Pariwisata Sebagai Ilmu URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN

2.1. Pariwisata Sebagai Ilmu

Peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi diberbagai negara tidak diragukan lagi. Banyak negara mengembangkan potensi pariwisata dengan serius karena pariwisata bisa mendatangkan devisa bagi negara, pengurangan angka pengangguran serta pengentasan kemiskinan. Umumnya pariwisata dianggap dan diperlakukan hanya sebuah “industri” padahal sebagaimana dikemukakan oleh Smith dan Eadington 1992 dalam buku pengantar pariwista I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta 2009 pariwisata sangat layak untuk dipandang sebagai objek kajian dan dikembangkan sebagai ilmu, karena mempunyai sejarah, pustaka, dan prinsip-prinsip yang terstruktur serta berbagai aspek keilmuan lainnya. Tanggal 31 Maret 2008 menjadi hari yang sangat bersejarah bagi kepariwisataan di Indonesia karena hari itu pariwisata akhirnya diakui sebagai Ilmu di Indonesia. Pada tangggal tersebut keluar surat dari Dirjen Dikti Depdiknas No.947DT2008 dan 948DT2008 yang ditujukan kepada Mentri Kebudayaan dan Pariwisata yang secara eksplisit menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dapat menyetujui pembukaan jenjang Program Sarjana S1 dalam beberapa program studi pada STP Bali dan STP Bandung. Dengan dikeluarkannya izin pembukaan program studi jenjang sarjana akademik oleh mentri kebudayaan dan pariwisata hal ini juga berarti ada pengakuan secara Universitas Sumatera Utara formal bahwa pariwisata bukanlah sebuah industri melainkan suatu disiplin Ilmu yang sejajar dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya. Pengakuan formal pariwisata sebagai ilmu di Indonesia merupakan hasil kerja keras seluruh stakeholders pariwisata Indonesia. Perjuangan untuk menjadikan pariwisata sebagai ilmu dimulai pada awal tahun 1980-an hal ini terkait dengan rencana pendirian Program Studi Ilmu Kepariwisataan di Universitas Udayana. Namun perjuangan untuk menjadikan pariwisata sebagai ilmu terkesan mati suri, pada tahun 2006 perjuangan tersebut kembali digerakkan dengan mendapatkan dukungan penuh dari mentri kebudayaan dan pariwisata Ir. Jero Wacik, SE. Melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar, Depbudpar bekerja sama dengan Hildiktipari mengadakan rapat koordinasi pendidikan pariwisata pada 24 Agustus 2006 di gedung Sapta Pesona Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta. Dari hasil rapat tersebut lahir “Deklarasi Pariwisata Sebagai ilmu” yaitu berisi dua pokok poin. Pertama, pariwisata adalah cabang ilmu yang mandiri, yang sejajar dengan ilmu-ilmu lain dan kedua, Progaram S1, S2, S3 ilmu pariwisata di berbagai lembaga pendidikan tinggi sudah layak diberikan izin oleh Departemen Pendidikan Sosial. Pariwisata dikatakan sebagai ilmu karena secara konseptual, ilmu adalah suatu pengetahuan sistematis yang diperoleh berdasarkan pengalaman empirik dan percobaan eksperimen dengan metode-metode yang dapat diuji, serta minimal memiliki 3 syarat dasar yakni: ontologi objek atau fokus yang dikaji, epistemologi metodologi untuk memperoleh pengetahuan dan aksiologi nilai manfaat pengetahuan ketiga aspek ilmu tersebut dimiliki oleh pariwisata. Di dalam pariwisata ketiga syarat dasar dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu yang Universitas Sumatera Utara sejajar dengan ilmu-ilmu lainnya bisa diuji dengan menggunakan ketiga aspek tersebut. 1 Aspek Ontologi Ilmu pariwisata harus mampu menyediakan informasi ilmiah yang lengkap tentang hakikat pelancongan, gejala pariwisata, wisatawannya sendiri, prasarana dan sarana pariwisata, objek – objek yang dikunjungi, sistem dan organisasi, dan kegiatan bisnisnya serta semua komponen pendukung di daerah asal wisatawan maupun di daerah destinasi wisata. Ilmu pariwisata juga harus dibangun berdasarkan suatu penjelasan yang mendalam, tidak terburu – buru dan perlu dibuatkan taksonominya. Setiap ilmu memiliki objek material dan objek formal. Objek material adalah seluruh lingkup makro yang dikaji suatu ilmu. Objek formal adalah bagian tertentu dari objek material yang menjadi perhatian khusus dalam kajian ilmu tersebut. Secara asumtif dapat dikatakan bahwa objek formal kajian aspek ontologi ilmu pariwisata adalah masyarakat. Oleh sebab itu, pariwisata dapat diposisikan sebagai salah satu cabang ilmu sosial karena focus of interest-nya adalah kehidupan masyarakat manusia. Dengan demikian fenomena pariwisata dapat difokuskan pada tiga unsur yakni: pergerakan wisatawan, aktivitas masyarakat yang memfasilitasi pergerakan wisatawan dan implikasi atau akibat-akibat pergerakan wisatawan dan aktivitas masyarakat yang memfasilitasinya terhadap kehidupan masyarakat secara luas. 2 Aspek Epistemologi Aspek epistemologi pariwisata menunjukkan pada cara-cara memperoleh kebenaran atas objek ilmu. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran ilmiah, Universitas Sumatera Utara yakni didasarkan pada suatu logika berpikir yang rasional, objektif, dan dapat diuji secara empirik. Sebagai contoh, pergerakan wisatawan sebagai salah satu objek formal “ilmu” pariwisata dipelajari dengan menggunakan suatu metode berpikir rasional. Misalnya, pergerakan wisatawan terjadi akibat adanya interaksi antara ketersediaan sumberdaya waktu luang, uang, infrastuktur dengan kebutuhan mereka untuk menikmati perbedaan dengan lingkungan sehari-hari. Pergerakan wisatawan, aktivitas masyarakat yang memfasilitasinya maupun implikasi kedua-duanya terhadap kehidupan masyarakat secara luas merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan atau saling mempengaruhi. Setiap pergerakan wisatawan selalu diikuti dengan penyediaan fasilitas wisata dan interaksi keduanya akan menimbulkan konsekuensi-konsenkuensi logis dibidang ekonomi, sosial, budaya, ekologi bahkan politik. 3 Aspek Aksiologi Aksiologi merupakan aspek ilmu yang sangat penting. Perjalanan dan pergerakan wisatawan adalah salah satu bentuk kegiatan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beragam baik dalam bentuk pengalaman, pencerahan, penyegaran fisik dan psikis maupun dalam bentuk aktualisasi diri. Masalah yang mungkin muncul dari pergerakan itu adalah bahwa penyediaan media yang lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan wisatawan akan terbatas. Akibatnya muncul persoalan baru pada penurunan derajat kepuasan wisata dan penurunan mutu jasa yang ditawarkan. Untuk mengatasi persoalan pariwisata sebagai ilmu akan terus mencoba menemukan cara-cara yang lebih tepat dan memberikan dampak positif bagi pemenuhan kesejahteraan manusia. Universitas Sumatera Utara

2.2. Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan