Latar Belakang Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Chapter I

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan badan pribadi maupun badan hukum. Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasaan dan pengurusan hartanya yang termasuk dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu. Kepailitan mengakibatkan seluruh hartanya debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit di ucapkan. Umumnya, secara teoritis debitur yang memiliki masalah utang piutang berkaitan dengan kemampuan membayar utang, menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Mereka dapat merundingkan permintaan penghapusan utang baik untuk sebagian atau seluruhnya. Mereka dapat pula menjual sebagian aset atau bahkan usahanya, serta dapat pula mengubah pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham. Selain kemungkinan tadi, debitur dapat pula merundingkan permintaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sebagai upaya terakhir barulah ditempuh melalui proses kepailitan Pada dasarnya, kepailitan mencakup mengenai harta kekayaan dan bukan mengenai perorangan debitur .Yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan. 1 1 Nating Imran, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pembebasan Harta Pailit, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2004, hlm 27. Ketentuan pasal 21 Undang- Undang Kepailitan secara tegas menyatakan bahwa”Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh Universitas Sumatera Utara selama kepailitan”.Walaupun demikian pasal 22 Undang-Undang Kepailitan mengecualikan beberapa harta kekayaan debitur dari harta pailit.Selain itu, dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menerangkan tentang jaminan pembayaran harta seorang debitur kepada kreditur. Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata disebutkan bahwa” Segala kebendaan si berutang,baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan perikatan perseorangan,” hal ini sangat memperjelas tentang obyek dari harta pailit. Namun dalam perkembanganya,banyak debitor yang berusaha menghindari berlakunya Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan hukum untuk memindahkan berbagai asetnya sebelum dijatuhkanya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga. Misalnya menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak lagi dapat disitajaminkan oleh kreditur. Hal ini sangat merugikan kreditur karena semakin berkurangnya harta yang dipailitkan maka pelunasan utang kepada kreditur menjadi tidak maksimal. Undang- Undang telah melakukan berbagai cara untuk melindungi kreditor dengan Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 41-49 Undang Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Upaya-upaya yang dilakukan oleh undang-nndang tersebut sering disebut dengan actio pauliana. Actio pauliana adalah suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan kepentingan krediturnya. Namun dalam upaya pembuktianya bahwa debitur telah melakukan berbagai perbuatan hukum yang merugikan kreditur bukanlah sesuatu yang mudah. Universitas Sumatera Utara Pasal 41 ayat 1 UU Kepailitan dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan oleh kreditur kepada pengadilan. Ketentuan Pasal 41 dan 42 UU Kepailitan, dapat diketahui bahwa sistem pembuktian yang dipakai adalah sistem pembuktian terbalik, artinya beban pembuktian terhadap pembuatan hukum debitur sebelum putusan pernyataan pailit tersebut adalah berada pada pundak debitur pailit dan pada pihak ketiga yang melakukan perbuatan hukum dengan debitur apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 Tahun sebelum putusan pernyataan pailit merugikan kepentingan kreditur, maka debitur dan pihak ketiga wajib membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit. Berbeda, apabila perbuatan hukum yang dilakukan debitur dengan pihak ketiga dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana Kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur atau harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah Kurator. Kepailitan hanya mengenai harta kekayaan dan bukan kekayaan dan bukan mengenai perorangan debitur, ia tetap dapat melaksanakan hukum kekayaan yang lain, seperti hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tuanya. Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur. Debitur tidaklah berada dibawah pengampunan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta Universitas Sumatera Utara benda yang akan diperolehnya debitur pailit tetap berwenang bertindak sepenuhnya akan tetapi tindakan-tindakannya tidak mempengaruhi harta kekayaan yang telah disita. Pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri. Pasal 67 ayat 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang menerangkan bahwa yang berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Debitur kehilangan hak menguasai harta yang masuk dalam kepailitan, namun tidak kehilangan hak atas harta kekayaan yang berada diluar kepailitan. Tentang harta kepailitan, lebih lanjut dalam Pasal 19 kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang menerangkan bahwa harta pailit meliputi semua harta kekayaan debitur, yang ada pada saat pernyataan pailit diucapkan serta semua kekayaan yang diperolehnya selama kepailitan. Kewenangan untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta Debitur pailit ada pada Kurator, karena sejak adanya penyataan pailit, Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan. Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan debitor kehilangan kecakapannya pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat dari kepailitan diperlukan instrumen hukum yang jelas untuk menfasilitasi masalah utang piutang yang sangat diperlukan oleh dunia usaha sebagai suatu jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan suatu Universitas Sumatera Utara peraturan perundang-undangan yang lengkap dan sempurna agar proses kepalitan dapat berlangsung secara cepat, terbuka dan efektif sehingga dapat memberikan kesempatan kepada kreditur dan debitur untuk mengupayakan penyelesaian yang adil. Adanya permasalahan tersebut dan untuk menyelesaikan tugas akhirnya maka penulis hendak menulis skripsi dengan judul “AKIBAT HUKUM KEPAILITAN TERHADAP KEWENANGAN DEBITOR DALAM MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM TERHADAP HARTANYA.”

B. Perumusan Masalah