Kadar Protein= N×faktor konversi
Faktor Konversi = 6,25
5 Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI-01-3836-2000 BSN 2000 Abu bekas pengukuran kadar abu total dilarutkan dengan penambahan
25 ml HCl 10. Larutan tersebut kemudian dipanaskan selama 5 menit dan larutan disaring dengan kertas saring bebas abu. Larutan yang sudah disaring
tersebut kemudian dicuci dengan air suling sampai bebas klorida. Kertas saring lalu dikeringkan dengan oven dan setelah kering kertas saring dimasukkan ke
dalam cawan porselin yang sudah diketahui berat tetapnya. Cawan porselen berisi kertas saring tersebut kemudian dibakar dan diabukan dalam tanur listrik pada
suhu 600 C. Setelah dilakukan pengabuan sampel didinginkan di dalam desikator
dan kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu tidak larut asam dengan rumus: Kadar abu tidak larut asam =
Berat abu g Berat sampel awal g
× 100
3.3.3.2 Uji komponen fitokimia Harborne 1987
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar anemon laut masing-masing perlakuan. Uji fitokimia yang
dilakukan terdiri dari uji alkaloid, steroidtriterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon,dan tanin. Metode uji ini berdasarkan Harborne 1987.
a
Uji alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer,
dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan
endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl
2
dengan 0,50 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml
dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,50 gram iodin dan 2 gram KI
lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,80 gram
bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan
ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,30 volume
campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga. b
Uji steroidtriterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi.
Anhrida asetat ditambahkan sebanyak 10 tetes kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 3 tetes ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif mengandung steroid
dan triterpenoid yaitu dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c Uji flavonoid
Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol campuran asam klorida 37 dan etanol 95 dengan volume yang sama
dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning
atau jingga pada lapisan amil alkohol. d
Uji fenol hidrokuinon pereaksi FeCl
3
Sejumlah sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl
3
5. Hasil uji positif sampel mengandung fenol hidrokuinon ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru.
e Tanin Sejumlah sampel ditambahkan FeCl
3
kemudian campuran dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada campuran.
f Uji Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.
3.3.3.3 Uji
aktivitas antioksidan
dengan metode
DPPH Salazar-Aranda
et al. 2009
Uji antioksidan dengan metode DPPH pada penelitian pendahuluan akan menghasilkan satu ekstrak terbaik berdasarkan ukuran tubuh anemon laut. Ekstrak
terbaik tersebut kemudian dimodifikasi dengan diberi perlakuan pada tingkat
kesegaran yang berbeda yaitu kondisi segar dan mati. Ekstrak yang didapat dari tingkat kesegaran yang berbeda tersebut diuji dengan DPPH kembali. Metode
pengujian DPPH yang digunakan sama dengan pengujian pada tahap penelitian pendahuluan. Pembanding yang digunakan adalah vitamin C dengan konsentrasi
2, 4, 6, 8 ppm. Ekstrak yang mempunyai sifat antioksidan terbaik selanjutnya digunakan pada uji fitokimia untuk lebih mengetahui komponen bioaktif yang
terkandung di dalam ekstrak tersebut.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Anemon laut merupakan salah satu anggota Kelas Anthozoa
yang bentuk tubuhnya bervariasi dengan kombinasi warna yang indah dipandang. Bentuk tubuh anemon seperti bunga sehingga juga disebut mawar laut. Hidupnya
soliter dan tidak mempunyai percabangan dan mempunyai tentakel yang berisi udara. Biasanya di sela-sela tentakel ini merupakan tempat yang ideal bagi ikan-
ikan hias Hadi dan Sumadiyo 1992. Morfologi anemon laut yang diambil dari perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu TNKS, DKI Jakarta
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Anemon laut yang diambil dari perairan Pulau Pramuka
Anemon laut yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tentakel berwarna coklat, tentakel berukuran besar dan pendek, bentuk tubuh menyerupai
karpet, serta melekat pada substrat perairan. Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut dan dilengkapi dengan tentakel. Lubang
mulut terletak pada daerah yang lunak. Tentakel mengandung nematoksis, jumlahnya barvariasi dan umumnya menutupi oral disk. Jumlah tentakel biasanya
merupakan kelipatan dari enam dan tersusun dalam dua deret lingkaran yang paling dalam. Kelipatan yang dimaksud adalah 6 tentakel pertama paling dalam