Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit

(1)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

Ali, Mohammad Chidir. Kepailitan dan Penundaan Pembayaran. Bandung: Mandar Maju, 1995.

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar. Metode Peneliian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum USU, 2009.

Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010.

Hasibuan, Fauzi Yusuf. Seri Pendidikan Advokat: Praktek Hukum Acara Perdata . Jakarta: Fauzie & Partners, 2007

Lontoh, Rudi. A. Penyelesaian Utang-piutang. Bandung: Alumni, 2001.

Manik, Edward. Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Dilengkapi Dengan Studi Kasus Kepailitan). Bandung: Mandar Maju, 2012

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1979. Pradjoto, “RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan” (Makalah ini disampailkan

dalam seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project , tanggal 27-28 Juli 1999)

R. Suryatin. Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.

Subhan, Hadi. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana, 2008.

Sunarmi. Hukum Kepailitan Edisi 2. Jakarta: Sofmedia, 2010. Soekanto, Soejono. Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.

Syahdeini, Sutan Remy. “Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia.” Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, Vol. 12 (2002).


(2)

Simanjuntak, Ricardo. “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan).” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17 (2002).

Sinaga, Syamsudin. Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2012.

Samudra, Teguh. “Strategi dan Taktik Beracara.” (Makalah disampaikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU), Jakarta, 6 April 2005).

Viktor Situmorang dan Henry Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.

Waluyo, Bernadette. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju, 1999.

Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

\

II. Perundang-undangan

Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

Republik Indonesia. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

III. Website

Syarat Kepailit

Pelaksanaan Putusan Pailit Oleh Kurator.


(3)

BAB III

AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR

A. Gugatan-Gugatan Hukum dalam Kepailitan

Dalam kepailitan, dimungkinkan adanya gugatan-gugatan hukum. Adapun gugatan hukum ini pastinya terkait dengan harta pailit. Seseorang yang hendak melakukan gugatan ke pengadilan harus memiliki dasar gugatan. Di bawah ini terdapat beberapa pengertian dari gugatan:

1. Sudikno Mertokusumo, terhadap gugatan ini, menggunakan istilah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah eigenrichting.50

2. Teguh Samudra mengatakan gugatan adalah suatu bentuk tulisan yang berisikan tentang alasan-alasan yang menjadi dasar adanya hubungan dan perselisihan para pihak dan serta permintaan pihak yang menggugat kepada pengadilan agar memutuskan hal yang dipersengketaka sebagaimana dikehendaki.

51

3. Dalam ketentuan Bab I Pasal I angka 2 RUU Acara Perdata merumuskan gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa yang diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.

Prinsipnya gugatan itu sedikitnya terdiri dari dua pihak yaitu penggugat dan tergugat dan ada pula yang biasa disebut turut tergugat yaitu pihak ketiga yang masuk dalam rangka membela hak / merasa dirugikan untuk mendapatkan haknya.52

50

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm. 33.

51

Teguh Samudra, “Strategi dan Taktik Beracara”, Makalah disampaikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU), Jakarta, 6 April 2005.

52

Fauzie Yusuf Hasibuan, Seri Pendidikan Advokat; Praktek Hukum Acara Perdata (Jakarta: Fauzie & Partners, 2007), hlm. 18.


(4)

mengajukan gugatan memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum. Namun tidak semua orang yang memiliki kepentingan dapat mengajukan gugatan semaunya ke pengadilan. Seseorang yang tidak menderita kerugian mengajukan gugatan, tidak mempunyai kepentingan dan wajar apabila gugatannya tidak diterima oleh pengadilan. Hanya kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum saja yang dapat diterima sebagai dasar tuntutan hak.53

Dewasa ini gugatan lisan sudah tidak lazim lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4 Desember 1975 No. 369 K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan gugatan secara lisan. Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima/ NO. ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/ kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokat/pengacara makka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa baca tulis.

Ciri-ciri gugatan adalah: pertama, perselisihan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa; kedua, sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak; ketiga, bersifat partai dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat.

Bentuk gugatan ada dua bentuk yakni tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg) dan lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg). Tentang gugatan lisan bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan (Pasal 120 HIR).


(5)

Syarat gugatan adalah: 1. Gugatan dalam bentuk tertulis;

2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan;

3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi). Isi gugatan menurut Pasal 8 No. 3 vRv gugatan memuat:54 1. Identitas para pihak.

Identitas para pihak adalah ciri-ciri dari penggugat dan tergugat yaitu nama serta tempat tinggalnya, kalau mungkin juga agama, umur dan status kawin.

2. Dasar atau dalil gugatan/posita/fundamentum petendi

Terdiri dari dua bagian yaitu bagian yng menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa dan bagian yang menguraikan tetang hukum. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduk perkara, sedang uraian tentang hukum adalah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. 3. Tuntutan/petitum

Adalah apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan akan diputuskan oleh hakim. Petitum itu akan mendapatkan jawabannya di dalam dictum atau amar putusan.

Terkait dengan kepailitan, putusan pailit memiliki konsekwensi salah satunya adalah terhadap gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit, hanya berhubungan dengan harta pailit saja. Gugatan-gugatan dalam kepailitan dapat merupakan gugatan actio pauliana, gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit maupun gugatan yang diajukan oleh debitur pailit melalui kurator, baik yang dilakukan sebelum adanya putusan pernyataan pailit maupun setelah adanya

54


(6)

putusan pernyataan pailit. Gugatan-gugatan tersebut, jika dilihat dari asal gugatannya ada dua jenis yakni gugatan yang diajukan terhadap debitur dan gugatan yang diajukan oleh debitur. Istilah tuntutan hak dan gugatan dipergunakan secara besamaan dan UU Kepailitan dan PKPU. Hal ini dapat dilihat dalam ketenttuan Pasal 26-30 dan Pasal 47 UU Kepailitan dan PKPU.

Secara umum dalam UU Kepailitan dan PKPU terhadap gugatan-gugatan yang ada dalam kepailitan menyangkut harta pailit dan gugatan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26 ayat 1. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan dan ini telah jelas diatur dalam Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU.

Gugatan dalam kepailitan dapat diajukan atau diteruskan oleh dan terhadap debitur pailit. Prinsipnya setiap gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan terhadap kurator. Gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan dan menyangkut harta pailit, tidak dapat dilakukan. Ketentuan Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU ini menunjukkan bahwa gugatan yang ada selama kepailitan dan bertujuan untuk memperoleh suatu pemenuhan perikatan dari harta pailit tidak ada, tidak dibolehkan, tidak diatur. Untuk memperoleh pemenuhan perikatan hanya dapat dilakukan dengan pengajuan pendaftaran agar dicocokkan. Gugatan diajukan kepada debitur pailit dapat terjadi karena akibat kepailitan debitur yang merugikan penggugat misal kerugian tersebut berdasarkan pada kontrak timbal balik yang tidak boleh dilanjutkan.


(7)

Debitur pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU dapat mengajukan suatu tuntutan hukum kepada tergugat diluar tanggungan harta pailit (Pasal 28 ayat 1 dan 2). Namun jika mengajukan gugatan yang terkait dengan harta pailit maka yang menjadi tergugatnya memiliki hak untuk menangguhkan guna memanggil kurator agar mengambil alih perkara, karena pada dasarnya dengan adanya putusan pernyataan pailit debitur paiit tidak mempunyai kewenangannya terhadap harta pailit.

Kemudian selain gugatan-gugatan tersebut di atas ada dikenal gugatan actio pauliana. Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitur, dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun hak tersebut tidak berlaku bagi perbuatan hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang. Hal-hal tersebut di atas diyatakan dalam Pasal 41. Gugatan actio pauliana diajukan oleh kurator ke pengadilan dan kreditur dapat mengajukan bantahan terhadap tuntutan kurator.

B. Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur.

Putusan pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan debitur. Kekayaan tersebut akan dikuasai oleh kurator. Kurator kemudian yang akan mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Seluruh harta debitur pailit diurus oleh kurator


(8)

dibawah pengawasan hakim pengawas. Hukum kepailitan ini sangat melindungi harta pailit sebagai sita umum terhadap pembayaran utang kepada kreditur-kreditur. Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi bahwa gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.

Gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan jika gugatan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman maka penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit, sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat 2. Suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur (Pasal 29 UU Kepailitan dan PKPU). Gugatan gugur berbeda dengan gugatan batal. Apabila gugatan batal sejak awal tidak memiliki kekuatan hukum atau dianggap tidak terjadi karena tidak memiliki dampak hukum apapun, berbeda dengan gugatan gugur memiliki kekuatan hukum namun gugatan tersebut digugurkan karena tidak adanya keseriusan kepada penggugat dalam perkara tersebut.

Suatu tuntutan hukum yang diajukan oleh debitur dan yang sedang berjalan selama kepailitan berlangsung menurut Pasal 28 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim. Mengenai mengambil alih perkara maksudnya adalah pengalihan kedudukan kreditur sebagai tergugat, dialihkan kepada kurator (penjelasan Pasal 28 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU). Pasal 28 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, jika kurator tidak


(9)

mengindahkan panggilan tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, dan jika hal ini tidak dimohonkan maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Ketentuan tersebut juga berlaku juga dalam hal kurator menolak mengambil alih perkara tersebut. Permohonan pengguguran gugatan itu adalah hak dari tergugat yang bisa dipergunakan atau tidak. Apabila tergugat tersebut menggunakannya maka diberlakukanlah pengaturan pengguguran gugatan dalam Pasal 124 HIR. Selanjutnya tanpa mendapat panggilan, setiap waktu kurator berwenang mengambil alih perkara dan mohon agar debitur dikeluarkan dari perkara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Kurator setiap waktu dapat mengambil alih perkara tersebut. Meskipun telah beberapa lama kurator tidak mengindahkan atau secara jelas menolak untuk mengambil alih kasus tersebut, namun jika kurator menganggap perlu untuk mengambil kembali atau memperhatikan kembali kasus tersebut maka kurator diperbolehkan untuk mengambil kasus tersebut kembali. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU.

Menurut Pasal 30 UU Kepailitan dan PKPU jika suatu perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitur sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitor tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan kreditur dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya.

Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU menentukan:

1. Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan


(10)

harus dihentikan dan sejak saat itu tidak ada suatu Putusan yang dapat dilaksanakan termasuk juga dengan menyandera debitur.

2. Semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya.

3. Debitur yang sedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.

Ketentuan tentang hal ini tidak berlaku bagi kreditur pemegang hak jaminan (penjelasan Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU). Selanjutnya, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya antara lain adalah pencoretan terhadap penyitaan tanah atau kapal yang terdaftar.

Selama kepailitan debitur tidak dikenakan uang paksa (Pasal 32 UU Kepailitan dan PKPU). Uang paksa dalam ketentuan pasal ini mencakup uang paksa yang dikenakan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan menurut Pasal 322 UU Kepailitan dan PKPU.

C. Peran Kurator Terkait Adanya Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit.

Tidak semua orang dapat menjadi kurator. Dahulu sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya balai harta peninggalan yang dapat menjadi kurator tersebut. Akan tetapi, sekarang ini oleh UU Kepailitan dan PKPU diperluas sehingga yang dapat bertindak sebagai kurator adalah balai harta peninggalan dan kurator lainnya. Yang dimaksud dengan kurator lainnya yaitu kurator yang bukan BHP adalah mereka yang memenuhi syarat sebagai berikut:


(11)

1. Perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit dan

2. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator55

Istilah kurator belum begitu popular dimasyarakat Indonesia. Ada yang beranggapan kurator adalah orang yang mencintai dan/atau mengurusi koleksi gambar-gambar atau lukisan kuno. Ada pula yang beranggapan bahwa kurator adalah pengampu terhadap pengampu anak yang belum dewasa atau orang gila. Oleh karena itu dibutuhkan defenisi singkat dari kurator tersebut. Kurator menurut Pasal 1 angka 5 UU Kepailitan dan PKPU adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas

.

56

1. Pengelolaan usaha Debitur; .

Menurut penjelasan Pasal 70 UU ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus sedangkan yang dimaksud dengan terdaftar dalam Pasal 70 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU adalah telah memenuhi syarat pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan adalah anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus.

Disamping adanya kurator (kurator tetap) sebagaimana telah diterangkan, UU Kepailitan dan PKPU juga memperkenalkan adannya kurator sementara (interim receiver) sebagaimana diatur dalam Pasal 10. Pada prinsipnya tugas kurator sementara ini lebih terbatas dibandingkan dengan tugas kurator tetap. Kurator sementara hanya bertugas untuk mengawasi:

55

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 41

56


(12)

2. Pembiayaan kepada Debitur; 3. Pengalihan Harta Debitur; 4. Penjaminan Harta Debitur.

Kurator sementara ini dapat diajukan oleh setiap kreditur, kejaksaan, Bank Indonesia, BAPEPAM atau Menkeu sebelum putusan pailit dijatuhkan, yang dalam hal ini ditunjuk oleh setiap kreditur atau jaksa dalam hal kepailitan untuk kepentingan umum. Mengapa diperlukan kurator sementara, karena sebelum putusan pernyataan pailit diputuskan, status debitur belum pailit, sehingga dia masih berwenang untuk mengurus harta-hartanya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh Debitur yang belum pailit tersebut, maka dia perlu diawasi, dalam hal ini diawasi oleh kurator sementara tersebut.57

Dalam permohonan kepailitan apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan, maka BHP bertindak selaku kurtor. Akan tetapi apabila diangkat kurator yang bukan BHP maka kurator tersebut haruslah independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan pihak debitur atau kreditur. Apabila diketahui kurator ternyata mempunyai hubungan terafiliasi dengan debitur sehingga menimbulkan kepentingan, maka kurator tersebut maupun puhak lain termasuk Hakim Pengawas dapat meminta untuk penggantian kurator. dalam hal ini permohonan penggantian kurator diajukan berdasarkan atas usul kreditur konkuren maka harus berdasarkan rapat kreditur dengan mempertimbangkan dari hasil suara terbanyak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 90 UU Kepailitan dan PKPU.58

57


(13)

Selain dari tidak adanya bentura kepentingan kurator juga memiliki tanggung jawab yang sangat besar, dia bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugaian terhadap harta pailit (Pasal 72). Untuk mengantisipasi potensi kerugian atau kelalaian tersebut maka kurator berkewajiban menyampaikan laporan tiga bulanan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 74 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU).59

Pada prinsipnya tugas umum dari kurator adalah melakukan pengurusan dan/ atau pemberesan terhadap harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Dalam menjalankan tugasnya tersebut kurator bersifat independen baik dengan pihak debitur maupun terhadap kreditur. Oleh karena itu kurator tidak diharuskan memperoleh perstujuan dari atau menyempaikan pemeritahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah saatu organ debitur dalam menjalankan tugasnya, Kurator maupun pengurus pada dasarnya adalah orang pribadi yang sama namun status sebagai kurator baru terjadi jika telah terjadi suatu putusan pailit dalam proses kepailitan, tetapi dalam hal terjadi penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ada yang namanya kurator, yang ada hanya pengurus dan diakui oleh UU Kepailitan hanyalah pengurus swasta.

Akan halnya tentang hak, kewajiban kewenangan dan tanggung jawab pengurus dalam PKPU sebenarnya mirip dengan yang diatur untuk kurator. segala sesuatu yang berhubungan dengan pengurus ini dibahas dalam bab yang membahas tentang penundaan kewajiban pembayaran utang.


(14)

meskipun dalam keadaan biasa di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan tersebut dipersyaratkan (Pasal 69 ayat 2).60

Kurator sudah berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sejak adanya putusan pernyataan pailit, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 16 UU Kepailitan dan PKPU). Ini adalah sebagai konsekuensi hukum dari sifat serta merta dari putusan pernyataan pailit (Pasal 8 ayat 5 UU Kepailitan dan PKPU), walaupun demikian, tidak berarti kurator dapat melakukan tindakan pengurusan dan pemberesan sesukanya. Tindakan kurator haruslah memperhatikan antara lain hal-hal berikut61

1. Apakah dia berwenang untuk melakukan hal tersebut; :

2. Apakah merupakan saat yang tepat (terutama secara ekonomi dan bisnis) untuk melakukan tindakan tertentu;

3. Apakah terhadap tindakan tersebut diperlukan terlebih dahulu persetujuan ataupun ijin keikutsertaan dari pihak-pihak tertentu seperti dari pihak Hakim Pengawas, Pengadilan Niaga, Panitia Kreditur, Debitur dan sebagainya;

4. Apakah terhadap tindakan tersebut melakukan prosedur tertentu seperti harus dalam rapat dengan kuorum tertentu, harus dalam sidang yang dihadiri/dipimpin oleh Hakim Pengawas dan sebagainya;

5. Harus dilihat bagaimana cara yang layak dari segi hukum kebiasaan dan sosial dalam menjalankan tindakan-tindakan tertentu, misalnya jika menjual asset tertentu, apakah melalui Pengadilan, lelang, bawah tangan dan sebagainya.


(15)

Hal yang sama juga penting dalam kedudukannya sebagai kurator adalah dalam kaitannya dengan pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, maka perlu adanya persetujuan dari Hakim Pengawas. Hal ini bukanlah berarti pembatasan atas kewenangan kurator, namun lebih kepada perlindungan terhadap potensi kerugian yang nantinya akan berdampak terhadap pembayaran kewajiban debitur terhadap para kreditur.62

Kurator dalam kepailitan juga memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penggugat atau tergugat berkenaan dengan gugatan yang berhubungan dengan harta pailit (Pasal 26 ayat 1). Apabila tuntutan itu ditujukan kepada debitur dan mengakibatkan suatu sanksi penghukuman terhadap debitur pailit, maka penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit. Misalnya tuntutan terhadap debitur pailti tersebut adalah tuntutan atas suatu perjanjian utang piutang, maka gugatan tersebut tidak dapat berakibat terhadap harta pailit yang nota bene sudah dalam penguasaan kurator dan masuk dalam sita umum. Tuntutan tersebut hanya dapat dimasukkan dalam daftar tagihan kreditur.

Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kurator apabila ada yang keberatan dapat melakukan permohonan kepada Hakim Pengawas agar Kurator tidak melaksanakan kegiatan tersebut atau melakukan suatu perbuatan yang sewajibnya dilakukan oleh kurator (Pasal 77 ayat 1). Demikian pula kurator, dia harus memberikan tanggapan atas adanya keberatan dari pihak kreditur. Berdasarkan tanggapan tersebut, maka Hakim Pengawas nantinya harus memberikan penetapan dalam jangka waktu paling lambat 3 hari. Sementara jika ada yang keberatan terhadap ketetapan Hakim Pengawas dapat naik banding ke Pengadilan Niaga (Pasal 68 ayat 1).


(16)

Demikian pula apabila debitur pada saat kepailitan berlangsung terdapat suatu tuntutan terhadap pihak lain, maka pihak lain tersebut maupun hakim harus memanggil kurator untuk bertindak atas kepentingan debitur. apabila kurator tidak mengindahkan permohonan pihak lain tersebut, maka pihak lain tersebut dapat meminta supaya perkara tersebut digugurkan, namun apabila pihak lain tidak mengajukan hal tersebut maka perkara tersebut akan diteruskan antara debitur dan tergugat dan apabila akan diteruskan antara debitur dan tergugat dan apabila diputuskan suatu sanksi hal ini akan menjadi di luar harta pailit.63


(17)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PENGGUGAT YANG DIRUGIKAN TERKAIT DENGAN ADANYA KETENTUAN GUGATAN YANG

GUGUR DEMI HUKUM

A. Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan

Pailitnya debitur banyak akibat yuridis diberlakukan kepadanya oleh undang-undang. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitur. ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum segera setelah pernyataan pailit mempunyai hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal seperti ini, pengadilan niaga, hakim pengawas, kurator, kreditur , dan siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Ini merupakan dampak yang disebut by the operation of law yang salah satunya adalah penetapan gugatan terhadap debitur gugur demi hukum dengan diucapkannya pailit atas debitur tersebut. 64

Hal ini terkait dengan dampak pailit yang mengakibatkan debitur tidak dapat lagi mengurusi hartanya sendiri dan seluruh harta debitur tersebut masuk kedalam harta pailit Penentuan gugatan gugur demi hukum ini segera dengan sendirinya hukum kepailitan tersebut diputuskan maka akan berdampak pada gugatan-gugatan tersebut menjadi gugur demi hukum. Menurut Pasal 29 UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan bahwa suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuann untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitur.

64


(18)

dan diurusi oleh kurator dengan pengawasan hakim pengawas. Sehingga apabila ada gugatan yang ditujukan kepada debitur pailit, maka gugatan tersebut sebenarnya sudah keliru dan objek gugatan tersebut yakni harta pailit sudah tidak dalam penguasaan tergugat (debitur pailit), sehingga apabila ada gugatan yang berhubungan dengan harta pailit menurut UU Kepailitan dan PKPU ditujukan kepada kurator yang mengurusi harta pailit. Sehingga begitu debitur diputus pailit oleh Hakim Pengadilan Niaga maka pada saat itulah baik gugatan sebelum maupun perkaranya yang sedang berjalan, sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur.

Dalam hal debitur pailit sebagai penggugat (gugatan diajukan oleh debitur pailit), tergugat dapat memintakan agar perkara ditangguhkan dahulu untuk memberikan waktu kepada tergugat untuk mengalihkan perkaranya kepada kurator. Jika kurator tidak mengindahkan panggilan untuk mengambil alih perkara, tergugat berhak agar perkara digugurkan. Atau jika permohonan tersebut tidak dilakukan, perkara antar debitur pailit dan tergugat dapat diteruskan tanpa membebaninya kepada harta pailit karena tergugat dianggap melepaskan haknya untuk menggugurkan gugatan. Hal ini demi melindungi harta pailit yang akan digunakan untuk pembayaran utang kepada para kreditur dan dijelaskan dalam Pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 UU Kepailitan dan PKPU.

Jika kurator tidak datang menghadap hakim, putusan pengadilan dapat berpengaruh terhadap harta pailit. Meskipun kurator secara jelas menolak mengambil perkara tersebut ataupun tidak mengindahkan panggilan penggugat namun kurator demi


(19)

harta pailit sebaiknya datang menghadap hakim agar putusan pengadilan tersebut tidak berdampak atau berpengaruh terhadap harta pailit.65

65

Munir Fuady, Op.,Cit., hlm. 67.

Gugatan gugur apabila berkenaan dalam kondisi perbuatan penggugat atau pemohon tidak terlihat adanya keseriusan dalam berperkara sama hal nya dengan tidak datang ke persidangan meskipun telah beberapa kali dipanggil secara patut. Apabila surat gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil maka gugatan tersebut tidak dapat diterima namun apabila tidak memenuhi syarat materil maka konsekuensi hukumnya adalah batal demi hukum. Namun pembatalan putusan yang sering dilakukan dalam perkara perdata adalah pembatalan putusan/penetapan, contohnya pembatalan putusan oleh majelis hakim tingkat pertama dalam perkara verzet, pembatalan putusan pengadilan tingkat pertama oleh pengadilan tinggi karena salah menerapkan hukum dan pembatalan putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dan atau pengadilan tingkat banding yang salah menerapkan hukum.

Kemudian dalam kondisi selanjutnya yakni gugatan diteruskan apabila gugatan oleh dan terhadap debitur tersebut ditetapkan untuk diteruskan karena kurator tidak mengindahkan atau menolak panggilan oleh tergugat dimana debitur menjadi pihak penggugat, kemudian tergugat tersebut juga melepaskan haknya untuk memohon agar perkara digugurkan maka perkara tersebut dilanjutkan. Kondisi ini juga terdapat apabila gugatan terhadap debitur telah dinyatakan gugur demi hukum dan kemudian memakai haknya untuk mendaftarkan kembali gugatan tersebut dan tidak mengajukan pendaftaran utangnya untuk dicocokkan maka gugatan tersebut dilanjutkan. Dengan dilanjutkannya gugatan ini maka penghukuman dalam perkara ini tidak dibebankan kepada harta pailit.


(20)

Pengguguran gugatan dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 124 HIR yang berbunyi : Jika penggugat tidak datang menghadap PN pada hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakiliny, maka surat gugatannya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar lebih dahulu perkara yang teresebut tadi. Putusan gugur adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan. Putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan.

Dalam Pasal 124 HIR ketentuan gugur demi hukum ini bersifat fakultatif tidak imperatif, yakni dengan demikian penerapannya, memberi kewenangan kepada Hakim: 1. Dapat menggugurkan gugatan secara langsung pada sidang pertama;

2. Dapat mengundurkan sidang dengan jalan memerintahkan juru sita, untuk memanggil penggugat untuk kedua kalinya.

Dalam hal ini ketentuan gugatan gugur demi hukum dalam kepailitan ini berlangsung sejak debitur diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga. Maka gugatan tersebut dinyatakan gugur demi hukum terkait karena pailitnya debitur sebagai salah satu pihak dalam perkara tersebut dimana kepailitannya tersebut berpengaruh kepada objek yang diperkarakan yakni yang sekarang telah ditetapkan menjad harta pailit.

Ketentuan gugur demi hukum ini haruslah dimengerti makna gugur yang dilakukan demi hukum. Frasa demi hukum dalam ketentuan ini berdasarkan suatu sebab yang salah dan terlarang atau tidak mempunyai kekuatan. Jadi ketentuan gugur demi


(21)

hukum yakni ketentuan gugur yang dilakukan demi keadilan dan kepatutan, dimana bersamaan debitur sebagai salah satu pihak perkara dijatuhi putusan pailit, maka gugatan tersebut demi hukum dinyatakan gugur.

Putusan pengguguran gugatan diambil dan dijatuhkan: 1. Sebelum diperiksa materi pokok perkara;

2. Oleh karena itu, putusan diambil berdasarkan alasan formil yaitu atas alasan penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah

3. Dengan demikian putusan pengguguran bukan putusan mengenai pokok perkara, sehingga dalam putusan tidak melekat ne bis in idem yang digariskan Pasal 1917 KUHPerdata. Berarti sekiranya pun putusan telah mempunyai ketentuan hukum tetap, pada putusan tidak melekat unsur ne bis in idem.66

Namun dalam hukum kepailitan ketentuan gugatan gugur demi hukum ini ditentukan dalam keadaan gugatan tersebut akan atau sedang berlangsung ditetapkan gugur demi hukum karena debitur yang menjadi salah satu pihak perkara dijatuhi putusan pailit dan objek perkara telah menjadi harta pailit, hal ini lah yang menjadi pengaruh hukum kepailitan dalam ketentuan gugatan gugur demi hukum perdata tersebut.

Mengenai penjatuhan putusan penggugurkan gugatan, dapat berpedoman kepada ketentuan Pasal 176 Rv:

1. Dilakukan tanpa hadirnya penggugat, dalam sidang secara sederhana; 2. Namun tetap dituangkan dalam bentuk putusan sebagaimana mestinya.

Begitu juga dalam hal gugatan gugur demi hukum dalam kepailitan ini, memang dilakukan secara sederhana namun tetap dituangkan dalam bentuk putusan gugur demi hukum sebagaimana semestinya.

66


(22)

Menurut Pasal 276 Rv, untuk tegasnya kepastian hukum: 1. Putusan pengguguran gugatan diberitahukan kepada penggugat;

2. Pemberitahuan dilakukan oleh juru sita, sesuai dengan ketentuan Pasal 390 HIR. Dengan adanya pemberitahuan ini menjadi dasar penggugat untuk melakukan upaya hukum yang proporsional untuk hal tersebut.

Dalam putusan pengguguran tidak melekat unsur ne bis in idem, sehingga putusan itu tidak termasuk putusan yang disebut Pasal 1917 KUHPerdata. Oleh karena itu, sangat tepat ketentuan Pasal 124 HIR yang memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan itu kepada PN untuk diproses sebagaimana mestinya. Terhadap pengajuan kembali tergugat tidak dapat mengajukan keberatan atau perlawanan.

Dalam kepailitan, gugatan yang ditujukan kepada debitur dinyatakan gugur demi hukum dapat diajukan kembali, dan apabila penggugat tersebut berkenan untuk mendapatkan haknya terhadap harta pailit haruslah mengajukan hak nya tersebut untuk didaftarkan, namun apabila gugatan tersebut diajukan kembali dan diputuskan untuk diteruskan maka penghukuman gugatan tersebut dibebankan diluar harta pailit.

Pengajuan kembali gugatan dianggap sebagai perkara baru. Oleh karena itu, terhadap pengajuan berlaku ketentuan Pasal 121 ayat (4) HIR:

1. Harus terlebih dahulu dibayar biaya perkara, sejumlah panjar perkara yang ditentukan oleh panitera.

2. Atas bukti pembayaran itu, baru dilakukan pendaftaran dalam register.

Semua gugatan hukum berkenaan dengan hak dan kewajiban yang berhubungan dengan harta debitur pailit haruslah diajukan oleh atau terhadap kurator dikarenakan terjadinya pengalihan pengurusan demi hukum. Jika gugatan terhadap debitur pailit yang


(23)

menyebabkan penghukuman terhadap debitur pailit, hukuman teresebut tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta pailit. Sesuai dengan Pasal 26 UU Kepailitan dan PKPU.

Syarat terjadinya putusan gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat: 1. Pengguguran gugatan sah dalam hukum apabila;

a. Penggugat telah dipanggil secara patut, penggugat telah dipanggil secara patut apabila:

1) Surat panggilan telah dilakukan secara resmi oleh juru sita sesuai dengan ketentuan undang-undang untuk hadir atau menghadap pada hari tanggal sidang yang ditentukan;

2) Panggilan dilakukan dengan patut, yaitu antar hari panggilan dengan hari persidangan tidak kurang dari tiga hari.

b. Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah, penggugat tidak hadir atau tidak menghadap persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, dan juga tidak menyuruh kuasa atau orang lain untuk mewakilinya. Jika ketidakhadiran berdasarkan alasan yang sah, ketidakhadiran penggugat tidak dapat dijadikan alasan untuk menggugurkan gugatan. Pengguguran yang demikian tidak sah dan bertentangan dengan hukum.

2. Pengguguran dilakukan hakim secara ex-officio, pasal 124 HIR memberi kewenangan secara ex-officio kepada hakim untuk menggugurkan gugatan apabila terpenuhi syarat dan alasan untuk itu. Dengan demikian kewenangan itu dapat dilakukan hakim, meskipun tidak ada permintaan dari pihak tergugat. Namun hal itu tidak mengurangi hak tergugat untuk mengajukan permintaan pengguguran. Malahan beralasan tergugat mengajukannya karena ketidakhadiran penggugat dianggap


(24)

merupakan tindakan sewenang-wenang kepada tergugat. Sebab ketidakhadiran itu, berakibat proses pemeriksaan tidak dapat dilakukan karena berbenturan dengan asas pemeriksaan contradiktoir.

3. Rasio pengguguran gugatan, maksud utama dalam pelembagaan pengguguran gugatan dalam tata tertib beracara adalah sebagai berikut:

a. Sebagai hukuman kepada penggugat, pengguguran gugatan oleh hakim merupakan hukuman kepada penggugat atas kelalaian atau keingkarannya menghadiri atau menghadap di persidangan. Sangat ayak menghukum penggugat dengan jalan menggugurkan gugatan karena ketidakhadiran itu dianggap sebagai pernyataan pihak penggugat bahwa dia tidak berkepentingan lagi dalam perkara tersebut. b. Membebaskan tergugat dari kesewenangan, dianggap sangat tragis membolehkan

tergugat berlarut-larut secara berlanjut ingkar menghadiri sidang yang mengakibatkan persidangan mengalami jalan buntu pada satu segi dan pada segi lain tergugat dengan patuh terus menghadiri sidang sehingga mendatangkan kerugian moril dan materil bagi tergugat.

Akibat hukum putusan gugur diatur dalam Pasal 77 Rv, sebagai berikut:

1. Pihak tergugat, dibebaskan dari perkara dimaksud. Putusan pengguguran gugatan yang didasarkan atas keingkaran penggugat menghadiri sidang pertama, merupakan putusan akhir (eind vonnis) yang bersifat menyudahi proses pemeriksaan secara formil. Artinya putusan itu mengakhiri pemeriksaan meskipun pokok perkara belum diperiksa. Itu sebabnya undang-undang menyatakan dibebaskan dari perkara itu. 2. Terhadap putusan pengguguran gugatan tidak dapat diajukan perlawanan atau verzet.


(25)

a. Langsung mengakhiri perkara, karena itu langsung pula mengikat kepada para pihak atau final binding.

b. Selain terhadapnya tidak dapat diajukan perlawanan, juga ditutup upaya hukum sehingga tidak dapat diajukan banding atau kasasi.

3. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh penggugat adalah mengajukan gugatan baru dengan materi pokok perkara yang sama, karena dalam putusan gugur tidak melekat ne bis in idem sehingga dapat diajukan sebagai perkara baru, dan untuk itu penggugat dibebani membayar biaya perkara baru.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Para Penggugat Yang Dirugikan Terkait Adanya Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan

Gugatan yang mengandung tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Begitu debitur diputus pailit oleh hakim maka gugatan terhadap debitur yang terkait terhadap harta pailit gugur demi hukum karena telah beralihnya kepengurusan harta pailit kepada kurator dan debitur pailit tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan dalam mengurus harta kekayaannya sendiri karena harta tersebut telah dijadikan schuld (jaminan pembayaran utang) terhadap seluruh krediturnya yang sering disebut sebagai budel pailit.

Perlindungan terhadap gugatan yang dinyatakan gugur demi hukum dalam kepailitan dapat mengajukan kembali gugatannya sesuai dengan ketentuan 124 HIR.


(26)

Namun dalam gugatan tersebut difokuskan untuk mendapatkan hak atau menuntut kewajiban dari harta pailit maka sesuai dengan Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan. Selanjutnya tuntutan kewajiban terhadap harta pailit tersebut dilanjutkan kedalam rapat verifikasi utang. Dalam pencocokan piutang tersebut apabila ada pihak yang membantah piutang tersebut maka pihak yang membantah itu akan menjadi pengganti debitur sebagai tergugat dalam perkara yang ditujukan terhadap debitur.

Terhadap gugatan oleh debitur yang dapat dimintakan gugur demi hukum oleh tergugat untuk mendapatkan waktu untuk memanggil kurator dalam perkara tersebut namun apabila kurator tersebut tidak mengindahkan atau menolak panggilan tersebut dan kemudian tergugat tersebut berhak meminta gugur perkara. Apabila tergugat memohonkan gugatan tersebut gugur maka berlakulah ketentuan permohonan pengguguran gugatan dalam KUHAPerdata. Namun apabila tergugat tidak melakukan permohonan tersebut maka tergugat dianggap melepaskan hak nya dan kemudian perkara dilanjutkan nantinya hukuman perkara tidak dibebankan kepada harta pailit.

Gugatan yang ditujukan kepada untuk memenuhi perikatan yang menyangkut dengan harta pailit, hanya dapat diajukan dengan melaporkannya untuk dicocokan piutangnya. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan dalam verifikasi utang.

Dalam pendaftaran pencocokan utang, maka penggugat tersebut akan dapat maju dalam tahap verifikasi utang. Verifikasi adalah suatu mekanisme dan prosedur dalam perkara kepailitan dan PKPU untuk mencocokan utang piutang dalam rapat yang khusus


(27)

diadakan untuk itu, yang dihadiri oleh kurator atau pengurus, debitur, dan kreditur, yang dipimpin hakim pengawas, serta dibantu oleh panitera pengganti. Rapat verifikasi bertujuan untuk menagih, mencocokkan, dan mengesahkan tagihan-tagihan yang sudah masuk kepada kurator ataupun pengurus.67

1. Hakim pengawas sebagai pimpinan rapat;

Pencocokan verifikasi utang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan. Karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan pertimbangan dan urutan hak dari masing-masing kreditur. Rapat pencocokan piutang dipimpin oleh hakim pengawas, sedangkan berita acara rapat ditandatangani oleh hakim pengawas dan panitia (Pasal 126 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU).

Rapat pencocokan piutang tersebut dihadiri oleh:

2. Panitera sebagai pencatat;

3. Debitor, dalam hal ini debitur harus hadir dan dia harus hadir sendiri serta tidak bisa diwakilkan (Pasal 121 UU Kepailitan dan PKPU);

4. Semua kreditur dapat hadir sendiri atau memakai kuasa (Pasal 123 UU Kepailitan dan PKPU);

5. Kurator harus hadir.

Setelah pernyataan pailit memiliki kekuatan hukum tetap, maka debitur dinyatakan pailit dengan berkekuatan hukum tetap. Kemudian hakim pengawas menetapkan:

1. Batas akhir pengajuan tagihan, 2. Batas akhir verifikasi pajak,

67


(28)

3. Waktu mengadakan pencocokan piutang hal ini ditegaskan dalam Pasal 113 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU.

Selama penetapan ini tidak ada batasan waktu yang tetap dalam jarak antara penetapan yang dibuat hakim pengawas hingga batas akhir pengajuan tagihan.

Waktu mengadakan pencocokan piutang dan perdamaian dilaksanakan dalam waktu 14 hari sesuai dengan Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU. Debitur pailit dapat memasukkan rencana perdamaian sesuai dengan Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU dan daftar piutang mulai ditempatkan di kantor kurator sesuai dengan Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU diantara waktu batas akhir pengajuan tagihan hingga waktu mengadakan pencocokan piutang dan perdamaian yang dapat dilaksanakan selama 14 hari. Setelah waktu pengadaan pencocokan piutang dan perdamaian dalam Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU selesai maka dilanjutkan dengan rapat untuk mengambil keputusan rencana perdamaian dalam hal Pasal 147 UU Kepailitan dan PKPU selama selang waktu 21 hari. Setelah itu dilanjutkan dengan sidang pengadilan niaga untuk mengesahkan perdamaian (homologasi) dalam hal Pasal 147 (Pasal 156 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU) setelah selang 8 hingga 14 hari sejak waktu mengadakan pencocokan piutang dan perdamaian (Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU). Selang 8 hari dari sidang pengadilan niaga untuk pengesahan perdamaian dalam hal 147 UU Kepailtan dan PKPU dilanjutakan dengan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan niaga yang menerima atau menolak perdamaian dalam sidang homologasi sesuai Pasal 160 UU Kepailitan dan PKPU.

Jika dilakukan verifikasi bersama dengan pembahasan tentang perdamaian, dimana hal tersebut tidak selamanya demikian. Sungguhpun terhadap pembahasan


(29)

tentang perdamaian, pembahasan tersebut dilakukan paling cepat adalah segera setelah dilakukan verifikasi, hal ini tertuang dalam Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU. Sebab waktu pemungutan suara untuk menerima rencana perdamaian, sudah harus diketahui adanya kreditor /piutang konkuren diakui, kreditur /piutang konkuren sementara diakui, dan kreditur/piutang yang dibantah, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 151 jo. Pasal 152 UU Kepailitan dan PKPU.

Sampai dengan menjelang hari terakhir pengajuan tagihan, dilakukan hal-hal sebagai beriktut:

1. Segera setelah ditetapkan hari terakhir pengajuan tagihan dan hari rapat verifikasi, kurator member tahu hari batas terakhir pengajuan piutang kepada kreditur dan juga diberitahu hari rapat verifikasi. Jika kreditur diketahui, diberitahukan dengan surat tertulis. Namun jika tidak diketahui, diberitakan lewat dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas (Pasal 144 UU Kepailitan dan PKPU).

2. Segala piutang diajukan kepada kurator dengan menunjukkan bukti tertulis (Pasal 115 UU Kepailitan dan PKPU).

3. Kurator melakukan pengujian kebenaran piutang (Pasal 116)

4. Kurator membuat daftar piutang dan mencatat piutang dalam daftar tersebut. daftar piutang tersebut terdiri atas:

a. Daftar piutang yang diakui (Pasal 177 UU Kepailitan dan PKPU);

b. Daftar piutang yang dibantah, misalnya jika terdapat disputes pada jumlah piutang;


(30)

c. Daftar piutang untuk sementara diakui, misalnya terhadap piutang yang disputes nya hanya tentang ada tidaknya preferensi (Pasal 118 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU).

d. Daftar pro memori (for the record) dalam hal ini terhadap bunga yang timbul setelah pailit terhadap kreditur separatis (Pasal 134 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU).

5. Kurator menyediakan di kantornya daftar piutang dan diberitahukan kepada kreditur (selama tujuh hari menjelang rapat verifikasi) disertai pemberitahuan dan panggilan lagi untuk mengikuti rapat (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

6. Piutang yang terlambar diajukan, juga masih diperkenankan asalkan: a. Selambat-lambatnya dua hari sebelum rapat verifikasi dan

b. Dalam rapat verifikasi tidak ada yang keberatan (Pasal 133 ayat 1)

Ketentuan ini tidak berlaku jika kreditur berhalangan untuk melaporkan hal tersebut terlebih dahulu karena tempat tinggalnya jauh (Pasal 133 ayat UU Kepailitan dan PKPU).

Dalam rapat pencocokan piutang (rapat verifikasi) dihadiri oleh: 1. Hakim pengawas sebagai pimpinan rapat;

2. Panitera sebagai pencatat;

3. Debitur, dalam hal ini debitur harus hadir dan dia harus hadir sendiri, serta tidak bisa diwakilkan (Pasal 121 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU);

4. Semua kreditur dapat hadir sendiri atau memakai kuasa (Pasal 123 UU Kepailitian dan PKPU)

5. Kurator harus hadir;


(31)

Dalam rapat, hakim pengawas membacakan daftar piutang (Pasal 124 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU). Kurator berwenang untuk menarik kembali, baik pengakuan sementara atau pembatalan yang telah dilakukannya (Pasal 124 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU). Kurator dapat menuntut kreditur (atau kuasanya) agar menguatkan dengan sumpah piutangnya yang tidak dibantah (Pasal 124 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU). Jika kreditur telah meninggal dunia, kurator dapat meminta ahli warisnya yang berhak harus menerangkan di bawah sumpah bahwa mereka dengan itikad baik percaya bahwa utang tersebut memang ada dan belum dilunasi (Pasal 124 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU). Terhadap piutang yang dimintakan sumpah, sementara sumpah belum dilakukan (karena kreditur tersebut tidak hadir) maka piutang tersebut diterima dengan syarat, sampai sumpah dilakukan pada hari yang ditetapkan (Pasal 125 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU).

Dapat dijelaskan pula bahwa dalam prosedur verifikasi kurator memberitahukan penetapan rapat kepada kreditur dan mengiklankanya dalam surat kabar harian yang berskala nasional dan lokal. Semua tagihan kreditur diberikan kepada kurator. Kurator mencocokan piuutang tersebut dengan pencatatan debitur pailit. piutang yang diakui dimasukkan dalam daftar piutag uang diakui, piutang yang dibantah dimasukkan dalam daftar tersendiri. Kurator membuat panggilan terhadap kreditur untuk menghadiri rapat pencocokan piutang. Hakim pengawas membacakan daftar utang piutang yang diakui dan dibantah. Hakim pengawas dapat memerintahkan pembantah untuk disumpah menguatkan bantahannya. Apabila ada bantahan terhadap piutang dan tidak dapat diselesaikan oleh Hakim Pengawas maka berdasarkan penjelasan Pasal 127 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, hal tersebut diajukan ke pengadilan negeri dan diperiksa secara


(32)

sederhana. Setelah rapat verifikasi berakhir, kurator membuat laporan tentang harta pailit yang diberikan kepada kepaniteraan pengadilan niaga.

Hakim pengawas dapat menunda rapat verifikasi delapan hari. Penundaan yang dinyatakan dalam rapat dianggap sebagai panggilan resmi. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat dicatat panitera pengganti dalam berita acara rapat yang diteken Hakim Pengawas dan panitera pengganti.

Setelah berakhirnya rapat pencocokan piutang, kurator wajib memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada kreditor wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh mereka. Setelah berakhirnya rapat, maka laporan tersebut, beserta berita acara rapat pencocokan piutang wajib disediakan di Kepaniteraan dan kantor kurator. Untuk mendapatkan salinan surat tidak dikenakan biaya. Setelah berita acara rapat tersedia, kurator, kreditor, atau Debitur pailit dapat meminta kepada Pengadilan supaya berita acara rapat tersebut diperbaiki, apabila dari dokumen mengenai kepailian terdapat kekeliruan dalam berita acara rapat (Pasal 143 UU Kepailitan dan PKPU).68

C. Upaya Hukum yang Dilakukan Oleh Para Penggugat

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga memutuskan atau memihak salah satu pihak.


(33)

Akibat kepailitan terhadap gugatan-gugatan selama kepailitan ada yang dinyatakan gugur demi hukum dan ada yang dapat dimohonkan pengguguran gugatan. Gugatan yang diajukan terhadap debitur dinyatakan gugur demi hukum dengan diputuskannya pailit terhadap debitur, sementara gugata yang diajukan oleh debitur dapat dimohonkan gugur oleh tergugat untuk memanggil kurator dalam perkara tersebut. Apabila tergugat tersebut memohonkan gugatan gugur, maka diberlakukanlah ketentuan pengguguran gugatan.

Gugatan yang ditujukan terhadap debitur yang dinyatakan gugur demi hukum dengan diputuskannya debitur berada dalam keadaan pailit, maka dapat melakukan upaya hukum berupa hak untuk mendaftarkan kembali gugatannya tersebut dengan membayar biaya perkara terlebih dahulu. Putusan di luar hadirna salah satu pihak tidak lain untuk merealisir asas audi et altera partem, kepentingan kedua pihak harus diperhatikan.69

Gugatan yang diajukan oleh debitur yang dimohonkan gugur oleh tergugat karena kurator tidak mengindahkan ataupun menolak gugatan, apabila dinyatakan gugur oleh hakim, maka upaya yang dilakukan debitur adalah dengan mengajukan perlawanan/ verzet. Perlawanan ini adalah suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam Pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah Untuk memutuskan gugur gugatan penggugat, sisi gugatan tidak perlu diperiksa sehingga putusan gugur itu tidak mengenai isi daripada gugatan. Adapun gugatan tersebut yang diajukan kembali ditujukan kepada kurator apabila terkait dengan pemenuhan kewajiban dari harta pailit dapat menuntut untuk mendaftarkan piutangnya untuk dicocokkan.

69


(34)

putusan vetstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir. Syarat verzet adalah (Pasal 129 ayat (1) HIR):

1. Keluarnya putusan vestek

2. Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan

3. Verzet dimasukkan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya.

Dalam pasal 276 Rv, untuk kepastian hukum, putusan pengguguran gugatan diberitahukan kepada penggugat. Pemberitahuan dilakukan oleh juru sita, sesuai dengan ketentuan Pasal 390 HIR. Dengan adanya pemberitahuan ini menjadi dasar penggugat untuk melakukan upaya hukum yang proporsional untuk hal tersebut. Dalam putusan pengguguran ini tidak melekat unsur ne bis in idem, sehingga putusan ini tidak termasuk putusan yang disebut dalam Pasl 1917 KUHPerdata. Oleh karena itu, Pasal 124 HIR memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan itu kepada PN untuk diproses sebagaimana mestinya. Terhadap pengajuan kembali gugatan itu, tergugat tidak dapat mengajukan keberatan atau perlawanan.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU sangat memberi dampak kepada debitur dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan debitur terutama yang menyangkut harta kekayaan debitur pailit. Dengan pailitnya debitur maka debitur tidak memiliki hak lagi dalam pengurusan harta kekayaannya dan dialihkan kepada seorang kurator. Harta debitur pailit dimasukkan kedalam budel pailit dan dijadikan jaminan utang debitur sebagai pembayaran utang ke seluruh kreditur. Akibat kepailitan ini dapat merugikan berbagai pihak yang berhubungan dengan debitur pailit terkait harta pailit sehingga pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan terkait harta pailit.

2. Akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur adalah jika diajukan oleh debitur, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim dan apabila kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut atau menolak mengambil alih perkara tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, jika hal ini tidak


(36)

dimohonkan, maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Terhadap gugatan yang diajukan kepada debitur pailit selama bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan kepada debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.

3. Perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hukum cukup melindungi penggugat. Gugatan penggugat yang sedang atau yang akan menggugat debitur pailit terkait dengan harta pailit yang dinyatakan gugur demi hukum dapat memintakan penundaan perkara dengan waktu tertentu untuk mengalihkan gugatan tersebut kepada kurator. Perkara akan ditunda dan akan dilanjutkan dalam pencocokan piutang. Jika tuntutan tersebut dibantah pada waktu pencocokan piutang dan pihak yang membantah menjadi pihak yang menggantikan posisi debitur pailit dalam perkara yang bersangkutan dan diperiksa secara sederhana. Apabila sebelum putusan pailit diputuskan sudah sampai pada tahap penyerahan berkas perkara kepada hakim untuk diputus, penundaan perkara tersebut memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan perkara.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai berikut:


(37)

1. Hendaknya dalam menghindari adanya tuntutan yang gugur demi hukum ini para pihak pelaku bisnis yang dapat dimungkinkan dijatuhi putusan pailit lebih intens

memperhatikan berita-berita baik di Koran nasional maupun lokal untuk menghindari menggugat pada saat kepailitan debitur yang mengakibatkan gugatan gugur demi hukum.

2. Hendaknya pelaku bisnis baik kreditur dan debitur menyimpan seluruh bukti-bukti transaksi utang-piutang dengan baik sehingga dalam pembuktian piutang yang diakui dapat dibuktikan dan diperiksa secara sederhana.

3. Hendaknya debitur pailit dapat cekatan dalam memeriksa sendiri catatan pengakuan piutang para kreditur yang diakui atau tidak diakui kurator di dalam salinannya di kantor kurator. Sehingga dapat memeriksa silang dengan bukti utang piutang yang dimilikinya untuk dicek kembali.


(38)

BAB II

AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU

A. Syarat dan Putusan Pailit

Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. kata pailit menandakan ketikmampuan untuk membayar serang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau yang dikenal dalam bahasa Inggris dengan “Banckrupty”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”14

Kepailitan dalam kamus karangan Black Henry Campbell (Black’s Law Dictionary) yang mengatakan bahwa pailit atau Bankrupt adalah “the state or condition of operson (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay it’s debt as they are, or become due”. The term includes the person against whom an involuntary petition has been field a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt. Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seseorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.15

Pengertian dan batasan pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU tidak ditemukan, hanya pengertian kepailitan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 yaitu kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam


(39)

undang ini. Hal ini menegaskan bahwa kepailitan adalah sita umum bukan sita individual. Karena itu disyaratkan dalam UU Kepailitan dan PKPU bahwa untuk mengajukan permohonan pailit, harus memiliki 2 (dua) atau lebih kreditur. Dalam sita umum maka seluruh harta kekayaan debitur akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan kurator, sehingga debitur tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.16

Kreditur terdiri atas kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen. Khusus kreditur separatis maupun kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU.

Dalam UU Kepailitan dan PKPU juga memberikan pengertian tentang kreditur dan debitur pailit. Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Dan dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sementara dalam Pasal 1 angka 4 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan juuga debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan.

17

1. Menolak untuk membayar;

Terhadap pengertian “tidak membayar”, menurut Pradjoto adalah:

2. Cidera janji (wanprestasi);

16

Sunarmi, Op.Cit., hlm. 29.

17Ibid.,


(40)

3. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya;

4. Tidak diharuskan bahwa debitur tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan memikul seluruh utangnya;

5. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai Naar De Letter, yaitu debitur pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti membayar utangnya.18

Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa hukum kepailitan bukan mengatur kepailitan debitur yang tidak membayar kewajibannya kepada salah satu kreditur nya saja, tetapi debitur harus berada dalam keadaan insolvent.19 Seorang debitur berada dalam keadaan insolvent hanyalah apabila debitur tidak mampu secara financial untuk membayar utangnya kepada sebagian besar para krediturnya. Seorang debitur tidak dapat dikatakan telah dalam keadaan insolvent apabila hanya kepada seorang kreditur saja maka debitur tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditur-kreditur lainnya debitur tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya dengan baik.20

Untuk menyatakan debitur seorang debitur pailit tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitur tersebut untuk membayar utang-utangnya, tetapi juga termasuk ketidakmampuan debitur tersebut untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang telah diperjanjian.21 Secara hukum, seorang debitur tidak dapat dikatakan insolvent meskipun asset lebih besar dari utang. Hal ini berpokok pada pangkal dari istilah ‘tidak membayar’ dalam hukum kepailitan di Indonesia.22

18

Pradjoto, ”RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan,” Makalah ini disampaikan dalam Seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project, tgl 27-28 Juli 1999 di Jakarta.

19

Sutan Remy Sjahdeini (selanjutnya Sutan Remi Sjahdeni I), “Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia,” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12,( 2002): hlm. 42-48.

20

Sunarmi, Op., Cit., hlm. 33.

21

Ricardo Simanjuntak, “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan Dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan)”, Artikel Utama, Jurnal Hukum


(41)

Sutan Remy Sjahdeini mengatakan pengertian ‘jatuh tempo’ berbeda dengan pengertian ‘dapat ditagih’. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang telah expired

dengan sendirinya adalah ‘utang yang telah dapat ditagih’. Tetapi ‘utang yang telah dapat ditagih’ belum tentu telah ‘jatuh waktu’. Utang hanyalah waktu. Utang hanyalah ‘jatuh waktu’ apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai ‘jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitur sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu.23

Ketentuan dalam Pasal 1238 KUHPerdata dapat dijadikan pegangan apabila debitur tetap tidak membayar utangnya walaupun belum jatuh temo namun telah diberikan somasi untuk membayar utangnya. Dengan pasal tersebut debitur dapat ditentukan telah lalai apabila debitur dengan surat somasi tersebut telah dinyatakan lalai dan di dalam surat tersebut debitur diberi waktu tersebut lewat debitur belum juga melunasi utangnya maka debitur dianggap telah lalai. Kelalaian tersebut mengakibatkan utang debitur telah dapat ditagih.

24

Apabila syarat sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU telah terpenuhi, maka hakim menyatakan bahwa debitur pailit dan bukan dapat menyatakan pailit. hal ini mengingat ketentuan bahwa prosedut pembuktian yang sumir dalam Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur dan fakta bahwa utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar sedangkan perbedaan

23

Sutan Remy Syadeini (selanjutnya disebut Sutan Remy Syadeini II), Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 70.

24


(42)

besarnya jumlah utang yang telah didalilkan oleh Pemohon Pailit dan Termohon Pailit tidak menghalangi dijatuhkanya putusan pernyataan pailit.25

1. Debitur sendiri;

Pihak yang dapat mengajukan pailit adalah:

2. Seorang atau beberapa orang kreditur (Pasal 2 ayat 1); 3. Kejaksaaan demi kepentingan hukum (Pasal 2 ayat 2);

4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank (Pasal 2 ayat 3); 5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal menyangkut debitur yang merupakan

Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring Dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat 4)

6. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentungan publik (Pasal 2 ayat 5)

Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit menurut UU Kepailitan dan PKPU adalah:

1. Orang perorangan

2. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum seperti maatschap, firma, dan perkumpulan komanditer.

3. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbata (PT), Koperasi dan Yayasan,

4. Balai Harta Peninggalan.

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur harus sesuai dan memeuhi syarat kepailitan menurut peraturan perundang-undangan. Esensi kepailitan


(43)

adalah debitur telah berhenti dan tidak mampu lagi membayar utang-utangnya. Artinya debitur tidak melaksanakan kewajiban membayar utang-utangnya yang telah dapat ditagih, lalu oleh pengadilan, debitur dinyatakan pailit. Seluruh harta debitur pailit berada dalam sitaan umum untuk dijual oleh kurator. Hasil penjualan itu dibayarkan kepada krediturnya secara proporsional.

Syarat permohonan pailit dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU terdiri atas:

1. Ada utang;

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.

Secara normatif, makna utang di sinni sangat luas. Utang yang terjadi bukan hanya karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit saja, tetapi juga kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian lainnya, antara lain seperti perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian pemborongan, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa-beli, dan lain-lain. Demikian juga halnya kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul karena undang-undang adalah utang. Misalnya pajak yang belum dibayar kepada negara adalah utang. Selain itu, kewajiban membayar uang berdasarkan putusan pepngadilan termasuk putusan badan arbitrase yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap termasuk juga utang.26

2. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih

26


(44)

Utang yang telah jatuh tempo, dapat terjadi karena beberapa hal, pertama, jatuh tempo biasa, yakni jatuh tempo sebagaimana yang disepakati bersama antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit; kedua, jatuh tempo yang dipercepat, yakni jatuh tempo yang mendahului jatuh tempo biasas karena debitur melanggar isi perjanjian, sehingga pernagihannya diakselerasi. Debitur diwajibkan mencicil utangnya setiap bulan termasuk bunga dan biaya-biaya lainnya. Apabila debitur tidak membayar angsuran cicilan kreditnya tiga bulan berturut-turut, maka jatuh tempo dapat dipercepat; ketiga, jatuh tempo karena pengenaan sanksi/denda oleh instansi yang berwenang; keempat, jatuh tempo karena putusan pengadilan atau putusan badan arbitrase. Berdasarkan kebiasaan yang berlaku di antara debitur dan kreditur, atau dapat juga dipakai sebagai dasar jatuh tempo surat tegoran atau somasi.27

Tidak semua utang dapat ditagih. Utang yang dapat ditagih adalah utang yang legal. Utang yang timbul berdasarkan perjanjian atau undang-undang. Bukan utang yang illegal utang yang timbul dengan cara melawan hukum tidak dapat ditagih melalui mekanisme dan prosedur hukum kepailitan.

28

3. Ada dua atau lebih kreditur

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit harus ada dua atau lebih kreditur. Jika unsur ini tidak dapat dibuktikan, maka permohonan pailit ditolak. Untuk membuktikan adanya dua atau lebih kreditur, cukup dengan meminta daftar kreditur misalnya dari bank atau dari kantor pajak. Bilamana ada sindikasi kreditur maka unsur


(45)

dua atau lebih kreditur, masing-masing kreditur sendiri dan setiap kreditur dapat mengajukan permohonan pailit.29

4. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang.

Pasal 2 ayat 1 UU kepailitan dan PKPU tidak mengharuskan debitur tidak mampu membayar utang-utangnyya. Yang disyaratkan adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Dengan demikian, bisa saja debitur mempunyai harta yang jauh lebih besar atau lebih banyak daripada utang-utangnya, tetapi debitur dapat dipailitkan karena tidak mau membayar lunas satu utang. Dengan perkataan lain, debitur bukan tidak mampu, melainkan tidak mau membayar utangnya. Jadi ada transformasi nilai dari ketidakmampuan (secara hukum) keketidakmauan (secara moral). Dari norma hukum yang menyatakan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Terbukti bahwa hukum kepailitan Indonesia memberikan perlindungan hukum yang seimbang, baik kepada kreditur maupun kepada debitur. Debitur tidak bisa semena-mena mengabaikan kewajibannya kepada kreditur lain, khususnya kreditur yang jumlah utangnya kecil. Debitur wajib memperhatikan semua kepentingan kreditur secara proporsional dan adil.30

Untuk membuktikan empat syarat permohonan pailit tersebut,dibuktikan dengan sederhana yang diatur dalam Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU artinya apabila dalam persidangan, fakta atau keadaan yang menjadi syarat permohonan pailit telah

29

Ibid., hlm. 94.

30Ibid.,


(46)

terpenuhi, maka permohonan pailit harus dikabulkan dan debitur dinyatkaan pailit. dalam praktik untuk membuktikan empat syarat permohonan pailit, alat buktinya cukup dengan alat bukti surat sebagaimana diatur dalam Pasal 1867 KUHPerdata. Tidak perlu memakai atau dilengkapi dengan alat bukti lain seperti, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR, yang lazim digunakan dlam perkara gugatan perdata.

Pembuktian sederhana tersebut, adalah adanya fakta dua atau lebih. Kreditur dan fakta utang uang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan jumlah utang yang didalilkan oleh pemohon palit dan termohon pailit tidak menjadi halangan untuk dinyatakannya pailit. keadaan tidak mau dan tidak mampu membayar itu diucapkan apabila secara sederhana terbukti ada peristiwa atau keadaan yang menunjukkan bahwa keadaan tidak mau atau tidak mampu membayar itu ada. Kendatipun sistem pembuktian perkara kepailitan sederhana namun integritas dan kapasitas dari hakim karena jabatannya apabila memeriksa dan memutus perkara kepailitan sangatlah menentukan.31

Putusan pailit adalah putasan yang diucapkan dalam sudang terbuka untuk umum yang bertujuan untuk mengakhiri suatu perkara serta memberikan kebenaran dan keadilan ats perkara dimaksud. Dalam putusan akhir tersebut ditunjuk seorang hakim pengawas dari Hakim Niaga dan diangkat seorang atau lebih kurator untuk mengurus dan membereskan asset debitur pailit. putusan pailit ducapkan dalam sidang terbuka untuk umum 60 hari dihitung sejak permohonan pailit didaftarkan. Putusan pailit diumumkan dalam Berita Negara RI dan dua surat kabar harian. 32


(47)

Putusan pailit berlaku serta merta. Artinya putusan tersebut segera dapat dilaksanakan atau dieksekusi oleh kurator waaupun terhadap putusan itu duajukan upaya hukum lanjutan (kasasi) hal ini ditegaskan dalam Pasal 8 UU Kepailitan dan PKPU. Putusan pailit dihitung berlaku sejak pukul 00.00 waktu setempat. Berdasarkan Pasal 15 ayat 4 dan Pasal 17 ayat 1 UU Kepailitn dan PKPU, kurator berkewajiban mengumumkan putusan pailit di Berita Negara RI dan paling sedikit di dua surat kabar harian yang berskala nasional dan lokal, yang ditetapkan hakim pengawas. Pengumuman tersebut mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat:

1. Nama, alamat, dan pekerjaan debitur; 2. Nama hakim pengawas;

3. Nama dan alamat kurator;

4. Nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia kreditur sementara, apabila telah ditunjuk;

5. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat kreditur pertama.

Maksud pengumuman putusan pailit adalah sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar debitur. dengan pengumuman itu, maka kreditur dan/atau pihak lain yang berkepentingan dengan debitur an hartanya, tidak dapat mengajukan keberatan bahwa mereka tidak mengetahui keadaan pailit dari debitur.33

B. Prosedur Permohonan Pailit

Setelah terpenuhi persyaratan pailit, maka langkah selanjutnya yang akan ditempuh adalah prosedur permohonan pailit. UU Kepailitan dan PKPU membentuk suatu peradilan khusus yang berwenang menangani perkara kepailitan yaitu pengadilan

33Ibid.,


(48)

Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Proses permohonan putusan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UU Kepailitan dan PKPU dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pendaftaran permohonan kepailitan

Permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan atas permintaan seorang atau lebih para subjek pemohon yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Kepailitan dan PKPU. Permohonan ini ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Hal ini diatur dalam Pasal 3 UU Kepailitan dan PKPU tentang kompetensi relatif Pengadilan Niaga, yaitu:

a. Dalam hal debitur telah meninggalkan wilayah Negara RI, pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur.

b. Apabila debitur adalah persero atau firma, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan. c. Bagi debitur yang tidak berkedudukan di wilayah Negara RI tetapi menjalankan

profesi atau usahanya dii wilayah negara RI, pengadilan yang berwenang memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitur menjalankan profesi usahanya di wilayah NRI.


(49)

d. Dalam hal debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. Pemohon juga harus menyertakan berkas-berkas yang menjadi syarat-syarat pengajuan.

Setelah menerima pendaftaran tersebut Panitera Pengadilan kemudian mendaftarkan pemohonan pernyataan kepailitan pada tanggal permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Hal yang perlu diingat oleh pemohon ialah bahwa permohonan pernyataan pailit yang diajukan diri sendiri oleh kreditur ataupun debitur sendiri wajib memakai advokat yang memiliki ijin praktik beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh BI, BAPEPAM-LK, Menkeu, tidak diperlukan advokat. Adapun dasar yang menjadi pertimbangan ketentuan tersebut adalah bahwa di dalam suatu proses kepailitan dimana memerlukan pengetahuan tentang hukum dan kecakapan teknis, perlu kedua pihak yang bersengketa dibantu oleh seseorang atau beberapa ahli yang memiliki kemampuan teknis, agar segala sesuatunya berjalan dengan layak dan wajar.

2. Penyampaian kepada Ketua Pengadilan

Berkas permohonan yang diterima oleh panitera muda perdata dapat dibuatkan tanda terima sementara, berup formulir yang diisi nomor permohonan, tanggal penyerahan permohonan, nama penasehat hukum yang menyerahkan, nama pemohon, tanggal kembali ke pengadilan, dalam hal berkas perkara belum selesai diteliti. Pemeriksan persyaratan serta kelengkapan permohonan dilakukan dengan cara memberikan tanda pada formulir sehingga apabila ada kekurangan langsung dapat terlihat. Berkas permohonan yang belum lengkap dikembalikan pada penasehat hukum,


(50)

dengan dijelaskan supaya melengkapi surat-surat sesuai dengan kekurangan yang tercantum dalam formulir kelengkapan berkas permohonan. Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dalam rangkap tiga, lembar pertama untuk pemohon, kedua untuk dilampirkan dalam berkas permohonan, dan ketiga untuk kasir.

Biaya perkara di Pengadilan Niaga bersarnya ditentukan sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Niaga. Panjar biaya perkara dibayar kepada kasir, kasir setela menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM dan sekaligus mencantumkan nomor perkara baik pada SKUM maupun pada lembar pertama surat permohonan; setelah proses pembayaran panjar biaya perkara selesai, petugas mencatat data-data dan member nomor perkara. Cara menentukan nomor perkara didasarkan pada tata urutan penerimaan panjar biaya perkara. Untuk menentukan nomor perkara kasasi dan perkara peninjauan kembali digunakan nomor perkara awal; panitera selanjutnya paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan harus menyampaikan permohonan tersebut kepada ketua pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU.

3. Penetapan hari sidang

Berdasarkan Pasal 6 ayat 5 UU Kepailitan dan PKPU, pengadila paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan wajib mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.

4. Sidang pemeriksaan

Sidang pertama pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan


(51)

didaftarkan. Menurut Pasal 6 ayat 7 UU Kepailitan dan PKPU, pengadilan dapat menunda penyelenggaran sidang tersebut sampai dengan paling lambar 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Penundaan ini atas permohonan debitur dan harus disertai alasan yang cukup. Pada sidang pemeriksaan tersebut pengadilan wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditur, kejaksaan, BI, BAPEPAM-LK atau Menkeu, sedangkan apabila permohonan diajukan oleh debitur pengadilan dapat memanggil kreditur. Hal ini dilakukan jika terdapat keraguan bahwa pernyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi atau tidak. Pemanggilan oleh pengadilan ini dilakukan paling lambat 7 hari sebelum sidang pertama pemeriksaan dilaksanakan. Sidang ini selanjutnya berjalan sebagaimana proses beracara perdata biasa. Hanya saja proses beracara Pengadilan Niaga hanya berlaku dengan tulisan dan surat. Acara dengan surat berarti bahwa pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tulisan. Akan tetapi, kedua belah pihak mendapat kesempatan juga untuk menerangkan kedudukannya dengan lisan. Dalam persidangan ini pemohon harus hadir, apabila dalam sidang pertama pemohon tidak hadir, padahal panggilan telah disampaikan secara sah (patut), maka perkara dinyatakan gugur. Apabila pemohon menghendaki, dapat mengajukannya lagi sebagai perkara baru. Jika termohon tidak datang dan tidak ada bukti bahwa pemanggilan telah disampaikan kepada termohon maka sidang harus diundur dan pengadilan harus melakukan panggilan lagi kepada termohon. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditur, kejaksaan, BI, BAPEPAM atau Menkeu dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:


(52)

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur atau b. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi

1) Pengelolaan usaha kreditur; dan

2) Pembayaran kepada debitur, penagihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam mengabulkan permohon tersebut apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan kreditur.

Ratio legis dari norma ini adalah agar dalam proses kepailitan sebelum putusan dijatuhkan harta yang dimiliki debitur pailit tidak dialihkan atau ditransaksikan sehingga kemungkinan jika dialihkan atau ditransaksikan bisa merugikan kreditur nantinya. Dalam hukum kepailitan memang dikenal instrument hukum yang namanya actio pauliana, yakni suatu gugatan pembatalan ats transaksi yang dilakukan oleh debitur pailit yang merugikan kreditur. Namun, instrument ini jauh lebih rumit dan dalam praktik belum ada pernah gugatan action pauliana yang dikabulkan hakim.

5. Putusan Hakim

Menurut Pasal 8 ayat 5, putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Inilah yang membedakan antara Pengadilan Niaga dan Pengadilan Umum dimana hakim diberi batasan waktu untuk menyelesaikan perkara. Putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan harus memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda


(1)

ABSTRAK

AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR

Henry A Sitanggang* Ramli Siregar**

Windha

***

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**

Dosen Pembimbing I

***

Dosen Pembimbing II

Akibat kepailitan berdampak pada seluruh pihak yang berhubungan dengan debitur pailit terkait dengan harta pailit. Akibat kepailitan ini memungkinkan kepada pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan kepada debitur pailit. Akibat kepailitan ini juga berdampak kepada gugatan yang sedang berjalan kepada debitur pailit apabila gugatan tersebut menuntut pemenuhan kewajiban dari harta pailit sementara harta pailit sudah dilindungi dengan putusan pailit dan dijadikan jaminan terhadap kreditur-kreditur debitur pailit. Debitur pailit yang mengajukan gugatan kepada pihak yang merugikan harta pailit, ataupun gugatan debitur yang telah berjalan sebelum pailit terkena dampak dari akibat kepailitan tersebut karena pengurusan harta kepailitan berada ditangan kurator.

Penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bagaimanakah akibat atas gugatan-gugatan hokum oleh dan terhadap debitur pailit, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hokum.

Adapun penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif, dengan pendekatan kepada perundang-undangan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik studi pustaka dan dianalisis secara kualitatif.

Akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh debitur dan yang sedang berjalan selama kepailitan berlangsung perkara harus ditangguhkan agar kurator mengambil alih perkara. Apabila kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut atau menolak mengambil alih perkara tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, dan jika tidak, maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Gugatan yang diajukan kepada debitur pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan yang ditujukan kepada debitur pailit, dapat mendaftarkannya untuk dicocokkan. Perlindungan hokum gugatan penggugat yang gugur demi hukum dapat memintakan penundaan perkara untuk mengalihkan gugatan tersebut kepada kurator dan akan dilanjutkan dalam pencocokan piutang. Jika tuntutan tersebut dibantah pada waktu pencocokan piutang dan pihak yang membantah menjadi pihak yang menggantikan posisi debitur pailit dalam perkara yang bersangkutan dan diperiksa secara sederhana.


(2)

KATA PENGANTAR

Syalom.

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, penentu jalan hidup dan pelindung manusia Yang Maha Agung dan yang telah menghantarkan penulis hingga di batas ini, tidak lupa pula penulis panjatkan doa atas segala berkat dan kesehatan yang telah diberikannya kepada penulis.

Skripsi ini berjudul “Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit”. Cara dan tahapan pembahasan yang dilakukan selama proses perampungan skripsi ini, mulai dari pemahaman dan pencarian bahan pustaka mengenai normatif empiris tentang Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun sehingga penulisan kedepan dapat lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan yang Maha Esa atas karunianya,dan kasih sayangnya yang selalu menyertaiku dan menolongku dan memberikan kekuatan dalam hidupku.

2. Orang tuaku, Papa Tohap Sitanggang dan Mama Elsa Hutajulu. Terima kasih yang tak terhingga atas doa, curahan kasih sayang, dan segala bentuk dukungan yang selalu diberikan yang tidak mungkin dapat saya balas sampai kapan pun.

3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H., M.H., DFM sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H sebagai dosen Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Windha, S.H., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Pembimbing II saya, yang telah memberikan waktunya menjadi dosen pembimbing skripsi ini dan yang selalu sabar memberikan masukan,pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas,sehingga skripsi ini boleh selesai tepat pada waktunya.

8. Bapak Ramli Siregar S.H.,M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi dan juga sebagai dosen pembimbing I, yang sudah menyediakan waktu dan membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, sehingga penulisan ini juga boleh selesai tepat pada waktunya.

9. Bapak dan Ibu Dosen seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi ku selama ini. 10. Untuk adik-adikku, Yosua Christopher Sitanggang dan Yovianty Sitanggang yang

memberikan dukungan buat penulis.

11. Untuk Bapaudaku Manimbul Sitanggang dan Tulangku Rudy Hutajulu yang sudah memberikan doa,apa yang kuperlukan dan motivasinya untuk penulis.

12. Untuk Keluarga-Keluargaku yang tidak bisa disebutkan satu persatu buat motivasi dan doa untuk Penulis.


(4)

13. Buat teman specialku adik Viona Stefani sembiring yang selalu memberikan motivasi,waktu dan dukungannya kepadaku untuk menyelesaikan skripsiku ini. Makasih yah Dek.

14. Buat teman dekatku, yang selalu memberikan dukungannya dan informasi kepadaku : Adi kuasa, Erikson Purba, fadli Ananda, Yunita Panjaitan, Arini Wulandari, Anita Hutapea, Andi.

15. Terima kasih kepada Abangda Ferdinan dan Kakanda Romina yang memberikan banyak masukan dan saran atas skripsi ini.

16. Semua kawan-kawan stambuk ’09 yang tidak bisa disebutin satu persatu, khususnya anak Hukum Ekonomi beserta adik-adikku stambuk ‘12.

17. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 6

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Syarat dan putusan pailitan Menurut Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU...…. 15

B. Prosedur Permohonan Pailit...………… 25

C. Akibat Hukum Putusan Pailit………. 31

BAB III AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR PAILIT A. Gugatan –gugatan Hukum Dalam Kepailitan ... 41

B. Akibat Kepailitan Atas Gugatan-gugatan Hukum Terkait Harta Pailit oleh dan Terhadap Debitur Pailit ... 46

C. Peran Kurator Terkait Adanya Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur pailit ... 49


(6)

BAB IV PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PENGGUGAT YANG DIRUGIKAN TERKAIT DENGAN ADANYA KETENTUAN GUGATAN YANG GUGUR DEMI HUKUM

A. Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan... 56 B. Perlindungan Hukum Terhadap Para Penggugat yang Dirugikan

Terkait Adanya Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan ... 65 C. Upaya Hukum Yang Dilakukan Oleh Para Penggugat ... 73

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 76 B.Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN