berkaitan dengan fluktuasi saat musim hujan dan musim kemarau yang cukup tinggi.
d. Perubahan luas Areal persawahan
Informasi mengenai perubahan luas aral persawahan diperoleh dari Perum jasa Tirta II Jatiluhur, berdasarkan luas areal pada Tarum barat, Tarum timur,
dan Tarum utara. Perubahan luas areal yang terjadi kemudian dibandingkan antar Tarum, dengan asumsi bahwa jika terjadi kekurangan air pada waduk
Jatiluhur maka penurunan luas areal persawahan akan terjadi secara serempak pada semua tarum, jika perubahan hanya terjadi pada satu tarum maka diduga
karena faktor lain dan bukan karena masalah kekurangan air.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan
Berkaitan dengan evaluasi karakteristik hidrologi DAS yang mendukung suplai air untuk irigasi maka wilayah DAS Citarum dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. wilayah di atas Waduk Jatiluhur, merupakan daerah perlindungan yang berperan terhadap hasil air water yield DAS, dan 2. Daerah hilir yang termasuk
dalam wilayah otorita Perum Jasa Tirta II Jatuluhur dan berperan terhadap penyediaan lahan pertanian terutama untuk areal persawahan. Evaluasi
penggunaan lahan dan penutupan lahan DAS Citarum diarahkan untuk melihat kondisi pada bagian pertama yakni wilayah DAS di atas waduk Jatiluhur yang
selanjutnya akan disebut DAS Citarum. Berdasarkan interpretasi citra digital menggunakan bantuan program Arcview 3.3 diperoleh hasil untuk penutupan
lahan pada Tahun 2002 dan 2008 yang disajikan pada lampiran 1, matriks perubahannya tiap tipe penutupan lahan disajikan pada lampiran 2, sedangkan
Peta penutupan lahan DAS Citarum pada Tahun 2002 disajikan pada Gambar 4 dan tahun 2008 pada Gambar 5.
Gambar 4. Peta Penutupan Lahan DAS Citarum di atas Waduk Jatiluhur, Tahun 2002
Gambar 5. Peta Penutupan Lahan DAS Citarum di atas Waduk Jatiluhur, Tahun 2008
Penutupan Lahan DAS Citarum berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh BPDAS Citarum-Ciliwung terbagi atas 11 tipe penggunaan yaitu hutan lahan
kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, sawah, semakbelukar,
lahan terbuka, perumahan, dan lain-lain. Budiyanto 2001 memberikan gambaran bahwa kemampuan sistem
informasi geografis dalam melakukan analisis dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu sistem informasi dan pemantauan penggunaan lahan. Sesuai dengan
fungsinya sebagai alat bantu, maka dalam sistem informasi geografis perlu disusun sebuah model yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Analisis
pada dasarnya merupakan proses pemberian makna dari sekumpulan data. Analisis dalam sistem informasi geografis dapat dilakukan melalui suatu
perhitungan, komputasi statistik, pembentukan model pada serangkaian nilai data atau proses operasi lainnya.
Analisis data citra merupakan suatu bentuk kegiatan dari pemanfaatan sistem informasi geografis yang dimaksudkan untuk memberikan informasi dasar
mengenai penutupan lahan yang ada, sedangkan untuk memperoleh data yang akurat maka perlu dilakukan kegiatan lanjutan berupa survei lapangan.