PERAN ILMU KE TUHANAN DALAM PENEGAKAN HU

PERAN ILMU KE-TUHANAN DALAM PENEGAKAN
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Gialdah Tapiansari Batubara1, Barda Nawawi Arief2

ABSTRAK

Ketidakadilan dalam penyelesaian kasus-kasus pidana seolah tak pernah berhenti.
Kondisi ini berakibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum dan
hukum. Solusi utama bagi hilangnya keadilan adalah ilmu Ke-Tuhanan. Penegakan
hukum dengan melandaskan pada prinsip-prinsip ke-tuhanan merupakan kunci utama
mewujudkan keadilan. Ilmu Ke-Tuhanan yang di dalamnya terkandung nilai kearifan
Tuhan merupakan hukum asli dengan nilai alami yang memang sudah seharusnya
ada, tidak memerlukan landasan yuridis dalam sistem hukum (pidana) di Indonesia.
Sehingga apa yang selama ini ditemukan dalam ketentuan undang-undang terkait
ilmu Ke-Tuhanan bukanlah merupakan landasan yuridis melainkan merupakan
ketentuan undang-undang yang memberikan penekanan mengingatkan akan arti
pentingnya Ilmu Ke-Tuhanan.
Kata kunci : Ilmu Ke-Tuhanan, Penegakan Hukum, Sistem Hukum Pidana
ABSTRACT

Injustice in solving criminal cases as if never stopped. This condition results distrust

to the law and law enforcement. The main solution for the loss of justice is a science
to the deity. Law enforcement with the bases on the principles to the deity is the key
to uphold the justice. The science to the deity contains the value of God and it is the
original law of the natural values that are supposed to exist, it does not require the
juridical basis of the (Criminal) law system in Indonesia. So, what has been found in
the provisions of law related to the science of the deity is not a legal basis but is a
statutory provision that gives emphasis to the importance of Sciences to deity.
Keywords : Sciences to deity, Law enforcement, Criminal law system

1
2

Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP
Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP

1

A.

PENDAHULUAN


yang disebabkan kasus tersebut

Ketidakadilan yang dirasakan

tidak melibatkan para tokoh atau

oleh

masyarakat,

dalam

pejabat penting sebuah instansi

penyelesaian kasus-kasus pidana

penegak hukum. Padahal siapa pun

seolah tak pernah berhenti dan akan


subyek

bergulir

demi

bukan sebuah persoalan, karena

peristiwa yang merupakan peristiwa

dalam sistem hukum kita telah

hukum terus menjadi warna bagi

menganut persamaan di hadapan

proses penegakan hukum pidana di

hukum.


terus.

Peristiwa

Indonesia. Sebut saja misalnya

hukumnya

seharusnya

Kondisi demikian tidak hanya

kasus Udin Bernas, Kasus Andi M.

merugikan

Galib, Kasus Lakoro, Kasus salah

dijadikan korban keganasan dalam


tangkap

peristiwa

penegakan hukum, tapi juga dapat

kasus

melukai setiap anak bangsa yang

kematian anak dari Indra Azwan,

mencintai negeri ini. Terlebih lagi

sampai kasus pencurian yang nilai

negeri

kerugiannya sangat kecil.


sebagai negara berdasarkan hukum

dalam

pembunuhan

Asrori,

Contoh-contoh

tersebut

bukan

para

ini

telah


berdasarkan

aktor

yang

mendasarkan

kekuasaan

merupakan kasus kecil, dikatakan

belaka sebagaimana diatur dalam

sebagai kasus kecil karena ada

Pasal 1 ayat (3) UUD Negara R.I.

kecenderungan


Tahun 1945. Jika kondisi ini terus

kasus-kasus

lain

yang serupa tapi tak terungkap,

menerus

2

dibiarkan

maka

akan

terjadi


ketidakpercayaan

kecurigaan

terhadap

atau

penyakit tidak percaya atau curiga,

penegak

maka

main

hakim

sendiri


hukum dan hukum itu sendiri

merupakan bagian

dihadapan masyarakat.

dekat dengan penyakit tersebut

yang paling

Tepatlah apa yang dikatakan

Berkaitan dengan persoalan-

oleh Barda Nawawi Arief bahwa,

persoalan di atas, perlu dicarikan

betapa kacau dan tidak tenteramnya


solusi yang tepat guna menciptakan

kehidupan

apabila

penegakan hukum pidana yang

lagi

baik, sehingga keadilan merupakan

penyelesaian

hal yang diutamakan dalam setiap

masyarakat

masyarakat

tidak

mempercayakan
masalah-masalah

mereka

hukum.3

penegak

pada

penyelesaian

Bahkan

perkara

yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga

menurutnya sistem peradilan pidana

peradilan,

yang ada dalam hal-hal tertentu

penyelidikan sampai pada tingkat

dapat

putusan di pengadilan.

dilihat

sebagai

faktor

mulai

dari

tingkat

viktimogen.4

Salah satu hal yang utama

Negara membuat aturan apa dan

bahkan cenderung serius sebagai

melindungi siapa. Seterusnya jika

bentuk

masyarakat

dihinggapi

keadilan dalam penegakan hukum

3

Barda Nawawi Arief, 2005, Beberapa Aspek
Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum
Pidana, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, hlm. 6.

pidana adalah pemahaman yang

4

Barda Nawawi Arief dalam Muladi dan Barda
Nawawi Arief, 1998, Teori-teori dan Kebijakan
Pidana, Bandung, Penerbit Alumni, hlm. 196.

kriminogen

dan

terus

solusi

bagi

hilangnya

baik mengenai hukum Ke-Tuhanan,
dalam hal ini Moeljatno pernah

3

menyatakan

bahwa

ilmu

1.

pengetahuan

(termasuk

ilmu

Tuhanan bagi Penegakan Hukum

hukum, pen.) yang tidak dibarengi

Peran

Ilmu

Ke-

Pidana di Indonesia.

dengan ilmu Ke-Tuhanan adalah

Ilmu

tidak lengkap.5
Jika

Penting

Ke-Tuhanan

pada

hakikatnya merupakan ilmu yang

ilmu

Ke-Tuhanan

memiliki peran sangat strategis

penting,

sebagaimana

dalam meletakkan dasar hukum

yang tercermin dari pernyataan

bagi sebuah perkara pidana,

Moeljatno tersebut, maka hal yang

sehingga

cukup mendasar adalah di mana

sebuah putusan yang merupakan

letak pentingnya ilmu Ke-Tuhanan

proses akhir dari penyelesaian

dalam penegakan hukum pidana di

perkara

Indonesia?, dan apakah ilmu Ke-

wujud keadilan, yakni suatu

Tuhanan tersebut memiliki dasar

keadilan yang dapat dirasakan

legitimasi yang kuat dalam sistem

oleh

hukum (pidana) di Indonesia?

berperkara,

demikian

dengan

pidana

menemukan

semua

Siregar

demikian

pihak

sehingga

pernah

yang
Bismar

menyatakan

dalam sebuah stasiun televisi

B. PEMBAHASAN

bahwa
suatu

“dalam
perkara

memutuskan
saya

bertanya

dalam hati apakah Alloh dan
5

Moeljatno, 1985, Membangun Hukum Pidana,
Jakarta, Penerbit Bumi Aksara, hlm. 23.

Rosulnya ridho atau tidak?”.

4

Pernyataan Bismar Siregar

daripada

sangat

kuat,

karena

Apa yang dikatakan oleh

menurutnya “dalam peradilan di

Bismar

Indonesia,

merupakan

dengan

maksiat

enam puluh tahun”.7

tersebut tentu dengan alasan
yang

melakukan

tegas

Siregar

tersebut

petunjuk

bahwa

disebutkan bahwa dasar seorang

betapa pentingnya ilmu Ke-

hakim

Tuhanan

dalam

mengambil

dalam

meletakkan

keputusan adalah demi keadilan

hukum sehingga putusan hukum

berdasarkan

yang

ketuhanan

Yang

dilakukan

oleh

hakim

Maha Esa”.6 Bahkan menurutnya

betul-betul dapat mewujudkan

seorang

hendaknya

keadilan, salah satu tuntunan

Rosulullah

Tuhan dalam penyelenggaraan

mengingat

hakim
pesan

“wahai abu Hurairah, keadilan

hukum

satu

berkeadilan

jam

lebih

utama

dari

(pidana)

yang

adalah

“apabila

ibadahmu puluhan tahun, sholat,

menetapkan hukum di antara

zakat dan puasa. Wahai Abu

manusia

Hurairah, penyelewengan hukum

menetapkan dengan adil”.8

satu jam lebih pedih dan lebih

supaya

Pemahaman

besar pada pandangan Alloh

Tuhanan

yang

kamu

ilmu

Ke-

baik

akan

menciptakan kultur hukum yang
6

Bismar Siregar, 1995, Hukum, Hakim dan Keadilan
Tuhan (Kumpulan Catatan Hukum dan Peradilan di
Indonesia, Jakarta, Penerbit Gema Insani Press.
hlm.19.

7
8

5

Ibid hlm. 19.
Q.S. An-Nisa ayat 58.

baik

pula,

menurut

Barda

memahami

hukum

(homo

Nawawi Arief termasuk kultur

juridicus) tetapi juga memiliki

hukum adalah Ilmu pengetahuan/

etika/moral atau yang disebut

pendidikan hukum,9 di mana

dengan “homo etichus”.11 Oleh

kualitas keilmuan dari orang-

karena

orang yang terlibat dalam proses

menegakkan

penegakan

pada hakikatnya menegakan nilai

hukum

akan

itu

berpengaruh pada kualitas proses

kepercayaan

peradilan dan kualitas keadilan.10

masyarakat.12

Bahkan lebih jauh lagi, akan
menciptakan

penegak

menurutnya
wibawa

di

Peningkatan

hukum

dalam

pendidikan

hukum

guna

meningkatkan

kualitas

yang bersih dan berwibawa, jujur

SDM

penegak

hukum

dan bermoral, tidak korup dan

sebagaimana yang dikonsepsikan

dapat

oleh Bismar Siregar dan Barda

dipercaya

nilai-nilai
keadilan,

menegakkan

kebenaran

Nawawi

Arief

tersebut

menciptakan

menunjukkan kaitan yang erat

penegak-penegak hukum yang

antara ilmu pengetahuan hukum

al-amin

dan ilmu Ke-Tuhanan. Mengenai

karena

akan

dan

(dapat
tidak

dipercaya),

hanya

sekedar

keterkaitan

antara

ilmu

pengetahuan hukum dan ilmu
9

10

Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan
Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, Penerbit
Kencana. hlm. 5.
Ibid. hlm. 7.

11
12

6

Ibid hlm. 24.
Ibid. hlm. 23.

Ke-Tuhanan Satjipto Rahardjo
mengungkapkannya

Melalui konsep penegakan

dengan

hukum yang memadukan ilmu

sangat indah sekali bahwa, ilmu

pengetahuan hukum dan ilmu

adalah forum untuk berburu

Ke-Tuhanan inilah efektivitas

kebenaran yang tidak akan bisa

penegakan

digenggamnya secara sempurna.

terwujud. Efektivitas

Otak kecil manusia hanya bisa

dapat berarti efek keberhasilan.14

menemukan

Berhasil

keping-keping

hukum

menegakan

akan
di

sini

wibawa

kebenaran, sedangkan kebenaran

hukum

sejati adalah milik Alloh. Di sini

kepercayaan

ilmu pengetahuan dan religi

terhadap penegak hukum dan

bertemu.13 Untuk itulah dalam

hukum

penegakan hukum pidana di

peningkatan

masa yang akan datang, perlu

integral

adanya

pemahamam

pengetahuan

sinergi
ilmu

antara

sekaligus

menegakan
masyarakat

itu

sendiri.
keilmuan

akan

Karena
yang

meningkatkan

terhadap

hukum

hukum

secara utuh bahwa hukum bukan

(pidana) dan pengetahuan ilmu

semata-mata hanya sebuah teks

Ke-Tuhanan.

undang-undang
kaku

dan

yang
hanya

sangat
bekerja

berlandaskan kepastian undang13

Satjipto Rahardjo dalam Ahmad Gunawan, BS &
Mu’ammar Ramadhan, 2006, Menggagas Hukum
Progresif Indonesia, Semarang, Penerbit Pustaka
Pelajar, IAIN Walisongo & Program Doktor Ilmu
Hkum Undip, hlm. 6.

14

7

Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum
Pidana, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, hlm.
85.

undang

semata,

akan

Rahman Khan bahwa dunia

penegak

modern sepenuhnya menyadari

hukum bertindak dan berbuat di

akan problema yang akut ini.

luar kendali hukum, sehingga

Orang

keadilan

tidak

melakukan penelitian, seminar-

barang

langka

menghindarkan

para

lagi

menjadi

di

negeri

seminar,

Indonesia tercinta ini.
Terlebih

sibuk

konferensi-konferensi

internasional dan menulis bukupenegakan

buku untuk mencoba memahami

hukum yang memadukan ilmu

masalah kejahatan dan sebab-

pengetahuan hukum dengan ilmu

sebabnya

Ke-Tuhanan

diharapkan

mengendalikannya. Tetapi hasil

akan dapat mengurangi tingkat

bersih dari semua usaha ini

pertumbuhan

adalah

Indonesia,

lagi

demikian

juga

kejahatan
yang

di

oleh

sebaliknya.

dapat

Kejahatan

bergerak terus.15

merupakan

imbas dari ketidakadilan yang
dirasakan

agar

masyarakat,

Sehingga

dengan

berkurangnya

pertumbuhan

terhadap penyelesaian perkara-

kejahatan,

perkara pidana melalui lembaga

kebahagiaan masyarakat akan

peradilan,

dalam

terwujud, hal mana tercermin

penyelenggaraannya jauh dari

dari apa yang dikatakan oleh

tuntunan Tuhan, sebagaimana

Barda Nawawi Arief bahwa

yang

yang dirisaukan oleh Habib-ur-

15

8

Ibid. hlm. 17.

kesejahteraan

atau

dari

(landasan yuridis, pen.), sebab

perencanaan perlindungan sosial

hukum adat itu hukum yang asli

ialah usaha yang rasional untuk

dan sesuatu yang asli itu berlaku

menanggulangi kejahatan16 yang

dengan sendirinya, kecuali jika

biasa disebut dengan politik

ada hal-hal yang menghalangi

kriminal yang tujuan akhirnya

berlakunya.18 Jika berlakunya

adalah

hukum pidana adat sebenarnya

salah

satu

bentuk

kebahagiaan

masyarakat.17

tidak diperlukan dasar hukum
yang diambil dari ketentuan
bagi

undang-undang, sebab hukum

Penerapan Ilmu Ke-Tuhanan

adat merupakan hukum yang asli

dalam

dan sesuatu yang asli itu berlaku

2. Landasan

Yuridis

Penegakkan

Hukum

dengan sendirinya, sebagaimana

Pidana di Indonesia

pernyataan

Dikemukakan oleh Sudarto

Sudarto

tersebut,

bahwa berlakunya hukum pidana

maka Ilmu Ke-Tuhanan yang di

adat sebenarnya tidak diperlukan

dalamnya terkandung nilai-nilai

dasar hukum yang diambil dari

kearifan

ketentuan

merupakan hukum yang asli

undang-undang

Tuhan

yang

juga

dengan nilai alami yang memang
16

17

Barda Nawawi Arief, 2005, Pembaharuan Hukum
Pidana dalam Perspektif kajian Perbandingan,
Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, hlm. 3.
Barda Nawawi Arief, 2000, Kebijakan Legislatif
dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara, Semarang, Penerbit Badan Penerbit Undip,
hlm. 31.

seharusnya ada, sebenarnya juga

18

Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke II,
Semarang, Yayasan Sudarto, hlm.17.

9

tidak diperlukan dasar hukum

rumusan Pembukaan Undang-

yang diambil dari ketentuan

undang Dasar Negara Republik

undang-undang.

Sehingga

Indonesia Tahun 1945 yakni

Ke-Tuhanan

pada alinea ke empat yang

berlakunya
serta

ilmu

penerapan

Tuhanan

ilmu

dalam

Ke-

redaksional lengkapnya sebagai

penegakkan

berikut:

hukum pidana di Indonesia tidak

“Kemudian

memerlukan landasan yuridis.

untuk

Apa

Pemerintah

yang

temukan

selama
dalam

ini

kita

ketentuan

daripada

membentuk

itu
suatu

Negara

Indonesia yang melindungi

undang-undang terkait ilmu Ke-

segenap

Tuhanan

tumpah

darah

Indonesia

dan

untuk

yuridis melainkan merupakan

memajukan

Kesejahteraan

ketentuan undang-undang yang

umum,

mencerdaskan

mengingatkan

kehidupan bangsa dan ikut

bukanlah

landasan

akan

arti

pentingnya Ilmu Ke-Tuhanan.

melaksanakan

Ketentuan yang memberikan

yang

berdasarkan

penekanan mengingatkan akan

kemerdekaan,

perdamaian

arti

abadi dan keadilan sosial,

pentingnya

Ilmu

dunia

ketertiban

Ke-

Tuhanan dalam sistem hukum di

maka

Indonesia yang bersumber dari

Kemerdekaan

Pancasila

Indonesia itu dalam suatu

terdapat

dalam

10

disusunlah
Kebangsaan

Undang-Undang

Dasar

hukum dan alat kekuasaan yang

yang

ada, sehingga di negara ini

suatu

terdapat orde atau tata tertib

susunan Negara Republik

yang menjamin kesejahteraan

Indonesia

yang

moril dan materiil, fisik dan

berkedaulatan rakyat dengan

mental, melalui hukum yang

berdasar kepada Ketuhanan

berlaku,

Yang

maupun yang tidak tertulis.19

Negara

Indonesia,

terbentuk

dalam

Maha

Esa,

Kemanusiaan yang adil dan
beradab,

yang

Perlindungan

Persatuan

tersebut

tentu

tertulis

hukum
tidak

boleh

Indonesia dan Kerakyatan

bertentangan dengan Pancasila,

yang dipimpin oleh hikmat

yang

kebijaksanaan

Usman

permusyawaratan
Perwakilan

dan

baik

serta

dalam

menurut

Suparman

Pancasila

dalam

/

pengertian

dasar

negara

dengan

merupakan

sumber

kaidah

mewujudkan suatu keadilan

hukum konstitusional tertinggi

sosial bagi seluruh rakyat

yang mengatur dan

Indonesia.”

pedoman bagi negara Indonesia

Melindungi segenap bangsa

dan mengikat secara umum.20 Ini

seluruh

tumpah

darah

berarti setiap elemen bangsa baik
19

menurut M. Solly Lubis berarti,

20

melindungi

dengan

menjadi

alat-alat

11

M. Solly Lubis, 1985, Pembahasan UUD 45,
Bandung, Penebit Alumni, hlm. 24.
Suparman Usman, 2002, Filsafat Hukum dan Etika
Profesi, Serang, Suhud Sentrautama, hlm. 94.

rakyat

maupun

(penegak

penguasa

hukum)

dasar

Indonesia seharusnya menjelma

melakukan setiap tindakan yang

pada setiap tindakan penegak

dilakukannya

hukum

dalam

hukum

pidana,

tidak

boleh

Sila yang pertama Pancasila

23

dalam

menegakkan
sehingga

penegakan

di

hukum

menurut A.Gunawan Stiardja

tersebut tidak dilandasi oleh

merupakan sila yang mendasari

sikap-sikap

sila sila yang lainnya, karena ia

dan

merupakan causa prima (realitas

termasuk di dalamnya adalah

pertama)21 sehingga Pancasila

penegakan

merupakan

moral

menggunakan timbal balik yang

bahkan

dianggap saling menguntungkan

menurut Zainuddin Ali, dengan

yaitu jual beli perkara, yang pada

susunan sila-sila dalam Pancasila

prinsip

tersebut menunjukkan Pancasila

pemerkosaan terhadap nilai-nilai

sebagai dasar kerohanian negara

keadilan dan kejujuran yang

Republik Indonesia.23 Pandangan

harus

bahwa

penegak hukum.

bangsa

22

bangsa

dalam

bertentangan dengan Pancasila.

21

kerohanian

asas-asas

Indonesia.22

Pancasila

merupakan

sikap

munafik,

represif

tercela

lainnya,

hukum

merupakan

diemban

oleh

dengan

prilaku

setiap

Ketuhanan Yang Maha Esa

A. Gunawan Stiardja, 2007, Filsafat Pancasila
Bagian I (buku ajar), Cetakan XV, Semarang, hlm.13
A. Gunawan Setiardja, 2007, Filsafat Pancasila
Bagian II (buku ajar), Cetakan X, Semarang, hlm.34.
Zainudin Ali, 2008, Filsafat Hukum, Jakarta, Penerbit
Sinar Grafik, hlm. 105.

menurut

Muhammad

Hatta

memimpin cita-cita kenegaraan

12

kita

yang

menyelenggarakan

pidana juga terdapat antara lain

segala yang baik bagi rakyat dan

dalam:

masyarakat,24 sehingga dengan

1. Pasal 197 ayat (1) huruf a

demikian Ketuhanan Yang Maha

Undang-Undang

Esa menjiwai cita-cita hukum

Tahun 1981 tentang KUHAP;

Indonesia,25 yang dalam konsep

2. Pasal 8 ayat (2) Undang-

penerapannya

harus

termanifestasikan dalam setiap

2004

tindakan-tindakan hukum yang

Republik Indonesia;

beberapa

mengingatkan
pentingnya

Ilmu

sistem

2009

ketentuan

undang-undang

yang
akan

Tentang

Kekuasaan

Kehakiman.
Bismar

Siregar

pernah

arti

menyatakan bahwa penegakan

Ke-Tuhanan

hukum (peradilan) dilaksanakan

hukum

dengan

di

demi

keadilan

Indonesia bagi penegak hukum

berdasarkan

dalam

maha esa, sehingga para penegak

menerapkan

hukum

hukum

25

Kejaksaan

Undang Nomor 48 Tahun

Penekanan-penekanan

dalam

Tentang

3. Pasal 2 ayat (1) Undang-

hukum.

dalam

8

Undang Nomor 16 Tahun

dilakukan oleh para penegak

24

Nomor

Andi Hamzah & A. Sumangelipu, 1984, Pidana Mati
di Indonesia, di Masa Lalu, Kini dan di Masa yang
Akan Datang, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia,
hlm. 70.
Ibid.

ketuhanan

termasuk

yang

pengacara

dapat menegakkan hukum dan

13

itu.26

keadilan

Pandangan

penegak hukum untuk tidak

Bismar Siregar tersebut bukan

melakukan

sekedar

wacana

sesuai dengan tuntunan Tuhan,

melainkan ditunjukkannya dalam

bahkan etika seorang penegak

sebuah

penegakan

hukum selalu di dasarkan atas

hukum, misalnya dalam putusan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang

No. 20/1967 Pidana Tolakan27,

Maha Esa, ini menunjukkan

di

bahwa seorang penegak hukum

sebuah

praktik

mana

Tuhan
Pancasila
landasan
hukum

ketentuan-ketentuan

sesuai

dengan

dijadikan
dalam
tertulis

tindakan

hukum

jiwa

memiliki tanggung jawab yang

sebagai

sangat tinggi terhadap apa yang

menetapkan

ia

dalam

putuskan,

tanggung

pidana

Tuhan.

mengenai

Mendasarkan

pada

tanggung

jawab terhadap manusia dan

menyelesaikan perkara hukum
khusus

baik

jawab

di

hadapan

subversi.
C. SIMPULAN DAN SARAN

penekanan-penekanan tersebut di

26

27

1. Ilmu

Ke-Tuhanan

dalam

atas, pada inti hakikatnya tidak

penegakan hukum pidana, pada

ada ruang yang cukup bagi

inti hakikatnya memiliki tempat
yang sangat penting dan strategis

Bismar Siregar, 1993, Etika Profesi Pengacara
Indonesia dalam Pembangunan Hukum” artikel
Lokakarya Praktek Hukum dan Kepengacaraan,
Bandung, FH Unpad, hlm. 2
Wahyu Efendi (editor), 1984, Aneka Putusan Hakim
Bismar Siregar, Bandung, Penerbit Alumni, hlm. 86.

14

dalam

meletakkan

hukum

pidana

pada

landasan
setiap

penyelesaian

perkara

pidana.

pidana

di

Indonesia

tidak

Penerapan hukum pidana oleh

memerlukan landasan yuridis.

penegak

dengan

Apa yang selama ini ditemukan

prinsip-

dalam ketentuan undang-undang

hukum

melandaskan

pada

prinsip Ke-Tuhanan merupakan

terkait

kunci

bukanlah

utama

keadilan,

mewujudkan

sehingga

“Keadilan

konsep

ilmu

landasan

berdasarkan

undang-undang
memberikan

dapat diwujudkan secara nyata.

mengingatkan

Ke-Tuhanan

yang

yuridis

melainkan merupakan ketentuan

Ketuhanan Yang Maha Esa”

2. Ilmu

Ke-Tuhanan

di

pentingnya

yang
penekanan
akan

Ilmu

arti

Ke-Tuhanan

dalamnya terkandung nilai-nilai

dalam

kearifan

Indonesia yang bersumber dari

Tuhan

yang

juga

sistem

hukum

di

merupakan hukum yang asli

Pancasila

dengan nilai alami yang memang

digariskan

sudah seharusnya ada, tidak

Pembukaan

memerlukan dasar hukum yang

Dasar

diambil dari ketentuan undang-

Indonesia Tahun 1945 alinea ke

undang.

Sehingga

empat maupun dalam undang-

ilmu

Ke-Tuhanan

penerapan
dalam

ilmu

berlakunya
serta

undang

Ke-Tuhanan

penegakkan

sebagaimana
dalam

telah

rumusan

Undang-undang

Negara

organik

Republik

lainnya,

sehingga dengan demikian tidak

hukum

ada alasan bagi penegak hukum

15

untuk melepaspisahkan antara

Muladi dan Barda Nawawi Arief,
1998, Teori-teori dan Kebijakan
Pidana, Bandung: Penerbit Alumni.

hukum agama dan hukum pidana
dalam penegakan hukum pidana

Nawawi Arief, Barda, 2000, Kebijakan
Legislatif dalam Penanggulangan
Kejahatan dengan Pidana Penjara,
Semarang: Penerbit Badan Penerbit
Undip.

di Indonesia.

Nawawi Arief, Barda, 2003, Kapita
Selekta Hukum Pidana, Bandung:
Penerbit Citra Aditya Bakti.

DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur’an
Ali, Zainudin, 2008, Filsafat Hukum,
Jakarta: Penerbit Sinar Grafik.

Nawawi
Arief,
Barda,
2005,
Pembaharuan
Hukum
Pidana
dalam
Perspektif
kajian
Perbandingan, Bandung: Penerbit
Citra Aditya Bakti.

Efendi, Wahyu (editor), 1984, Aneka
Putusan Hakim Bismar Siregar,
Bandung: Penerbit Alumni.

Nawawi Arief, Barda, 2005, Beberapa
Aspek Kebijakan Penegakan dan
Pengembangan Hukum Pidana,
Bandung: Penerbit Citra Aditya
Bakti.

Gunawan, Ahmad, BS & Mu’ammar
Ramadhan,
2006,
Menggagas
Hukum
Progresif
Indonesia,
Semarang: Penerbit Pustaka Pelajar,
IAIN Walisongo & Program Doktor
Ilmu Hukum Undip.

Nawawi Arief, Barda, 2008, Masalah
Penegakan Hukum dan Kebijakan
Hukum
Pidana
dalam
Penanggulangan
Kejahatan,
Jakarta: Penerbit Kencana.

Hamzah, Andi & A. Sumangelipu,
1984, Pidana Mati di Indonesia, di
Masa Lalu, Kini dan di Masa yang
Akan Datang, Jakarta: Penerbit
Ghalia Indonesia.

Setiardja, A. Gunawan, 2007, Filsafat
Pancasila Bagian I (buku ajar),
Cetakan XV, Semarang.

Lubis, M. Solly, 1985, Pembahasan
UUD 45, Bandung: Penebit
Alumni.

Setiardja, A. Gunawan, 2007, Filsafat
Pancasila Bagian II (buku ajar),
Cetakan X, Semarang.

Moeljatno, 1985, Membangun Hukum
Pidana, Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.

Siregar, Bismar, 1993, Etika Profesi
Pengacara
Indonesia
dalam
Pembangunan Hukum” artikel

16

Lokakarya Praktek Hukum dan
Kepengacaraan, Bandung: FH
Unpad.

Siregar, Bismar, 1995, Hukum, Hakim
dan Keadilan Tuhan (Kumpulan
Catatan Hukum dan Peradilan di
Indonesia , Jakarta: Penerbit Gema
Insani Press.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I,
Cetakan ke II, Semarang: Yayasan
Sudarto.
Usman, Suparman, 2002, Filsafat
Hukum dan Etika Profesi, Serang:
Suhud Sentrautama.
Undang-undang:
Undang-Undang

Dasar
Republik
Indonesia Tahun
1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Tentang KUHAP
Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004
Tentang
Kejaksaan
Republik
Indonesia
Unang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang
Kekuasaan
Kehakiman

17