pada laki-laki dengan riwayat trauma kornea.Berdasarkan data dari hasil penelitian diharapkan edukasi mengenai faktor risiko dan penyebaran keratitis pada keseluruhan populasi.


(16)

ABSTRACT

Backgrounds :Keratitis is general term that refers to the inflammation of the cornea. The cause of keratitis include viruses, bacteria, fungi, ultraviolet

exposure, irritation because of using contact lens, dry eye, corneal injury, foreign

body in corneal. Keratitis is a group of diseases that occurs worldwide and affects all ages, all social strata and both genders.

Methods :The purpose of study was to determine the propotion of patients

suffering from keratitis in Haji Adam Malik General Hospital Medan during 2010 - 2011. Assessed characteristics were ages, gender, occupation and risk factor such as having history of using contact lens, having history of corneal injury. This

research method and the approach used in the design of the study is cross –

sectional retrospective study. Data were taken from medical records and the number of samples in this study is as many as the number of population by non-randomized accidental sampling.

Result : The result showed 154 patients suffering keratitis and the most cases are

found in men (89 patients, 57,8%). Based on the patients’ age, the most cases are

found in age > 40 (73 patients, 47,4%), patients working asentrepreneur (42

patients, 27,3%),having history of using contact lens (13 patients, 8,4%), having

histrory of corneal injury are predominantly caused bydust(95 patients, 68,3%).

Conclusion : Keratitis is predominantly in men with corneal injury history. Based on the above data, education about the risks of keratitis may be appropiate in the general population.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan jaringan transparan yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan

deturgenses. Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien

terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea (Biswell, 2010).

Infiltrasi sel radang pada kornea akan menyebabkan keratitis, hal ini mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menimbulkan gejala mata merah dan tajam penglihatan akan menurun. Keratitis dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti infeksi, mata yang kering, alergi ataupun konjungtivitis kronis (Ilyas, 2004).

Insidensi tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat karena angka penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2 sampai 11 per 100.000 orang per tahun (Lam (2002) dalam Basak, 2005). Penelitian dari Hongkong mendapatkan insidensi 0,63 per 10.000 orang pada orang yang tidak menggunakan lensa kontak dan 3,4 per 10.000 orang pada pengguna lensa kontak. Menurut Lam (2002), penggunaan lensa kontak merupakan penyebab keratitis

Acanthamoeba yang dikenal pada tahun 1973, sekarang diketahui berjumlah

kira-kira 1% dari semua kasus.

Insidensi dari keratitis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Di Nepal diperkirakan mencapai 799 per 100.000 orang per tahun (Upadhyay, 2001). Keratitis yang disebabkan oleh jamur terjadi sekitar 6% dari pasien yang berada di iklim tropis.

Keratitis yang disebabkan oleh infeksi mikroba akan mengganggu lapangan pandang mata sehingga membutuhkan diagnosis segera dan pengobatan untuk mencegah hasil yang semakin memburuk. Insidensi dari kondisi ini bervariasi dari 11 per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat (Eric, 1993).


(18)

Menurut Moriyama (2008) dalam Winda (2010), agen-agen mikroba yang paling sering menyebabkan keratitis dari bakteri gram positif adalah

coagulase-negative staphylococcus (67,27%), Corynebacterium sp (18,18%),

Staphylococcus aureus (9,09%), Streptococcus sp (3,6%), dll (1,8%). Bakteri

gram negatif yang tersering adalah Pseudomonas sp (55,17%), Pseudomonas

aeruginosa (22,4%), Pseudomonas fluorescens (7%), Serratia sp (25,86%),

Enterobacter aerogenes (8,62%), Klebsiella sp (1,72%), Proteus mirabilis

(1,72%), Citrobacter freundii (1,72%), Achromobacter xyloxidans (1,72%),

Alcaligenes sp (1,72%), Moraxella sp (1,72%), sedangkan penyebab jamur yang

tersering adalah Candida sp (75%), dan Aureobasidium pullulans (25%).

Insidensi keratitis noninfeksi bergantung pada etiologi yang menyertainya. Pada penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospital di India terdapat sekitar 56% trauma mata disebabkan padi dan debu. Selanjutnya pada penelitian yang berbeda ditemukannya kultur yang positif pada ulkus kornea dengan spesimen yang ditemukan berupa golongan bakteri dan jamur pada 297 orang penderita yang mengalami trauma mata (Aldy, 2010).

Gambaran klinik masing-masing keratitis berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang.

Dari hasil penelitian ini diharapkan karakteristik penderita keratitis di bagian poli mata Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Haji Adam Malik Medan dapat diketahui. Sehingga hal tersebut dapat menjadi acuan atau indikator dalam melakukan pencegahan dan penanganan pada pasien keratitis agar menurunkan angka kesakitan pada penderita keratitis.


(19)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana karakteristik penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui proporsi penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011.

2. Mengetahui distribusi karakteristik penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 yang meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan, faktor risiko keratitis seperti: riwayat penggunaan lensa kontak dan riwayat trauma kornea.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat untuk mengetahui apa saja yang menjadi karakteristik individu terhadap terjadinya keratitis untuk memeriksakan diri lebih dini.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan informasi kepada petugas kesehatan dan rumah sakit pada umumnya juga Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik khususnya dalam rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan terhadap penderita keratitis. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin mengadakan


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kornea

2.1.1. Anatomi

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva ( AAO, 2008). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm ( Riordan-Eva, 2010).

Gambar 2.1. Gambar Mata


(21)

2.1.2. Histologi

Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel (Riordan-Eva, 2010).

Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans

anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia).

Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang (Eroschenko, 2003).

Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran Descemet merupakan membran basal epitel kornea (Eroschenko, 2003) dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali (Hollwich, 1993).

2.1.3. Perdarahan dan Persarafan

Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor

aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama

(ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus (Riordan-Eva, 2010). Saraf

trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila kornea disentuh (Hollwich, 1993).

2.1.4. Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi

relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel

dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang


(22)

akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur (Biswell, 2010).

Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea adalah:

1. Dry eye

Kelainan ini muncul ketika lapisan air mata mengalami defisiensi sehingga tidak dapat memenuhi batas-batas kecukupan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang kemudian diikuti dengan keluhan subjektif. Kekurangan cairan lubrikasi fisiologis merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi mikroba pada mata (Bangun, 2009).

2. Defisiensi vitamin A

Kelainan kornea oleh karena defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kekeringan yang menggambarkan bercak Bitot yang warnanya seperti mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal di daerah limbus. Bercak Bitot seperti ada busa di atasnya. Bercak ini tidak dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk kembali bila dilakukan

debridement. Terdapat dugaan bahwa bentuk busa ini merupakan akibat

kuman Corynebacterium xerosis. Hipovitamin A ini juga dapat menyebabkan keratomalasia dan tukak kornea dimana akan terlihat kornea nekrosis dengan vaskularisasi ke dalamnya (Ilyas, 2009).


(23)

3. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea

Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea yang terjadi adalah mikrokornea dan megalokornea.

Mikrokornea adalah suatu kondisi yang tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kornea fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa juga berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari puncak anterior optic cup yang meninggalkan sedikit ruang bagi kornea untuk berkembang. Mikrokornea bisa berhubungan dengan autosomal dominan atau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun transmisi dominan lebih sering ditemukan. Megalokornea adalah suatu pembesaran segmen anterior bola mata. Penyebabnya bisa berhubungan dengan kegagalan optic cup untuk tumbuh dan anterior tip menutup yang meninggalkan ruangan besar bagi kornea untuk untuk diisi (Bangun, 2010).

4. Distrofi kornea

Deposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea, bilateral simetrik dan herediter, tanpa sebab yang diketahui. Proses dimulai pada usia bayi 1-2 tahun dapat menetap atau berkembang lambat dan bermanisfestasi pada usia 10-20 tahun. Pada kelainan ini tajam penglihatan biasanya terganggu dan dapat disertai dengan erosi kornea (Ilyas, et al, 2002).

5. Trauma kornea

Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus diingat dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama jika memungkinkan.

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema, robeknya membran Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus (Bangun, 2010)


(24)

Trauma penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini kuman akan mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular (Ilyas, 2009).

Perforasi benda asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan gejala berupa rasa pedas dan sakit pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak pada mata tersebut (Ilyas, 2009).

2.2. Keratitis 2.2.1. Definisi

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.

Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial (Ilyas, 2004).

2.2.2. Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya: 1. Virus.

2. Bakteri. 3. Jamur.

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari. 5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata.

7. Adanya benda asing di mata.

8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari (Wijaya, 2012).


(25)

2.2.3 Klasifikasi

Menurut Biswell (2010), keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.

1. Berdasarkan lapisan yang terkena Keratitis dibagi menjadi:

a. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel)

Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang dapat terletak superfisial dan subepitel (Ilyas, 2004).

 Etiologi

Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpes

zoster, Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma radiasi,

dry eye, keratitis lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan

bahaya pengawet lainnya.

Gambar 2.2. Keratitis Pungtata Sumber: Thygeson (1950)

 Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.


(26)

 Pemeriksaan laboratorium

Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari uji ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresein bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel sering terlihat semasa penyembuhan epitel ini, uji sensibilitas kornea juga diperiksa untuk mengetahui fungsi dari saraf trigeminus dan fasial. Pada umumnya sensibilitas kornea juga akan menurun (Ilyas, 2003).

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid (Ilyas, 2003).

b. Keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis (Ilyas, 2004).


(27)

 Etiologi

Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata dan

Esrichia.

 Gejala klinis

Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan, lakrimasi, disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal ataupun multipel, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.

 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri (Biswell, 2010).

 Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai dengan penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat diberikan vitamin B dan C dosis tinggi (Ilyas, 2004).

c. Keratitis Interstisial

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial (Hollwich, 1993).

 Etiologi

Keratitis Interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas, 2004).


(28)

 Gejala klinis

Biasanya akan memberikan gejala fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya visus.

Menurut Hollwich (1993) keratitis yang disebabkan oleh sifilis kongenital biasanya ditemukan trias Hutchinson (mata: keratitis interstisial, telinga: tuli labirin, gigi: gigi seri berbentuk obeng), sadlenose, dan pemeriksaan serologis yang positif terhadap sifilis.

Pada keratitis yang disebabkan oleh tuberkulosis terdapat gejala tuberkulosis lainnya (Ilyas, 2004)

 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri (Biswell, 2010).

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya dapat diberikan kortikosteroid tetes mata jangka lama secara intensif setiap jam dikombinasi dengan tetes mata atropin dua kali sehari dan salep mata pada malam hari (Hollwich, 1993).

2. Berdasarkan penyebabnya

Keratitis diklasifikasikan menjadi: a. Keratitis Bakteri

 Etiologi


(29)

Tabel 2.1. Penyebab Keratitis Bakterial Causes of Bacterial Keratitis

Common Organisms Uncommon Organisms

Staphylococcus aureus Neisseria spp

Staphylococcus epidermidis Moraxella spp

Streptococcus pneumoniae and other Streptococcus spp

Mycobacterium spp Pseudomonas aeruginosa (most

common organism in soft contact lens wearers)

Nocardia spp

Enterobacteriaceae (Proteus, Enterobacter, Serratia)

Non-spore-forming anaerobes Corynebacterium spp

 Gejala klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur (Kanski, 2005). Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.

 Pemeriksaan laboratorium

Menurut Kanski (2005) pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media cokelat (untuk Neisseria, Haemophillus dan

Moraxella sp), agar darah (untuk kebanyakan jamur, dan bakteri kecuali

Neisseria) dan agar Sabouraud (untuk jamur, media ini diinkubasi pada suhu

kamar). Kemudian dilakukan pewarnaan Gram (Biswell, 2010).

 Penatalaksanaan

Diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan (American


(30)

Tabel 2.2.Penatalaksanaan Awal untuk Keratitis Bakterial

Initial Therapy for Bacterial Keratitis

Organism Antibiotic Topical Dose Subconjunctival

Dose Gram-positive cocci Cefazolin Vancomycin* Moxifloxacin or gatifloxacin 50 mg/mL 25-50 mg/mL 5or 3 mg/mL, respectively

100 mg in 0,5 mL 25 mg in 0,5 mL Not available Gram-negative rods Tobramycin Ceftazimidine Fluoroquinolones 9-14 mg/mL 50 mg/mL 3 mg/mL

20 mg in 0,5 mL 100 mg in 0,5 mL Not available No organism or

multiple types of organisms Cefazolin with Tobramycin or fluoroquinolones 50 mg/mL 9-14 mg/mL 3 or 5 mg/mL

100 mg in 0,5 mL 20 mg in 0,5 mL Gram-negative cocci Ceftriaxone Ceftazimidine 50 mg/mL 50 mg/mL Not available 100 mg in 0,5 mL

Mycobacteria Clarithromycin

Moxifloxacin or gatifloxacin

10 mg/mL 0,03% 5 or 3 mg/mL, respectively

b. Keratitis Jamur

Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis

(Dorland, 2000).

 Etiologi

Menurut Susetio (1993), secara ringkas dapat dibedakan :

1) Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.

2) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.

3) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

4) Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :

Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

5) Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.


(31)

 Gejala klinis

Menurut Susetio (1993) untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

1) Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama. 2) Lesi satelit.

3) Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.

4) Plak endotel.

5) Hipopion, kadang-kadang rekuren. 6) Formasi cincin sekeliling ulkus. 7) Lesi kornea yang indolen.

 Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis laboratorik sangat membantu diagnosis pasti, walaupun negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Hal yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Kemudian dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75%dan 80%.

Sebaiknya melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan

Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tetapi memerlukan biaya yang

besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast

microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode

Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa ( Susetio, 1993).

 Penatalaksanaan

Menurut Susetio (1993) terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia, tampaknya diperlukan


(32)

kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat. Hal yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi:

1) Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.

Topikal amphotericin B 1,02,5 mg/ml, thiomerosal (10 mg/ml), natamycin

> 10 mg/ml, golongan imidazole.

2) Jamur berfilamen.

Untuk golongan II : Topikal amphotericin B, thiomerosal, natamycin (obat terpilih), imidazole (obat terpilih).

3) Ragi (yeast).

Amphoterisin B, natamycin, imidazole

4) Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati. Golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.

c. Keratitis Virus  Etiologi

Herpes simpleks virus(HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering

pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus (Ilyas, 2004).

 Gejala klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena (Ilyas, 2004).

Infeksi primer Herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat


(33)

sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.

 Pemeriksaan laboratorium

Menurut Biswell (2010) dilakukan kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi kulit mengandung sel-sel raksasa. Virus ini dapat dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan pada banyak jenis lapisan sel jaringan (misal sel HeLa, tempat terbentuknya plak-plak khas).

 Terapi

1) Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial,

karena virus berlokasi didalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam (Biswell, 2010).

2) Terapi Obat menurut Ilyas, 2004:

 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).

 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.  Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.  Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.


(34)

3) Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif (Biswell, 2010).

d. Keratitis Acanthamoeba  Etiologi

Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang biasanya disertai dengan penggunaan lensa kontak (Dorland, 2002).

 Gejala klinis

Rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya yaitu kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Bentuk-bentuk awal pada penyakit ini, dengan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea semakin banyak ditemukan. Keratitis Acanthamoeba sering disalah diagnosiskan sebagai keratitis herpes (Biswell, 2010).

 Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik menampakkan bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan kontak lensa harus dibiak. Sering kali bentuk amuba dapat ditemukan pada larutan kotak penyimpan lensa kontak (Biswell, 2010).

 Penatalaksanaan

Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat, propamidin topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin. Bikuanid


(35)

poliheksametilen (larutan 0,01-0,02%) dikombinasi dengan obat lain atau sendiri, kini makin populer.

Agen lain yang mungkin berguna adalah paromomisin dan berbagai imidazol topikal dan oral seperti ketokonazol, mikonazol, itrakonazol. Terapi juga dihambat oleh kemampuan organisme membentuk kista didalam stroma kornea, sehingga memerlukan waktu yang lama.

Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengendalikan reaksi radang dalam kornea. Keratoplasti mungkin diperlukan pada penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan berlanjutnya infeksi atau setelah resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan penglihatan.

Jika organisme ini sampai ke sklera, terapi obat dan bedah tidak berguna (Biswell, 2010).


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

1. Pasien keratitis adalah semua data rekam medis yang telah didiagnosis oleh dokter di poli mata RSUP H.Adam Malik yang mengalami keratitis. 2. Karakteristik pasien keratitis adalah data yang tercantum dalam rekam

medis yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya keratitis, antara lain: umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat penggunaan lensa kontak dan riwayat trauma kornea.

3. Umur adalah jumlah tahun hidup pasien sejak lahir sampai terdiagnosa menderita keratitis yang sesuai dengan rekam medis tahun 2010-2011. 4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien keratitis yang tertulis di rekam

medis tahun 2010-2011. Karakteristik individu penderita:

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Pekerjaan

4 Riwayat penggunaan lensa kontak

5. Riwayat trauma kornea


(37)

5. Pekerjaan adalah aktivitas rutin dan utama yang dilakukan pasien keratitis yang menghasilkan uang atau tidak yang sesuai dengan rekam medis tahun 2010-2011.

6. Riwayat penggunaan lensa kontak adalah pasien keratitis yang memilki kebiasaan menggunakan lensa kontak sehari-hari yang disesuaikan dengan data rekam medis tahun 2010-2011.

7. Riwayat trauma kornea adalah trauma yang disebabkan benda tumpul, trauma penetrasi atau benda asing pada kornea yang dialami oleh pasien keratitis yang sesuai dengan rekam medis tahun 2010-2011.

Tabel 3.2. Metode Pengukuran

No. Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Umur Rekam Medis 1. 0-17 tahun

2. 18-40 tahun 3. > 40 tahun

Nominal

2. Jenis kelamin Rekam Medis 1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

3. Pekerjaan Rekam Medis 1.Pelajar / mahasiswa 2.Pegawai Negeri / Swasta

3. Wiraswasta 4. Petani

5. Ibu Rumah Tangga 6. Tidak bekerja

Nominal

4. Riwayat penggunaan lensa kontak

Rekam Medis 1.Riwayat

menggunakan lensa kontak

2.Tidak ada riwayat


(38)

menggunakan lensa kontak

5. Riwayat trauma kornea

Rekam Medis 1.Trauma benda tumpul 2.Trauma penetrasi 3.Trauma benda asing


(39)

BAB 4

METODE PENLITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif yang akan menggambarkan karakteristik penderita keratitis. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian adalah retrospective studi dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan rekam medis.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu

Waktu penelitian dimulai dari pengumpulan proposal sampai pengumpulan hasil yaitu dilakukan pada bulan Juli sampai November 2012.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Pemilihan tempat didasarkan pada pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit tipe A yang sesuai SK MENKES No. 335/MENKES/SK/VII/1990 yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah regional Sumatera. Selain itu RSUP H.Adam Malik juga adalah Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK MENKES No. 502/MENKES/SK/IX/1991.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien yang didiagnosa keratitis yang datang ke poli mata untuk melakukan pengobatan ke RSUP H. Adam Malik Tahun 2010 – 2011.


(40)

4.3.2. Sampel

Menurut Sastroasmoro (2011), sampel adalah bagian dari populasi.

Jenis sampel yang digunakan adalah “total sampling”. “Total sampling

adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden/sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita keratitis yang datang ke poli mata untuk melakukan pengobatan di RSUP H. Adam Malik Tahun 2010 – 2011.

4.4. Kriteria inklusi dan eksklusi 4.4.1. Kriteria inklusi

 Semua penderita keratitis yang tercatat dalam rekam medis dan dapat disertai dengan trauma kornea dan penggunaan kontak lensa yang tidak higienis.

4.4.2. Kriteria eksklusi

 Data dari rekam medis tidak tercatat dengan lengkap.

4.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini adalah data sekunder berupa rekam medis yang ada di RSUP H. Adam Malik.

4.6. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan dimasukkan kedalam komputer kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Solution). Data disajikan dalam bentuk


(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga kita dapat menjumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 154 pasien keratitis yang dilihat berdasarkan rekam medis, di mana laki-laki berjumlah 89 orang dan perempuan berjumlah 65 orang. Distribusi frekuensi penderita keratitis berdasarkan karakteristiknya yang mencakup umur, pekerjaan, riwayat penggunaan lensa kontak dan riwayat trauma kornea disajikan pada tabel 5.1.


(42)

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

Frekuensi Persentase

0-17 tahun 32 20.8

18-39 tahun 49 31.8

> 40 tahun 73 47.4

Total 154 100.0

Berdasarkan kelompok umur, didapati sampel berumur 0-17 tahun sebanyak 32 orang (20,8%), berumur 18-39 tahun sebanyak 49 orang (31,8%), berumur >40 tahun sebanyak 73 orang (47,4%). Mayoritas sampel berada pada kelompok umur >40 tahun dan kelompok umur dengan jumlah sampel paling sedikit adalah pada kelompok umur 0-17 tahun.

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Frekuensi Persentase

Laki-laki 89 57.8

Perempuan 65 42.2

Total 154 100.0

Berdasarkan kelompok jenis kelamin, didapati sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 89 orang (57,8%) dan sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 65 orang (42,2%). Dengan demikian, mayoritas sampel berjenis kelamin laki-laki.


(43)

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan

Frekuensi Persentase

Pelajar/mahasiswa 34 22.1

Pegawai negeri/swasta 12 7.8

Wiraswasta 42 27.3

Petani 17 11.0

Ibu Rumah Tangga 33 21,4

Tidak bekerja 16 10,4

Total 154 100.0

Berdasarkan kelompok pekerjaan, didapati sampel yang bekerja sebagai pelajar/mahasiswa sebanyak 34 orang (22,1%), sampel yang bekerja sebagai pegawai negeri/swasta sebanyak 12 orang (7,8%), sampel yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 42 orang (27,3%), sampel yang bekerja sebagai petani sebanyak 17 orang (11%), sampel yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 33 orang (21,4%) dan sampel yang tidak bekerja sebanyak 16 orang (10,4%).

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Penggunaan Lensa Kontak

Frekuensi Persentase

Menggunakan

lensa kontak 13 8.4

Tidak

menggunakan lensa kontak

141 91.6


(44)

Berdasarkan kelompok riwayat penggunaan lensa kontak, didapati sampel yang mempunyai riwayat penggunaan lensa kontak sebanyak 13 orang (8,4%) dan sampel yang tidak mempunyai riwayat penggunaan lensa kontak sebanyak 141 orang (91,6%). Dengan demikian, mayoritas sampel tidak mempunyai riwayat penggunaan lensa kontak.

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Trauma Kornea Frekuensi Persentase

Trauma benda tumpul 8 5.2

Trauma penetrasi 7 4.5

Trauma benda asing 139 90.3

Total 154 100.0

Berdasarkan kelompok riwayat trauma kornea, didapati sampel yang mempunyai riwayat trauma kornea karena benda tumpul sebanyak 8 orang (5,2%), riwayat trauma kornea karena trauma penetrasi sebanyak 7 orang (4,5%), riwayat trauma kornea karena benda asing sebanyak 139 orang (90,3%). Dengan demikian, mayoritas sampel yang mempunyai riwayat trauma kornea disebabkan oleh benda asing.


(45)

Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Trauma Benda Asing

Frekuensi Persentase

Debu 95

68.35

Serbuk kayu 8

5.76

Serbuk padi 19

13.67

Bijih besi 13

9.35

Serangga 4

2.88

Total 139 100.0

Berdasarkan kelompok riwayat adanya benda asing, didapati sampel sebanyak 139 orang, sampel yang mempunyai riwayat trauma benda asing karena debu sebanyak 95 orang (68.35%), sampel yang mempunyai riwayat trauma benda asing karena serbuk kayu sebanyak 8 orang (5.76%), sampel yang mempunyai riwayat trauma benda asing karena serbuk padi sebanyak 19 orang (13.67%), sampel yang mempunyai riwayat trauma benda asing karena bijih besi sebanyak 13 orang (9.35%), sampel yang mempunyai riwayat trauma benda asing karena serangga sebanyak 4 orang (2.88%). Dengan demikian, mayoritas sampel yang mempunyai riwayat trauma benda asing adalah karena debu.

5.2.Pembahasan

Penelitian ini dimulai bulan Juli sampai November 2012. Pada penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 154 orang dari 250 orang yang telah terdata pada survey awal penelitian. Berkurangnya jumlah sampel ini disebabkan oleh karena data sampel tidak memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan, seperti banyaknya rekam medis yang hilang, maupun tidak lengkapnya data pada rekam medis.


(46)

Dari Tabel 5.1 terlihat distribusi umur menujukkan lebih banyak kelompok umur > 40 tahun sebanyak 73 orang yaitu berkisar (47,4%). Dengan meningkatnya umur, kemungkinan infeksi kornea semakin tinggi oleh karena aktivitasnya berbanding lurus dengan bertambahnya umur seseorang. Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suhardjo dkk (2000) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menunjukkan bahwa umur terbanyak penderita keratitis adalah pada usia dewasa yaitu 42,4% (24 sampel pada usia 41-60 tahun). Dari Tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menujukkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki berkisar sebanyak 89 orang (57,8%). Predisposisi faktor populasi laki-laki lebih banyak daripada perempuan, pada penelitian ini tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan banyaknya kegiatan pada kaum laki-laki sehari-hari meningkatkan risiko terjadinya trauma, termasuk trauma pada kornea. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suhardjo dkk (2000) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menunjukkan bahwa dari 57 sampel, 66,7% (38 sampel) adalah laki-laki dan 33,3% (19 sampel) adalah perempuan. Penelitian lain juga menemukan jenis kelamin terbanyak yang menderita keratitis adalah laki-laki sebanyak 48 penderita (61,5%) diikuti perempuan sebanyak 30 penderita (38,5%) (Albar, 2012).

Dari tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar penderita keratitis mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu sebesar 42 orang (27,3%). Akan tetapi, dari hasil penelitian Albar (2012) proporsi pekerjaan penderita keratitis terbanyak dijumpai pada petani sebanyak 21 penderita (26,9%). Banyaknya petani yang menderita keratitis dapat disebabkan lingkungan kerjanya yang mempunyai risiko terpapar debu ataupun hal lainnya yang dapat meningkatkan risiko terjadinya keratitis. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, meningkatnya proporsi jumlah wiraswasta dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah lapangan kerja dengan jumlah penduduk Indonesia yang banyak. Maka sebagian besar masyarakat memilih untuk membuka usaha sendiri/wiraswasta.


(47)

Dari tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar penderita keratitis yang datang ke RSUP H.Adam Malik tahun 2010-2011 tidak memiliki riwayat penggunaan lensa kontak yaitu sebanyak 141 orang (91,6%). Hal ini sesuai dengan data distribusi tindakan mahasiswa FK USU 2010 dalam penggunaan lensa kontak yang terkait dengan risiko terjadinya keratitis, dimana proporsinya hanya 10% dari keseluruhan responden yang diteliti yang mempunyai risiko keratitis (Kamarrudin, 2010). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan kontak lensa adalah faktor risiko utama keratitis Acanthamoeba di negara maju, sedangkan di negara berkembang biasanya dihubungkan dengan trauma mata (Tuft, 2012).

Hasil penelitian David et al (2007) di Rumah Sakit Mata Moorfields juga menunjukkan penggunaan kontak lensa adalah faktor risiko terjadinya keratitis oleh karena jamur yaitu sekitar 30,8 % (8 kasus). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Toronto (2011) yang menunjukkan angka kejadian keratitis oleh karena mikroba sekitar 5 dari 10.000 pada pengguna kontak lensa. Di negara maju, seperti di Amerika Serikat, setiap tahunnya penderita keratitis mencapai sekitar 30.000 orang.

Dari tabel 5.5 terlihat bahwa riwayat trauma kornea terbanyak oleh karena trauma benda asing yaitu sebanyak sebanyak 139 orang (90,3%).Penelitian di RS Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2000 juga menunjukkan trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus kornea (Suhardjo dkk, 2000).

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh David et al di Rumah Sakit Moorfields (2007) dimana penelitian ini menunjukkan penyebab dari kejadian keratitis di negara berkembang/negara tropis adalah infeksi oleh jamur yang berfilamen pasca trauma kornea. Faktor risiko terjadinya keratitis oleh karena jamur pasca trauma kornea adalah 30,8% (8 kasus), sementara riwayat


(48)

trauma penetrasi yang menyebabkan terjadinya keratitis adalah sekitar 19,2%(5 kasus).

Dari tabel 5.6 terlihat bahwa riwayat trauma benda asing terbanyak disebabkan oleh debu yaitu sebanyak 95 orang (68.35%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospital di India terdapat sekitar 56% trauma mata disebabkan padi dan debu (Aldy, 2010).


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 adalah sebanyak 154 pasien di mana laki-laki berjumlah 89 orang dan perempuan berjumlah 65 orang.

2. Distribusi umur terbanyak yang menderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 adalah > 40 tahun sebanyak 73 orang (47,4%).

3. Distribusi jenis kelamin terbanyak yang menderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 adalah laki-laki sebanyak 89 orang (57,8%).

4. Distribusi kelompok pekerjaan terbanyak yang menderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 adalah wiraswasta sebanyak 42 orang (27,3%).

5. Distribusi kelompok riwayat penggunaan lensa kontak yang menderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 adalah sebanyak 13 orang (8,4%).

6. Distribusi kelompok riwayat trauma kornea terbanyak yang menderita keratitis disebabkan oleh trauma benda asing di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 adalah sebanyak 139 orang (90,3%).


(50)

7. Distribusi kelompok riwayat trauma benda asing terbanyak yang menderita keratitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2011 disebabkan oleh debu sebanyak 95 orang (68.35%).

7.2. Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi praktisi medis

Perlu dilakukan upaya prevensi terhadap timbulnya kejadian keratitis pada masyarakat agar tidak terjadi kebutaan akibat komplikasi keratitis, seperti penyuluhan agar meningkatkan kesadaran masyarakat yang berisiko tinggi untuk memeriksakan matanya secara rutin dan berkala terutama bila sudah mempunyai faktor risiko dan melatih tenaga-tenaga kesehatan untuk memantau kemungkinan terjadinya keratitis dan segera merujuk pasien umtuk pengobatan sebelum terjadinya kebutaan.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Mengingat banyaknya faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian keratitis, perlu dilaksanakan lebih banyak penelitian guna mengidentifikasi lebih jauh faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kelainan-kelainan kornea serta untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi keratitis.

3. Bagi sarana pelayanan kesehatan

Demi memenuhi fungsi rekam medis sebagai sumber data penelitian, penting dilaksanakan pengisian lembar rekam medis secara lengkap dan upaya tertentu agar rekam medis tidak tercampur dan tidak hilang.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Albar , M. Y., 2012. Karakteristik Penderita Keratitis Infektif di RS H. Adam Malik Tahun 2010-2011. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33583

[Accessed: 28 November 2012]

Aldy, F., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli

Selatan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Tesis. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6381/1/10E00180.pdf

[Accessed: 3 April 2012].

Bangun, C.Y.Y., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea di

Kabupaten Langkat. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik. Tesis. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6385/1/10E00176.pdf

[Accessed: 4 May 2012].

Biswell, R., 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

Bower, K.S., and Hwang, F.S., 2011. Keratitis. Available from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/561/basics/epidemiolog y.html.2011 [Accessed 24 April 2012].

David et al., 2007. Fungal Keratitis in London Microbiological and Clinical Evaluation. Cornea.Volume 26, Number 9. Available:


(52)

http://130.88.242.202/medicine/Aspergillus/Dropbox/Aspergillus_Website/a spergillus-web/articlesoverflow/17893539.pdf [Accessed : 3 Desember 2012].

Eroschenko, V.P., 2003. Atlas Histologi di Fiore Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hartanto, H., et al, 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed. 29. Jakarta: EGC.

Hollwich, F., 1993. Oftalmologi Edisi Kedua. Jakarta: Binarupa Aksara.

Ilyas, S., 1998. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, S., 2000. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B., Taim, H., Saman, R.R., Simarmata, M., Widodo, P.S., 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa

KedokteranEdisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto..

Ilyas, S., 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, S., 2009. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kamaruddin, F. A., 2010. Gambaran Penggunaan Lensa Kontak Pada Mahasiswa FK USU dan Kemungkinan Terjadinya Keratitis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23196 [Accessed: 28 November 2012]


(53)

Riordan-Eva, P., 2010. Anatomi & Embriologi Mata. In: Vaughan, Asbury.

Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

Satroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis

Edisi 4. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Suhardjo., Widodo, F., Dewi, U.M., 2000. Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di

RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier . Bagian Ilmu

Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/SMF Penyakit Mata RS Dr. Sardjito, Yogyakarta. Available from:

http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/art-1.htm

[Accesed:27 November 2012 ]

Susetio, B., 1993. Penatalaksaan Infeksi Jamur pada Mata. In: Cermin Dunia Kedokteran No 87. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11InfeksiJamur087.pdf/11InfeksiJamu r087.pdf [Accessed 25 April 2012].

Sutphin, J.E., 2008. Externa disease and cornea (Basic and Clinical Science

Course 2008-2009). San Fransisco: American Academy of Ophthalmology.

Thygeson, P., 1950. Superficial Punctate Keratitis. Journal of the American Medical Association. Available from:

http://webeye.ophth.uiowa.edu/dept/diagtrt/thygeson/thygeson.htm [Accessed: 11 May 2012].


(54)

Toronto, O., 2011. Hudson Bay Centre, Concourse level. 44 Bloor St. East.

Available from: Available from:

http://www.deepdyve.com/lp/informa-healthcare/factors-affecting-the-epidemiology-of-acanthamoeba-keratitis-toDPa1ohT0

[Accessed : 3 Desember 2012].

Tuft, S.J., 2012. Suppurative Keratitis. Moorfields Eye Hospital, London. EC IV 2 PD. UK. Available from:

http://bjo.bmj.com/content/87/2/127.1.full.pdf [Accessed : 3 Desember 2012].

Wijaya, C., Terabunan, J., Perwira, D., 2012. Referat keratitis. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Rumah Sakit Immanuel. Bandung. Available from:

http://www.scribd.com/doc/84409823/keratitis [Accessed: 11 May 2012].

Winda, F., 2010. Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa FK USU Angkatan

2007-2009. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22688/6/Chapter%20I.pdf

[Accessed : 3 April 2012].

http://www.aao.org/eyecare/anatomy/ [Accessed: 28 May 2012].


(55)

Nama : Sarah Zoraya Mirza Tempat / Tanggal Lahir : P.Berandan / 20 Juni 1991

Agama : Islam

Alamat : Jl. Menteng Raya Gg.Luhur No.7 , Denai-Medan Riwayat Pendidikan

:

Riwayat Pelatihan : 1. 2.

TK Dharma Patra P.Berandan SD Dharma Patra P.Berandan

1996 1997 3. SMP Dharma Patra P.Berandan 2003 4. SMA Negeri 1 Babalan P.Berandan 2006

5. SMA Negeri 2 Dumai 2007

6. Fakultas Kedokteran USU 2009

1. Latihan Kepemimpinan Manajemen

Mahasiswa (LKMM) Lokal

Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FK USU

2010

2. Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Wilayah Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Wilayah I (Se-Pulau Sumatera) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

2010

3. Seminar dan Workshop Basic Life Support and Traumatologi (TBM FK


(56)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Tim Bantuan Medis (TBM) FK USU PEMA FK USU Periode 2009-2010

2. Sekretaris Divisi Pengabdian Masyarakat TBM FK USU PEMA FK USU Periode 2010-2011

3. Sekretaris Bidang Pengabdian Masyarakat (PENGMAS) Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Wilayah I (Se-Pulau Sumatera) Periode 2010-2011 4. Sekretaris Departemen Pengabdian

Masyarakat PEMA FK USU Periode 2010-2011

5. Pengurus Harian Nasional Bidang Pengabdian Masyarakat (PENGMAS) Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Periode 2011-2012

USU

6. Bakti Sosial Nasional ISMKI di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

2011

7. Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang


(57)

(58)

(1)

Nomor Nomor Rekam Medis Nama Umur Umur Kelompok Jenis kelamin Pekerjaan Riwayat Menggunakan Lensa Kontak Lensa

Riwayat Trauma Kornea

Riwayat Trauma Benda Asing

41 00.43.86.99 Anita 59 > 40 tahun perempuan petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

42 00.43.98.20 Dewi S.S 16 0-17 tahun perempuan petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

43 00.44.01.13 Adelina R.S 10 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

44 00.44.12.31 Bangun Silalahi 53 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

45 00.44.12.74 Sura Surbakti 46 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing bijih besi

46 00.44.16.18 Cokong Tarigan 64 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing bijih besi

47 00.44.33.18 Revaldo 0,9 0-17 tahun laki-laki Tidak bekerja tidak ada trauma tumpul

-48 00.44.36.23 Ospen S. 35 18-40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing bijih besi

49 00.44.49.43 Erlianti 37 18-40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

50 00.44.52.31 Kevin Sari 9 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

51 00.44.56.08 Martasion 37 18-40 tahun perempuan petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

52 00.44.67.54 May Sarah 20 18-40 tahun perempuan pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

53 00.44.73.32 Kawan Sihiite 8 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma tumpul

-54 00.44.86.19 Supriana 20 18-40 tahun perempuan pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

55 00.44.89.74 Sinta 3 0-17 tahun perempuan Tidak bekerja tidak ada trauma benda asing debu

56 00.46.35.68 Risky Rahmadhani 5 0-17 tahun perempuan Tidak bekerja tidak ada trauma benda asing debu

57 00.46.40.87 Suratam 38 18-40 tahun laki-laki Tidak bekerja tidak ada trauma benda asing bijih besi

58 00.46.44.01 Saripiana 31 18-40 tahun perempuan pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

59 00.46.52.22 Sik zahara 2 0-17 tahun perempuan Tidak bekerja tidak ada trauma benda asing debu

60 00.46.61.36 Bayu Gusti 8 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

61 00.46.72.04 Lasarus Barus 56 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

62 00.46.74.17 M. Ade Maulana 10 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

63 00.46.86.19 Yuka Manda 30 18-40 tahun perempuan pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

64 00.46.96.24 Davin M.T 7 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

65 00.47.10.05 Nafisah 42 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

66 00.47.11.68 Ripin Milala 65 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

67 00.47.25.23 Martin Ginting 42 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma penetrasi

-68 00.47.26.69 Irun Berutu 31 18-40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

69 00.47.39.68 Ria br. Sitorus 29 18-40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

70 00.47.63.12 Jamira 60 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

71 00.47.64.18 Rudi Samdika 21 18-40 tahun laki-laki pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

72 00.47.94.82 Annisa Aulia P. 7 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

73 00.48.19.89 Chairini Karestib 9 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma penetrasi

-74 00.48.32.00 Rasmin Saragih 56 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

75 00.48.41.61 Hernawati 22 18-40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

76 00.48.73.49 Jaya Barus 45 > 40 tahun laki-laki pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

77 00.48.83.14 Zakaria 57 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

78 00.48.83.31 Bujur Sembiring 70 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing bijih besi

79 00.48.86.27 Payung Surbakti 91 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

80 00.48.95.58 Erni Frenklin 5 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma penetrasi


(2)

Nomor Nomor Rekam Medis Nama Umur Umur Kelompok Jenis kelamin Pekerjaan Riwayat Menggunakan Lensa Kontak Lensa

Riwayat Trauma Kornea

Riwayat Trauma Benda Asing

82 00.49.22.79 Murni br. Sembiring 45 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

83 00.49.24.81 Leo Belen Tarigan 23 18-40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

84 00.49.32.46 Lernin Gultom 74 > 40 tahun laki-laki Tidak bekerja tidak ada trauma benda asing debu

85 00.49.35.25 Rina Sinu Kaban 25 18-40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

86 00.49.58.39 Annisa Hasibuan 22 18-40 tahun perempuan pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

87 00.49.67.90 Lidah S.Kembaren 69 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

88 00.49.70.31 Japiter Nadeak 49 > 40 tahun laki-laki pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

89 00.49.77.21 Sapri 29 18-40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

90 00.08.28.11 Ari Paola 16 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

91 00.19.88.34 Monika 9 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

92 00.26.38.01 Haryatiningsih 46 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

93 00.40.25.04 Asten Meha 63 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

94 00.41.97.21 Niscaya Wau 44 > 40 tahun perempuan wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

95 00.46.45.57 Diki 7 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

96 00.46.92.08 Berding 48 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing serbuk kayu

97 00.47.69.00 Raswan 47 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing

-98 00.47.98.19 Satimah 44 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing serbuk padi

99 00.48.10.47 Sariyani Ginting 29 18-40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing serbuk padi

100 00.48.38.38 Salmah 53 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

101 00.48.60.98 Edi Mianna 46 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

102 00.48.65.91 Saprianto 23 18-40 tahun laki-laki wiraswasta ada trauma benda asing serbuk padi

103 00.48.83.55 Arifin Hidayat 9 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

104 00.48.87.26 Jasa Sinulngga 34 18-40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

105 00.48.92.35 Sunarimo 58 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing bijih besi

106 00.48.93.62 Tati 53 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

107 00.48.99.89 Fitriansyah 42 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing serangga

108 00.49.09.03 Ismal Tarigan 41 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk kayu

109 00.49.25.01 Carin br. Tarigan 28 18-40 tahun perempuan IRT ada trauma benda asing debu

110 00.49.35.41 Apipa 8 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing

-111 00.49.36.90 Sri 10 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

112 00.49.41.23 Mawardi 45 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

113 00.49.79.03 Suyono 51 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma tumpul

-114 00.49.92.60 Bachtiar 46 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing serangga

115 00.43.42.11 Islami Selian 41 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing serangga

116 00.45.26.99 Tuti Henddrawati 46 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

117 00.48.11.70 Fatimah 44 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

118 00.48.16.79 Noratul Ikhraman 28 18-40 tahun perempuan IRT ada trauma benda asing debu

119 00.48.48.12 Tomuriani Ritonga 36 18-40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

120 00.44.67.04 Masvi Hasibuan 61 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

121 00.44.80.21 Benita 10 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing serangga


(3)

Nomor Nomor Rekam Medis Nama Umur Umur Kelompok Jenis kelamin Pekerjaan Riwayat Menggunakan Lensa Kontak Lensa

Riwayat Trauma Kornea

Riwayat Trauma Benda Asing

123 00.46.46.87 Vera S. 43 > 40 tahun perempuan pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

124 00.47.03.82 Chiho Y.L 18 18-40 tahun perempuan pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

125 00.48.30.35 Saidi Marpaung 71 > 40 tahun laki-laki Tidak bekerja tidak ada trauma benda asing debu

126 00.48.38.23 Juliiandi S.Zebua 21 18-40 tahun laki-laki pegawai negeri/swasta tidak ada trauma benda asing debu

127 00.49.34.09 Fauziah 55 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing serbuk padi

128 00.15.48.38 Ngasa Ketaren 80 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

129 00.25.18.19 Aden T 48 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

130 00.40.08.63 Jhoni 41 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

131 00.40.87.29 Joko Susilo 16 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

132 00.42.24.75 Kuma Hasibuan 57 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

133 00.42.35.15 Adison A. 36 18-40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

134 00.43.00.91 Roni 26 18-40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

135 00.43.36.16 Marulice 41 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

136 00.43.39.29 Supiyah 67 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

137 00.43.59.49 Zainal 46 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

138 00.43.61.93 Nanda 15 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma benda asing debu

139 00.43.68.65 Salmi 27 18-40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

140 00.43.73.27 Juliani 44 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing serbuk padi

141 00.43.95.40 Anna 41 > 40 tahun perempuan petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

142 00.44.96.51 Ibrahim 44 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing serbuk kayu

143 00.44.96.70 Idris Nst. 43 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing serbuk kayu

144 00.45.07.38 Amrisyah Manurung 9 0-17 tahun laki-laki pelajar/mahasiswa tidak ada trauma tumpul

-145 00.45.19.10 Marwiyah 47 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

146 00.45.25.60 Asmidar 47 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

147 00.45.27.32 Rustam Eff 43 > 40 tahun laki-laki wiraswasta tidak ada trauma benda asing debu

148 00.45.31.34 Rosmayani 52 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

149 00.45.49.33 Maslan 48 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma benda asing serbuk padi

150 00.45.51.29 Muliiana 46 > 40 tahun perempuan IRT tidak ada trauma benda asing debu

151 00.45.51.60 Aida Sasmita 18 18-40 tahun perempuan pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

152 00.45.52.31 Elvi Husua 17 0-17 tahun perempuan pelajar/mahasiswa ada trauma benda asing debu

153 00.45.79.84 Sudarman 58 > 40 tahun laki-laki petani tidak ada trauma tumpul


(4)

Lampiran 5

Output

Data Hasil Penelitian

Statistics

Umur berkelompok

Jenis

kelamin Pekerjaan

Riwayat kontak lensa

Riwayat trauma kornea

Riwayat trauma benda asing

N Valid 154 154 154 154 154 154

Missing 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

Umur berkelompok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0-17 tahun 32 20.8 20.8 20.8

18-40 tahun 49 31.8 31.8 52.6

> 40 tahun 73 47.4 47.4 100.0

Total 154 100.0 100.0

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 89 57.8 57.8 57.8

perempuan 65 42.2 42.2 100.0


(5)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pelajar/mahasiswa 34 22.1 22.1 22.1

pegawai negeri/swasta 12 7.8 7.8 29.9

wiraswasta 42 27.3 27.3 57.1

petani 17 11.0 11.0 68.2

IRT 33 21.4 21.4 89.6

Tidak bekerja 16 10.4 10.4 100.0

Total 154 100.0 100.0

Riwayat kontak lensa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 13 8.4 8.4 8.4

- 141 91.6 91.6 100.0

Total 154 100.0 100.0

Riwayat trauma kornea

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid trauma tumpul 8 5.2 5.2 5.2

trauma penetrasi 7 4.5 4.5 9.7

trauma benda asing 139 90.3 90.3 100.0


(6)

Riwayat trauma benda asing

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid debu 95 61.7 61.7 61.7

serbuk kayu 8 5.2 5.2 66.9

serbuk padi 19 12.3 12.3 79.2

bijih besi 13 8.4 8.4 87.7

serangga 4 2.6 2.6 90.3

- 15 9.7 9.7 100.0