Tinjauan Kepustakaan Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Chapter I

b. Untuk mengetahui akibat hukum kepailitan terhadap kewenangan debitur pailit dalam melakukan perbuatan hukum atas hartanya. c. Untuk mengetahui peran kurator terkait dengan kewenangan debitur pailit dalam melakukan perbuatan hukum atas hartanya. 2. Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Sebagai bahan masukan teoritis bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan pemahaman hukum kepailitan terhadap kewenangan debitur dalam melakukan perbuatan hukum. b. Untuk menerapkan pengetahuan penulis secara praktis agar masyarakat mengetahui pembaruan hukum khususnya bagi hukum kepailitan dalam melakukan perbuatan hukum atas harta pailit.

D. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalah akibat hukum kepailitan terhadap kewenangan debitur dalam melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya kepailitan terhadap kewenangan debitor, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Apabila di tinjau secara teoritis, lahirnya Undang–Undang Kepailitan dan PKPU, adalah sebagai konsekwensi dari keadaan krisis ekonomi dan moneter di Universitas Sumatera Utara Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis sosial dan politik dimana terjadi euphoria reformasi segala bidang, maka untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut pemerintah menertibkan Undang-Undang Kepailitan menjadi suatu daerah hukum positif dalam sistem Perundang-Undangan di Indonesia. Seluruh harta benda debitur dalam kepailitan di peruntukan bagi pembayaran tagihan-tagihan kreditur maka jika harta bendanya itu tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban atas semua tanggungan itu, tentu harta benda itu harus dibagi di antara para kreditur menurut perbandingan tagihan mereka masing-masing. 2 Pembagian harta kekayaan pailit yang dimaksudkan untuk menjamin kepentingan para kreditur. Hukum yang memberikan perlindungan terhadap kreditor dari kreditur lainnya berupaya mencegah salah satu kreditur memperoleh lebih banyak dari kreditur lainnya dalam pembagian harta kekayaan, sedangkan perlindungan dari kreditur yang tidak jujur diperoleh dengan mewajibkan debitur mengungkap secara penuh maupun secara priodik. Sementara itu, apabila debitur berada dalam keadaan susah dapat ditolong maka debitur dimungkinkan untuk dapat di keluarkan secara terhormat dari permasalahan utangnya. 3 Pandangan seperti itu memang secara ekonomis dapat diterima, bila dikemas di dalam peraturan hukum maka peraturan itu secara tepat kepentingan yang dilihat dari sudut pandang ekonomis namun hal seperti ini jelas tidak sesuai dengan era global seperti 2 Martiman Prodjomidjojo, Proses kepailitan Bandung : Mandar Maju, 1999, hlm. 2. 3 Zulkarnain Sitompul, Pola Penyelesaian Utang Tantangan Bagi Pemaharuan UU Kepailitan, Makalah disampaikan dalam lokakarya Mengenai Tantangan Perubahan UU Kepailitan, Medan 7 Desember 2001, Kerjasama FH UI, Pascasarjana USU dan University of sout Carolina. Universitas Sumatera Utara sekarang ini. Menurut Peter, aturan main bentuk perangkat hukum di dalam kegiatan bisnis meliputi 3 tiga hal yaitu: 1. Aturan hukum yang memberi landasan hukum bagi keberadaan lembaga-lembaga yang mewadahi bisnis dalam arena pasar substantive legal rules. 2. Aturan hukum yang mengatur perilaku behavior para pelaku bisnis dalam melaksanakan setiap transaksi bisnis, dan 3. Aturan hukum yang memungkinkan pelaku keluar dari pasar. Kata pailit berasal dari bahasa Perancis “failite” berarti kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah “failite”. Sedang dalam hukum Anglo America, undang- undangnya dikenal dengan Bankcrupty Act. Dalam pengertian kita, merujuk aturan lama yaitu pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepailitan Faillisement Verordening S. 1990- 217 jo 1905-348 menyatakan : “ Setiap berutang debitur yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang kreditur, dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit ”. 4 Ketentuan yang baru yaitu dalam lampiran UU No.4 Tahun 1998 pasal 1 ayat 1, yang menyebutkan : “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditur. 5 4 Sri Rejeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepaitan Modern,Jakarta: Majalah Hukum Nasional, 2000, hlm 81. 5 Sri Sumantri Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Yogyakarta:Liberty, 1981, hlm 42. Universitas Sumatera Utara Pernyataan pailit tersebut harus melalui proses pemeriksaan dipengadilan setelah memenuhi pesyaratan di dalam pengajuan permohonan. Keterbatasan pengetahuan perihal ilmu hukum khususnya hukum kepailitan yang berasal dari hukum asing, juga istilah pailit yang jarang sekali dikenal oleh masyarakat kalangan bawah maupun pedesaan yang lebih akrab dengan hukum adatnya, istilah bangkrut lebih kenal. Masyarakat desa tidak berpikir untuk memohon ke pengadilan agar dirinya dinyatakan pailit. Para pedagang kecil jika ia sudah tidak dapat berdagang lagi, karena modalnya habis dan ia tidak dapat membayar utang-utangnya, laluia mengatakan bahwa dirinya sudah bangkrut. Tidak demikian halnya bagi perusahaanpedagang besar, pengertian istilah kebangkrutan maupun pailit telah mereka ketahui. Esensi kepailitan secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitur baik yang pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu kreditur dinyatakan pailit mempunyai hutang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. 6 1. Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan jasa, upah pensiun, uang tunggu uang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim. Akan tetapi dikecualikan dari kepailitan adalah: 2. Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan Pasal 213, 225, 321 KUH Perdata. 6 Khairandy, Perlindungan Dalam Undang-Undang Kepailitan,Jakarta:Jurnal Hukum Bisnis, 2002,hlm 94. Universitas Sumatera Utara 3. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawasan dari pendapatan hak nikmat hasil seperti dimaksud dalam Pasal 311 KUH Perdata. 4. Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit berdasarkan Pasal 318 KUH Perdata. Apabila seorang debitur yang utang dalam kesulitan keuangan, tentu saja para kreditur akan berusaha untuk menempuh jalan untuk menyelamatkan piutangnya dengan jalan mengajukan gugatan perdata kepada debitur kepengadilan dengan disertai sita jaminan atas harta si debitur atau menempuh jalan yaitu kreditur mengajukan permohonan ke pengadilan agar si debitur dinyatakan pailit. 7 Kreditur menempuh jalan yang pertama yaitu melalui gugatan perdata, maka hanya kepentingan kreditursi penggugat saja yang dicukupi dengan harta si debitur yang disita dan kemudian dieksekusi pemenuhan piutang dari kreditur, kreditur lain yang tidak melakukan gugatan tidak dilindungi kepentingannya. Adalah lain halnya apabila kreditur- kreditur memohon agar pengadilan menyatakan debitur pailit, maka dengan persyaratan pailit tersebut, maka jatuhlah sita umum atas semua harta kekayaan debitur dan sejak itu pula semua sita yang telah dilakukan sebelumnya bila ada menjadi gugur. 8 Dikatakan sita umum, karena sita tadi untuk kepentingan seorang atau beberapa orang kreditur, melainkan untuk semua kreditur atau dengan kata lain untuk mencegah penyitaan dari eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan. Hal lain yang perlu dimengerti bahwa kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya. Jadi ia tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum di luar hukum 7 Ibid, hlm 108. 8 Ibid, hlm 115. Universitas Sumatera Utara kekayaan misalnya hak sebagai keluarga, hak yang timbul dari kedudukan sebagai orang tua, ibu misalnya. Jadi demikian sebenarnya esensi kepailitan. Kepailitan yang pernah terjadi, Kurator tidak sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas Kurator yang dilakukan oleh Kurator. Hakim Pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan oleh Kurator dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur dan kreditur. Dalam kondisi inilah diperlukan peran Hakim Pengawas oleh karenanya Kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan. 9 mendapat masukan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan keberhasilan dari suatu pernyataan pailit, karenanya Hakim Pengawas dan Kurator harus saling berhubungan sebagai mitra kerja. Mengingat beratnya tugas yang diemban oleh Kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka seorang Kurator harus selalu berhubungan dengan Hakim Pengawas untuk melakukan konsultasi atau sekedar 10 9 Imran Nating, Op.Cit, hlm. 102 10 Ibid, hlm. 102 Dalam melaksanakan tugas, baik Hakim Pengawas maupun Kurator harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan, terlebih dahulu apabila menemui debitur atau kreditur yang kurang mendukung kelancaran penyelesaian perkara. Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi Hakim Pengawas dan Kurator kurang lancar, Hakim Pengawas seringkali ragu untuk secara Universitas Sumatera Utara tegas dan langsung membantu tugas Kurator, misalnya menindak debitur yang tidak kooperatif. 11

F. Metode Penelitian