Hubungan antara Hasil Air dan Suplai Air Irigasi

Tabel 11. Permintaan air untuk kebutuhan irigasi dari waduk Jatiluhur Bulan Kebutuhan air irigasi juta m 3 bulan untuk tiap tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan 347.60 318.42 251.63 262.88 215.09 306.64 281.78 266.41 Feb 214.06 214.28 243.79 211.63 187.75 232.70 276.53 216.92 Mar 280.74 244.66 252.16 247.60 291.83 281.49 290.96 259.80 Apr 344.42 356.45 313.41 340.19 350.72 311.12 295.18 290.36 Mei 484.17 466.69 410.96 493.81 455.18 457.82 474.74 415.91 Jun 525.40 581.46 463.67 485.51 538.93 475.24 590.19 442.03 Jul 441.81 531.47 461.27 421.97 545.85 490.87 566.97 497.83 Ags 326.72 313.83 318.01 267.11 349.33 336.62 352.33 314.17 Sep 256.57 151.59 176.67 122.85 198.52 174.14 188.46 120.84 Okt 354.64 378.13 431.01 254.17 387.89 374.85 321.05 297.77 Nov 463.49 445.98 468.24 358.71 493.50 366.56 339.62 363.35 Des 372.61 364.92 369.70 329.53 357.63 364.13 341.18 340.91 Jml 4412.23 4367.88 4160.53 3795.94 4372.24 4172.18 4319.00 3826.28 Kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan dari DAS Citarum melalui waduk Jatiluhur menunjukkan jumlah yang sangat tinggi karena sungai-sungai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan ini sesuai dengan yang diharapkan yakni ±70 saat musim hujan dan ±30 pada musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengelolaan daerah aliran sungai dari sungai-sungai lokal dan fasilitas penampung air yang kurang dalam segi jumlah maupun kapasitasnya. Kebutuhan air irigasi aktual kemudian diuraikan cara pemenuhannya menjadi dua pendekatan yakni pemenuhan langsung dari DAS Citarum asumsi tanpa adanya waduk dan pemenuhan dari waduk, yang tujuannya untuk melihat efisiensi waduk. Evaluasi pemenuhan kebutuhan irigasi berikut mengikuti skenario DAS tanpa waduk sehingga semua kebutuhan langsung dipenuhi dari sungai Citarum. Penyediaan air dari DAS sangat berlebih saat musim hujan sedangkan pada musim kemarau mengalami kekurangan yang disebabkan oleh kapasitas menahan air yang rendah pada skala DAS terutama disebabkan oleh berkurangnya kawasan bervegetasi permanen yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya serap air. Kenyataan ini semakin dipertegas oleh penggunaan lahan pada daerah lereng untuk kegiatan pertanian tanpa memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air. Hasil analisis Indeks Penggunaan Air kebutuhan irigasi berdasarkan pemenuhan dari DAS Citarum disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Indeks Penggunaan Air IPA irigasi dengan sumber air langsung dari DAS Citarum, tahun 2002-2009 Tahun Kebutuhan irigasi juta m 3 th Penyediaan air dari DAS juta m 3 th IPA DAS 2002 4412.23 2760.49 1.60 2003 4367.88 2950.46 1.48 2004 4160.53 2691.05 1.55 2005 3795.94 3240.85 1.17 2006 4372.24 2131.08 2.05 2007 4172.18 3023.75 1.38 2008 4319.00 2696.38 1.60 2009 3826.28 3178.57 1.20 Nilai Indeks penggunaan air irigasi seperti pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dari tahun 2002-2009 nilai permintaan air irigasi lebih tinggi dibanding ketersediaannya pada skala bulanan. Hal ini dapat dimengerti karena pada saat musim hujan banyak air yang terbuang dan tidak dapat dimanfaatkan kembali saat musim kemarau. Gambaran umum mengenai kelebihan air pada musim hujan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Surplus Air DAS Citarum, tahun 2002-2009 Bulan Kebutuhan air irigasi juta m 3 bulan untuk tiap tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan 716.59 31.68 361.29 376.24 498.53 187.71 263.57 Feb 536.98 496.00 367.00 761.57 564.38 526.85 123.38 556.08 Mar 695.49 485.98 522.64 667.02 68.96 247.89 655.10 610.72 Apr 538.54 42.72 328.57 409.16 239.34 610.36 464.96 433.06 Mei 273.03 192.28 Jun 5.92 Jul Ags Sep 60.67 Okt 42.76 Nov 250.46 567.58 134.94 Des 292.11 244.87 199.46 233.57 283.55 450.10 425.69 160.48 Surp 2779.70 1344.00 2052.00 2508.23 1654.75 2085.66 2424.42 2357.07 Gambaran pada Tabel 13 menunjukkan tingginya potensi air DAS Citarum yang tidak termanfaatkan dengan baik atau terbuang ke laut sedangkan fluktuasi musiman yang tidak dapat dihindari telah memberikan indikasi akan kurangnya pasokan air pada saat musim kemarau. Kenyataan ini dapat terlihat dari defisit air DAS Citarum yang disajikan pada Tabel 14 dengan asumsi yang digunakan untuk mendapatkan nilai ini adalah ketika hasil air DAS lebih kecil dari kebutuhan irigasi. Tabel 14. Defisit air DAS Citarum, tahun 2002-2009 Bulan Kebutuhan air irigasi juta m 3 bulan untuk tiap tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan -36.66 Feb Mar Apr Mei -178.11 -80.49 -124.35 -104.93 -27.37 -170.54 Jun -339.37 -483.23 -310.15 -51.89 -404.47 -155.73 -458.35 Jul -190.63 -481.76 -334.77 -184.64 -482.70 -364.32 -504.48 -360.11 Ags -228.24 -257.99 -274.43 -121.16 -314.94 -282.71 -256.91 -240.87 Sep -181.53 -1.65 -47.90 -173.22 -126.39 -112.23 -21.63 Okt -274.28 -326.18 -27.74 -345.88 -155.26 -120.11 -25.10 Nov -259.58 -112.31 -176.05 -45.31 -415.02 Des Informasi pada Tabel 14 menunjukkan bahwa defisit air umumnya terjadi pada bulan Mei sampai November. Pengelolaan terhadap sumber daya air secara seksama sangatlah diperlukan untuk mengatasi angka defisit ini sehingga tidak menimbulkan penurunan nilai produksi hasil pertanian pada tingkat petani. Berkaitan dengan kondisi ini maka peranan waduk sangat diperlukan untuk menjadi penyeimbang antara kelebihan air pada saat musim hujan dan kekurangan air saat musim kemarau. Menurut Sinukaban 2008 kekeringan sebenarnya tak ada hubungannya dengan curah hujan. Definisi kekeringan adalah kekurangan air sedemikian rupa di suatu tempat dalam waktu yang cukup lama sehingga merusak kehidupan tanaman atau hewan serta terganggunya suplai air minum. Itu berarti, kekurangan air hujan tak selalu mengindikasikan kekeringan di suatu tempat apabila aliran sungai atau air bawah tanah di tempat itu mencukupi. Kemarau saat ini hanya sedikit di bawah normal, namun menurunnya simpanan air bawah tanah sudah mengakibatkan aliran air pada musim kemarau menjadi rendah. Penyebab utama terjadinya penurunan pengisian cadangan air bawah tanah itu adalah menurunnya laju infiltrasi peresapan air hujan di daerah tangkapan air. Penyebab penurunan infiltrasi tersebut adalah perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi pertanian atau menjadi permukiman, dari pertanian atau perkebunan menjadi daerah permukiman atau industri. Akibatnya turunnya laju infiltrasi terjadi secara substansial. Daerah Aliran sungai DAS Citarum di Jawa Barat memiliki posisi dan peranan yang sangat penting serta strategis karena dihuni hampir 60 23 juta penduduk, memiliki potensi air per tahun 12,95 miliar m 3 , dengan Sungai Citarum sepanjang 300 km Tampubolon dkk., 2007. Terkait dengan keberadaan tiga waduk besar yang tersusun secara seri cascade, maka dampak perubahan lahan pada bagian hulu sungai dapat diminimalisir dengan pengaturan tata masuk dan keluar air secara berkala pada ketiga waduk tersebut saat musim hujan dan musim kemarau. Waduk Jatiluhur yang menempati bagian terakhir dari rangkaian cascade tersebut, memiliki peran yang amat penting untuk mengalirkan kelebihan air ke laut pada musim hujan sehingga dapat meminimalisir resiko meluapnya air pada waduk-waduk diatasnya maupun pada Waduk Jatiluhur sendiri. Selain itu, Waduk Jatiluhur berperan penting dalam mengairi areal persawahan di bagian Pantai Utara, penyuplai air baku air minum, dan pemasok energi listrik. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan diperoleh kenyataan bahwa ± 90 pasokan air dari Waduk diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan irigasi, Sehingga bahasan selanjutnya akan lebih terfokus pada kebutuhan air irigasi yang dianggap sudah dapat mewakili semua kebutuhan pada skala waduk Jatiluhur. Kebutuhan air irigasi aktual yang harus dipenuhi dari Waduk Jatiluhur dan indeks penggunaan air IPA per tahunnya disajikan pada Tabel 15 sedangkan data bulanannya disajikan pada Lampiran 7. Tabel 15. Indeks Penggunaan Air IPA Irigasi dari Waduk Jatiluhur, tahun 2002- 2009 Tahun Kebt. Air actual juta m 3 th Pemenuhan air irigasi dari waduk juta m 3 th IPA 2002 4412.23 4329.90 1.02 2003 4367.88 3787.23 1.15 2004 4160.53 4010.18 1.04 2005 3795.94 3704.35 1.02 2006 4372.24 3947.39 1.11 2007 4172.18 3797.97 1.10 2008 4319.00 4035.00 1.07 2009 3826.28 3878.95 0.99 Nilai IPA air dari waduk masih diatas 1.0 yang menandakan bahwa dari tahun 2002-2009 masih terjadi defisit dalam pemenuhan kebutuhan air irigasi di daerah hilir. Semakin tinggi nilai IPA akan mengakibatkan terjadinya konflik pamakaian air untuk berbagai keperluan, antara daerah hulu dan hilir, serta antara para pemakai air di daerah hilir sendiri. Defisit air pada skala waduk bukan berarti waduk Jatiluhur tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik tetapi semata-mata disebabkan oleh tingginya fluktuasi musiman yang dibuktikan dengan tingginya nilai koefisien variansi dari hasil air. Berdasarkan penilaian trend perubahan menggunakan analisis regresi linier sederhana menunjukkan menurunnya nilai IPA waduk seiring dengan bertambahnya waktu mengikuti persamaan regresi y=-0.004x+1.080 y= nilai IPA waduk, tanpa satuan; x= pertambahan waktu, dengan nilai x=1 pada tahun 2002. Kenyataan ini memberi arti mengenai perubahan penggunaan lahan yang lebih didominasi oleh kawasan pertanian telah menurunkan hasil air tahunan namun curah hujan yang terus meningkat turut membantu mengurangi pengaruh buruk dari perubahan penggunaan lahan sehingga pemenuhan kebutuhan irigasi dari waduk Jatiluhur masih berjalan dengan baik. Gambaran umum mengenai kondisi dimana persediaan air dari waduk tidak dapat mencukupi kebutuhan irigasi disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Defisit air irigasi dari waduk Jatiluhur, tahun 2002-2009 Bulan Kebutuhan air irigasi juta m 3 bulan untuk tiap tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan -2.99 -17.41 Feb -31.75 -7.01 -51.97 -46.01 Mar -21.63 -45.07 Apr -12.36 -28.60 -22.82 -20.92 Mei -20.16 -95.50 -60.70 -44.61 -41.12 -99.20 -58.20 -3.15 Jun -6.51 -125.14 -66.67 -24.16 -104.79 -69.01 -128.34 -16.25 Jul -106.33 -4.80 -70.88 -44.91 -75.35 -15.49 Ags Sep Okt -84.15 -36.99 Nov -11.56 -131.62 -11.18 -171.07 -63.58 Des -9.30 Kekurangan air yang terjadi pada waduk Jatiluhur Tabel 16 terlihat lebih rendah dibandingkan dengan kekurangan yang terjadi jika pemenuhan kebutuhan irigasi langsung dilakukan dari DAS Citarum tanpa adanya waduk. Kenyataan ini semakin mempertegas arti penting dari keberadaan waduk Jatiluhur sebagai penyeimbang kondisi air pada saat musim hujan dan kemarau. Budidaya pertanian terutama sawah sangat bergantung pada persediaan air yang merata sepanjang musim sehingga kekurangan akan air sangat berdampak terhadap peningkatan produksi tanaman pertanian bahkan tanaman tidak dapat berproduksi saat musim kemarau yang panjang. Terlihat bahwa kekurangan air sekalipun ada waduk terjadi pada bulan-bulan kering yakni bulan Mei, Juni, dan Juli. Kenyataan ini dapat dijelaskan dengan kejadian hujan pada bulan Mei sampai Juli yang merupakan bulan dengan curah hujan terendah seperti pada Gambar 6. Defisit air irigasi pada Tahun 2007 dengan kekurangan air yang terjadi pada bulan januari sampai juli diduga karena dampak El Nino yang terjadi pada tahun 2006 dan terus berlanjut sampai tahun 2007. Berkaitan dengan kondisi tampungan waduk maka berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puslitbangtek SDA tahun 2000 memberikaninformasi bahwa kolam waduk pada TMA ±107 m. dpl memiliki luas genangan 8020 ha dengan volume tampungan 2448 juta m 3 sehingga dengan kapasitas tampungan waduk Jatiluhur yang terbatas tidak semua potensi air dari DAS Citarum dapat ditampung terutama saat musim hujan. Antisipasi dini untuk mempertahankan kapasitas waduk perlu dilakukan juga terutama dalam mengatasi damapk sedimentasi akibat erosi yang terjadi pada DAS Citarum. Penilaian terhadap kemampuan waduk dalam mengantisipasi kekurangan air jika penyediaannya harus dilakukan langsung dari DAS Citarum dapat dilihat dari Hasil tabulasi terhadap efisiensi waduk Jatiluhur yang disajikan pada Tabel 17. Tabel17. Efisiensi Waduk dan Potensi Air DAS Tahun Defisit air juta m 3 th Efisiensi Waduk Surplus air DAS juta m 3 th Surplus air – Defisit air DAS juta m 3 th DAS WADUK 2002 -1651.74 -82.33 95.02 1210.29 1127.96 2003 -1417.42 -580.65 59.03 507.23 -73.42 2004 -1469.48 -150.36 89.77 732.88 582.52 2005 -555.09 -91.59 83.50 2044.73 1953.14 2006 -2241.16 -424.85 81.04 -161.56 -586.41 2007 -1148.43 -374.21 67.42 1311.44 937.23 2008 -1622.62 -370.39 77.17 1172.19 801.8 2009 -647.71 -34.89 94.61 1744.25 1709.36 Waduk Jatiluhur telah berperan dengan baik sebagai mediator suplai air DAS yang terlihat pada Tabel 17 dimana nilai efisiensi waduk dalam mengatasi kekurangan pada skala DAS adalah 59.03-95.02 walaupun belum dapat memenuhi kebutuhan air irigasi secara total. berdasarkan trend linier menunjukkan peningkatan dalam efisiensi waduk, hal ini didukung oleh penurunan nilai IPA dari waduk Jatiluhur. Nilai defisit dan surplus air pada skala DAS terlihat cukup tinggi yang menandakan fluktuasi musiman yang sangat besar, hal ini disebabkan karena kondisi DAS Citarum yang sudah kritis sehingga tidak dapat menjadi mediator untuk menampung air hujan dan mengalirkan secara bertahap. Surplus air DAS yang tinggi merupakan pertanda dari tingginya aliran permukaan yang disebabkan oleh kapasitas menahan air yang rendah pada DAS Citarum yang disebabkan oleh rendahnya persentase luas hutan. Kelebihan air surplus dari DAS jika dimanfaatkan dengan baik dapat memenuhi kebutuhan air di daerah hilirnya. Nilai air bulanan untuk kebutuhan irigasi aktual, hasil air DAS Citarum, dan suplai air irigasi waduk, disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik kebutuhan air irigasi aktual dan ketersediaan air pada DAS Citarum, tahun 2002-2009 Berdasarkan nilai rata-rata bulanan hasil air dari tahun 2002 sampai tahun 2009 seperti pada gambar 9 menunjukkan bahwa peran waduk dalam memenuhi kekurangan air dari DAS Citarum sangat nyata pada bulan mei sampai November disaat pasokan air dari DAS mengalami defisit. Kekurangan ini disebabkan oleh kapasitas menahan air yang rendah pada DAS Citarum dan keragaman pada distribusi bulanan yang tinggi pula. Saat musim hujan banyak air yang menjadi run off dan sedikit yang tertahan sehingga pasokan air DAS saat musim kemarau menjadi rendah. Kenyataan akan kekurangan ini semakin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kebt-Sbr st4 281. 224. 268. 325. 457. 512. 494. 322. 173. 349. 412. 355. Hasil air DAS 581. 716. 762. 708. 429. 238. 131. 75.1 98.2 195. 405. 641. Air Waduk 342. 248. 293. 337. 404. 445. 459. 444. 354. 400. 383. 405. 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00 900.00 Juta m 3 bln disempurnakan oleh daya tampung waduk Jatiluhur yang terbatas dan berdampak pada keterbatasan suplai air pada musim kemarau. Kelebihan air dari DAS Citarum yang dialirkan ke laut jika dapat ditampung atau disimpan pada danau buatanbendung-bendung akan mampu menutupi kekurangan air irigasi yang terjadi.

4.4. Perubahan Luas Areal Persawahan

Perubahan luas areal persawahan yang diairi dari waduk Jatiluhur dari tahun 2002 sampai tahun 2009, disajikan pada Gambar 10 sedangkan penyebaran luasan lahan per tarum disajikan pada lampiran 8. Gambar 10. Total luas areal persawahan ha yang berada pada wilayah otorita Perum Jasa Tirta II dari tahun 2002 sampai 2009. Grafik pada Gambar 10 menunjukkan bahwa luas areal persawahan semakin mengalami penurunan saat musim hujan maupun untuk musim kemarau. Penurunan luas dari tahun 2002 sampai 2009 untuk musim hujan sebesar 9,355 ha sedangkan untuk musim kemarau sebesar 10,170 ha. Identifikasi luas lahan per tarum menunjukkan bahwa 93,77 penurunan luas dari total luas areal persawahan di wilayah pantai utara Jabar terkonversi di wilayah Tarum barat dan 6,33 pada Tarum Timur. Luas areal persawahan pada Tarum Utara cenderung tetap dari tahun 2002 sampai 2009. Penurunan luas areal persawahan pada Tarum barat diduga karena pergeseran pusat perkotaan dan alih fungsi lahan untuk kawasan industri serta aktivitas lainnya. Kekurangan air memiliki peluang yang sangat kecil untuk memicu perubahan luas areal persawahan karena kenyataan membuktikan bahwa pada tarum timur dan utara tidak mengalami penurunan luas areal persawahan. 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Musim Hujan Rendeng 238133 237023 236986 232675 232573 231475 231303 228778 Musim Kemarau Gadu 229689 226958 226405 223405 223802 223030 222858 219519 215000 220000 225000 230000 235000 240000 luas areal persawahan ha

4.5. Evaluasi umum

Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan kebutuhan akan pangan meningkat sehingga pemanfaatan lahan untuk pertanian akan tetap tinggi. Mengantisipasi permasalahan yang terjadi, maka beberapa alternatif pengelolaan DAS perlu dilakukan sehingga tidak memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan manusia khususnya untuk pemenuhan kebutuhan irigasi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan teknik pertanian menggunakan metode konservasi tanah dan air, dengan terus dilakukan rehabilitasi lahan-lahan kritis dan reboisasi. Penyelamatan waduk harus terus dilakukan dengan mengurangi sedimentasi sehingga kapasitas waduk tetap stabil. Berkaitan dengan potensi air DAS yang terbuang agar dapat diusahakan penambahan sarana penampung air seperti bendung atau danau buatan. Sungai-sungai lokal perlu dikelola dengan baik sehingga dapat memberi pasokan air yang memadai, selain itu perlunya diusahakan untuk menambah bendung pada sungai-sungai lokal. Pada skala petani, agar terus dilakukan upaya penghematan air terutama pada musim kemarau. Sedangkan pada jaringan irigasi, perlu dilakukan pengawasan yang baik terhadap fungsi jaringan seperti perbaikan sarana yang sudah rusak dan meminimalisir kehilangan air pada tingkat petani akibat kebocoran saluran secara sengaja maupun tidak sengaja. Sadeghi H., Kh. Jalili, dan D. Nikami 2009 mengemukakan bahwa pengelolaan DAS untuk memuaskan permintaan penduduk adalah tugas yang sulit jika kita harus mempertahankan keseimbangan antara arus lingkungan yang biasanya saling bertentangan. Solusi mengenai pemecahan isu-isu rumit ini memerlukan penggunaan teknik matematik untuk mempertimbangkan tujuan yang bertentangan tersebut. Optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan agar dapat meminimalkan erosi dan meningkatkan manfaat atau hasil.

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Analisis citra digital menunjukkan bahwa DAS Citarum di atas waduk jatiluhur yang memiliki luas 450,649 hektar telah terjadi perubahan penggunaan lahan sejak tahun 2002-2008 dengan nilai perubahan yang terjadi untuk tiap kawasan masing-masing: kawasan hutan pada tahun 2002 sebesar 26.94 namun mengalami penurunan menjadi 18.29 pada tahun 2008 berkurang 8.65, kawasan pertanian mendominasi penggunaan lahan pada tahun 2002 sebesar 59.76 dan terus meningkat menjadi 70.52 pada tahun 2008. 2. Perubahan hasil air terus menunjukkan nilai yag menurun dengan bertambahnya luas kawasan pertanian mengikuti persamaan y m =2987.74- 0.00766887x 2 x 2 merupakan luas kawasan pertanian dalam ha; y m adalah hasil air dalam juta m 3 th. 3. Penurunan hasil air belum berdampak buruk terhadap pemenuhan kebutuhan irigasi, terlihat dari nilai IPA waduk yang terus menurun sehingga mengakibatkan efisiensi waduk meningkat. Penurunan IPA waduk dipengaruhi oleh peningkatan curah hujan tahunan, sehingga dapat mengurangi efek penurunan yang terjadi pada hasil air. 4. Perubahan luas areal persawahan yang terjadi pada Tarum timur wilayah otorita Perum Jasa Tirta II Jatiluhur, diduga karena alihfungsi lahan untuk kegiatan non pertanian yang tidak dipicu oleh kekurangan air.

5.2. Saran

Hal-hal penting lainnya yang perlu dilakukan dalam pengelolaan DAS Citarum berkaitan dengan ketersediaan air adalah usaha tani berasaskan konservasi tanah dan air, rehabilitasi lahan-lahan kritis, memperbanyak bangunan-bangunan penyimpan air, meningkatkan kapasitas bendung-bendung yang sudah ada agar dapat menyimpan air dari sumber lokal, dan pengawasan terhadap jaringan irigasi yang ada agar tidak terjadi kebocoran. DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air.IPB Press. Bogor. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. BPDAS Citarum-Ciliwung. 2008. Pengelolaan DAS Terpadu – DAS Citarum buku I: Laporan utama. BPDAS Citarum-Ciliwung, Ditjen RLPS Dephut. Bogor. Direktorat Pengairan Perum Otorita Jatiluhur. 1985. Pengkajian Dampak Investasi Dalam Perbaikan Sistem Irigasi Jatiluhur Terhadap Pembagian Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Wilayah Pedesaan Kabupaten Bekasi dan Sekitarnya. Laporan kegiatan, kerjasama dengan Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. tidak diterbitkan. Dirjen RLPS. 2009. Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Nomor: P.04V-Set2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. http:www.dephut.go.idfilesP04_09_RLPS.pdf Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2006. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan.IPB Press. Irawan B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 24 No.1, Juli 2006 : 28-45. Bogor. http:pse.litbang.deptan.go.idindpdffilesFAE24-1c.pdf Irianto G. 2003. Banjir dan Kekeringan –Penyebab, Antisipasi, dan Solusinya. Universal Pustaka Media. Bogor. -------------,2010. Amankah Waduk Jatiluhur. www.kompas.com , Senin 29 Maret 2010. Kartiwa B., Setyono Hari Adi, dan Kasdi Subagyo. 2007. Pengembangan Sistem Informasi Sumberdaya Air DAS Citarum. Prosiding: Sistem Informasi Pengelolaan DAS: Inisiatif Pengembangan Infrastruktur Data. FMIPA-IPB dan CIFOR. Kodoatie J. dan Roestam Sjarief. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Edisi Revisi.Penerbit Andi. Yogyakarta Linsley R.K., dan Joseph B.Franzini. 1995. Teknik Sumberdaya Air. Penerbit Erlangga. Jakarta. diterjemahkan oleh Djoko Sasongko.