1
I. PENDAHULUAN
Produksi rumput laut Indonesia termasuk yang terbesar di dunia, khususnya rumput laut yang tumbuh di daerah tropis, seperti jenis Gracilaria spp.
Indonesia diakui secara internasional sebagai pemasok utama bahan baku rumput laut untuk sejumlah industri pengolahan rumput laut dunia. Sejumlah upaya
dilakukan untuk memenuhi target jumlah produksi ekspor maupun end products Gracilaria yang akan dihasilkan pada tahun 2014 yang ditargetkan sebanyak
60.000 ton kering BPPT 2010. Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara MPN Muhammad Taufik menyatakan bahwa usaha rumput laut merupakan pilihan yang
tepat sebagai alternatif usaha produktif meyusul ancaman perubahan iklim karena proses produksi komoditas ini dinilai ramah lingkungan. Dalam upaya pencapaian
target pemerintah terhadap produksi Gracilaria dan pemenuhan permintaan pasar, maka mutu Gracilaria yang dihasilkan perlu ditingkatkan Dian 2011.
Dalam majalah TROBOS 2007 dikatakan bahwa kondisi kualitas rumput laut yang tidak konsisten di Indonesia, khususnya Gracilaria spp. menjadi
kendala produksi bagi industri pengolahan rumput laut. Kusnowirjono, Seaweed Development Export Director PT Agarindo Bogatama menyatakan bahwa
masalah utama adalah sulitnya memperoleh bahan baku dengan kualitas yang baik dan konsisten. Demikian pula yang dialami PT ASML, perusahaan berbasis
Gracilaria budidaya Gracilaria, pengolah dan ekspor agar tepung yang dipimpin oleh Misbakhun, menyebutkan rendahnya kualitas bahan baku sebagai
kendala usaha dan menurut importir mancanegara, mutu Gracilaria asal Indonesia tidak stabil serta banyak yang tidak mengandung gel.
Keberhasilan usaha budidaya rumput laut melibatkan berbagai faktor yang saling terkait satu dengan yang lain, antara lain adalah pengetahuan tentang
biologis rumput laut dan teknologi yang tepat sehingga menghasilkan produk secara maksimal. Faktor-faktor penentu dalam budidaya rumput laut adalah
pemilihan lokasi, penyediaan bibit, metode budidaya dan perawatan, panen, serta proses penyimpanan. Bibit yang baik memiliki fisik segar, talus kecil dan agak
keras, bercabang banyak, rimbun, berujung runcing, bibit berwarna cerah, harus
2
seragam, serta memiliki kekuatan gel yang tinggi, sehingga kandungan agar cukup tinggi Anggadiredja et al. 2006.
Bibit yang dipakai dan dikembangkan oleh masyarakat sampai saat ini masih didapat dari hasil pengembangan secara vegetatif yaitu dengan cara
menyisihkan talus hasil budidaya milik sendiri. Keterampilan menyeleksi talus rumput laut yang baik untuk bibit sangat beragam, sehingga hasil panen sering
tidak optimal, karena umumnya seleksi bibit dilakukan secara visual. Tampilan secara visual terkait dengan fenotipe, menurut Alawi et al. 2006 fenotipe
merupakan ekspresi fisik atau kimia yang dihasilkan gen dan dapat dilihat melalui pengamatan dan penggambaran fenotipe kualitatif atau melalui pengukuran
fenotipe kuantitatif. Pada biologi dasar, fenotipe kualitatif terkait dengan karakteristik
keberagaman genetik, sedangkan fenotipe kuantitatif dikontrol oleh lingkungan. Lingkungan memegang peranan penting terhadap ekspresi fenotipe kuantitatif di
mana pengaruh lingkungan terhadap masing-masing individu berbeda. Perubahan kondisi lingkungan merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap
perubahan distribusi kontinyu pada fenotipe kuantitatif suatu populasi. Aksi gabungan dari lingkungan dan segresi simultan dari beberapa gen dalam
perbanyakan individu menghasilkan distribusi yang bersifat kontinyu yaitu jika lingkungan diperbaiki sesuai dengan kebutuhannya, maka terjadi perbaikan
fenotipe Alawi et al. 2006. Pendugaan fenotipe sebagai indikator mutu rumput laut diharapkan dapat membantu petani rumput laut dalam pemilihan bibit unggul
untuk dikembangkan, sehingga hasil panen dapat memenuhi standar kualitas pasar.
Rumput laut Gracilaria merupakan kelompok rumput laut agarofit, yaitu rumput laut penghasil agar. Kandungan utama rumput laut adalah polisakarida
sebesar 40-70 bobot kering, tergantung pada jenis dan keadaan lingkungan tumbuh Angka dan Suhartono 2000. Genus Gracilaria adalah yang terbesar
dalam ordo Gracilariales, kelas Florideophyceae dan di dalamnya termasuk 167 spesies yang tersebar luas di daerah tropis dan non tropis. Gracilaria dapat
mencapai panjang 60 cm dan terdiri dari talus pseudoparenchymatous mulai dari yang berbentuk lurus hingga melengkung dan dari silinder hingga pipih, beberapa
3 bentuk spesies terlihat seperti memiliki daun yang tersusun dari bentuk silindris
atau bentuk satuan tak beraturan. Karakterisasi taksonomi spesies Gracilaria masih terus diteliti dan dipelajari, salah satunya adalah Gracilaria verrucosa. Di
bagian barat Atlantik, spesies ini terdiri dari dua spesies berbeda, Gracilaria gracilis dan Gracilariopsis longissima dan nama Gracilaria verrucosa telah
ditolak. Walaupun demikian, nama Gracilaria verrucosa masih digunakan secara luas dalam literatur dan masih ditemukan dalam banyak tulisan Hayes 2012.
Gracilaria hidup melimpah di karang dan berbagai substrat padat di zona litoral Lobban dan Wynne 1981. Gracilaria hidup di laut dan memiliki adaptasi
struktur dan biokimia yang unik sehingga memungkinkan bertahan hidup dan berkembang pada lingkungan pasang surut, diantaranya dinding sel yang terdiri
atas selulosa dan polisakarida pembentuk gel. Rumput laut memiliki anatomi multiseluler yang kompleks, beberapa di antaranya memiliki jaringan dan organ
yang berdiferensiasi dengan tumbuhan. Rumput laut tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati, melainkan memiliki talus yang terdiri dari holdfast menyerupai
akar, stipe menyerupai batang, dan blade menyerupai daun. Kemiripan tersebut berevolusi secara independen dalam garis keturunan alga dan tumbuhan,
dan dengan demikian keduanya merupakan analog Campbell et al. 2003. Garis keturunan alga merah hampir setua garis keturunan Stramenopila,
sehingga dapat dikatakan Rhodophyta adalah suatu takson monofiletik, sebagai calon kingdom. Alga merah memiliki pigmen fikoeritrin yang termasuk di dalam
keluarga pigmen fikobilin. Fikobilin memungkinkan beberapa spesies untuk menyerap panjang gelombang yang tersaring biru dan hijau pada air yang dalam.
Rhodophyta warnanya hampir hitam di laut dalam, merah cerah pada kedalaman sedang, dan menjadi kehijauan pada air yang sangat dangkal Campbell et al.
2003. Hasil fotosintesis rumput laut merah Rhodophyta berupa floridin starch, mannaglycerate dan floridosida atau lebih spesifik dikenal dengan polisakarida
berupa agar dan karaginan Anggadiredja et al. 2006. Budidaya rumput laut Gracilaria spp. dilakukan di tambak sebagai salah
satu upaya pemanfaatan tambak dalam rangka memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat. Selain itu, budidaya rumput laut di tambak memiliki
keuntungan dibandingkan budidaya di laut karena tanaman rumput laut di tambak
4 lebih terlindung dari pengaruh lingkungan seperti ombak, arus laut yang kuat,
binatang predator sehingga mudah mengontrol kualitas air. Budidaya rumput laut di tambak secara ekonomis dapat meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai
tambah bagi masyarakat di pesisir pantai karena masyarakat dirangsang untuk memanfaatkan lahan untuk kesejahteraan keluarga.
Pantai Utara Jawa Barat merupakan kawasan pesisir yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya sistem tambak dan merupakan kawasan lahan tambak
bekas usaha budidaya udang windu Penaeus monodon. Salah satu kabupaten di kawasan tersebut adalah kabupaten Subang di mana lahan tambaknya sekarang
telah dimanfaatkan sebagai area produksi rumput laut Gracilaria sebagai upaya memperbaiki kualitas air, kualitas produksi tambak, dan peningkatan pendapatan
masyarakat pesisir. Menurut Saskiartono 2008, wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Area ke arah darat wilayah pesisir meliputi
bagian daratan baik kering maupun terendam air masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah
laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar sehingga area
tambak di Subang memiliki salinitas yang berbeda-beda secara horizontal. Menurut Suwargana 2002, terdapat 3 tipe tambak, yaitu tambak lanyah terletak
dekat sekali dengan laut, tambak biasa berada di belakang tambak lanyah, dan tambak darat yang terletak jauh dari pantai. Perbedaan posisi tambak terhadap
sumber air laut yang semakin jauh akan menurunkan salinitas secara bertahap. Karakter perairan terkait dengan perbedaan salinitas untuk kegiatan budidaya
rumput laut jenis Gracilaria perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas produksi gel dari rumput laut saat panen.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan variasi fenotipe rumput laut Gracilaria spp. pada tambak di Desa Langen Sari, Subang yang berbeda-beda
salinitas serta menganalisis hubungan antara kualitas air di tambak dengan keragaman fenotipe rumput laut sebagai data dasar pendugaan produksi dan
kriteria mutu rumput laut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pembudidaya rumput laut Gracilaria sebagai data dasar dalam pemilihan bibit dan
lokasi dalam usaha memaksimalkan produktivitas Gracilaria spp.
5
II. BAHAN DAN METODE