2.3. Lahan
Menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 bahwa luas minimum lahan yang dibutuhkan untuk jenjang sekolah menengah adalah 2.170 m
2
dan lahan untuk satuan pendidikan SMAMA memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap
peserta didik seperti tercantum pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Peserta Didik Rasio Minimum Luas Lahan terhadap
Peserta Didik m
2
Peserta Didik No
Banyaknya Rombongan Belajar
Bangunan Satu Lantai
Bangunan Dua Lantai
Bangunan Tiga Lantai
1 3
36,5 -
- 2
4-6 22,8
12,2 -
3 7-9
18,4 9,7
6,7 4
10-12 16,3
8,7 6,0
5 13-15
14,9 7,9
5,4 6
16-18 14,0
7,5 5,1
7 19-21
13,5 7,2
4,9 8
22-24 13,2
7,0 4,8
9 25-27
12,8 6,9
4,7
Sumber:Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007.
Untuk satu orang siswa dibutuhkan luas lahan 0.75 m
2 ,
maka 7m x 8m luas lokal = 56 m
2 .
Selanjutnya 0.75 x 56 didapatkan 42 siswa per kelas. Selain itu faktor kondisi fisik lahan sangat menentukan dalam pemilihan lokasi suatu sekolah. Yang
termasuk dalam pembahasan kondisi fisik lahan adalah 1 kondisi topografi; 2 kondisi hidrologi dan 3 kondisi tanah; 4 bebas dari bencana alam. Lebih jelasnya
mengenai kondisi fisik lahan diuraikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Kondisi topografi
Menurut Widyasa 2001 mengemukakan bahwa semakin landai lahan maka akan semakin banyak aktivitas. Artinya bahwa untuk penentuan sebuah
lokasi sekolah diutamakan didirikan pada lokasi yang landai. Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa kondisi topografi meliputi permukaan
tanah yang relatif cukup datar, lahan sekolah relatif tidak berbukit, kemiringan permukaan tanah maksimal 10, ketinggian lahan relatif masih wajar, lahan tidak
dekat dengan lereng sungai dan dalam lokasi tidak terdapat tebing curam. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa
lahan sekolah
kemiringan lahan rata-ratanya kurang dari 15, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api.
Lahan bukan merupakan daerah hutan lindung, bukan merupakan daerah resapan air, bukan merupakan daerah cadangan
air, bukan merupakan daerah purbakala dan bukan merupakan tempat keramat. 2.
Kondisi hidrologi Kondisi hidrologi lebih menyoroti keberadaan dan kondisi air pada lahan
sekolah tersebut. Jika kondisi air kurang baik maka akan berakibat tidak baik pada seluruh warga sekolah. Sebab air yang ada pada lahan tersebut dipergunakan
untuk: MCK dan keperluan lainnya. Selain itu lahan harus terhindar dari pencemaran air. Hal ini sesuai dengan Permendiknas No. 24 Tahun 2007 dan PP
RI No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Universitas Sumatera Utara
3. Kondisi tanah
Kondisi tanah perlu diperhatikan karena berkaitan erat dengan tingkat kepekaan terhadap erosi. Ada beberapa kondisi tanah yang mempunyai kepekaan
tinggi terhadap erosi ini, yaitu: regosol, litosol, organosol, dan renzina. Kepekaan terhadap erosi ini semakin rawan apabila tingkat kemiringan lahan makin curam
karena menyebabkan aliran air di permukaan makin deras dengan daya angkut yang semakin banyak. Kondisi tanah yang ideal untuk lokasi sekolah adalah:
berupa tanah darat atau tanah bekas kebunladang; lahan yang berupa tanah rawasawah atau bekas rawasawah harus siap bangun tanpa perlakuan khusus;
lahan tidak berupa tanah bekas kuburan atau bekas timbunan sawah atau bekas limbah kimia.
Intinya bahwa lahan untuk sekolah harus mempunyai kondisi yang memungkinkan hidupnya vegetasi untuk kebun percobaan, kenyamanan dan
keindahan. Tanah idealnya mencukupi seperti jenis tanah berupa bebatuan, kerikil, pasir dan lempung keras.
4. Kondisi tanah bebas dari bencana alam
Dalam perencanaan pembangunan sebuah sekolah perlu diperhatikan faktor alam sebagai salah satu faktor kenyamanan sekolah. Lahan yang digunakan untuk
lokasi sekolah hendaknya terhindar dari gangguan binatang buas, berada di wilayah bebas banjir, tidak termasuk daerah atau lingkungan yang sering
dilanda oleh angin puyuh atau topan Depdiknas.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Faktor Pemilihan Lokasi Sekolah