Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur

(1)

A

AKIBAT

U

KEPAIL

OLEH D

Diajuk Meme HE D

UNIVER

LITAN AT

DAN TER

S

kan Untuk enuhi Syar Gelar ENRY AFR NIM DEPARTEM

FAKUL

RSITAS

M

TAS GUG

RHADAP

K R I P

Melengkap at-Syarat U r Sarjana H

Oleh :

RIDINATA

: 090200 MEN :HUK

LTAS H

S SUMA

MEDAN

2 0 1 3

GATAN-G

DEBITUR

S I

pi Tugas-Tu Untuk Mem Hukum SITANGG 0324 KUM EKO

HUKUM

ATERA

N

3

GUGATAN

R PAILIT

ugas dan mperoleh GANG ONOMI

M

A UTAR

N HUKU

T

RA

UM


(2)

ABSTRAK

AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR

Henry A Sitanggang* Ramli Siregar**

Windha***

Akibat kepailitan berdampak pada seluruh pihak yang berhubungan dengan debitur pailit terkait dengan harta pailit. Akibat kepailitan ini memungkinkan kepada pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan kepada debitur pailit. Akibat kepailitan ini juga berdampak kepada gugatan yang sedang berjalan kepada debitur pailit apabila gugatan tersebut menuntut pemenuhan kewajiban dari harta pailit sementara harta pailit sudah dilindungi dengan putusan pailit dan dijadikan jaminan terhadap kreditur-kreditur debitur pailit. Debitur pailit yang mengajukan gugatan kepada pihak yang merugikan harta pailit, ataupun gugatan debitur yang telah berjalan sebelum pailit terkena dampak dari akibat kepailitan tersebut karena pengurusan harta kepailitan berada ditangan kurator.

Penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bagaimanakah akibat atas gugatan-gugatan hokum oleh dan terhadap debitur pailit, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hokum.

Adapun penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif, dengan pendekatan kepada perundang-undangan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik studi pustaka dan dianalisis secara kualitatif.

Akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh debitur dan yang sedang berjalan selama kepailitan berlangsung perkara harus ditangguhkan agar kurator mengambil alih perkara. Apabila kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut atau menolak mengambil alih perkara tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, dan jika tidak, maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Gugatan yang diajukan kepada debitur pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan yang ditujukan kepada debitur pailit, dapat mendaftarkannya untuk dicocokkan. Perlindungan hokum gugatan penggugat yang gugur demi hukum dapat memintakan penundaan perkara untuk mengalihkan gugatan tersebut kepada kurator dan akan dilanjutkan dalam pencocokan piutang. Jika tuntutan tersebut dibantah pada waktu pencocokan piutang dan pihak yang membantah menjadi pihak yang menggantikan posisi debitur pailit dalam perkara yang bersangkutan dan diperiksa secara sederhana.

Kata Kunci : akibat hukum kepailitan, gugatan.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I


(3)

KATA PENGANTAR

Syalom.

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, penentu jalan hidup dan pelindung manusia Yang Maha Agung dan yang telah menghantarkan penulis hingga di batas ini, tidak lupa pula penulis panjatkan doa atas segala berkat dan kesehatan yang telah diberikannya kepada penulis.

Skripsi ini berjudul “Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit”. Cara dan tahapan pembahasan yang dilakukan selama proses perampungan skripsi ini, mulai dari pemahaman dan pencarian bahan pustaka mengenai normatif empiris tentang Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun sehingga penulisan kedepan dapat lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan yang Maha Esa atas karunianya,dan kasih sayangnya yang selalu menyertaiku dan menolongku dan memberikan kekuatan dalam hidupku.

2. Orang tuaku, Papa Tohap Sitanggang dan Mama Elsa Hutajulu. Terima kasih yang tak terhingga atas doa, curahan kasih sayang, dan segala bentuk dukungan yang selalu diberikan yang tidak mungkin dapat saya balas sampai kapan pun.

3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H., M.H., DFM sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H sebagai dosen Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Windha, S.H., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Pembimbing II saya, yang telah memberikan waktunya menjadi dosen pembimbing skripsi ini dan yang selalu sabar memberikan masukan,pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas,sehingga skripsi ini boleh selesai tepat pada waktunya.

8. Bapak Ramli Siregar S.H.,M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi dan juga sebagai dosen pembimbing I, yang sudah menyediakan waktu dan membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, sehingga penulisan ini juga boleh selesai tepat pada waktunya.

9. Bapak dan Ibu Dosen seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi ku selama ini. 10. Untuk adik-adikku, Yosua Christopher Sitanggang dan Yovianty Sitanggang yang

memberikan dukungan buat penulis.

11. Untuk Bapaudaku Manimbul Sitanggang dan Tulangku Rudy Hutajulu yang sudah memberikan doa,apa yang kuperlukan dan motivasinya untuk penulis.

12. Untuk Keluarga-Keluargaku yang tidak bisa disebutkan satu persatu buat motivasi dan doa untuk Penulis.


(5)

13. Buat teman specialku adik Viona Stefani sembiring yang selalu memberikan motivasi,waktu dan dukungannya kepadaku untuk menyelesaikan skripsiku ini. Makasih yah Dek.

14. Buat teman dekatku, yang selalu memberikan dukungannya dan informasi kepadaku : Adi kuasa, Erikson Purba, fadli Ananda, Yunita Panjaitan, Arini Wulandari, Anita Hutapea, Andi.

15. Terima kasih kepada Abangda Ferdinan dan Kakanda Romina yang memberikan banyak masukan dan saran atas skripsi ini.

16. Semua kawan-kawan stambuk ’09 yang tidak bisa disebutin satu persatu, khususnya anak Hukum Ekonomi beserta adik-adikku stambuk ‘12.

17. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 6

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Syarat dan putusan pailitan Menurut Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU...…. 15

B. Prosedur Permohonan Pailit...………… 25

C. Akibat Hukum Putusan Pailit………. 31

BAB III AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR PAILIT A. Gugatan –gugatan Hukum Dalam Kepailitan ... 41

B. Akibat Kepailitan Atas Gugatan-gugatan Hukum Terkait Harta Pailit oleh dan Terhadap Debitur Pailit ... 46

C. Peran Kurator Terkait Adanya Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur pailit ... 49


(7)

BAB IV PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PENGGUGAT YANG DIRUGIKAN TERKAIT DENGAN ADANYA KETENTUAN GUGATAN YANG GUGUR DEMI HUKUM

A. Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan... 56 B. Perlindungan Hukum Terhadap Para Penggugat yang Dirugikan

Terkait Adanya Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan ... 65 C. Upaya Hukum Yang Dilakukan Oleh Para Penggugat ... 73

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 76 B.Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

ABSTRAK

AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR

Henry A Sitanggang* Ramli Siregar**

Windha***

Akibat kepailitan berdampak pada seluruh pihak yang berhubungan dengan debitur pailit terkait dengan harta pailit. Akibat kepailitan ini memungkinkan kepada pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan kepada debitur pailit. Akibat kepailitan ini juga berdampak kepada gugatan yang sedang berjalan kepada debitur pailit apabila gugatan tersebut menuntut pemenuhan kewajiban dari harta pailit sementara harta pailit sudah dilindungi dengan putusan pailit dan dijadikan jaminan terhadap kreditur-kreditur debitur pailit. Debitur pailit yang mengajukan gugatan kepada pihak yang merugikan harta pailit, ataupun gugatan debitur yang telah berjalan sebelum pailit terkena dampak dari akibat kepailitan tersebut karena pengurusan harta kepailitan berada ditangan kurator.

Penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bagaimanakah akibat atas gugatan-gugatan hokum oleh dan terhadap debitur pailit, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hokum.

Adapun penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif, dengan pendekatan kepada perundang-undangan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik studi pustaka dan dianalisis secara kualitatif.

Akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh debitur dan yang sedang berjalan selama kepailitan berlangsung perkara harus ditangguhkan agar kurator mengambil alih perkara. Apabila kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut atau menolak mengambil alih perkara tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, dan jika tidak, maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Gugatan yang diajukan kepada debitur pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan yang ditujukan kepada debitur pailit, dapat mendaftarkannya untuk dicocokkan. Perlindungan hokum gugatan penggugat yang gugur demi hukum dapat memintakan penundaan perkara untuk mengalihkan gugatan tersebut kepada kurator dan akan dilanjutkan dalam pencocokan piutang. Jika tuntutan tersebut dibantah pada waktu pencocokan piutang dan pihak yang membantah menjadi pihak yang menggantikan posisi debitur pailit dalam perkara yang bersangkutan dan diperiksa secara sederhana.

Kata Kunci : akibat hukum kepailitan, gugatan.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan itu masih dapat membayar kembali. Perusahaan yang seperti ini biasanya disebut sebagai perusahaan yang solvable, artinya perusahaan yang tidak mampu membayar utang-utangnya lagi disebut insolvable, artinya tidak mampu membayar. Keadaan yang seperti ini banyak muncul pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran utang kepada kreditur-krediturnya. Dalam situasi seperti inilah hukum kepailitan sangat mengambil peranan penting.

Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan lembaga yang memberikan solusi berupa penyelesaian mengenai kewajiban pembayaran utang terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar atau tidak mampu membayar. Syarat mengajukan pailit tersebut adalah: pertama, mempunyai dua atau lebih kreditur; kedua, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dengan kepailitan, debitur dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur. Apabila debitur lalai yang berarti telah terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitur akan dibagi secara seimbang kepada kreditur berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar kecilnya piutang masing-masing.1


(10)

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU), dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kepailitan mengandung unsur-unsur yaitu adanya sita umum atas seluruh kekayaan si debitur; untuk kepentingan semua kreditur; debitur dalam keadaan berhenti membayar utang dan debitur tidak kehilangan hak keperdataannya.

Kepailitan tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing karena kepailitan ada untuk menjamin para kreditur memperoleh hak-haknya atas debitur pailit. Sitaan umum terhadap harta debitur berdasarkan Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU berlaku terhadap seluruh kekayaan debitur meliputi kekayaan yang sudah ada pada saat pernyataan pailit ditetapkan dan kekayaan yang akan diperoleh oleh debitur selama kepailitan tersebut.

Terhitung sejak tanggal putusan pailit diucapkan debitur pailit tidak lagi diperkenankan untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaan yang telah dinyatakan pailit (harta pailit). Selanjutnya pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan diawasi oleh hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan. Pengangkatan tersebut harus ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit tersebut. Pelaksanaan pengurusan harta pailit tersebut oleh kurator bersifat seketika, dan berlaku saat itu terhitung sejak tanggal


(11)

putusan ditetapkan, meskipun terhadap putusan kemudian diajukan kasasi atau peninjauan kembali.2

Akibat kepailitan ini berdampak kepada seluruh pihak yang berkaitan dengan debitur pailit dimana hubungan tersebut berkaitan dengan harta pailit. Dengan prinsip perlindungan harta pailit mengakibatkan debitur pailit dinilai tidak cakap dalam mengurusi harta kekayaannya (harta pailit). Dan harta pailit tersebut diurus oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Selama kepailitan ini debitur pailit bisa dalam keadaan sedang atau akan berhubungan dengan gugatan-gugatan hukum mengenai harta pailit.

Berdasarkan pengurusan harta pailit telah diberikan kepada kurator maka seluruh gugatan-gugatan hukum tersebut dapat diambil alih oleh kurator. Dalam hal ini penggugat dapat saja merasa dirugikan dari pengaturan ini. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas hal ini dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul “Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur.”

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas di dalam penulisan skrisi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU?

2. Bagaimanakah akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur pailit?

2 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 62.


(12)

3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hukum?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu: 1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

b. Untuk mengetahui bagaimana akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur pailit.

c. Untuk memahami perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hukum.

2. Manfaat penulisan

Mengenai manfaat akan hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum ekonomi yang secara khusus terletak pada akibat kepailitan terhadap gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur.


(13)

b. Manfaat praktis

Ditinjau dari permasalahan, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1) Bagi debitur pailit, agar memiliki pengetahuan mengenai gugatan-gugatan hukum mengenai harta pailit oleh dan terhadap debitur pailit.

2) Bagi kreditur, agar memahami gugatan-gugatan hukum mengenai harta pailit dalam kepailitan.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan judul skripsi penulis “Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur,” adalah sebagai berikut:

1. Akibat Hukum Pemberian Corporate Guatantee Oleh Induk Perusahaan Terhadap Periklanan Anak Perusahaan Dalam Perkara Kepailitan (Analisis Perkara Kepailitan No. 05/pailit/1998/Pengadilan Negeri)

2. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Utang Pajak Perseroan Ditinjau Dari Hukum Kepailitan Dan Hukum Pajak.

3. Perlindungan Hukum Terhadap Bank Sebagai Kreditur Pemegang Hak Tanggunggan Dalam Penangguhan Eksekusi Jaminan Berkaitan Dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan PKPU

Melihat beberapa judul skripsi diatas, maka judul skripsi yang akan dibahas tersebut belum pernah dituliskan. Skripsi tersebut diatas tidak ada secara khusus


(14)

menjelaskan dan membahas akibat kepailitan terhadap gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur dalam kepailitan. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam dunia usaha, wajar terjadi perjanjian utang-piutang. Namun tidak jarang pula terjadi situasi dimana debitur dalam kondisi tidak membayar utangnya baik karena tidak mampu ataupun tidak sanggup membayar kembali utang-utangnya tersebut. Dengan dua orang atau lebih kreditur dan salah satu diantaranya telah jatuh tempo maka kreditur dapat menggugat pailit debitur tersebut.

Menurut UU Kepailitan dan PKPU, yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailiit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.3

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak membayar ini lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sementara kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan akan

3 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Pasal 1 .


(15)

dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditur.4

Keadaan tidak membayar adalah keadaan debitur berhenti membayar utangnya dan sudah jatuh tempo, meskipun telah ditagih dan debitur tidak membayar utangnya tersebut. Debitur ini dapat dimohonkan pailit oleh dua atau lebih kreditur yang salah satu diantaranya sudah ada utang yang telah jatuh tempo. Selanjutnya pengadilan dapat memeriksa gugatan tersebut dan apabila terbukti debitur tidak membayar utangnya dengan pembuktian yang sederhana maka Hakim Pengadilan Niaga dapat memberikan keputusan pailit kepada debitur pailit tersebut.

Kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur.

Menurut R. Soekardono kepailitan adalah penyitaan umum atas harta kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihannya sehingga Balai Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan hartadari orang yang pailit. Sementara menurut Memorie van Toelichting (Penjelasan Umum) bahwa kepailitan adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan siberutang guna kepentingannya bersama para yang mengutangkan.5

Menurut Siti Soemarti Hartono, kepailitan adalah suatu lembaga hukum dalam Hukum Perdata Eropah sebagai realisasi dari dua asas pokok dalam Hukum Perdata

4 Hadi Subhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradailan (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 11.


(16)

Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Sedangkan menurut Mohammad Chidir Ali berpendapat bahwa kepailitan adalah pembeslahan masal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya diantara para kreditur dengan dibawah pengawasan pemerintah.6

Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU menentukan kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Putusan pernyataan pailit memberi dampak terhadap debitur dan seluruh pihak yang berkaitan dengan debitur dan harta pailit. Baik kepada debitur, kurator, kreditur, maupun pihak-pihak lain yang merasa dirugikan atas penyegelan atau likuidasi harta debitur pailit. Sita umum terhadap harta pailit tersebut memberikan pengaruh terhadap pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan maupun yang sedang menggugat debitur pailit terkait harta pailit tersebut.

Selama sebelum dan setelah kepailitan berlangsung, debitur pailit dapat berhadapan dengan gugatan-gugatan hukum baik oleh debitur sendiri maupun kepada debitur tersebut. Tentunya jika terkait dengan kepiailitan maka gugatan hukum tersebut mengenai harta pailit. Gugatan hukum menurut pendapat ahli antara lain Sudikno Mertokusumo, yang menyebutkan dengan istilah tuntutan hak, adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri (eigenrichting). Kemudian dalam ketentuan Bab I Pasal I angka 2 RUU Acara Perdata merumuskan gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa yang diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.7

6 Mohammad Chidir Ali, et. all, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 10


(17)

F. Metode Penelitian

Melengkapi penelitian ini agar dapat lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, penulis menggunakan metode penelitan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.8 Adapun metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah:

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.9 Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

2. Sumber data

8 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 43.

9 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm 54.


(18)

Bahan atau data yang digunakan dalam penulisan skripsi penulis berupa data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan hukum primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum, dan data yang bersumber pada bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku ilmiah dan tulisan-tulisan hukum.10 Data sekunder terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Kitab Hukum Acara Perdata; Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

b. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku ilmiah dan tulisan-tulisan hukum, artikel-artikel, dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak, maupun media elektronik.11

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif, dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi,

10Ibid., hlm. 24. 11Ibid.


(19)

teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.12

4. Analisis data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. 13

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar tercipta karya ilmiah yang baik. Oleh karena itu, penulis membagi tulisan ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

12Ibid.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU

Pada bab ini dijelaskan mengenai kepailitan menurut Undang-Undnag No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, serta prosedur permohonan pailit, dan akibat hukum putusan pailit.

BAB III AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR

Pada bab ini dijelaskan mengenai sita umum harta paili sebagai salah satu akibat kepailitan, akibat kepailitan atas gugatan hukum terkait harta pailit oleh dan terhadap debitur serta tugas dan wewenang kurator dalam kepailitan.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PARA PENGGUGAT YANG DIRUGIKAN TERKAIT DENGAN ADANYA KETENTUAN GUGATAN YANG GUGUR DEMI HUKUM

Pada bab ini dijelaskan ketentuan gugatan gugur demi hukum dalam kepailitan, perlindungan hukum para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugatan gugur demi hukum dalam kepailitan.


(21)

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari subtansi pelulisan skripsi ini, dan saran-saran penulis berikan dengan masalah yang dibahas.


(22)

BAB II

AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU

A. Syarat dan Putusan Pailit

Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. kata pailit menandakan ketikmampuan untuk membayar serang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau yang dikenal dalam bahasa Inggris dengan “Banckrupty”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”14

Kepailitan dalam kamus karangan Black Henry Campbell (Black’s Law Dictionary) yang mengatakan bahwa pailit atau Bankrupt adalah “the state or condition of operson (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay it’s

debt as they are, or become due”. The term includes the person against whom an

involuntary petition has been field a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt. Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seseorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.15

Pengertian dan batasan pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU tidak ditemukan, hanya pengertian kepailitan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 yaitu kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam

14 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op., Cit., hlm. 11 15Ibid.


(23)

undang ini. Hal ini menegaskan bahwa kepailitan adalah sita umum bukan sita individual. Karena itu disyaratkan dalam UU Kepailitan dan PKPU bahwa untuk mengajukan permohonan pailit, harus memiliki 2 (dua) atau lebih kreditur. Dalam sita umum maka seluruh harta kekayaan debitur akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan kurator, sehingga debitur tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.16

Dalam UU Kepailitan dan PKPU juga memberikan pengertian tentang kreditur dan debitur pailit. Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Dan dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sementara dalam Pasal 1 angka 4 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan juuga debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan.

Kreditur terdiri atas kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen. Khusus kreditur separatis maupun kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU.17

Terhadap pengertian “tidak membayar”, menurut Pradjoto adalah: 1. Menolak untuk membayar;

2. Cidera janji (wanprestasi);

16 Sunarmi, Op.Cit., hlm. 29. 17Ibid., hlm. 29.


(24)

3. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya;

4. Tidak diharuskan bahwa debitur tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan memikul seluruh utangnya;

5. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai Naar De Letter, yaitu debitur pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti membayar utangnya.18

Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa hukum kepailitan bukan mengatur kepailitan debitur yang tidak membayar kewajibannya kepada salah satu kreditur nya saja, tetapi debitur harus berada dalam keadaan insolvent.19 Seorang debitur berada dalam keadaan insolvent hanyalah apabila debitur tidak mampu secara financial untuk membayar utangnya kepada sebagian besar para krediturnya. Seorang debitur tidak dapat dikatakan telah dalam keadaan insolvent apabila hanya kepada seorang kreditur saja maka debitur tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditur-kreditur lainnya debitur tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya dengan baik.20

Untuk menyatakan debitur seorang debitur pailit tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitur tersebut untuk membayar utang-utangnya, tetapi juga termasuk ketidakmampuan debitur tersebut untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang telah diperjanjian.21 Secara hukum, seorang debitur tidak dapat dikatakan insolvent meskipun asset lebih besar dari utang. Hal ini berpokok pada pangkal dari istilah ‘tidak membayar’ dalam hukum kepailitan di Indonesia.22

18 Pradjoto, ”RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan,” Makalah ini disampaikan dalam Seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project, tgl 27-28 Juli 1999 di Jakarta.

19 Sutan Remy Sjahdeini (selanjutnya Sutan Remi Sjahdeni I), “Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia,” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12,( 2002): hlm. 42-48.

20 Sunarmi, Op., Cit., hlm. 33.

21 Ricardo Simanjuntak, “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan Dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan)”, Artikel Utama, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17, Januari 2002, hlm. 6.


(25)

Sutan Remy Sjahdeini mengatakan pengertian ‘jatuh tempo’ berbeda dengan pengertian ‘dapat ditagih’. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang telah expired dengan sendirinya adalah ‘utang yang telah dapat ditagih’. Tetapi ‘utang yang telah dapat ditagih’ belum tentu telah ‘jatuh waktu’. Utang hanyalah waktu. Utang hanyalah ‘jatuh waktu’ apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai ‘jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitur sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu.23

Ketentuan dalam Pasal 1238 KUHPerdata dapat dijadikan pegangan apabila debitur tetap tidak membayar utangnya walaupun belum jatuh temo namun telah diberikan somasi untuk membayar utangnya. Dengan pasal tersebut debitur dapat ditentukan telah lalai apabila debitur dengan surat somasi tersebut telah dinyatakan lalai dan di dalam surat tersebut debitur diberi waktu tersebut lewat debitur belum juga melunasi utangnya maka debitur dianggap telah lalai. Kelalaian tersebut mengakibatkan utang debitur telah dapat ditagih.24

Apabila syarat sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU telah terpenuhi, maka hakim menyatakan bahwa debitur pailit dan bukan dapat menyatakan pailit. hal ini mengingat ketentuan bahwa prosedut pembuktian yang sumir dalam Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur dan fakta bahwa utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar sedangkan perbedaan

23 Sutan Remy Syadeini (selanjutnya disebut Sutan Remy Syadeini II), Hukum Kepailitan:

Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 (Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 2002), hlm. 70.


(26)

besarnya jumlah utang yang telah didalilkan oleh Pemohon Pailit dan Termohon Pailit tidak menghalangi dijatuhkanya putusan pernyataan pailit.25

Pihak yang dapat mengajukan pailit adalah: 1. Debitur sendiri;

2. Seorang atau beberapa orang kreditur (Pasal 2 ayat 1); 3. Kejaksaaan demi kepentingan hukum (Pasal 2 ayat 2);

4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank (Pasal 2 ayat 3); 5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal menyangkut debitur yang merupakan

Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring Dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat 4)

6. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentungan publik (Pasal 2 ayat 5)

Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit menurut UU Kepailitan dan PKPU adalah:

1. Orang perorangan

2. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum seperti maatschap, firma, dan perkumpulan komanditer.

3. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbata (PT), Koperasi dan Yayasan,

4. Balai Harta Peninggalan.

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur harus sesuai dan memeuhi syarat kepailitan menurut peraturan perundang-undangan. Esensi kepailitan


(27)

adalah debitur telah berhenti dan tidak mampu lagi membayar utang-utangnya. Artinya debitur tidak melaksanakan kewajiban membayar utang-utangnya yang telah dapat ditagih, lalu oleh pengadilan, debitur dinyatakan pailit. Seluruh harta debitur pailit berada dalam sitaan umum untuk dijual oleh kurator. Hasil penjualan itu dibayarkan kepada krediturnya secara proporsional.

Syarat permohonan pailit dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU terdiri atas:

1. Ada utang;

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.

Secara normatif, makna utang di sinni sangat luas. Utang yang terjadi bukan hanya karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit saja, tetapi juga kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian lainnya, antara lain seperti perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian pemborongan, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa-beli, dan lain-lain. Demikian juga halnya kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul karena undang-undang adalah utang. Misalnya pajak yang belum dibayar kepada negara adalah utang. Selain itu, kewajiban membayar uang berdasarkan putusan pepngadilan termasuk putusan badan arbitrase yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap termasuk juga utang.26

2. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih


(28)

Utang yang telah jatuh tempo, dapat terjadi karena beberapa hal, pertama, jatuh tempo biasa, yakni jatuh tempo sebagaimana yang disepakati bersama antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit; kedua, jatuh tempo yang dipercepat, yakni jatuh tempo yang mendahului jatuh tempo biasas karena debitur melanggar isi perjanjian, sehingga pernagihannya diakselerasi. Debitur diwajibkan mencicil utangnya setiap bulan termasuk bunga dan biaya-biaya lainnya. Apabila debitur tidak membayar angsuran cicilan kreditnya tiga bulan berturut-turut, maka jatuh tempo dapat dipercepat; ketiga, jatuh tempo karena pengenaan sanksi/denda oleh instansi yang berwenang; keempat, jatuh tempo karena putusan pengadilan atau putusan badan arbitrase. Berdasarkan kebiasaan yang berlaku di antara debitur dan kreditur, atau dapat juga dipakai sebagai dasar jatuh tempo surat tegoran atau somasi.27

Tidak semua utang dapat ditagih. Utang yang dapat ditagih adalah utang yang legal. Utang yang timbul berdasarkan perjanjian atau undang-undang. Bukan utang yang illegal utang yang timbul dengan cara melawan hukum tidak dapat ditagih melalui mekanisme dan prosedur hukum kepailitan.28

3. Ada dua atau lebih kreditur

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit harus ada dua atau lebih kreditur. Jika unsur ini tidak dapat dibuktikan, maka permohonan pailit ditolak. Untuk membuktikan adanya dua atau lebih kreditur, cukup dengan meminta daftar kreditur misalnya dari bank atau dari kantor pajak. Bilamana ada sindikasi kreditur maka unsur

27 Ibid., hlm. 92.


(29)

dua atau lebih kreditur, masing-masing kreditur sendiri dan setiap kreditur dapat mengajukan permohonan pailit.29

4. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang.

Pasal 2 ayat 1 UU kepailitan dan PKPU tidak mengharuskan debitur tidak mampu membayar utang-utangnyya. Yang disyaratkan adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Dengan demikian, bisa saja debitur mempunyai harta yang jauh lebih besar atau lebih banyak daripada utang-utangnya, tetapi debitur dapat dipailitkan karena tidak mau membayar lunas satu utang. Dengan perkataan lain, debitur bukan tidak mampu, melainkan tidak mau membayar utangnya. Jadi ada transformasi nilai dari ketidakmampuan (secara hukum) keketidakmauan (secara moral). Dari norma hukum yang menyatakan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Terbukti bahwa hukum kepailitan Indonesia memberikan perlindungan hukum yang seimbang, baik kepada kreditur maupun kepada debitur. Debitur tidak bisa semena-mena mengabaikan kewajibannya kepada kreditur lain, khususnya kreditur yang jumlah utangnya kecil. Debitur wajib memperhatikan semua kepentingan kreditur secara proporsional dan adil.30

Untuk membuktikan empat syarat permohonan pailit tersebut,dibuktikan dengan sederhana yang diatur dalam Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU artinya apabila dalam persidangan, fakta atau keadaan yang menjadi syarat permohonan pailit telah

29Ibid., hlm. 94. 30Ibid., hlm. 96


(30)

terpenuhi, maka permohonan pailit harus dikabulkan dan debitur dinyatkaan pailit. dalam praktik untuk membuktikan empat syarat permohonan pailit, alat buktinya cukup dengan alat bukti surat sebagaimana diatur dalam Pasal 1867 KUHPerdata. Tidak perlu memakai atau dilengkapi dengan alat bukti lain seperti, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR, yang lazim digunakan dlam perkara gugatan perdata.

Pembuktian sederhana tersebut, adalah adanya fakta dua atau lebih. Kreditur dan fakta utang uang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan jumlah utang yang didalilkan oleh pemohon palit dan termohon pailit tidak menjadi halangan untuk dinyatakannya pailit. keadaan tidak mau dan tidak mampu membayar itu diucapkan apabila secara sederhana terbukti ada peristiwa atau keadaan yang menunjukkan bahwa keadaan tidak mau atau tidak mampu membayar itu ada. Kendatipun sistem pembuktian perkara kepailitan sederhana namun integritas dan kapasitas dari hakim karena jabatannya apabila memeriksa dan memutus perkara kepailitan sangatlah menentukan.31

Putusan pailit adalah putasan yang diucapkan dalam sudang terbuka untuk umum yang bertujuan untuk mengakhiri suatu perkara serta memberikan kebenaran dan keadilan ats perkara dimaksud. Dalam putusan akhir tersebut ditunjuk seorang hakim pengawas dari Hakim Niaga dan diangkat seorang atau lebih kurator untuk mengurus dan membereskan asset debitur pailit. putusan pailit ducapkan dalam sidang terbuka untuk umum 60 hari dihitung sejak permohonan pailit didaftarkan. Putusan pailit diumumkan dalam Berita Negara RI dan dua surat kabar harian. 32

31 Ibid., hlm. 98.


(31)

Putusan pailit berlaku serta merta. Artinya putusan tersebut segera dapat dilaksanakan atau dieksekusi oleh kurator waaupun terhadap putusan itu duajukan upaya hukum lanjutan (kasasi) hal ini ditegaskan dalam Pasal 8 UU Kepailitan dan PKPU. Putusan pailit dihitung berlaku sejak pukul 00.00 waktu setempat. Berdasarkan Pasal 15 ayat 4 dan Pasal 17 ayat 1 UU Kepailitn dan PKPU, kurator berkewajiban mengumumkan putusan pailit di Berita Negara RI dan paling sedikit di dua surat kabar harian yang berskala nasional dan lokal, yang ditetapkan hakim pengawas. Pengumuman tersebut mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat:

1. Nama, alamat, dan pekerjaan debitur; 2. Nama hakim pengawas;

3. Nama dan alamat kurator;

4. Nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia kreditur sementara, apabila telah ditunjuk;

5. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat kreditur pertama.

Maksud pengumuman putusan pailit adalah sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar debitur. dengan pengumuman itu, maka kreditur dan/atau pihak lain yang berkepentingan dengan debitur an hartanya, tidak dapat mengajukan keberatan bahwa mereka tidak mengetahui keadaan pailit dari debitur.33

B. Prosedur Permohonan Pailit

Setelah terpenuhi persyaratan pailit, maka langkah selanjutnya yang akan ditempuh adalah prosedur permohonan pailit. UU Kepailitan dan PKPU membentuk suatu peradilan khusus yang berwenang menangani perkara kepailitan yaitu pengadilan


(32)

Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Proses permohonan putusan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UU Kepailitan dan PKPU dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pendaftaran permohonan kepailitan

Permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan atas permintaan seorang atau lebih para subjek pemohon yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Kepailitan dan PKPU. Permohonan ini ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Hal ini diatur dalam Pasal 3 UU Kepailitan dan PKPU tentang kompetensi relatif Pengadilan Niaga, yaitu:

a. Dalam hal debitur telah meninggalkan wilayah Negara RI, pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur.

b. Apabila debitur adalah persero atau firma, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan. c. Bagi debitur yang tidak berkedudukan di wilayah Negara RI tetapi menjalankan

profesi atau usahanya dii wilayah negara RI, pengadilan yang berwenang memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitur menjalankan profesi usahanya di wilayah NRI.


(33)

d. Dalam hal debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. Pemohon juga harus menyertakan berkas-berkas yang menjadi syarat-syarat pengajuan.

Setelah menerima pendaftaran tersebut Panitera Pengadilan kemudian mendaftarkan pemohonan pernyataan kepailitan pada tanggal permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Hal yang perlu diingat oleh pemohon ialah bahwa permohonan pernyataan pailit yang diajukan diri sendiri oleh kreditur ataupun debitur sendiri wajib memakai advokat yang memiliki ijin praktik beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh BI, BAPEPAM-LK, Menkeu, tidak diperlukan advokat. Adapun dasar yang menjadi pertimbangan ketentuan tersebut adalah bahwa di dalam suatu proses kepailitan dimana memerlukan pengetahuan tentang hukum dan kecakapan teknis, perlu kedua pihak yang bersengketa dibantu oleh seseorang atau beberapa ahli yang memiliki kemampuan teknis, agar segala sesuatunya berjalan dengan layak dan wajar.

2. Penyampaian kepada Ketua Pengadilan

Berkas permohonan yang diterima oleh panitera muda perdata dapat dibuatkan tanda terima sementara, berup formulir yang diisi nomor permohonan, tanggal penyerahan permohonan, nama penasehat hukum yang menyerahkan, nama pemohon, tanggal kembali ke pengadilan, dalam hal berkas perkara belum selesai diteliti. Pemeriksan persyaratan serta kelengkapan permohonan dilakukan dengan cara memberikan tanda pada formulir sehingga apabila ada kekurangan langsung dapat terlihat. Berkas permohonan yang belum lengkap dikembalikan pada penasehat hukum,


(34)

dengan dijelaskan supaya melengkapi surat-surat sesuai dengan kekurangan yang tercantum dalam formulir kelengkapan berkas permohonan. Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dalam rangkap tiga, lembar pertama untuk pemohon, kedua untuk dilampirkan dalam berkas permohonan, dan ketiga untuk kasir.

Biaya perkara di Pengadilan Niaga bersarnya ditentukan sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Niaga. Panjar biaya perkara dibayar kepada kasir, kasir setela menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM dan sekaligus mencantumkan nomor perkara baik pada SKUM maupun pada lembar pertama surat permohonan; setelah proses pembayaran panjar biaya perkara selesai, petugas mencatat data-data dan member nomor perkara. Cara menentukan nomor perkara didasarkan pada tata urutan penerimaan panjar biaya perkara. Untuk menentukan nomor perkara kasasi dan perkara peninjauan kembali digunakan nomor perkara awal; panitera selanjutnya paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan harus menyampaikan permohonan tersebut kepada ketua pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU.

3. Penetapan hari sidang

Berdasarkan Pasal 6 ayat 5 UU Kepailitan dan PKPU, pengadila paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan wajib mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.

4. Sidang pemeriksaan

Sidang pertama pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan


(35)

didaftarkan. Menurut Pasal 6 ayat 7 UU Kepailitan dan PKPU, pengadilan dapat menunda penyelenggaran sidang tersebut sampai dengan paling lambar 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Penundaan ini atas permohonan debitur dan harus disertai alasan yang cukup. Pada sidang pemeriksaan tersebut pengadilan wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditur, kejaksaan, BI, BAPEPAM-LK atau Menkeu, sedangkan apabila permohonan diajukan oleh debitur pengadilan dapat memanggil kreditur. Hal ini dilakukan jika terdapat keraguan bahwa pernyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi atau tidak. Pemanggilan oleh pengadilan ini dilakukan paling lambat 7 hari sebelum sidang pertama pemeriksaan dilaksanakan. Sidang ini selanjutnya berjalan sebagaimana proses beracara perdata biasa. Hanya saja proses beracara Pengadilan Niaga hanya berlaku dengan tulisan dan surat. Acara dengan surat berarti bahwa pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tulisan. Akan tetapi, kedua belah pihak mendapat kesempatan juga untuk menerangkan kedudukannya dengan lisan. Dalam persidangan ini pemohon harus hadir, apabila dalam sidang pertama pemohon tidak hadir, padahal panggilan telah disampaikan secara sah (patut), maka perkara dinyatakan gugur. Apabila pemohon menghendaki, dapat mengajukannya lagi sebagai perkara baru. Jika termohon tidak datang dan tidak ada bukti bahwa pemanggilan telah disampaikan kepada termohon maka sidang harus diundur dan pengadilan harus melakukan panggilan lagi kepada termohon. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditur, kejaksaan, BI, BAPEPAM atau Menkeu dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:


(36)

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur atau b. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi

1) Pengelolaan usaha kreditur; dan

2) Pembayaran kepada debitur, penagihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam mengabulkan permohon tersebut apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan kreditur.

Ratio legis dari norma ini adalah agar dalam proses kepailitan sebelum putusan dijatuhkan harta yang dimiliki debitur pailit tidak dialihkan atau ditransaksikan sehingga kemungkinan jika dialihkan atau ditransaksikan bisa merugikan kreditur nantinya. Dalam hukum kepailitan memang dikenal instrument hukum yang namanya actio pauliana, yakni suatu gugatan pembatalan ats transaksi yang dilakukan oleh debitur pailit yang merugikan kreditur. Namun, instrument ini jauh lebih rumit dan dalam praktik belum ada pernah gugatan action pauliana yang dikabulkan hakim.

5. Putusan Hakim

Menurut Pasal 8 ayat 5, putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Inilah yang membedakan antara Pengadilan Niaga dan Pengadilan Umum dimana hakim diberi batasan waktu untuk menyelesaikan perkara. Putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan harus memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda


(37)

dari hakim anggota atau ketua majelis. Secara umum isi sistematika putusan juga sama dengan putusan pada perkara perdata yang meliputi:

a. Nomor putusan

b. Kepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

c. Identitas pemohon pailit dengan kuasa hukumnya, serta termohon pailit dan kuasa hukumnya.

d. Tentang duduk perkaranya e. Tentang pertimbangan hukumnya f. Amar putusan

g. Tanda tangan majelis hakim dan panitera

Perlu diketahui putusan pernyataan palit dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum atau putusan tersebut bersifat serta merta.

C. Akibat Hukum Putusan Pailit

Suatu Putusan Pailit banyak menimbulkan berbagai konsekuensi hukum baik bagi debitur pailit, para kreditur maupun pihak ketiga. Konsekuensi hukum atau akibat-akibat hukum berlaku kepada debitur dengan dua mode perlakuan, yaitu :

1. Berlaku demi hukum.

Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai hukum tetap, ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, kurator, kreditur dan siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan


(38)

tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misal, dalam Pasal 93 UU Kepailitan dan PKPU disebutkan, larangan bagi debitur pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya (cekal), sungguhpun dalam hal ini pihak hakim pengawas masih mungkin memberi izin bagi debitur pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya.

2. Berlaku secara Rule of Reason.

Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku rule of reason, adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mepunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut. Misal, kurator, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, dan lain-lain.34

Secara umum kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan kedalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku suami atau istri dari debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.35

Hak debitur untuk melakukan segala sesuatu tindakan hukum yang berkenan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Namun keadaan ini akan berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, maka debitur demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Dan

34 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 65-66.


(39)

terhitung sejak putusan pailit diucapkan maka kewenangan debitur untuk mengurus harta kekayaan beralih kepada kurator.

Semenjak pengadilan mengucapkan keputusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang itu tidak membawa atau memberikan keuntungan atau manfaat bagi boedelnya. Sebaliknya tindakan yang tidak memberikan mamfaat bagi boedel, tidak mengikat hartatersebut.36

Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 UU kepailian dan PKPU, maka semua perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.37

Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut:

a. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas harta para pihak yang dinyatakan pailit.

b. Kepailitan semata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit. misalnya seorang tetap melangsungkan pernikahan meskpun ia telah dinyatakan pailit.

c. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari keputusan pailit diucapkan. d. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat

dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.

36 Republik Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, Pasal 19 dan 22. 37Ibid., Pasal 23.


(40)

e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur dan debitur dan hakim pengawas memimpin dan mneguasai pelaksanaan jalannya kepailitan.38

Adapun akibat-akibat kepailitan yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU antara lain:

1. Akibat hukum kepailitan bagi debitur pailit dan hartanya

Akibat kepailitan hanyalah terdapat kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailitnya.39

Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimaksudkan dengan kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.40

Untuk kepentingan harta pailit , semua perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalannya. Pembatalannya tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitur

38 Sutan Remi Sjahdeini II, Op., Cit., hlm. 225-256. 39 Sutan Remy Sjahdeini II, Op., Cit., hlm. 257.


(41)

dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditur.41

2. Akibat hukum kepailitan terhadap perikatan-perikatan yang telah dibuat oleh debitur sebelum pernyataan pailit diucapkan

a. Perikatan sepihak dan perikatan timbal balik

Menurut Pasal 26 UU Kepailitan dan PKPU, apabila pada saat putusan pernyataan pailit ditetapkan terhadap perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian tersebut dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.

Apabila dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kurator dan kreditur atau dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh hakim pengawas untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian, namun kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak yang telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren.

Sebaliknya apabila kurator menyatakan kesanggupan, maka pihak kreditur dengan siapa ia telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat minta kurator untuk memberikan jaminan atas kesanggupannya melaksanakan perjanjian tersebut.42

b. Pembatalan dan batal demi hukum

Perikatan-perikatan yang sedang berlangsung atau terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitur pailit, sedang putusan pernyataan pailit

41 Rudi A. Lontoh, Penyelesaian Utang-piutang (Bandung: Alumni, 2001)

42 Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung: Mandar Maju, 1999), hlm. 20.


(42)

telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut berakhir, kecuali jika menurut pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit.43

Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitur pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang merugikan harta pailit, UU Kepailitan dan PKPU mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan hukum (yang merugikan) tersebut dilakukan debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum terssebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Kecuali perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau undang-undang.44

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan hak kepada pihak kreditur dan atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan untuk memintakan permohonan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitur pailit, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan, baik harta pailit secara keseluruhan maupun terhadap kreditur konkuren tertentu.45

3. Akibat hukum kepailitan bagi kreditur

Pada dasarnya kedudukan para kreditur adalah sama (paritas creditorum).

Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi hartapailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorate parte). Asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan UU Kepailitan

43 Gunawan Widjaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 89.

44Ibid., hlm. 90.


(43)

dan PKPU serta peraturan perundangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas

creditorum berlaku bagi para kreditur konkuren saja.46

Lembaga penangguhan pelaksanaan hak kreditur separatis untuk memungkinkan kurator mengurus harta pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang tersangkut dalam kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian atau untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. Penangguhan eksekusi tersebut tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang.47

4. Akibat hukum kepailitan terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit

Menurut Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU, putusan pernyataan pailit mempunyai akibat, bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.

Dalam pasal tersebut dapat dilihat bahwa setelah ada pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan sekalipun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan.

46Ibid., hlm. 193.


(44)

Menurut Pasal 33 UU Kepailitan dan PKPU, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat melanjutkan pelelangan barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit.

5. Akibat hukum kepailitan terhadap barang jaminan

Setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dalam berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk mempeoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan.48

6. Akibat hukum kepailitan terhadap status hukum si pailit.

Tentang masa status atau kedudukan hukum si pailit setelah berakhirnya pemberesan yang dilaksankan oleh Balai Harta Peninggalan. Adapun status atau keadaan hukum si pailit disini dimaksudkan adalah gambaran tentang hak dan kewajiban si pailit setelah berakhirnya pemberesan. Dalam hal ini pengertian pemberesan adalah tidak selalu berarti bahwa para kreditur telah memperoleh kembali piutang mereka secaraa penuh seratus persen. Bilamana terjadi bahwa piutangnya para kreditur masih tersisa, maka sisa tersebut tetap merupakan tagihan yang harus dilunasi oleh seorang pailit, dan kreditur tersebut berhak menuntutnya.

Sebaliknya apabila dalam kesempatan membicarakan daftar pembagian penutup si debitur (yang berpiutang) dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya terhadapnya tidak boleh dikenakan paksaan badan mengenai hutang-hutang yang terbit sebelum pernyataan pailit berdasarkan jatuhnya dalam kepailitan diluar


(45)

kesalahannya atau karena alasan-alasan lain yang penting. Terhadap keputusan Pengadilan Negeri dalam hal ini tidak dapat diajukan banding, dan keputusan ini dapat dijalankan atas surat asli.

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas jelaslah bahwa meskipun seseorang telah dinyatakan pailit, orang tersebut masih mendapat perlindungan hukum. Dengan perkataan lain bahwa seseorang dinyatakan paiit masih dapat bertindak bilamana suatu tindakan yang ditujukan kepadanya akan mengakibatkan kerugian morilnya. Disamping itu pula, hal-hal yang membawa keuntungan bagi harta hartamasih dapat dilakukan oleh si pailit, karena dengan keuntungan yang diperoleh tersebut diharapkan dapat melunasi hutang-hutangnya yang sekaligus mempercepat proses pailit berakhir, dan selanjutnya pengembalian hak untuk mengurus harta kekayaan sendiri sebagaimana sebelum adanya pernyataan pailit.49

49 Victor Situmorang dan Henry Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia (Jakarta: PT. Rinekka Cipta, 1994), hlm. 99.


(46)

BAB III

AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR

A. Gugatan-Gugatan Hukum dalam Kepailitan

Dalam kepailitan, dimungkinkan adanya gugatan-gugatan hukum. Adapun gugatan hukum ini pastinya terkait dengan harta pailit. Seseorang yang hendak melakukan gugatan ke pengadilan harus memiliki dasar gugatan. Di bawah ini terdapat beberapa pengertian dari gugatan:

1. Sudikno Mertokusumo, terhadap gugatan ini, menggunakan istilah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah eigenrichting.50

2. Teguh Samudra mengatakan gugatan adalah suatu bentuk tulisan yang berisikan tentang alasan-alasan yang menjadi dasar adanya hubungan dan perselisihan para pihak dan serta permintaan pihak yang menggugat kepada pengadilan agar memutuskan hal yang dipersengketaka sebagaimana dikehendaki.51

3. Dalam ketentuan Bab I Pasal I angka 2 RUU Acara Perdata merumuskan gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa yang diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.

Prinsipnya gugatan itu sedikitnya terdiri dari dua pihak yaitu penggugat dan tergugat dan ada pula yang biasa disebut turut tergugat yaitu pihak ketiga yang masuk dalam rangka membela hak / merasa dirugikan untuk mendapatkan haknya.52Orang yang

50 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm. 33.

51 Teguh Samudra, “Strategi dan Taktik Beracara”, Makalah disampaikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU), Jakarta, 6 April 2005.

52 Fauzie Yusuf Hasibuan, Seri Pendidikan Advokat; Praktek Hukum Acara Perdata (Jakarta: Fauzie & Partners, 2007), hlm. 18.


(47)

mengajukan gugatan memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum. Namun tidak semua orang yang memiliki kepentingan dapat mengajukan gugatan semaunya ke pengadilan. Seseorang yang tidak menderita kerugian mengajukan gugatan, tidak mempunyai kepentingan dan wajar apabila gugatannya tidak diterima oleh pengadilan. Hanya kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum saja yang dapat diterima sebagai dasar tuntutan hak.53

Ciri-ciri gugatan adalah: pertama, perselisihan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa; kedua, sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak; ketiga, bersifat partai dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat.

Bentuk gugatan ada dua bentuk yakni tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg) dan lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg). Tentang gugatan lisan bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan (Pasal 120 HIR).

Dewasa ini gugatan lisan sudah tidak lazim lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4 Desember 1975 No. 369 K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan gugatan secara lisan. Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima/ NO. ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/ kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokat/pengacara makka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa baca tulis.


(48)

Syarat gugatan adalah: 1. Gugatan dalam bentuk tertulis;

2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan;

3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi). Isi gugatan menurut Pasal 8 No. 3 vRv gugatan memuat:54 1. Identitas para pihak.

Identitas para pihak adalah ciri-ciri dari penggugat dan tergugat yaitu nama serta tempat tinggalnya, kalau mungkin juga agama, umur dan status kawin.

2. Dasar atau dalil gugatan/posita/fundamentum petendi

Terdiri dari dua bagian yaitu bagian yng menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa dan bagian yang menguraikan tetang hukum. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduk perkara, sedang uraian tentang hukum adalah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. 3. Tuntutan/petitum

Adalah apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan akan diputuskan oleh hakim. Petitum itu akan mendapatkan jawabannya di dalam dictum atau amar putusan.

Terkait dengan kepailitan, putusan pailit memiliki konsekwensi salah satunya adalah terhadap gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit, hanya berhubungan dengan harta pailit saja. Gugatan-gugatan dalam kepailitan dapat merupakan gugatan actio pauliana, gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit maupun gugatan yang diajukan oleh debitur pailit melalui kurator, baik yang dilakukan sebelum adanya putusan pernyataan pailit maupun setelah adanya


(49)

putusan pernyataan pailit. Gugatan-gugatan tersebut, jika dilihat dari asal gugatannya ada dua jenis yakni gugatan yang diajukan terhadap debitur dan gugatan yang diajukan oleh debitur. Istilah tuntutan hak dan gugatan dipergunakan secara besamaan dan UU Kepailitan dan PKPU. Hal ini dapat dilihat dalam ketenttuan Pasal 26-30 dan Pasal 47 UU Kepailitan dan PKPU.

Secara umum dalam UU Kepailitan dan PKPU terhadap gugatan-gugatan yang ada dalam kepailitan menyangkut harta pailit dan gugatan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26 ayat 1. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan dan ini telah jelas diatur dalam Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU.

Gugatan dalam kepailitan dapat diajukan atau diteruskan oleh dan terhadap debitur pailit. Prinsipnya setiap gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan terhadap kurator. Gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan dan menyangkut harta pailit, tidak dapat dilakukan. Ketentuan Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU ini menunjukkan bahwa gugatan yang ada selama kepailitan dan bertujuan untuk memperoleh suatu pemenuhan perikatan dari harta pailit tidak ada, tidak dibolehkan, tidak diatur. Untuk memperoleh pemenuhan perikatan hanya dapat dilakukan dengan pengajuan pendaftaran agar dicocokkan. Gugatan diajukan kepada debitur pailit dapat terjadi karena akibat kepailitan debitur yang merugikan penggugat misal kerugian tersebut berdasarkan pada kontrak timbal balik yang tidak boleh dilanjutkan.


(50)

Debitur pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU dapat mengajukan suatu tuntutan hukum kepada tergugat diluar tanggungan harta pailit (Pasal 28 ayat 1 dan 2). Namun jika mengajukan gugatan yang terkait dengan harta pailit maka yang menjadi tergugatnya memiliki hak untuk menangguhkan guna memanggil kurator agar mengambil alih perkara, karena pada dasarnya dengan adanya putusan pernyataan pailit debitur paiit tidak mempunyai kewenangannya terhadap harta pailit.

Kemudian selain gugatan-gugatan tersebut di atas ada dikenal gugatan actio pauliana. Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitur, dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun hak tersebut tidak berlaku bagi perbuatan hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang. Hal-hal tersebut di atas diyatakan dalam Pasal 41. Gugatan actio pauliana diajukan oleh kurator ke pengadilan dan kreditur dapat mengajukan bantahan terhadap tuntutan kurator.

B. Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur.

Putusan pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan debitur. Kekayaan tersebut akan dikuasai oleh kurator. Kurator kemudian yang akan mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Seluruh harta debitur pailit diurus oleh kurator


(51)

dibawah pengawasan hakim pengawas. Hukum kepailitan ini sangat melindungi harta pailit sebagai sita umum terhadap pembayaran utang kepada kreditur-kreditur. Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi bahwa gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.

Gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan jika gugatan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman maka penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit, sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat 2. Suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur (Pasal 29 UU Kepailitan dan PKPU). Gugatan gugur berbeda dengan gugatan batal. Apabila gugatan batal sejak awal tidak memiliki kekuatan hukum atau dianggap tidak terjadi karena tidak memiliki dampak hukum apapun, berbeda dengan gugatan gugur memiliki kekuatan hukum namun gugatan tersebut digugurkan karena tidak adanya keseriusan kepada penggugat dalam perkara tersebut.

Suatu tuntutan hukum yang diajukan oleh debitur dan yang sedang berjalan selama kepailitan berlangsung menurut Pasal 28 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim. Mengenai mengambil alih perkara maksudnya adalah pengalihan kedudukan kreditur sebagai tergugat, dialihkan kepada kurator (penjelasan Pasal 28 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU). Pasal 28 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, jika kurator tidak


(52)

mengindahkan panggilan tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, dan jika hal ini tidak dimohonkan maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Ketentuan tersebut juga berlaku juga dalam hal kurator menolak mengambil alih perkara tersebut. Permohonan pengguguran gugatan itu adalah hak dari tergugat yang bisa dipergunakan atau tidak. Apabila tergugat tersebut menggunakannya maka diberlakukanlah pengaturan pengguguran gugatan dalam Pasal 124 HIR. Selanjutnya tanpa mendapat panggilan, setiap waktu kurator berwenang mengambil alih perkara dan mohon agar debitur dikeluarkan dari perkara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Kurator setiap waktu dapat mengambil alih perkara tersebut. Meskipun telah beberapa lama kurator tidak mengindahkan atau secara jelas menolak untuk mengambil alih kasus tersebut, namun jika kurator menganggap perlu untuk mengambil kembali atau memperhatikan kembali kasus tersebut maka kurator diperbolehkan untuk mengambil kasus tersebut kembali. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU.

Menurut Pasal 30 UU Kepailitan dan PKPU jika suatu perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitur sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitor tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan kreditur dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya.

Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU menentukan:

1. Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan


(1)

1. Keluarnya putusan vestek

2. Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan

3. Verzet dimasukkan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya.

Dalam pasal 276 Rv, untuk kepastian hukum, putusan pengguguran gugatan diberitahukan kepada penggugat. Pemberitahuan dilakukan oleh juru sita, sesuai dengan ketentuan Pasal 390 HIR. Dengan adanya pemberitahuan ini menjadi dasar penggugat untuk melakukan upaya hukum yang proporsional untuk hal tersebut. Dalam putusan pengguguran ini tidak melekat unsur ne bis in idem, sehingga putusan ini tidak termasuk putusan yang disebut dalam Pasl 1917 KUHPerdata. Oleh karena itu, Pasal 124 HIR memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan itu kepada PN untuk diproses sebagaimana mestinya. Terhadap pengajuan kembali gugatan itu, tergugat tidak dapat mengajukan keberatan atau perlawanan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU sangat memberi dampak kepada debitur dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan debitur terutama yang menyangkut harta kekayaan debitur pailit. Dengan pailitnya debitur maka debitur tidak memiliki hak lagi dalam pengurusan harta kekayaannya dan dialihkan kepada seorang kurator. Harta debitur pailit dimasukkan kedalam budel pailit dan dijadikan jaminan utang debitur sebagai pembayaran utang ke seluruh kreditur. Akibat kepailitan ini dapat merugikan berbagai pihak yang berhubungan dengan debitur pailit terkait harta pailit sehingga pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan terkait harta pailit.

2. Akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur adalah jika diajukan oleh debitur, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim dan apabila kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut atau menolak mengambil alih perkara tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan, jika hal ini tidak dimohonkan, maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Terhadap gugatan yang diajukan kepada debitur pailit


(3)

selama bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan kepada debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.

3. Perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya ketentuan gugur demi hukum cukup melindungi penggugat. Gugatan penggugat yang sedang atau yang akan menggugat debitur pailit terkait dengan harta pailit yang dinyatakan gugur demi hukum dapat memintakan penundaan perkara dengan waktu tertentu untuk mengalihkan gugatan tersebut kepada kurator. Perkara akan ditunda dan akan dilanjutkan dalam pencocokan piutang. Jika tuntutan tersebut dibantah pada waktu pencocokan piutang dan pihak yang membantah menjadi pihak yang menggantikan posisi debitur pailit dalam perkara yang bersangkutan dan diperiksa secara sederhana. Apabila sebelum putusan pailit diputuskan sudah sampai pada tahap penyerahan berkas perkara kepada hakim untuk diputus, penundaan perkara tersebut memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan perkara.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Hendaknya dalam menghindari adanya tuntutan yang gugur demi hukum ini para pihak pelaku bisnis yang dapat dimungkinkan dijatuhi putusan pailit lebih intens memperhatikan berita-berita baik di Koran nasional maupun lokal untuk


(4)

menghindari menggugat pada saat kepailitan debitur yang mengakibatkan gugatan gugur demi hukum.

2. Hendaknya pelaku bisnis baik kreditur dan debitur menyimpan seluruh bukti-bukti transaksi utang-piutang dengan baik sehingga dalam pembuktian piutang yang diakui dapat dibuktikan dan diperiksa secara sederhana.

3. Hendaknya debitur pailit dapat cekatan dalam memeriksa sendiri catatan pengakuan piutang para kreditur yang diakui atau tidak diakui kurator di dalam salinannya di kantor kurator. Sehingga dapat memeriksa silang dengan bukti utang piutang yang dimilikinya untuk dicek kembali.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

Ali, Mohammad Chidir. Kepailitan dan Penundaan Pembayaran. Bandung: Mandar Maju, 1995.

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar. Metode Peneliian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum USU, 2009.

Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010.

Hasibuan, Fauzi Yusuf. Seri Pendidikan Advokat: Praktek Hukum Acara Perdata . Jakarta: Fauzie & Partners, 2007

Lontoh, Rudi. A. Penyelesaian Utang-piutang. Bandung: Alumni, 2001.

Manik, Edward. Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Dilengkapi Dengan Studi Kasus Kepailitan). Bandung: Mandar Maju, 2012

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1979. Pradjoto, “RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan” (Makalah ini disampailkan

dalam seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project , tanggal 27-28 Juli 1999)

R. Suryatin. Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.

Subhan, Hadi. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana, 2008.

Sunarmi. Hukum Kepailitan Edisi 2. Jakarta: Sofmedia, 2010. Soekanto, Soejono. Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.

Syahdeini, Sutan Remy. “Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia.” Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, Vol. 12 (2002).


(6)

Simanjuntak, Ricardo. “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan).” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17 (2002).

Sinaga, Syamsudin. Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2012.

Samudra, Teguh. “Strategi dan Taktik Beracara.” (Makalah disampaikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU), Jakarta, 6 April 2005).

Viktor Situmorang dan Henry Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.

Waluyo, Bernadette. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju, 1999.

Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

\

II. Perundang-undangan

Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

Republik Indonesia. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU III. Website

Syarat Kepailitan. http://www.tanyahukum.com/kepailitan/22/syarat-syarat-dinyatakan-pailit/ (diakses 7 September 2013)

Pelaksanaan Putusan Pailit Oleh Kurator.