RMS dan OPM Bergerak Bersama

pembatalan kunjungan. Isi surat itu juga mengatakan, penjadwalan kembali kunjungan Presiden baru dilakukan setelah memerhatikan kelanjutan proses pengadilan tuduhan pelanggaran HAM oleh Pemerintah Indonesia yang dituduhkan RMS. Sumber : jakartapress.com diakses pada tanggal 8 Juli 2011.

4.4.2 RMS dan OPM Bergerak Bersama

Gerakan Republik Maluku Selatan RMS dan Organisasi Papua Merdeka OPM disinyalir merupakan jaringan multinasional untuk merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Ketua Presidium ICMI Muda, Iqbal Parewangi di Makassar, Minggu 08 Juli 2010 menuturkan bahwa terdapat indikasi kuat adanya skenario besar yang dilakukan oleh jaringan multinasional di balik gerakan separatis RMS dan OPM, baik itu untuk tujuan disintegrasi bangsa Indonesia secara menyeluruh, mendorong pemisahan diri daerah-daerah tertentu dari kedaulatan NKRI maupun untuk berbagai tujuan lain, termasuk penjajahan ekonomi, sosial dan politik. Menurut dia, hal ini penting dicermati mengingat Maluku dan Papua merupakan pintu gerbang strategis bagi kepentingan penjajahan dan pengendalian multinasional terhadap Indonesia. Sumber : jakartapress.com diakses pada tanggal 3 Juli 2011 Adapun indikasi dari gerakan yang diperlihatkan RMS dan OPM tersebut yakni pertama, bersama GAM dan Fretilin, RMS dan OPM memiliki wadah tingkat internasional yaitu Unrepresented Nations and Peoples Organizations UNPO yang bermarkas di Belanda, dimana para pimpinan mereka sering melakukan pertemuan. Wadah koordinasi tingkat internasional tersebut menunjukkan gerakan separatis di Indonesia tidak berdiri secara terpisah. Kedua, lanjut Iqbal, kehadiran Sekretaris I Kedubes Amerika Serikat serta utusan Australia, Inggris dan negara asing lainnya pada Kongres Rakyat Papua yang berlangsung tanggal 29 Mei-4 Juni 2000 dimana kongres tersebut menggugat penyatuan Papua ke dalam NKRI yang dilakukan pemerintah Belanda, Indonesia dan PBB di masa Presiden Soekarno Sumber : http:www.indonesianvoice.com diakses pada tanggal 3 Juli 2011. Melalui Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang disiarkan dari Washington DC pada tanggal 29 Juli 2005, pemerintah Amerika Serikat memang menyatakan tidak mendukung pemisahan diri Papua dari Indonesia. Namun demikian, persetujuan mayoritas Kongres Amerika Serikat terhadap RUU 2601 itu sendiri menunjukkan sisi lain dari sikap Amerika Serikat terhadap gerakan pelepasan diri Papua dari Indonesia. Sumber : jakartapress.com diakses pada tanggal 3 Juli 2011. Gerakan separatisme RMS juga menempuh upaya alternatif serupa yang mewujud dalam wadah bernama Forum Kedaulatan Maluku FKM. FKM di Maluku melakukan berbagai upaya intersionalisasi persoalan domestik Indonesia di Maluku di mana lanjut Iqbal, Ketua FKM, Alex Manuputty mengakui bahwa jaringan FKM yang aktif terdiri dari 50 limapuluh orang, tersebar di berbagai negara, seperti Australia, Amerika, Belanda, Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya. ICMI menilai bahwa pengibaran bendera RMS di hadapan Presiden Republik Indonesia pada peringatan Hari Keluarga Nasional Harganas 2007 di Ambon pada 29 Juni 2007 dan pengibaran bendera Bintang Kejora Organisasi Papua Merdeka OPM pada acara pembukaan Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua di Jayapura, Papua, tanggal 3 Juli 2007 rupakan tindakan makar yang bertujuan menjatuhkan kewibawaan pemerintah RI dan merongrong kedaulatan bangsa Indonesia dan NKRI. “Mereka mendesak TNIPolri untuk mengusut tuntas peristiwa makar 29 Juni 2007 RMS dan peristiwa makar 3 Juli 2007 OPM serta seluruh peristiwa makar yang dilakukan RMS dan OPM dan menindak tegas seluruh pelaku dan pendukungnya termasuk mendesak pemerintah RI agar menolak campur tangan negara asing terhadap upaya menumpas tuntas gerakan separatis RMS dan OPM”. Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan TNIPolri terkesan melakukan pembiaran terhadap gerakan RMS dan OPM. “Pembiaran serangkaian peristiwa makar yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkelanjutan oleh RMS dan OPM tanpa penyikapan secara tegas dan tuntas oleh pemerintah dan TNIPolri menunjukkan lemahnya penegakan kedaulatan bangsa Indonesia dan NKRI” Sumber : http:www.indonesianvoice.com diakses pada tanggal 3 Juli 2011. Gerakan Republik Maluku Selatan RMS dan Organisasi Papua Merdeka OPM disinyalir merupakan jaringan multinasional untuk merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Untuk itu pembiaran ini tidak boleh dilanjutkan, karena hal tersebut akan merongrong kewibawaan pemerintah. Pembiaran juga akan memunculkan penilaian negatif bahwa pemerintah bersikap mendua terhadap separatisme dan terorisme. Demikian pula terhadap terorisme yang acapkali dituduhkan memiliki keterkaitan dengan aktivis Islam, selalu sigap disikapi dan ditumpas sementara terhadap separatisme RMS dan OPM yang sudah jelas keberadaan, gerakan, jaringan dan tujuannya, dibiarkan berlarut-larut. Gerakan RMS dan OPM ini merupakan bentuk terorisme yang mengancam ketenteraman manusia, separatisme merongrong kedaulatan bangsa. Separatisme merupakan terorisme terhadap kedaulatan suatu bangsa dan negara. Pembiaran tersebut hanya akan menimbulkan keretakan diantara pilar-pilar strategis penegak kedaulatan NKRI. Munculnya saling tuding dan silang pendapat secara tajam diantara TNI, Polri dan Badan Intelijen Nasional BIN, terkait siapa yang harus bertanggungjawab terhadap peristiwa pengibaran bendera RMS di depan Presiden Republik Indonesia di Ambon, merupakan salah satu bentuk keretakan NKRI. 4.5 Belanda dan eksistensi RMS Republik Maluku Selatan dibalik setiap aksi penentangan terhadap pemerintah Indonesia Setengah abad telah berlalu sejak Indonesia melepaskan diri dari penjajahan Belanda. dua negara yang tak terpisahkan satu sama lain selama lebih dari 300 tahun dalam bentuk hubungan kolonialisme itu-kini mengalami perkembangan yang saling berbeda sejak perpisahan keduanya secara de facto tahun 1949. Belanda yang praktis tidak memiliki kekayaan alam namun memiliki jiwa pedagang yang ulet tumbuh menjadi kekuatan ekonomi andal di Eropa Sementara Indonesia yang dianugerahi kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, mayoritas rakyatnya tetap saja miskin. Tak sedikit pihak yang menuding terlalu lamanya penjajahan Belanda sebagai biang keladi salah kaprahnya manajemen pembangunan Indonesia, mental korup para penguasanya, pengaruhnya pada sistem ketatanegaraan serta hukumnya, fungsi tentara yang lebih dititikberatkan pada keamanan domestik kamtibnas dan bukannya pertahanan terhadap bahayaancaman dari luar. Sebaliknya, tak sedikit pula orang Belanda yang berpendapat bahwa di antara bangsa penjajah sedunia, Belanda adalah yang terbaik dalam memperlakukan jajahannya misalnya dibandingkan Jepang. Banyak orang Belanda percaya sebagai penguasa kolonial mereka sangat disukai bangsa pribumi Indonesia, juga bahwa mereka telah memberikan nilai-nilai terbaik untuk Indonesia. Bagi Belanda, masa penjajahan di Indonesia dilukiskan sebagai tempo doeloe, istilah yang mengacu pada perasaan nostalgia romantis. Ada juga orang Belanda yang kritis terhadap sejarah kolonial di Indonesia. Tetapi, pada umumnya masyarakat Belanda cenderung segan untuk diajak berdiskusi, terutama mengenai keberadaan Belanda di Indonesia pada kurun waktu antara tahun 1945-1949. Luka psikologis ini yang membuat hubungan Indonesia-Belanda pasca kemerdekaan menjadi naik turun. Kondisi ini diperparah dengan masih eksisnya gerakan Republik Maluku Selatan RMS di Belanda. Meski kekuatannya sejauh ini dianggap kecil, namun seringkali dimanfaatkan pihak tertentu di Belanda untuk mendiskreditkan Indonesia. Belum hilangnya kerikil-kerikil yang mengganggu hubungan Indonesia-Belanda, akibat kurang masksimalnya kinerja diplomat RI di Belanda. Masalah kemerdekaan RI di Belanda serta sikap Indonesia terhadap RMS tidak pernah jelas. Hubungan luar negeri Indonesia – Belanda kedepannya akan sulit menemukan babak baru karena faktor sejarah yang akan selalu dominan, baik itu karena masa penjajahan Belanda yang berabad-abad dan masalah gerakan separatis RMS yang sampai sekarang belum terselesaikan, sehingga kedepannya hubungan luar negeri Indonesia-Belanda akan selalu berada dibawah bayang sejarah, yang menyebabkan kedudukan Indonesia tidak akan sejajar dengan Belanda karena Indonesia selalu berada dibawah tekanan Belanda, dimana posisi Belanda akan selalu berada di atas Indonesia, Indonesia tidak akan mampu menaklukan pengaruh Belanda baik dalam urusan dalam negeri Indonesia maupun dalam hubungan luar negeri Indonesia-Belanda. Pada hal dalam suatu hubungan bilateral posisi kedua negara yang menjalin hubungan dan kerjasama adalah sama karena saling membutuhkan dan menguntungkan. Tetapi hal tersebut nampaknya tidak terjadi dalam hubungan luar negeri Indonesia-Belanda, keuntungan hanya terdapat pada pihak Belanda dan Indonesia lebih sering dipermalukan mengenai masalah RMS di Belanda yang menyangkut harga diri bangsa. Eksisnya gerakan separatis RMS di Belanda secara tidak langsung akan berdampak bagi hubungan bilateral kedua negara karena walaupun tidak diakui secara langsung oleh Belanda, Belanda terkesan memelihara gerakan separatis tersebut dinegaranya. Kebebasan yang diberikan Belanda bagi RMS membuat gerakan tersebut semakin berani untuk menentang pemerintahan Indonesia melalui aksi penentangan terhadap pemerintah Indonesia. Hal tersebut menimbulkan perspektif dari sebagian masyarakat Indonesia bahwa RMS merupakan negara boneka bentukan Belanda yang masih ingin merongrong negara kesatuan Republik Indonesia NKRI karena ketidak tegasan Belanda terhadap RMS. Adapun perspektif lain yaitu kurang maksimalnya kinerja para pemerintah RI dan diplomat RI yang berada di Belanda untuk menyelesaikan masalah RMS tersebut lewat jalur Diplomasi baik dengan pemerintah Belanda dan juga pemerintah pengasingan RMS di Belanda. Sebagai sebuah negara yang berdaulat perlu mengambil tindakan tegas kepada pemerintah kerajaan negeri Belanda, yang membiarkan wilayah kedaulatannya di jadikan basis oleh kelompok yang anti Indonesia. Dalam konteks ini serupa halnya dengan meronrong kewibaan kedaulatan Indonesia, padahal negeri Belanda sudah mengakui kedaulatan Indonesia atas wilayah Maluku. Bertitik tolak dari itu, maka semestinya negeri Belanda tidak membolehkan wilayahnya dijadikan tempat bagi kelompok-kelompok RMS yang nyata-nyata bermusuhan dengan Indonesia, salah satu negara sahabat Belanda. Namun bagaimana mereka akan mengambil tindakan tegas terhadap berbagai aktifitas kaum separatisme RMS di Belanda, sementara Indonesia sendiri mengabaikannya. Tampaknya cita-cita utama bangsa Indonesia yaitu persatuan dan kesatuan bangsa, selamanya akan terusik dengan masih adanya Gerakan Separatis Republik Maluku Selatan RMS di Belanda. Selama RMS belum diberantas, mereka akan selalu berusaha untuk menentang pemerintah Indonesia dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan mereka. Tidak dapat dipungkiri aksi-aksi para aktivis RMS selalu membuat pemerintah Indonesia kaget dan kewalahan. Mereka akan selalu berusaha untuk mengumpulkan kekuatan untuk melawan Indonesia, untuk itu pemerintah Indonesia jangan hanya memandang sebelah mata atas kelompok tersebut. Mereka harus dibasmi sampai pada akarnya. Upaya pemerintah Indonesia dalam menentukan langkah-langkah kebijakan mengatasi masalah separatisme yang berkembang di Indonesia, guna menciptakan stabilisasi situasi dan kondisi dalam negeri. Manuver yang dilakukan oleh RMS telah menunjukkan bahwa sel-sel gerakan separatis di Indoensia tidak pernah mati dan berusaha selalu mencari simpati public, baik public nasional maupun internasional. Eksisnya keberadaan RMS di negeri Belanda menjadi pertanyaan besar. Bahkan, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyarankan sebaiknya Presiden mempertimbangkan pembatalan, bukan sekadar penundaan keberangkatan ke Belanda. mensinyalir ada peran Belanda di balik eksistensinya RMS hingga saat ini. Eksistensi RMS di Belanda sampai sekarang ini mengesankan dipelihara atau setidaknya diberi angin oleh pihak Belanda, kata Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum Sumber : VIVAnews.com, di akses pada tanggal 29 Juli 2011. Pengajuan tuntutan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Presiden SBY adalah salah satu contoh keberanian dan eksistensi dari dari kelompok separatisme RMS ini dibawah payung Belanda. Bagaimana tidak pengajuan tesebut sengaja diajukan bertepatan dengan kunjungan SBY ke Belanda Meski pengadilan kemudian menolak, tentu saja hal itu mempermalukan pemimpin dan rakyat Indonesia. Kasus itu menambah panjang masalah dalam hubungan Indonesia-Belanda. Kita berpikir, tidak ada perlindungan bagi gerakan itu di Belanda. Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Priyo menyarankan adanya diplomasi tingkat tinggi untuk mengklarifikasi peristiwa yang sebenarnya terjadi di Den Haag. Menurut Priyo Budi, diplomasi tingkat tinggi diperlukan untuk mengklarifikasi semua rangkaian peristiwa ini. Karena, peristiwa ini bisa mengancam sendi-sendi hubungan kedua negara. Priyo mengecam segelintir orang di Belanda yang mengajukan gugatan untuk menangkap Presiden RI. Saya sangat menyesalkan tindakan tidak tahu diri sekelompok orang Belanda yang masih mengumbar sikap sebagai tuan besar menghadapi kita sebagai rakyat Indonesia, kritik politisi Golkar ini Sumber : jakartapress.com diakses pada tanggal 3 Juli 2011. Namun jika kita perhatikan, nampak Indonesia terbukti kewalahan menghadapi isu separatis ini. Timor Timur telah membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia memang “rapuh” dalam menghadapi isu separatis tersebut. Aceh melalui gerakan Aceh Merdeka GAM, telah pula berhasil memaksa Indonesia untuk menjadikan bangsa Aceh sejajar dengan bangsa Indonesia yang akhirnya melahirkan kesepakatan Helsinski yang terkenal sekaligus kontroversial itu. Mengapa Indonesia lebih rapuh dalam menghadapi isu separatis dibandingkan dengan negara-negara lain. Ada beberapa alasan yang membuat Indonesia relatif rapuh menghadapi gerakan separatis dibandingkan isu serupa di negara-negara lain. Pertama, karena etnis Indonesia yang rawan untuk menuntut kemerdekaan memang berjumlah lebih banyak ketimbang etnis di negara-negara lain. Kedua, adanya strategi internasionalisasi terhadap isu separatis. Ketiga, lemahnya pemerintah Indonesia baik didalam negeri maupun ditingkat internasional dalam menghadapi soal ini. 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Proklamasi kemerdekaan gerakan separatis Republik Maluku Selatan bukanlah keinginan atau aspirasi seluruh masyarakat Maluku, Pada dasarnya Gerakan separatis RMS muncul akibat adanya peluang yang muncul untuk memanfaatkan isu perbedaan etnis dan ketimpangan distribusi kesejahteraan yang juga didukung oleh faktor historis dimana penjajahan Belanda ikut berpengaruh didalamnya lewat politik “pecah belah” yang ditanamkan pada masa penjajahannnya. Hal tersebut juga didukung oleh kepentingan beberapa tokoh-tokoh daerah yang merasa terancam posisinya apabila Maluku bergabung dengan RIS, sehingga terciptanyalah RMS. Pada awal munculnya RMS sampai sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa Belanda selalu berada dibaliknya, Keberadaan aktivis dan pemerintahan RMS di negara kincir angin tersebut dapat diartikan sebagai dukungan walaupun tidak diakui secara langsung oleh Belanda. Kebebasan yang diberikan Belanda terhadap RMS membuat gerakan separatis ini sampai sekarang masih eksis dan terus melancarkan aksi penentang terhadap pemerintah Indonesia. Keadaan inilah yang akan berdampak bagi hubungan luar negeri Indonesia- Belanda kedepannya, dimana hubungan kedua negara tersebut akan selalu berada dibawah bayang-bayang masa lalu. Hubungan bilateral kedua negara ini tidak akan selamanya berjalan baik karena Belanda tidak menghargai kedaulatan bangsa Indonesia, dengan membiarkan RMS berkeliaran bebas dan mengadakan pemerintahan dinegaranya. Dengan adanya RMS dinegeri kincir angin tersebut akan membuat Indonesia dan belanda sulit menemukan babak baru dalam hubungannya, dimana Indonesia akan selalu berada dibawah bayang-bayang Belanda karena faktor sejarah yang lebih dominan. 128 Keberadaan RMS di belanda juga mencerminkan ketidak hormatan Belanda terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang mana Maluku telah merupakan harga mati termasuk dalam Negara Kesatuan Rpublik Indonesia NKRI. Dan apabila masalah RMS belum dapat dituntaskan sampai pada akarnya baik oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat RMS akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hubungan kedua negara tersebut. RMS bukanlah sebuah kelompok yang dilengkapi dengan persenjataan untuk siap berperang dan memperoleh kemerdekaan tetapi mereka mempunyai kekuatan lewat rencana dan aksi yang siap dijadikan senjata untuk menentang pemerintah Indonesia. Apa lagi lewat isu internasionalisasi gerakan dimana Indonesia akan lebih susah ikut berperan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenanya, pemberantasan gerakan separatis RMS yang hanya mengandalkan kekerasan militer maupun diplomasi omong kosong, tampaknya tidak akan pernah membuahkan hasil. Upaya memperlemah munculnya gerakan separatis RMS tersebut adalah dengan langkah meminimalisasikan faktor-faktor pemicu munculnya gerakan separatis tersebut, yakni distribusi dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan gerakan separatis RMS ini : Pertama, Perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia telah dilalui dengan sangat berat, baik perjuangan fisik maupun diplomasi. Berbagai pertempuran antara tentara dan rakyat Indonesia dengan tentara Belanda terjadi di mana-mana. Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang merdeka dan berdaulat dengan wilayah meliputi bekas daerah jajahan Belanda, telah terpecah-pecah oleh politik devide et impera Belanda. Yang berakibat munculnya berbagai pemberontakan lokal radikal atau gerakan separatis khususnya Republik Maluku Selatan RMS, masalah ini tampaknya menjadi bukti nyata rasa