Filsafat ke-Tuhanan dalam Islam

BAB I KONSEP KE-TUHANAN DALAM ISLAM

1. Filsafat ke-Tuhanan dalam Islam

Ciri-ciri pemikiran kefilsafatan adalah : Konsepsional, Saling berhubungan antar jawaban-jawaban kefilsafatan Koheren, Sistematis, Rasional, Komprehensip, Universal dan Mendasar Radikal. Filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar knowledge of truth, sedangkan tujuan agama juga menerangkan apa yang benar dan apa yang baik. Seperti pendapatt al-Kindi bahwa yang benar pertama alhaqqul-awwal = the First Truth adalah Tuhan. Untuk itu dikatakan bahwa filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar. Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan menurut al-Kindi adalah Pencipta. Alam bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau qadim, tetapi mempunyai permulaan. Oleh karena itu al-Kindi dalam hal ini lebih dekat dengan filsafat Plotinus, yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam dan sumber dari segala yang ada. Alam adalah emanasi dari Yang Maha Satu Harun Nasution, 1978. Dalam semua kitab suci, adanya Tuhan dianggap secara terang-terangan sebagai kebenaran axioma. Akan tetapi dalam Al-Quran dijumpai banyak bukti untuk membuktikan adanya Dzat Yang Maha Luhur, Pencipta dan Pengatur semesta alam, yaitu Allah swt. Setidaknya ada tiga bukti dalam Al-Quran, yaitu : 1. Bukti yang diambil dari kejadian alam atau disebut dengan pengalaman jasmani manusia 96:1, 87:1 – 3, 51:47 – 49, 36:36, 43:12; 67:3 -4, 55:5 – 6, 36:38 – 40, 41:11, 45:12 – 13, 7:54, 2. bukti tentang kodrat manusia atau pengalaman ruhani manusi 52:35 – 36, 43:9, 7:172, 30:30, 50:16, 56:85; 41:51, 30:32, 16:53 dan 3. Bukti yang didasarkan atas Wahyu Tuhan kepada manusia 68:2 – 3, 108:1, 94:5, 93:4 – 5, 81:19 – 20, 17:79, 20:1 – 2, 30:4 – 5, 40:51, 25:10, 24:55, 48:28, 72:24, 54:44 – 45, 3:11. Selanjutnya, konsep ke-Tuhanan dalam Islam sepenuhnya membahas tentang ke-Esaan Allah sebagai inti dari ajaran keimanan yang lazim disebut dengan istilah Tauhid. Kalimat Tauhid yang terkenal adalah laa ilaaha illallaah artinya tidak ada Tuhan selain Allah, mengandung maksud bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah selain Allah. Menurut Al-Quran mengandung arti bahwa Allah itu Esa Dzat-Nya, Sifat-Nya dan Afal-Nya Perbuatan-Nya. Esa Dzat-Nya maksudnya adalah bahwa bahwa tidak ada Tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi- Nya, Esa Sifat-Nya maksudnya adalah tidak ada dzat lain yang memiliki satu atau lebih sifat-sifat ke-Tuhanan yang sempurna, sedangkan Esa Afal-Nya adalah bahwa tidak ada satu kekuatanpun yang bisa melakukan pekerjaan yang telah 1 dikerjakan oleh Allah. Ajaran Tauhid digambarka secara simple dan indah oleh Al-Quran surat Al-Ihlash 112:1 – 4. Lawan Ke-Esaan atau Tauhid adalah Syirik, artinya persekutuan yang jika diambil jamaknya kalimat tersebut menjadi Syurakaa, artinya sekutu. Dalam Al- Quran kalimat syirk digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan lain dengan Allah, baik persekutuan itu mengenai Dzat-Nya, Sifat-Nya atau Afal-Nya, maupun mengenai ketaatan lain yang seharusnya ditujukan kepada Allah semata. Dalam Al-Quran diterangkan bahwa syirk adalah perbuatan dosa paling berat yang perlu dijauhi dan diwaspadai 31:13, 4:48, 2:30, 45:12 – 13, 2:34, 6:165, 7:140; 3:63, 9:31, 25:43, dsb. Berbagai macam syirik yang diuraikan dalam Al-Quran menunjukkan, bahwa ajaran Tauhid menganugerahkan kepada dunia sebuah amanat tentang peningkatan kemajuan dalam segala bidang, baik jasmani, akhlak maupun rohani. Manusia bukan saja dibebaskan dari perbudakan oleh barang yang hidup atau mati, melainkan pula dibebaskan dari penyembahan kepada kekuatan alam yang besar dan mengagumkan. Justru manusia harus menakklukkan itu semua guna kepentingan manusia itu sendiri. Nabi Muhammad saw sebagai seorang hamba pilihan Allah diperintahkan supaya mengatakan : Aku hanya manusia biasa seperti kamu; hanya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa 18:110. Dengan demikian, segala belenggu yang mengikat jiwa manusia harus dipatahkan; dan manusia berjalan diatas jalan yang menuju kearah kemajuan. Jiwa budak tidak akan mungkin berbuat sesuatu yang baik dan besar; oleh sebab itu syarat pertama untuk mencapai kemajuan ialah, membebaskan jiwa dari segala macamperbudakan yang membelenggu; ini hanya bisa dicapai dengan Tauhid.

2. Keimanan dan Ketaqwaan