2.4. Faktor Pemilihan Lokasi Sekolah
Penentuan lokasi sebuah sekolah diutamakan untuk memperhatikan faktor- faktor berikut: faktor aksesibilitas; faktor pola distribusi; faktor kondisi lingkungan;
lahan sekolah dan peta pendidikan.
2.4.1. Faktor Aksesibilitas
Menurut Robinson 2003 Aksesibilitas adalah kemudahan mencapai suatu wilayah dari wilayah lain yang berdekatan. Aksesibilitas kemudahan jarak tempuh
akan mempengaruhi kestrategisan suatu lokasi, karena menyangkut kemudahan untuk menuju lokasi tersebut dari berbagai lokasi yang berada di sekitarnya atau wilayah
lainnya. Menurut Chiara dalam Yuliantarti 2003, aksesibilitas yang baik merupakan salah satu faktor strategis dalam penentuan suatu lokasi sekolah karena akan
mempermudah siswa atau peserta didik dari dan ke lokasi sekolah. Selain itu dikemukakan juga bahwa salah satu kriteria dalam pemilihan lokasi adalah tingkat
daya hubung yang baik yakni ketersediaan angkutan umum, jaringan jalan, frekuensi keberangkatan dan jarak.
Faktor aksesibilitas ini dianalisis berdasarkan wilayah terdekat yang mampu diakses sesuai peta jaringan jalan berdasarkan batasan jarak atau waktu minimum
yang diberikan antara tempat tinggal-sekolah. Jarak tempuh maksimal tempat tinggal- sekolah berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia dengan tidak membedakan
transportasi yang dipilih dan kondisi jalan yang ditempuh. Indikator yang menentukan aksesibilitas ini, yaitu: kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi dan
kedekatan lokasi dengan pusat kota.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Srour 2003 dalam jurnalnya menyebutkan bahwa tingkat aksesibilitas adalah meminimumkan waktu tempuh travel time. Dalam kondisi yang
ideal bahwa suatu aksesibilitas yang baik di suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan transportasinya pada lokasi tersebut terhubung dengan pusat-pusat
kegiatan lainnya.
2.4.2. Faktor Pola Distribusi
Faktor pola distribusi dimaksudkan untuk menganalisis penyebaran sekolah dengan melihat kesesuaian terhadap persediaan-permintaan sekolah supply-demand
sekolah. Proyeksi penduduk di masa yang akan datang dalam rangka mengetahui jumlah kebutuhan fasilitas SLTA juga akan dilakukan. Supply jumlah daya tampung
sekolah dianalisis berdasarkan standar luas minimum sekolah, luas sekolah per siswa, jumlah siswa per kelas, serta jumlah siswa per guru sedangkan demand
kebutuhan dianalisis berdasarkan jumlah penduduk usia sekolah menengah yakni 16-18 tahun. Analisis terhadap pola distribusi ini dilakukan untuk meminimalisir
kesenjangan antarwilayah untuk rasio jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah sekolah, ketidakseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan, serta keterbatasan lahan
untuk pengembangan dan pembangunan sekolah. Payung hukum untuk pola distribusi ini juga diatur di dalam standar nasional
sarana dan prasarana pendidikan yang dimuat dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD, SMP, SMA atau sederajat.
Pada satu sisi, secara kuantitas sekolah harus menjawab kebutuhan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan secara kualitas sekolah dituntut mampu
Universitas Sumatera Utara
memfasilitasi kegiatan belajar dengan standar yang terus meningkat. Pada sisi lain, sekolah harus “bersaing” dengan berbagai kepentingan dalam penggunaan lahan
sebagai konsekuensi pertumbuhan penduduk dan kota, demografi mengalami perubahan dan kebutuhan ruang terus meningkat. Hal ini memicu terjadinya
pelanggaran master plan dan perubahan tata guna lahan sehingga sedikit banyak mempengaruhi lingkungan sekolah.
2.5. Sistem Informasi Geografis SIG