Diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan periode 2000-2009

(1)

GERAKAN SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

PERIODE 2000-2009

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

oleh: Desy Arisandy NIM: 106083002799

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2012


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Secara geografis Thailand dan Malaysia merupakan dua negara yang saling berdekatan satu sama lain. Kedua negara tetangga ini hanya dibatasi oleh daratan yang relatif sangat dekat. Maka wajar, bila kedua negara tersebut saling melakukan kerjasama dalam berbagai bidang, baik itu ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebaginya. Akan tetapi, dalam kurun waktu tertentu yakni sejak gerakan separatis di Thailand Selatan kembali memanas di tahun 2004, hubungan kedua negara ini sempat mengalami ketegangan. Hal ini terkait dengan adanya konflik yang mencapai skala masif di Thailand Selatan dan dampaknya yang meluas hingga ke wilayah Malaysia Utara. Berbagai upaya dan kebijakan coba ditempuh untuk mengatasi gerakan separatis tersebut. Untuk mengatasi gerakan separatis dan memperbaiki hubungan diplomatik yang sempat mengalami benturan, maka Thailand-Malaysia menempuh jalan diplomasi.

Konflik Thailand Selatan telah menjadi masalah bagi negara Thailand. Dampak negatifnya telah menimbulkan banyak kerugian bagi negara Thailand. Bahkan yang lebih parahnya lagi, Malaysia sebagai negara tetangga turut merasakan dampak negatif tersebut. Oleh sebab itu, kedua negara pun menyadari akan pentingnya untuk melakukan hubungan diplomasi agar konflik tersebut dapat selesai. Tidak hanya itu, penyelesaian konflik akan membuat hubungan Thailand-Malaysia kembali membaik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diplomasi yang dilakukan oleh Thailand dan Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan. Tidak hanya itu, juga untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan antara Thailan-Malaysia agar gerakan separatis dapat teratasi. Upaya itu pun dilakukan dengan jalan damai yakni dimulai dengan melakukan kunjungan yang dilakukan antar kedua pemimpin negara. Bahkan kedua negara pun sepakat untuk memetakan masalah yang terjadi di Thailand Selatan dan merumuskan upaya yang hendak direalisasikan kemudian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori yakni diplomasi, kerjasama keamanan, kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yakni kualitatif. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi yaitu melalui studi pustaka (library research) dengan melihat data-data sekunder yang relevan dengan tema yang tengah diangkat dalam penelitian ini. Adapun sumbernya didapat melalui buku-buku, jurnal, laporan, surat kabar, artikel, fasilitas website dan lain sebagainya.

Meskipun hingga saat ini gerakan separatis masih belum teratasi karena mereka telah berjanji akan terus melakukan perlawanan hingga diberikan hak otonomi khusus atau kemerdekaan. Selain itu, karena kesepakatan yang dilakukan demi kesejahteraan penduduk Thailand Selatan masih dirasakan belum merata oleh penduduk yang tinggal di Selatan. Oleh sebab itu, baik Thailand-Malaysia hingga saat ini masih terus berupaya mewujudkan keadaan yang kondusif di Thailand Selatan. Pada akhirnya, meskipun masih terus terjadi perlawanan dari para separatis, namun hubungan diplomatik kedua negara yang sempat mengalami ketegangan dapat kembali membaik.


(6)

ii Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diplomasi

Thailand-Malaysia Dalam Mengatasi Gerakan Separatis Di Thailand Selatan Periode 2000-2009”. Selesainya tulisan ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak terkait, baik itu tenaga, ide-ide segar, pemikiran dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai ketua Jurusan Hubungan Internasional dan Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. M. Adian Firnas, M.Si., sebagai dosen pembimbing yang dengan begitu sabar membimbing penulis, bahkan ketika sedang dalam masa-masa sulit sekalipun. Terimakasih untuk segenap ilmu, ide, pemikiran, pengalaman, kesabaran dan lain sebagainya selama ini.

4. Ali Munhanif, Ph.D., sebagai dosen pembimbing akademik penulis.

5. Badrus Sholeh, MA., yang telah bersedia meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan beliau, untuk membaca skripsi penulis dan memberikan beberapa referensi dalam tulisan ini.


(7)

iii

Motivasi beliau telah mampu dan menjadikan penulis dapat bertahan hingga saat ini. Nazaruddin Nasution, SH, MA., terimakasih untuk segenap pengetahuan dan ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh studi di program Hubungan Internasional.

7. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan pengalaman sehingga penulis mampu melewati semua ini.

8. Segenap Staf Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. My beloved family, mama Ratna Sari dan ayah Abdul Ghani, Cr, My brother

Rangga Panugali, My sisters Susanty SAS dan Luluk Febrianty, Teh Novi dan ponakanku Sultan Pradana Al-Faqih. Terimakasih atas kesabaran, cinta, kasih sayang dan motivasinya kepada penulis untuk terus berjuang menyelesaikan tanggungjawab ini. Semoga kebahagiaan senantiasa mewarnai hidup kita.

10.Big family Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat yang telah menghujaniku dengan canda tawa, menghiasi langkahku dengan berjuta semangat untuk terus berkarya dan berarti. Tempat segala kegelisahan dan haus akan ilmu ditumpahkan. Terimakasih atas segala ide-ide segar dan diskusi yang selama ini kita lewati. 11.Manajemen Literary Agency Mata Pena Writer (MPW), Rochmad Widodo,

S.pd.I, CH, CHt., Ika Rifqiawati, S.Pd., Nurul Khasanah, S.S., Arief Hidayat, S.S., Anna Maria Faulina. Terimakasih atas pelajaran hidup yang selama ini


(8)

iv

12.Manajemen Aksara Publishing Service dan Manajemen Anakkata Publishing yang telah memberikan bekal dan kesempatan untuk belajar bagaimana

me-manage segala sesuatu agar lebih baik.

13.Manajemen Writer University (WU) dan Event Organizer Team, yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis. Terimakasih pula untuk berbagai ilmu, canda dan tawa selama ini.

14.Brain Bagus Communication School (Public Speaking School) Program Diploma III (D3) angkatan 2010. Terimakasih untuk segalanya, yang mampu menyadari

penulis akan pentingnya ―berkomunikasi‖, baik itu berkomunikasi pada diri

sendiri maupun untuk orang-orang sekitar.

15.Latansa Institute. Mr. Mahbub Hefdzil Akbar, MA., Mr. Achmad Firdaws Mainuri, S.S., dan Mr. Lukman Hakim, MA. Terimakasih atas semua ilmu dan pengalaman yang telah dituangkan kepada penulis.

16.Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang telah berikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu sebagai peserta magang di lembaga independen negara tersebut.

17.Karate UIN (FORKI) yang telah memberikan spirit sebagai seorang juara sejati. 18.Sahabat-sahabat Jurusan Hubungan Internasional (HI) angkatan 2006, khususnya

kelas A. Mohon maaf karena tidak bisa menyebutkan nama kalian semuanya. Namun, berjuta semangat telah kalian kobarkan kepada penulis, tanpa pernah kalian ketahui sebelumnya.


(9)

v berbagai referensinya.

20.Segenap staf Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) dan seluruh staf Perpustakaan Miriam Budiardjo yang telah bersedia membantu penulis dalam mencari berbagai referensi yang dibutuhkan.

21.Segenap staf Perpustakaan Universitas Budi Luhur, Mas Arifin dan seluruh staf Perpustakaan Universitas Moestopo Beragama, Mbak Wida. Terimakasih untuk segenap bantuan dan informasinya selama penulis merampungkan tulisan ini. 22.Ali Syafaat, S.Pd. atas kesabarannya menemani penulis bahkan ketika dalam

keadaan tersudut sekalipun. Terimakasih untuk sejuta warna yang telah engkau berikan.

23.Sahabat-sahabat luar biasa Qory Dewi, S.Sos., M. Gufron Hidayat, SE. Sy., Anah

Nurkhasanah, S.Si., Erick Purnama, Ajie Payumi, S.Pd.I, Ali Rif’an, Linda Pramitha, Dedik Priyanto, dan seluruh sejawat luar biasa lainnya yang tidak dapat dituliskan di sini. See you at the top!

24.Cholid, S.S., graduate of Gunadarma University. Thank you so much for everything, for your time, for your kindness and all.

25.Terimakasih untuk orang-orang terkasih yang pernah kutemui dan tidak dapat kusebutkan semua. Percayalah! Kalian adalah sumber inspirasiku.

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Namun, segala bentuk motivasi dan dukungan yang telah diberikan akan tetap hidup dalam sanubari.


(10)

vi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kealfaan tersebut. Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Semoga skripsi ini berguna bagi semua. Salam sukses!

Jakarta, 09 Mei 2012


(11)

vii

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vii

Daftar Bagan ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Pernyataan Masalah ... 1

1.2.Pertanyaan Penelitian ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Tinjauan Pustaka ... 7

1.5.Kerangka Pemikiran ... 9

1.6.Metode Penelitian... 20

BAB II DINAMIKA KONFLIK DI THAILAND SELATAN ... 22

2.1. Latar Belakang Terjadinya Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 22

2.1.1. Faktor Penyebab Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 25

2.1.2. Dampak Konflik Terhadap Stabilitas Negara Thailand ... 30

2.2. Usaha Pemerintah Thailand Dalam Mengatasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 31

BAB III IMPLIKASI GERAKAN SEPARATIS DI THAILAND SELATAN TERHADAP KEPENTINGAN THAILAND-MALAYSIA ... 36

3.1. Hubungan Kerjasama Antara Thailand-Malaysia Di Berbagai Bidang……… ... 36

3.2. Implikasi Gerakan Separatis Di Thailand Selatan Terhadap Kepentingan Thailand-Malaysia ... 39

3.2.1. Implikasi Dalam Bidang Politik ... 39

3.2.2. Implikasi Dalam Bidang Keamanan ... 45


(12)

viii

4.1. Program Kerjasama Antara Thailand-Malaysia Dalam Mengatasi Gerakan Separatis Di Thailand Selatan ... 56 4.2.1.Membangun Ekonomi dan Memberantas Kemiskinan di

Wilayah Perbatasan………... ... 56

4.2.2.Menjaga Stabilitas Wilayah Perbatasan Antar Kedua

Negara……… ... 60

4.2.3.Mengatasi Kewarganegaraan Ganda ... 63 4.2.4.Mencegah Arus Pengungsi atau Perpindahan Penduduk

Secara Ilegal di Kedua Negara………….. ... 65 4.3. Efektivitas Kerjasama Keamanan Thailand-Malaysia Dalam

Mengatasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 66

BAB V PENUTUP ... 69 Daftar Pustaka ... x Lampiran-Lampiran


(13)

ix

Pemeluk Agama di Negara Thailand………1

Penempatan Penduduk Buddha dan Muslim Pada Sektor Publik di Thailand Selatan……... 27 Perbandingan Tingkat Pendidikan di Wilayah Thailand Selatan……….. 29


(14)

1

1.1. Pernyataan Masalah

Negara Thailand yang berbatasan langsung dengan Kamboja, Laos, Myanmar dan Malaysia ini didirikan pada pertengahan abad XIV dengan nama Siam. Pada tahun 1939 berubah nama menjadi Thailand. Thailand memiliki sistem pemerintahan parlementer dan bentuk pemerintahannya adalah monarki konstitusional dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri. Sejak tahun 1946 hingga saat ini, Thailand memiliki kepala negara Raja Bhumibol Adulyadej.1

Thailand pun terdiri dari penduduk yang memiliki agama berbeda. Tercatat bahwa mayoritas penduduk Thailand memeluk agama Buddha yakni sebesar 94.6 persen, Muslim 4.6 persen, Kristen 0.7 persen dan lainnya sebanyak 1.0 persen.2 Jika digambarkan dalam diagram yakni sebagai berikut:

Thailand seperti kebanyakan negara pada umumnya juga mengalami konflik internal dalam negaranya. Hal ini ditandai dengan adanya gerakan separatis di

1

Militer Dalam Sejarah Politik Thailand, Kompas, Sabtu, 30 September 2006. Hlm. 35.

2


(15)

Thailand Selatan (Pattani Raya). Pada tahun 1902 terjadi aneksasi yang menyebabkan jatuhnya Pattani Raya ketangan kerajaan Thailand (Siam) dan terjadinya perjanjian Anglo-Siam pada 1909.3 Inti dari perjanjian ini menyebutkan bahwa wilayah Pattani Raya (Thailand Selatan) bukan sebagai sebuah kerajaan Melayu lagi, tetapi menjadi wilayah kerajaan Thailand (Siam).4

Wilayah Selatan Thailand yang dahulunya memiliki otoritas sendiri harus bergabung mengikuti kebijakan kerajaan Thailand. Dilihat secara geografis, perubahan wilayah yang terjadi di selatan Thailand yang asalnya merdeka dan merupakan mayoritas kemudian berubah sebagai wilayah subordinat Thailand serta menjadi minoritas dilevel nasional.5

Akibatnya, hadirlah gerakan separatis yang ingin memperoleh otonomi khusus atau memerdekakan diri akibat adanya perasaan termarjinalkan dialami oleh masyarakat atau etnis yang tinggal di bagian selatan Thailand. Kesenjangan ekonomi dan pembangunan serta pendapatan perkapita penduduk yang lebar antara wilayah Metropolis, Timur Laut dan Utara dengan bagian selatan juga menjadi salah satu penyebab.6 Hal inilah yang membuat kekecewaan dan menimbulkan kecemburuan sosial. Sehingga pada akhirnya, masyarakat Thailand Selatan ingin mengatur diri sendiri dengan cara otonomi atau memerdekakan diri.

Adanya keinginan yang kuat untuk memerdekakan diri juga karena adanya ketimpangan ekonomi, sosial, politik dan sebagainya yang dialami Thailand Selatan,

3

Neil J. Melvin, Conflict in Southern Thailand; Islamism, Violence and the State in The Patani Insurgency, Sweden: SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) Policy Paper No.20, September 2007. Hlm. V.

4

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 91.

5Ibid

, hlm. 91.

6

Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai: Nasionalisme Melayu Masyarakat Pattani, Jakarta: LP3ES, 1989, Hlm. 25.


(16)

adanya dominasi elit politik di sektor publik oleh etnis Thai terhadap Melayu-Muslim dalam pemerintahan ditingkat nasional maupun lokal. Selain itu, diberlakukannya konsep pendidikan sekuler, di mana setiap sekolah diharuskan menggunakan bahasa Thai. Semakin membuat Muslim-Melayu terpinggirkan. Apalagi, penduduk di Selatan Thailand mayoritas beragama Muslim dan berbahasa Melayu yang telah mengakar ratusan tahun.7 Tercatat bahwa penduduk di Selatan Thailand 78.2 persen Muslim sedangkan 21.8 persen adalah Buddha.8

Atas dasar berbagai ketimpangan itulah hadir gerakan separatis hingga mencapai skala puncaknya pada tahun 2004, yang ditandai dengan munculnya kebangkitan Muslim-Melayu. Akibat konflik tersebut tercatat lebih dari 1843 insiden terjadi di wilayah Thailand Selatan sepanjang tahun 2000-2004.9 Jumlah jantuhnya korban dan kerugian yang dialami semakin hari semakin bertambah. Setidaknya lebih dari 4.300 orang terbunuh di wilayah yang mayoritas dihuni Muslim tersebut.10

Akibat gerakan separatis telah menyebabkan berbagai kerugian, baik itu menimbulkan kerugian materi, jatuhnya korban, menimbulkan instabilitas, memberikan citra negatif Thailand dimata internasional dan lain sebagainya. Maka untuk mengatasinya pemerintah Thailand mengeluarkan status darurat militer pada 30 Agustus 2005. Status darurat militer tersebut dapat memberlakukan banyak hal, misalnya penyadapan, penggeledahan dan penangkapan terhadap orang yang

7Jhon Funston, Thailand’s Southern Fires: The Malaysian Factor, Research School of Pacific

and Asian Studies (RSPAS), Canberra: Autralian National University, 2006. Hlm. 56.

8

Jitpiromsri, Srisompob with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick; The Poverty of Structural Explanations, Routledge: Critical Asian Studies 38:1 Tahun 2006. Hlm. 102.

9Ibid

. Hlm. 97.

10Tiga Bom Meledak di Thailand Selatan,

http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/06/24/130837/tiga-bom-meledak-di-thailand-selatan/ akses pada tanggal 16 September 2011.


(17)

dicurigai melakukan aksi kekerasan dan mengacaukan situasi.11 Akan tetapi, penerapan status darurat militer justru menimbulkan ketakutan di wilayah Selatan. Ini semua karena terjadinya jumlah korban tewas (angkanya mencapai ribuan).12

Akibatnya, terjadilah eksodus besar-besaran penduduk di Selatan yang bergerak memasuki wilayah Malaysia untuk mencari suaka. Hal ini karena jarak geografis yang dekat, yakni wilayah perbatasan Thailand-Malaysia hanya dibatasi oleh daratan. Tidak hanya itu, para separatis yang dicari oleh pemerintah Thailand juga kerap memasuki wilayah Malaysia. Tentu Malaysia khawatir dengan keadaan tersebut.

Kekhawatiran Malaysia dilatarbelakangi beberapa hal, misalnya karena wilayah perbatasan yang sangat dekat, sehingga menimbulkan ketakutan bagi penduduk Malaysia yang tinggal diperbatasan tersebut. Sebagai salah satu contoh misalnya, ketika pemberontak Thailand Selatan diburu oleh pemerintah setempat. Umumnya melarikan diri ke wilayah perbatasan, bahkan hingga memasuki wilayah Malaysia. Tentu saja, atas kejadian ini bisa menimbulkan gangguan keamanan bagi penduduk di lintas batas Malaysia.

Selain itu, dalam menyikapi eksodus 131 penduduk Thailand ke Malaysia juga menjadi dilematis tersendiri bagi Malaysia. Pihak Malaysia ingin memberikan perlindungan sementara bagi penduduk tersebut, setidaknya hingga status darurat militer dicabut oleh pemerintah Thailand. Akan tetapi, kejadian ini justru menimbulkan reaksi berbeda dari pemerintah Thailand. Thailand (Bangkok) mengeluh atas sikap Kuala Lumpur yang menerima 131 penduduk.13

11

Wimpi Wibisono, Malaysia Khawatirkan Status Darurat Thailand Selatan, Republika, 9 Februari 2007.

12

Taufiqulhadi, Mengharap Damai di Pattani, Sinar Harapan, 24 September 2005.

13Malaysia-Thailand Saling Kecam


(18)

Sejak status darurat milter diberlakukan oleh Thailand pada tahun 2005 yang mengakibatkan eksodus penduduknya ke Malaysia, hubungan antara Thailand dan Malaysia mengalami ketegangan hubungan diplomatik. Hal ini ditandai dengan saling kecam dan tuduh antara Thailand-Malaysia. Menteri Luar Negeri Malaysia

Syed Hamid Albar, ia mengatakan bahwa, ―Kami tidak akan mengajari Thailand bagaimana melaksanakan kebijakan luar negeri. Dan saya akan meminta mereka untuk tidak mengajari kami bagaimana menjalankan kebijakan luar negeri kami.‖14

Pihak Thailand pun beranggapan bahwa setiap separatis yang melarikan diri ke wilayah Malaysia selalu mendapatkan perlindungan khusus dari Malaysia. Di lain pihak, pemerintah Thailand tidak terima karena menganggap Malaysia terlalu ikut campur dengan permasalahan di Thailand. Sedangkan pihak Malaysia sendiri menyatakan bahwa tidak ada dasar yang dapat membenarkan setiap kelompok atau negara untuk mengambil tindakan terhadap negara lain.15 Maka tercatat sejak tahun 2005 hingga tahun 2007 Thailand-Malaysia mengalami ketegangan hubungan diplomatik terkait gerakan separatis yang belum teratasi.

Memasuki tahun 2007 hingga tahun 2009, kedua negara mulai menyadari bahwa saling kecam justru tidak akan menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, baik Thailand maupun Malaysia mulai menjalin hubungan baik untuk mengatasi gerakan separatis, Syed Hamid Albar di Kuala Lumpur misalnya menyatakan bahwa, ―Kami

dapat membantu selama tak mencampuri urusan dalam negeri.‖16

Maka sejak saat

http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/19/int03.htm. Diakses pada 24 Oktober 2011.

14Ibid. 15

Ian Storey, Peran Malaysia Dalam Pemberontakan Thailand Selatan,

http://www.jamestown.org/singel/%3Fno_cache%3D1%26tx_ttnews%255Btt_news%255D %3D1043. Diakses pada 24 Oktober 2011.

16

Ron Corben, Apakah Malaysia Bisa Membantu Mengakhiri Konflik di Thailand Selatan?


(19)

itulah kedua negara mulai melakukan kunjungan dan membangun kesepakatan untuk mengatasi gerakan separatis.

Thailand-Malaysia pun sepakat untuk memetakan rangkaian upaya sosial-ekonomi untuk mengakhiri ketegangan dan gerakan separatis di wilayah selatan Thailand. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Menteri Luar Negeri Malaysia Syed Hamid Albar yang menyatakan bahwa ketegangan yang terjadi di wilayah mayoritas Muslim di negeri mayoritas Buddha tidak terkait dengan agama atau

Islam, ―Itu tidak ada hubungannya dengan Islam. Warga Muslim dan Buddha telah hidup damai di sana sebelumnya. Di sana ada perasaan teralienasi, ditinggal dan problem sosio-ekonomi.‖17

Rangkaian kunjungan dan berbagai upaya ditempuh demi terciptanya perdamaian. Itu semua sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatasi rangkaian ketegangan yang terjadi di negeri Gajah Putih tersebut dan demi membaiknya hubungan Thailand-Malaysia akibat konflik.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pernyataan penelitian ini yaitu

bagaimana diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan periode 2000-2009?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian ini, yaitu:

a) Mengetahui sejauhmana diplomasi antara Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan.

17

Redaksi, Thailand-Malaysia Petakan Atasi Ketegangan di Thailand Selatan,

http://www.tempo.co.id/hg/luarnegeri/2007/03/23/brk,2007032396136,id.html. Diakses pada 28 September 2011.


(20)

b) Mengetahui langkah-langkah diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan.

1.4. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Thailand Selatan ternyata menarik banyak peneliti, salah satunya yakni dilakukan oleh Bonny Ardianto yang mengambil judul skripsi tentang

Terjadinya Konflik di Thailand Selatan Memberikan Dampak Terhadap Hubungan Bilateral Malaysia-Thailand (Periode 2004-2005). Penelitian yang dilakukan di tahun 2008 pada Universitas Moestopo (beragama) ini, Bonny lebih menekan mengenai akibat konflik yang dapat mengakibatkan adanya bentuk ketegangan keduabelah pihak, yakni Malaysia dan Thailand. Akibat dari aksi kekerasan yang terjadi di Thailand Selatan, sebanyak 131 warga muslim Thailand selatan mengungsi ke Malaysia. Akibatnya, sejak terjadi peristiwa itu hubungan kedua negara mengalami ketegangan. Tidak hanya itu, Bonny juga menggambarkan lebih lanjut mengenai pengaruh dari konflik Thailand Selatan terhadap hubungan bilateral Thailand. Bonny pun berkesimpulan bahwa hubungan bilateral Malaysia-Thailand menegang akibat terjadinya konflik di Malaysia-Thailand Selatan.

Beberapa poin penting telah dipaparkan pada penelitian tersebut. Akan tetapi, tulisan itu lebih mengedepankan akibat konflik yang ditimbulkan di Thailand selatan ternyata mengakibatkan ketegangan antar kedua negara. Penelitian Bonny tersebut tidak menjelaskan bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang dilakukan agar kedua hubungan Thailand-Malaysia dapat rujuk kembali seperti sedia kala. Bagaimana kedua negara itu saling membangun kembali kepercayaan setelah sempat menegang untuk beberapa saat pun tidak dijelaskan. Maka pada penelitian kali ini, mencoba untuk membahas yang belum sempat tersentuh oleh penelitian sebelumnya.


(21)

Penelitian selanjutnya, yakni dilakukan oleh Rizanti Ambarany. Dalam skripsinya, Rizanti mengambil tema Kepentingan Malaysia Membantu Pemerintah Thailand Menyelesaikan Konflik Separatis Di Thailand Selatan Periode 2004-2008. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009 pada Universitas Moestopo (Beragama). Dalam tulisannya, Rizanti menekankan untuk melihat dan mengetahui kepentingan Malaysia membantu pemerintah Thailand. Ia juga hendak mengetahui peran apa saja yang dilakukan oleh Malaysia terhadap penyelesaian konflik separatis di Thailand Selatan. Adapun beberapa peran yang telah diungkap dalam penelitian Rizanti sudah cukup konfrehensif dan detail. Beberapa poin penting pun sudah dijelaskan dengan rinci. Ia memaparkan mengenai pemberantasan separatis, pembangunan ekonomi, mengatasi kewarganegaraan ganda dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kepentingan Malaysia membantu pemerintah Thailand untuk mengatasi konflik di Thailand Selatan agar konflik tersebut tidak menyebar ke Malaysia.

Dalam tulisan tersebut, peneliti melihat bagaimana konflik coba untuk diatasi dengan cara-cara yang dilakukan Malaysia. Melihat dari sudut pandang atas dasar kepentingan Malaysia agar konflik tidak menyebar luas ke negara tersebut. Sedangkan dalam penelitian kali ini, penulis hendak melihat dari dua sisi yakni berdasarkan kepentingan Thailand dan Malaysia. Hal tersebut pun dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yakni dengan melakukan kunjungan, kesepakatan yang merupkan bagian dari diplomasi.

Dalam penelitian ini penulis tidak hanya berusaha mengedepankan satu negara, akan tetapi kedua belah pihak, baik itu dampak yang diakibatkan konflik di Thailand Selatan, upaya kedua negara untuk mengatasi konflik di perbatasan dan kepentingan kedua negara melakukan berbagai kunjungan dan kesepakatan sebagai


(22)

bagian dari diplomasi. Bagi Thailand diplomasi yang dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi gerakan separatis yang tidak dapat diatasinya sendiri. Sehingga Thailand berharap gerakan separatis dapat teratasi dan juga hubungan baik dengan Malaysia dapat kembali membaik. Begitu pun sebaliknya, Malaysia khawatir stabilitas wilayahnya terganggu dan juga khawatir akan ketegangan hubungan diplomatiknya dengan Thailand.

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Diplomasi

Dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya yakni dengan diadakannya diplomasi. Dalam hal ini diplomasi dapat ditempuh dengan berbagai bidang atau hal. Misalnya, dilakukan dengan adanya kerjasama, kesepakatan, resolusi konflik dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Louise Diamond dan Ambassador John McDonald, dalam bukunya yang berjudul

Multi Track Diplomacy: A System Approach to Peace. Kedua ahli tersebut menjelaskan bahwa;

Diplomacy is a peaceful political process between nation-states that seeks the structure, shape, and manage over time a system of international relationships to secure the nation’s interests. Utilized in the pursuit of many kinds of objectives – political, economic, national, trade, aid, human rights, arms control, scientific, cultural, and academic enrichment diplomacy is both a peacebuilding and a peacemaking activity. It works at the government level enhance trust, confidence, and understanding among nations as well as to provide negotiation, mediation, crisis intervention and conflict resolution; it also seeks to prevent war.18

18

Louise Diamond and Ambassador John McDonald, Multi Track Diplomacy: A System Approach to Peace, Third Edition. United State of America: Kumarian Press, inc., 1996, hlm. 26.


(23)

Adapun diplomasi menurut Barston yakni sebagai manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor lain berusaha untuk menyampaikan, mengoordinasikan dan mengamankan kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui korespondensi, pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobi, kunjungan, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait.19

Selain itu, dalam Random House Dictionary, diplomasi diartikan sebagai berikut.

―the conduct by government official of negotiations and other relations between nations; the art of science of conducting such negotiations, skill in managing negotiations, handling of people so that there is little or no ill-will tact‖.20

Selain pengertian-pengertian di atas, diplomasi juga diartikan sebagai seni serta praktek dalam melakukan perundingan antar bangsa (the art and practice of conducting negotiations between nations) atau dapat juga didefinisikan sebagai keterampilan dalam mengelola serba urusan tanpa menimbulkan permusuhan (the skill in handling affairs without hostility). Namun, meskipun diplomasi memiliki beragam arti, intinya yakni the actual conduct of foreign relation (pelaksanaan hubungan luar negeri secara nyata).21

19

Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008. Hlm. 4.

20

Setyo Widagdo dan Hanif Nur Widhiyanthi, Hukum Diplomatik dan Konsuler; Buku Ajar untuk Mahasiswa, Malang: Bayumedia Publishing, 2008. Hlm. 5.

21

Jusuf Badri, Kiat Diplomasi; Pengertian dan Ruang Lingkup, Buku 1, Jakarta: CV. Restu Agung, hlm. 15 & 16.


(24)

Diperlukannya diplomasi dalam menyikapi kasus yang terjadi di Thailand Selatan, karena di dalam diplomasi itu sendiri memiliki tujuan yang baik demi terciptanya sebuah jalan damai yang tidak bisa diwujudkan oleh negara bersangkutan. Oleh sebab itu, Thailand membutuhkan negara lain sebagai upaya untuk mengatasi kasus yang telah berlangsung di wilayah Selatan. W.W. Kulski dalam bukunya yang berjudul International Politics in A Revolutionary Age, memaparkan mengenai tujuan dari diplomasi itu sendiri, yakni ―to strive for the achievement of national objectives by

peaceful means i.e. by negotiations with other states,‖ (berusaha mencapai tujuan-tujuan nasional dengan jalan damai, yaitu dengan melakukan perundingan-perundingan dengan negara-negara lain).22

Diplomasi adalah berbentuk cara-cara untuk mencapai tujuan serta memperoleh hasil yang diharapkan dalam hubungan internasional dengan menggunakan kecerdasan dan kelincahan berkenaan dengan pelaksanaan hubungan resmi antara pemerintah dari negara-negara berdaulat.23 Diplomasi merupakan manajemen dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri. Seni dan profesionalisme untuk menghasilkan konsensus serta menghindari munculnya konflik kepentingan ke permukaan dalam rangka hubungan luar negeri atau dalam sistem internasional.24

Dalam hal ini sejak kembali memanasnya gerakan separatis di Thailand Selatan, menimbulkan keinginan Malaysia untuk membantu tetangganya tersebut. Mengingat konflik yang terjadi di Thailand Selatan

22Ibid

, hlm. 23.

23

T. May Rudy, S.H., Teori, Etika dan Kebijakan Hubungan Internasional, Bandung: Angkasa.1992. Hlm.57.

24Ibid


(25)

telah berlangsung lama dan belum juga menemui titik terang, maka memang sudah sepatutnya pemerintah Thailand menggunakan cara damai untuk mengatasi separatis dengan melakukan perundingan atau kesepakatan dengan negara lain sebagai bagian dari diplomasi. Apalagi hubungan Thailand-Malaysia sempat mengalami ketegangan.

Diplomasi adalah mencakup penggunaan dan pemanfaatan pengaruh serta kapabilitas suatu negara dengan menggunakan cara damai—umumnya melalui perundingan—untuk menghasilkan kesepakatan dengan negara lain dan mendapatkan kesediaan guna melakukan hal-hal yang diharapkannya. Demikian pula sebaliknya, dapat digunakan untuk menghasilkan kesepakatan agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki dan tidak diharapkannya. 25

Pada akhirnya, Thailand-Malaysia pun sepakat melakukan diplomasi dalam menghadapi separatis dan mengatasi ketegangan yang pernah terjadi. Selanjutnya, diadakannyalah kunjungan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi ke Thailand. Pada kunjungan kala itu, kedua negara sepakat mempererat hubungan antar kedua negara. Dalam kunjungan kenegaraan yang berlangsung selama tiga hari tersebut, pihak pemerintahan Malaysia menawarkan bantuan untuk penyelesaian konflik di Thailand Selatan.26

Kunjungan balasan pun dilakukan oleh pemerintahan Thailand, yakni Perdana Menteri Thailand Thaksin Sinawatra mengunjungi Malaysia.

25Ibid

, hlm. 57.

26

Ron Corben, Apakah Malaysia Bisa Membantu Mengakhiri Konflik di Thailand Selatan?


(26)

Adapun agenda yang dibicarakan yakni mengenai penyelesaian di Thailand Selatan.27

1.5.2. Kerjasama Keamanan

Dalam menjalin hubungan bernegara maka penting bagi setiap negara untuk saling menjaga keamanan bersama. Akan tetapi, ketika terjadi instabilitas, tentunya setiap negara harus bersatu untuk mewujudkan keamanan tersebut. Keamanan memang keniscayaan yang harus diwujudkan secara bersama-sama. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan kerjasama keamanan.

Dalam hal keamanan Holsti mendifinisikan bahwa keamanan misalnya diartikan sebagai kondisi tanpa ancaman. Suatu negara akan berusaha mencapai kondisi yang aman bagi dirinya. Kondisi yang aman merupakan tujuan utama semua negara di dunia. Sehingga setiap negara akan terus berusaha meningkatkan power yang dimiliki. 28

Lebih jauh lagi membahas tujuan keamanan suatu negara, Holsti dengan meminjam konsep dari Barry Buzan yang membedakan antara threats

(ancaman) dan Vulnerabilities (kerawanan/kerapuhan). Vulnerabilities

berasal dari karakteristik geografi dan demografis. Dengan kata lain, sifatnya domestik, sedangkan threats (ancaman) berasal dari luar. Dalam definisi Holsti, untuk membedakan antara ancaman dan vulnerabilities, yakni: Threat

27

Redaksi, Thailand Bantah Bantai Penduduk Muslim,

http:/www.detiknews.com/read/2005/06/03/113209/374135/10. Akses 25 Agustus 2011.

28

K.J. Holsti, International Politics: A Framework For Analysis, 6th ed. New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1992. Hlm. 83


(27)

are those more immediate capabilities in the hands of adversaries that may be used to exploit vulnerabilities.29

Ada beberapa hal yang penting untuk diingat dalam membicarakan tentang ancaman. Hal yang pertama adalah ancaman dalam kenyataannya mungkin tidak sebesar apa yang dipersepsikan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, baik oleh kurangnya informasi, rasa takut yang berlebihan dan lain-lain. Hal yang kedua adalah bagaimana membedakan antara ancaman yang serius dan pantas untuk masuk ke dalam agenda nasional dan mana yang tidak. Untuk membedakannya maka ancaman dianggap sebagai ancaman apabila dianggap demikian oleh para pembuat keputusan.30

Akan tetapi, apapun itu tetap saja bisa mengganggu sistem politik, stabilitas negara pun mengalami kegoyahan dan implikasinya dapat merugikan baik negara yang langsung mengalami ancaman tersebut atau pun bagi negara tetangga. Hal yang terpenting yakni bagaimana menciptakan keamanan itu sendiri demi keberlangsungan hidup yang lebih baik. Terkait kasus yang terjadi di Thailand Selatan tentu dapat mengganggu keamanan bersama, baik itu intern bagi negara Thailand dan juga negara Malaysia yang memiliki perbatasan darat secara langsung. Tidak hanya itu, menciptakan keamanan di wilayah perbatasan menjadi hal penting yang tidak terbantahkan.

Jika rasa keamanan masing-masing negara terganggu dan keamanan itu sendiri tidak dapat diperoleh, maka bisa terjadi pergesekan bahkan ketegangan. Ketika terjadi sebuah ketegangan antara kedua belah pihak, maka

29

Barry Buzan, People, State an Fear. Harverster Wheatsheaf: New York, 1990, Hlm. 115.

30Ibid


(28)

ada beberapa hal bisa dilakukan agar keharmonisan antara keduanya berjalan dengan baik. Salah satu hal yang perlu dilakukan misalnya dengan mengadakan kerjasama. Dalam menghadapi kasus seperti di Thailand Selatan, maka yang diperlukan adalah kerjasama dalam berbagai bidang. Kerjasama ini juga menjadi penting dalam kegiatan berdiplomasi, karena diplomasi tidak mungkin dapat berjalan dengan baik jika tidak ada kesepatakan kerjasama sebelumnya.

Masalah kerjasama terletak pada pencapaian sasaran. Tujuan akhir yang kemudian dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran kerjasama yang ditentukan oleh persamaan kepentingan yang fundamental dari masing-masing pihak yang melakukan kerjasama.31 Dalam masalah ini tentu saja kedua belah pihak baik Malaysia ataupun Thailand memerlukan adanya kerjasama. Maka sudah tentu kerjasama yang dilakukan memiliki banyak tujuan, salah satunya yakni agar terjadi dinamisasi dan harmonisasi antara kedua negara. Sehingga diharapkan tidak ada lagi ketegangan yang terjadi antara Thailand-Malaysia.

Adapun kerjasama keamanan itu sendiri melandaskan diri pada antisipasi ancamana (terutama eksternal) dengan jalan merangkul pihak lawan atau pihak yang dianggap mengancam, karena adanya interdependensi dalam masalah keamanan disuatu kawasan. Dampak dari adanya interdependensi tersebut adalah penciptaan kondisi keamanan yang justru harus dilakukan dengan mengajak pihak yang dianggap mengancam (lawan) untuk bekerjasama dalam penciptaan stabilitas keamanan bersama di kawasan.32

31

R. Soeprapto, Hubungan Internasioanl: Sistem, Interaksi, Dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997, Hlm. 181.

32

Nurani Chandrawati, Perkembangan Konsep-Konsep Keamanan Dan Relevansinya Terhadap Dinamika Keamanan Negara-negara Berkembang, Global vol. II. Nomor. 8. Jakarta: HI


(29)

Jika kerjasama berjalan dengan baik maka keamanan pun bisa tercipta. Tentu ini semua untuk mencapai sebuah keamanan bersama yang bisa dirasakan masing-masing pihak.

Jika melihat situasi di Thailand Selatan, tentu saja masing-masing negara yang mengalami ketegangan hubungan diplomatik (Malaysia-Thailand) memerlukan adanya kerjasama dalam bidang keamanan. Bagi Thailand tentu saja agar konflik yang terjadi cepat reda, sedangkan bagi Malaysia sendiri agar tidak terjadi lagi tuduhan yang membuat gerah pemerintahan negara Jiran akibat konflik Thailand Selatan yang sedang bergejolak tersebut.

1.5.3. Kepentingan Nasional

Menurut Donald E. Nuchterlain dalam tulisannya yang berjudul The Concept of Nation Interst. Ia memaparkan mengenai kepentingan nasional, yakni produk dari suatu proses politik melalui pemimpin dari suatu negara mengenai pentingnya hubungan peristiwa-peristiwa yang bersifat eksternal terhadap kepentingan dalam negerinya.33

Kepentingan nasional merupakan justifikasi terhadap tindakan suatu negara.34 Selanjutnya, kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh suatu negara pada dasarnya dirumuskan dan diimplementasikan oleh pemerintah, dengan memperhatikan kapabilitas yang dimiliki dan berdasarkan pada

FISIP-UI dengan S2 HI PAsca-Sarjana Ilmu Poitik FISIP-UI dan Yayasan Obor Indonesia 2001, Hlm. 49.

33

Donald E. Nuchterlein, The Concept of Nation Interst, A Time For News Aproaches. Orbis Jurnal of World Affairs, Vol. 23. Hlm. 75-76.

34

Theodore A. Coulumbis & James H. Wolfe, Introduction to International Relations; Power and Justice, 4th ed. New Jersey: Prentice Hall, 1990. hlm. 96.


(30)

kepentingan-kepentingan negara lain, disesuaikan dengan kondisi keamanan regional dan internasional.35

Dalam hal ini baik Malaysia maupun Thailand memiliki kepentingan nasional yang merupakan tujuan nasional dalam jangka pendek. Tentunya, dapat berubah-ubah tergantung apa ditetapkan untuk dicapai dalam waktu dekat. Akan tetapi, kepentingan nasional pun harus mengacu pada tujuan nasional jangka panjang. Tujuan kepentingan ini dapat berbagai macam. Lebih spesifik mengenai keamanan, baik itu lingkup regional mau pun internasional.

Melihat kejadian di negara tetangganya, timbullah keperihatinan di pihak Malaysia. Tidak hanya itu, negara yang memiliki kedekatan geografis dengan Thailand itu pun sempat khawatir menyaksikan aksi gerakan separatis yang terjadi. Bahkan yang parahnya lagi, gencarnya tuduhan Thailand terhadap Malaysia sempat membuat kedua negara itu mengalami ketegangan. Oleh sebab itu, demi menjaga hubungan baik Malaysia memiliki kepentingan nasional yang harus diwujudkan dengan cara mengadakan hubungan kerjasama dengan pihak yang mengalami konflik tersebut. Begitu pun juga dengan Thailand yang memiliki kepentingan untuk mengatasi pemberontakan tersebut, tentu tidak bisa menjalankan sendiri tanpa adanya bantuan dari negara tetangga yang notabenenya memiliki kedekatan perbatasan.

1.5.4. Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri suatu negara merupakan serangkaian tindakan negara yang berkaitan dengan hubungan eksternal dalam sistem internasional.

35Ibid


(31)

Kebijakan tersebut dibuat dengan melihat kapabilitas yang dimiliki negara dan memikirkan kemungkinan tanggapan negara lain atas kebijakan yang dibuat karena memiliki maksud dan tujuan tertentu yang mengedepankan kepentingan nasional. 36

Holsti mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk mengatasi suatu masalah atau mempromosikan beberapa perubahan dalam kebijakan-kebijakan, perilaku tindakan-tindakan terhadap negara lainnya, kepada aktor non negara, dalam ekonomi internasional, atau dalam lingkungan fisik dunia.37 Negara-negara memiliki maksud dan tujuan serta strategi-strategi tertentu untuk mencapai dan mempertahankan maksud dan tujuan tersebut. Holsti mengindentifikasikan empat maksud yang sama dari semua negara modern, yakni, pertama, keamanan. Kedua, otonomi. Ketiga, kesejahteraan. Keempat, status dan martabat. 38

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi memberikan definisi yang berbeda dari politik luar negeri. Menurut mereka politik luar negeri merupakan sejumlah keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh negara dalam hubungannya dengan aktor-aktor di luar negara tersebut, baik negara lain, perusahaan-perusahaan mulitinasional dan aktor-aktor lain.39

Adapun Kegley dan Wittkopf menyatakan bahwa penggambaran politik luar negeri dilakukan dengan menjelaskan tiga unsur yakni, unsur

36

Christoper Hill, The Changing Politics of Foreign Policy. New York: Palgrave MacMillan, 2003. Hlm. 3-5.

37

K.J. Holsti, International Politics: A Framework For Analysis, 6th ed. New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1992. Hlm. 82.

38Ibid

, hlm. 83.

39

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relation Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond, Allyn and Bacon: London, 1999. Hlm. 478.


(32)

tujuan, unsur tindakan dan unsur nilai yang menyebabkan munculnya persepsi tentang tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.40 Unsur tujuan merupakan kepentingan nasional negara bersangkutan. Unsur tindakan merupakan sejumlah pilihan-pilihan tindakan yang dimilliki oleh suatu negara dalam rangka mempromosikan kepentingan nasionalnya. Sedangkan nilai merupakan kondisi yang menjadi latar belakang munculnya tujuan yang ingin dicapai dalam politik luar negeri tersebut.

Pertama-tama adalah unsur tujuan. Tujuan menurut Kegley dan Wittkopf merupakan kepentingan nasional. Hal kurang lebih sama diutarakan oleh Paul R. Viotti dan Mark.41 Kepentingan nasional didefinisikan sebagai suatu hal yang dianggap penting bagi negara lain. Kepentingan nasional dalam bentuk yang paling minimum adalah keberlangsungan hidup negara (state survival).

Adapun pengertian politik luar negeri adalah sekumpulan komitmen dan rencana bertindak mengacu pada strategi (strategies), keputusan-keputusan (decisions), atau kebijaksanaan-kebijaksanaan (policies), yang memuat tujuan-tujuan khusus (specific goals) dan saran-sarana (means) untuk mencapainya dan dianggap sebagai tindakan yang memadai dalam menghadapi peluang dan hambatan dari lingkunngannya. Komitmen dan rencana bertindak ini lebih mudah diamati dan diarahkan pada situasi yang berlangsung, negara, kawasan atau isu tertentu.42

40

Charles Kegley dan Eugene R. Wittkopf, American Foreign Policy. St. Martin’s Press: New York, 1996, Hlm.7.

41

Viotti-Kauppi, Hlm. 482.

42Ibid.


(33)

Untuk mengatasi gerakan separatis yang terjadi, pemerintah Thailand bersedia melakukan kesepakatan dengan Malaysia. Hal ini dijalankan karena Thailand memiliki tujuan yang hendak dicapainya, yakni agar gerakan separatis dapat diatasi karena dalam prakteknya Thailand tidak dapat mengatasi sendiri konflik tersebut. Bahkan upaya-upaya yang ditempuh pun masih belum signifikan mengatasi separatis. Oleh sebab itu, agar kepentingan Thailand tersebut dapat terpenuhi, maka hal-hal yang tidak dapat diperolehnya sendiri dapat dipenuhi dengan melakukan hubungan dengan Malaysia.

Sedangkan Malaysia sendiri bersedia membantu karena Malaysia perihatin dengan keadaan yang terjadi di Thailand Selatan, selain itu juga untuk memperbaiki hubungan bilateral dan menghilangkan berbagai macam tuduhan akibat dampak konflik yang turut dialami Malaysia. Malaysia tentu tidak dapat mengatasi gerakan separatis jika tidak melakukan kebijakan yang sama dengan Thailand, yakni keduanya sama-sama bersedia melakukan kunjungan dan kesepakatan sebagai upaya mengatasi gerakan separatis.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian pada skripsi ini menggunakan analisa data kualitatif. Penelitian ini pun menggunakan pendekatan deskripsi analitis mengenai diplomasi yang melibatkan dua negara tetangga yakni Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan. Adapun deskripsi analitis bertujuan untuk menjabarkan dan mendiskripsikan apa yang ada atau apa yang sudah ada atau


(34)

menggambarkan fenomena tertentu untuk menentukan adanya keterlibatan antar satu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.

Hakikat penelitian bersifat deskriptif-analitis memberikan pemaparan mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif dengan menjawab pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana suatu fenomena itu terjadi dalam konteks lingkungannya. Objektifitas pun harus dijaga sedemikian rupa agar subjektifitas dalam membuat interpretasi dapat dihindari. Hal ini pun berarti interpretasi terhadap isi dibuat dan disusun secara sistematik atau menyeluruh dan sistematis.43 Penulisan skripsi ini tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, melainkan pula dengan melakukan sebuah analisa serta interpretasi tentang arti kata yang digunakan.

Oleh karena penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian.44 Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini yakni melalui studi pustaka (library research) dengan melihat data-data sekunder yang relevan dengan tema yang tengah diangkat dalam penelitian ini. Adapun sumbernya didapat melalui buku-buku, jurnal, laporan, surat kabar, fasilitas website dan lain sebagainya.

43

Nurul Zuriah, Metodelogi Penelitian Sosial Dan Pendidikan; Teori-Aplikasi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007. Hlm. 92 & 94.

44

Emy Susanty Hendrarso, Penelitian Kualitatif; Sebuah Pengantar, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (Ed), Metodelogi Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Hlm. 172.


(35)

22

Konflik yang terjadi adalah dinamika kehidupan domestik sebuah negara. Konflik tidak mungkin terjadi tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya. Adanya bentuk ketimpangan sosial, ekonomi, etnis, agama dan lain sebagainya merupakan faktor-faktor yang mencetus adanya konflik hingga naik permukaan.

Berbagai macam ketimpangan dapat menimbulkan kecemburuan dan pada akhirnya melahirkan bermacam-macam keinginan, salah satunya yakni untuk memiliki otoritas sendiri terhadap wilayah tersebut. Hal ini terjadi biasanya karena beberapa hal, misalnya; terdapat saluran yang tidak tepat untuk melakukan dialog dan ketidaksepakatan, adanya suara-suara ketidaksepakatan dan keluhan yang ada tidak dapat didengar atau dibahas dan terjadi ketidakstabilan, ketidakadilan dan ketakutan dalam komunitas dan masyarakat secara luas.45 Hal tersebut juga dialami oleh Thailand, dimana wilayah selatan dari negara ini menuntut adanya otonomi khusus hingga keinginan untuk memerdekakan diri.

2.1. Latar Belakang Terjadinya Gerakan Separatis di Thailand Selatan

Thailand merupakan sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Negara ini berbatasan langsung dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Laos dan Kamboja berada di timur, Malaysia dan Teluk Siam berada di Selatan dan

45

M. Mukhsin Jamil, Mengelola Konflik Membangun Damai; Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik, Semarang: Walisongo Mediation Centre (WMC), hlm. 10.


(36)

Laut Andaman di barat. Selatan Thailand sendiri terdiri dari beberapa provinsi diantaranya Narathiwat, Pattani dan Yala. Mayoritas penduduk di daerah ini berbangsa Melayu dan beragama Muslim, yang merupakan bagian kecil dari penduduk Thailand yang mayoritas beragama Buddha.

Wilayah selatan Thailand sendiri terdiri dari Narathiwat, Pattani, Yala dan Satun merupakan wilayah atau komunitas Muslim keturunan Melayu, yang memiliki sejarah melayu yang begitu kuat dan mengakar. Sehingga penduduk di wilayah tersebut memiliki cara hidup, budaya, agama, tradisi yang sangat berbeda dengan penduduk Thailand pada umumnya.

Akan tetapi, keadaan tersebut berubah sejak terjadinya traktat Anglo Siam pada 1901-1902.46 Di mana inti dari perjanjian itu menyebutkan bahwa wilayah Pattani Raya (Thailand Selatan) bukan sebagai sebuah kerajaan Melayu lagi, tetapi menjadi wilayah kerajaan Thailand (Siam).47 Thailand Selatan yang dahulunya adalah sebuah kerajaan independen dianeksasi48 oleh kerajaan Buddha Thailand pada tahun tersebut. Maka sejak saat itulah mulai muncul berbagai pertentangan dan separatisme.49

Hal ini karena wilayah Selatan Thailand seperti Narathiwat, Pattani dan Yala menjadi bagian dari kerajaan Thailand. Maka secara resmi pula provinsi Melayu yang

46 Konflik Thailand Selatan, Kenapa Jusuf Kalla,

pada http://www.antara.co.id/arc/2008/9/21/konflik-thailand-selatan-kenapa-jusuf-kalla/ diakses pada 15 September 2011.

47

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 91.

48

Aneksasi merupakan pencaplokan wilayah kekuasaan lain dengan jalan kekerasan; kerjasama internegara dengan dalih kekeluargaan, Arti dalam Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya: Gitamedia Press, 2006. Hlm. 31-32.

49Badawi Tiba di Thailand untuk Bahas Konflik Thailand Selatan,

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=3848_0_3_0_M18/ diakses pada tanggal 16 September 2011.


(37)

dahulunya adalah wilayah Pattani Raya menjadi bagian wilayah kerajaan Thailand (sub-ordinat Thailand). Oleh sebab itu, kerajaan Thailand pun memberlakukan kebijakan baru terhadap wilayah-wilayah tersebut. Misalnya dengan memberlakukan berbagai program untuk menggantikan identitas agama dan budaya Melayu-Muslim dengan Budhaisme.

Terjadinya aneksasi serta adanya pemberlakuan asimilasi dapat mengancam keberlangsungan budaya di Thailand Selatan. Hal ini jelas membuat penduduk di Thailand Selatan menentang. Kemudian, muncullah berbagai bentuk tuntutan untuk memperjuangkan hak otonomi dalam berbagai hal, seperti keagamaan, budaya, hukum dan lain-lain.

Gerakan separatis di Thailand Selatan merupakan bentuk perlawanan budaya akibat adanya sikap diskriminasi perlakuan yang diterima. David Wyatt dalam bukunya yang berjudul Hikayat Pattani, Bibliotheca Indonesica 5, menyatakan bahwa munculnya gerakan separatis komunitas Muslim Pattani dilatarbelakangi paling tidak merujuk;

pertama, sejarah penaklukan oleh Siam, di mana Pattani dahulu adalah sebuah kerajaan yang termahsyur dan pelabuhannya berkembang sebagai pusat perdagangan (trading port) terbesar di Asia Tenggara. Akibat adanya penaklukan atau aneksasi oleh Siam yang kemudian diikuti dengan adanya kebijakan dan tata pemerintahan yang baru, tentu menghadirkan nuansa yang berbeda, sehingga lahirlah gerakan separatis. Penduduk Pattani Raya yang dahulu menjadi kerajaan besar dan memiliki pelabuhan yang termahsyur serta menjadi pusat perdagangan yang ramai, menginginkan kondisi seperti


(38)

sedia kala. Oleh sebab itu, benturan kepentingan yang bertolak belakang inilah yang pada akhirnya melahirkan gerakan separatis.50

Kedua, kepentingan ekonomi. Wilayah Selatan terkenal cukup kaya karena sebagai sumber penghasil minyak dan berbagai penghasil ekonomi lainnya. Namun, mereka tidak dapat menikmati hasilnya, akses ekonomi hanya dinikmati oleh komunitas lain. Sehingga penduduk Pattani merasa tersingkir dan menjadi warga negara nomor dua di Thailand.51

Ketiga, migrasi internal. Adanya program migrasi penduduk dari wilayah Utara telah menciptakan kesenjangan ekonomi antara komunitas Muslim dengan komunitas non Muslim. Para penduduk dipindahkan dari wilayah utara ke selatan. Mereka dipindahkan ke selatan untuk meratakan jumlah penduduk di wilayah selatan, sekaligus untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidak hanya itu, penduduk yang dipindahkan ke selatan ditempatkan atau diperuntukan mengisi jabatan-jabatan di wilayah selatan.52 Hal tersebut menjadikan warga Thailand Selatan tersingkir dan tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik, yakni sebagai berikut:

2.1.1. Faktor Penyebab Gerakan Separatis di Thailand Selatan

A. Faktor-faktor Sosial

Gerakan separatis yang terjadi di Thailand Selatan disebabkan oleh faktor sosial, misalnya: terancamnya otonomi budaya etnik Melayu-Muslim sejak

50

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 110.

51Ibid

, hlm. 110.

52


(39)

terbentuknya sistem administrasi provinsi dan terpusat, diterapkannya asimilasi serta bentuk sekularisasi dengan diberlakukannya konsep pendidikan sekuler (misalnya, setiap sekolah di wilayah selatan harus menggunakan bahasa Thai). Wilayah kesultanan Melayu-Muslim yang dianeksasi Thailand pada 1902 menjadi salah satu penyebab terjadinya ketegangan di Thailand Selatan.53 Hal ini tentu dapat mengancam keberlangsungan budaya Melayu-Muslim bagi kehidupan penduduk di Selatan Thailand.

B. Faktor-faktor Politik

Dalam bidang politik yakni adanya keinginan yang kuat untuk mendapatkan hak otonomi dalam berbagai bidang, misalnya dalam keagamaan, kebudayaan, hukum dan membentuk pemerintahan yang otonom, juga adanya dominasi elit politik di sektor publik oleh etnis Thai terhadap Melayu-Muslim dalam pemerintahan ditingkat nasional maupun lokal.54 Tentu hal tersebut sangat mendiskriminasikan Melayu-Muslim, apalagi dengan adanya pegawai pemerintahan yang umumnya berasal dari pusat.

Total populasi di tiga provinsi Pattani, Yala dan Narathiwat pada tahun 2003 diperkirakan mencapai 1.803.306 juta jiwa (Narathiwat 708.241 jiwa, Yala 465.446 jiwa dan Pattani 634.619 jiwa) atau 21.8 persen beragama Buddha dan 78.2 persennya adalah Muslim. Akan tetapi, dari sejumlah

53

Redaksi, Tiga Warga Muslim Tewas Ditembak di Thailand Selatan, http://antara.co.id/tiga- warga-muslim-tewas-ditembak-di-thailand-selatan/ diakses pada 16 September 2011/14:48 wib.

54

Neil J. Melvin, Conflict in Southern Thailand; Islamism, Violence and the State in The Patani Insurgency, Sweden: SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) Policy Paper No.20, September 2007. Hlm. 17 & 18.


(40)

penduduk tersebut hanya beberapa penduduk Muslim yang berhasil menduduki jabatan-jabatan prestigious di wilayah selatan, sedangkan penduduk yang lain umumnya bekerja pada sektor-sektor lain (misalnya pegawai, buruh dan lain sebagainya).55

Dari berbagai sektor pekerjaan tersebut, sebagai gambaran penulis mengambil contoh mengenai penempatan penduduk Buddha dan Muslim pada sektor publik, yakni penduduk Buddha yang mengisi jabatan birokrat jauh lebih besar dari penduduk Muslim. Padahal sebagian besar penduduk di wilayah selatan mayoritas adalah Muslim. Penduduk Buddha yang mengisi jabatan sebagai birokrat jauh lebih besar yakni sekitar 19.2 persen sedangkan 2.4 persen diisi oleh Muslim. Begitupun dalam bidang-bidang pekerjaan yang lain.56 Adapun jika digambarkan dalam bagan, yakni sebagai berikut:

55Srisompob Jitpiromsri with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick;

The Poverty of Structural Explanations, Routledge: Critical Asian Studies 38:1 Tahun 2006. Hlm.102..

56


(41)

C. Faktor-faktor Ekonomi

Akibat diberlakukannya kebijakan asimilasi dan adanya dominasi elit politik ditingkat lokal dan nasional oleh etnis Thai, maka semakin mempersempit ruang gerak penduduk di Thailand Selatan untuk ikut serta dalam proses pembangunan. Apalagi kemiskinan dan kesejahteraan penduduk di Thailand Selatan masih memperihatinkan.

Hal tersebut senada dengan yang diungkap oleh Perdana Menteri

Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi yang menyatakan bahwa, ―Kemiskinan

dan tingkat ekonomi yang rendah di wilayah selatan menjadi salah satu pemicu terjadinya masalah keamanan,‖57 Bahkan wilayah-wilayah di perbatasan Thailand yang dihadapkan berbagai macam masalah seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, pengangguran dan lain sebagainya. Hal inilah yang semakin memperparah keadaan.58

Jarak yang begitu jauh antara penduduk Pattani dan pegawai pemerintah setempat, turut menjadi alasan gagalnya pembangunan ekonomi dan pendidikan.59 Jika akses terhadap ekonomi sulit dicapai dan pada akhirnya menyebabkan kemiskinan, tentu akan berdampak pula terhadap pencapaian yang lain, misalnya karena tidak ada akses yang mudah terhadap ekonomi maka akan menyebabkan pula sulitnya untuk mengenyam pendidikan.

57―Malaysia: Kemiskinan Picu Pergolakan di Thailand Selatan,‖

pada http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3851_0_3_0_M/ akses pada 16 September 2011.

58Srisompob Jitpiromsri with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick;

The Poverty of Structural Explanations, Routledge: Critical Asian Studies 38:1 Tahun 2006. Hlm. 102.

59

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 94.


(42)

Tercatat bahwa penduduk di Selatan kekurangan dalam hal pendidikan dibandingkan dengan penduduk Buddha, sebagai perbandingan jumlah penduduk Muslim dan Buddha di tahun 2000 yakni 1.390.109 Muslim dan 364.767 Buddha, tercatat sebagian besar penduduk Muslim di wilayah Selatan berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sedangkan penduduk Buddha hanya sebagian kecil saja. Begitupun dalam jenjang pendidikan yang lain. Sekitar 69.8 persen penduduk Muslim di Selatan mengenyam pendidikan SD, sedangkan 49.6 adalah penduduk Buddha. Sedangkan dalam jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13.2 persen adalah penduduk Buddha sedangkan penduduk Muslim hanya 9.2 persen yang berhasil mencapai jenjang pendidikan tersebut. Begitupun dalam jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), warga Buddha masih lebih mendominasi yakni sekitar 8.1 persen, sedangkan warga Muslim hanya 4.8 persen.60 Adapun bagannya yakni sebagai berikut:

60


(43)

2.1.2. Dampak Konflik Terhadap Stabilitas Negara Thailand

Gerakan separatis yang mencapai skala puncak di tahun 2004, telah menjatuhkan korban ribuan jiwa warga sipil, milisi dan tentara Thailand.61 Wilayah Thailand seakan menjadi tempat yang menakutkan dan menjadi wilayah yang benar-benar sangat tidak kondusif bahkan dapat mengancam jiwa. Diberitakan dalam Metrotvnews.com bahwa tujuh orang dilaporkan tewas dalam dua serangan bom di Thailand Selatan. Korban yang tewas sebagian besar adalah anggota keamanan Thailand. Dalam berita tersebut, media Thailand melansir sekitar enam belas orang terluka dari serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok separatis.62 Setidaknya, lebih dari 4.300 orang terbunuh di wilayah yang mayoritas dihuni Muslim tersebut.63 Jika dalam satu kali pemberontakan menewaskan ratusan yang terluka dan beberapa orang terbunuh, maka dapat dibayangkan berapa banyak korban tewas lainnya yang telah berjatuhan akibat kejadian tersebut.

Sejak tahun 2004 hingga tahun 2005, tercatat sudah banyak korban yang jatuh akibat gerakan separatis, korbannya pun tidak hanya dari kalangan tertentu melainkan juga dari warga Buddha dan Muslim pun menjadi korban peristiwa yang belum teratasi ini. Sebanyak 55.67 persen warga Buddha menjadi korban akibat gerakan separatis, sedangkan 40.46 persennya adalah Muslim dan 3.87

61Konflik di Thailand Selatan Kembali Pecah, 7 Tewas,

http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/05/09/127849/konflik-di-thailand-selatan-kembali-pecah-7-tewas/ diakses pada tanggal 16 September 2011.

62Ibid.

63Tiga Bom Meledak di Thailand Selatan,

http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/06/24/130837/tiga-bom-meledak-di-thailand-selatan/ diakses pada tanggal 16 September 2011.


(44)

persen adalah warga lainnya. Begitupun dengan korban luka, tercatat bahwa 66.14 persen korban luka dialami oleh warga Buddha dan 25.77 persen adalah warga Muslim.64 Adapun bagannya yakni sebagai berikut:

Perbandingan Jumlah Korban

2.2. Usaha Pemerintah Thailand Dalam Mengatasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan

Konflik yang terjadi di Thailand Selatan telah menjadikan stabilitas negara terganggu. Tidak hanya itu, kejadian tersebut pun telah memberikan citra negatif terhadap pemerintahan Thailand. Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Thailand guna mengatasi peristiwa tersebut. Ada berbagai kebijakan yang diambil, diantaranya sebagai berikut:

64Srisompob Jitpiromsri with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick;


(45)

A. Kebijakan Militer

Pemerintah Thailand telah mengeluarkan status darurat militer di tiga provinsi di wilayah selatan yakni Pattani, Yala dan Narathiwat pada bulan Agustus tahun 2005. Kebijakan tersebut dapat memberlakukan banyak hal, misalnya penyadapan, penggeledahan dan penangkapan terhadap orang yang dicurigai dan mengacaukan situasi.

Tidak hanya itu, pemerintahan Thailand mengeluarkan kebijakan seperti mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para Muslim yang dituduh mendalangi serangan di Thailand Selatan. Selanjutnya, pemerintahan juga menginstruksikan untuk menyita semua bahan peledak dan melakukan penyebaran tentara dan polisi bersenjata berat di wilayah selatan. Kendati demikian, kebijakan yang diambil oleh pemerintah Thailand bukanlah sebuah solusi yang baik. Kebijakan tersebut justru semakin meningkatkan ketegangan dan membuat suasana semakin rumit serta menimbulkan ketakutan di wilayah Selatan Thailand.65 Pada akhirnya, hingga saat ini konflik masih terus terjadi dan belum ada satu formula pun yang dapat meredam dan mengakhiri konflik tersebut.

B. Kebijakan Politik

Gerakan separatis yang terjadi di Thailand Selatan telah menyadarkan pemerintah Thailand bahwa kejadian tersebut tidak mungkin dapat diatasi sendiri tanpa adanya bantuan. Apalagi, mengingat bahwa berbagai upaya

65

Wimpi Wibisono, Malaysia Khawatirkan Status Darurat Thailand Selatan, Republika, 9 Februari 2007.


(46)

sudah dilakukan untuk meredam konflik yang terjadi di Thailand Selatan. Menimbang hal ini, maka pemerintah Thailand merasa perlu untuk melakukan kerjasama dengan negara lain. Salah satu negara yang dapat dijadikan mitra yakni negara tetangga, Malaysia.

Kebijakan politik yang diambil yakni, meminta bantuan Malaysia untuk mengatasi gerakan yang terus mengalami eskalasi di wilayah Thailand Selatan. Hal yang pertama diwujudkan yakni dengan adanya pertemuan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi yang bertujuan untuk mengatasi separatis dan melakukan kerjasama antara Malaysia-Thailand. Thailand beralih ke tetangganya, Malaysia, untuk bekerjasama mengakhiri separatis di provinsi-provinsi paling selatan Thailand.66

Selain itu, sebagai negara tetangga Malaysia pun turut perihatin terhadap gejolak yang terjadi di Thailand. Apalagi sejak dicetuskannya kebangkitan Melayu yang membuat suasana semakin memanas dan diberlakukannya situasi darurat. Akibat kebijakan tersebut, banyak penduduk melarikan diri dan meminta bantuan ke Malaysia.

Lebih lanjut, kala itu Najib Razak yang menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia dan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva dari Thailand, berjuang untuk mengatasi gerakan separatis diperbatasan, berkunjung ke provinsi selatan Narathiwat. Menurut Reuben Wong selaku pakar kebijakan luar negeri di Lembaga Pengkajian Internasional Singapura mengatakan

66Perdana Menteri Thailand Ingin Mempererat Kerjasama Regional,

http://www.asiacalling.org/in/arsip/1133-thai-pm-calls-for-greater-regional-security-cooperation. Diakses pada 09 Agustus 2011.


(47)

bahwa, ―Ini adalah kunjungan yang sangat simbolik…kedua pemimpin

bersikap sama bahwa perlu adanya dialog dan penyelesaian aksi kekerasan di

sini.‖67

Akhirnya, untuk mengatasi hal tersebut pemerintah melakukan pengamanan ekstra ketat di wilayah perbatasan, sebagaimana yang diungkap oleh Menteri Pertahanan Thailand Jenderal Thammarak Isarangura Na Ayutthaya bahwa pengamanan di sepanjang daerah perbatasan akan ditingkatkan guna mencegah tersangka gerilyawan di pedalaman Thailand Selatan dengan mudah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga, Malaysia.68

Dalam hal tersebut pengaturan pengamanan juga turut diperketat yakni dengan pembuatan bangunan atau perintang yang kuat disepanjang daerah perbatasan di wilayah Thailand. Pembangunan tersebut untuk memperkuat keamanan di wilayah perbatasan, mencegah kaum separatis bersembunyi di negara Malaysia dan sewaktu-waktu kembali ke Thailand.

C. Kebijakan Ekonomi

Dalam bidang ekonomi pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yakni dengan memberikan peluang kesempatan kerja bagi penduduk yang berada di wilayah Selatan Thailand. Penduduk di wilayah Selatan Thailand,

67Pemimpin Malaysia-Thailand Lakukan Kunjungan Perdamaian

,

http://www.iannnews.com/news.php?kat=6&bid=102&PHPSESSID=3ba40125a0844f11d336dae 1ff284bd6. Diakses pada 28 September 2011.

68Pengamanan Perbatasan Thailand-Malaysia Diperketat,

http://www.merdeka.com/politik/internasional/pengamanan-perbatasan-thailand-malaysia-diperketat-xclyxyk.html/ diakses pada 16 September 2011.


(48)

merasa tidak memiliki hak sama dalam memperoleh kesejahteraan. Oleh sebab itu, kebijakan ekonomi turut andil dalam mengatasi yang terjadi.69

Kebijakan yang diutarakan pemerintah Thailand pada tahun 2005 ini diharapkan dapat mengatasi gerakan separatis di wilayah Selatan. Bahwa warga Selatan diberikan kesempatan kerja dalam sektor-sektor publik juga akan diberikan pelatihan dan magang. Maka dengan adanya kebijakan ini, penduduk di wilayah Selatan dapat ambil bagian dalam mengelola sumber daya yang ada.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Thailand dalam mengatasi gerakan separatis ternyata masih belum efektif dan belum mencapai hasil signifikan. Hal ini ditandai dengan masih adanya gerakan separatis hingga saat ini. Mereka akan terus melakukan perlawanan sampai pemerintah memberikan otonomi khusus, bahkan memberikan kemerdekaan. Pemerintah Thailand rupanya harus bekerja ekstra keras untuk merumuskan upaya yang tepat agar gerakan separatis dapat teratasi.

69

Neil J. Melvi, Conflict in Southern Thailand Islamism, Violence and the State in the Pattani Insurgency, Sweden: SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) Policy Paper No.20, September 2007. Hlm 37.


(49)

36

KEPENTINGAN THAILAND-MALAYSIA

3.1. Hubungan Kerjasama Antara Thailand-Malaysia Di Berbagai Bidang

Hubungan baik antara Thailand-Malaysia telah terjalin bahkan sebelum gerakan separatis memanas di tahun 2004 dan sebelum kedua negara ini saling clash di tahun 2005. Dalam berbagai sektor Thailand-Malaysia membentuk kerjasama misalnya dalam bidang ekonomi, sosial, perdagangan, politik dan lain sebagainya. Thailand dan Malaysia pun memiliki intensitas hubungan bilateral yang relatif akrab. Mereka juga berhubungan dalam konteks regional, bahkan multilateral.

A. Dalam Bidang Ekonomi-Sosial

Kerjasama dalam bidang ekonomi-sosial misalnya, telah menjadikan kedua negara ini menjadi semakin dekat. Meskipun kedua negara ini tidak cukup kaya dalam sumber daya alam, yang jumlahnya tidak seperti negara di wilayah Asia Tenggara lainnya seperti Indonesia, akan tetapi Thailand-Malaysia membangun kerjasama dalam bidang perekonomian.

Hubungan kerjasama di bidang ekonomi bahkan dapat melonjak secara signifikan, yakni bahwa ekspor negara Thailand ke Malaysia melonjak hingga 14 persen setiap tahun menjadi 6,6 miliar dolar AS. Sementara itu, impor Thailand


(50)

dari Malaysia seperti dilansir Bank of Thailand, meningkat hingga tiga persen menjadi 8,4 miliar dolar AS.70

Dalam sekup yang lebih besar, kerjasama antara Malaysia dan Thailand juga menggandeng Indonesia sebagai mitra kerjasama, yang dikenal dengan IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand – Growth Triangle), yang dibentuk pada tahun 1993 di Indonesia.71 Adapun dengan dibentuknya IMT-GT, memiliki tujuan yakni untuk meningkatkan taraf hidup di wilayah IMT-GT yang relatif tertinggal dan marjinal. Keterbelakangan wilayah dapat menyebabkan ketegangan dan konflik, karenanya ketiga negara diharapkan dapat saling melengkapi dalam rangka mendorong pembangunan di wilayah IMT-GT.72

Adapun tujuan dari kerja sama IMT-GT adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dunia usaha, melalui peningkatan perdagangan dan investasi, ekspor dari ketiga negara ini ke negara lain, kesejahteraan masyarakat serta penurunan biaya produksi, distribusi dan transaksi.73

Pemerintah Malaysia, Thailand dan juga Indonesia pun melakukan kerjasama dalam dibidang Sumber Daya Manusia (SDM). Di mana dalam kerjasama tersebut pemerintah Malaysia, Indonesia, dan Thailand juga sepakat melanjutkan kerjasama melalui pelatihan kerja dan magang di perusahaan. Maka

70

Redaksi, Badawi Tiba di Thailand untuk Bahas Konflik Thailand Selatan, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=3848_0_3_0_M18/ akses pada 16 September 2011.

71Kerjasama Bilateral,

http://www.kemlu.go.id/songkhla/Pages/CountryProfile.aspx?IDP=1&l=id/ diakses pada 28 September 2011.

72Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerjasama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle

(IMT-GT) ke-5 di Hanoi, Vietnam tanggal 28-29 Oktober 2010.

http://www.deptan.go.id/setjen/detailberita.php?id=404 / diakses pada 28 September 2011.

73


(51)

dengan adanya kerjasama dalam bidang tersebut, diharapkan ketiga negara tersebut mampu mendorong peningkatan sektor ekonomi di ketiga negara tersebut. Tidak hanya itu, kerjasama ekonomi subregional di wilayah perbatasan ketiga negara itu pun diadakan untuk mengejar persaingan standar kualitas sumber daya manusia dan daya saing di tingkat dunia. Selama ini ketiga pemerintah bekerja sama dengan baik dalam bidang pertanian, pengembangan SDM, perdagangan dan investasi, infrastruktur dan transportasi, pariwisata serta produk halal yang dimulai sejak 1993.74

B. Dalam Bidang Keamanan

Thailand dan Malaysia pun menjalin kerjasama dalam bidang keamanan. Kerjasama ini menjadi penting dilakukan, mengingat perbatasan kedua negara sangat dekat, bahkan hanya dipisahkan oleh daratan. Jarak geografis perbatasan yang dekat ini bisa menjadi rentan mengalami instabilitas ketika terjadi konflik di salah satu negara. Dalam hal ini baik Thailand dan Malaysia membangun kerjasama untuk mengadakan patroli terkoordinasi sepanjang perbatasan kedua negara. Menurut Wakil Perdana Menteri Malaysia Najib Rajak, kerjasama keamanan kedua negara itu dilakukan sebagai bentuk upaya intensif dalam menghadapi kekhawatiran Malaysia terhadap aksi kekerasan di wilayah selatan Thailand.75

Apalagi mengingat gerakan separatis di wilayah perbatasan Thailand Selatan kerap terjadi dan tidak dapat dipungkiri dapat merembas ke wilayah

74RI, Malaysia Thailand Kerja Sama SDM

, http://www.apindo.or.id/index.php/berita-a-artikel/news/633?task=view/ diakses pada 30 Oktober 2011.

75


(52)

Malaysia Utara. Thailand dan Malaysia pun sepakat untuk bekerjasama demi mengakhiri ketegangan tersebut dengan membangun dan memperpanjang tembok pengamanan diperbatasan Thailand dan Malaysia. Sehingga diharapkan kekerasan tidak akan terjadi dan hubungan kedua negara dapat berjalan harmonis.

3.2. Implikasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan Terhadap Kepentingan Thailand-Malaysia

Eksistensi dan intensitas konflik Thailand Selatan yang berkepanjangan, telah mengakibatkan berbagai implikasi bagi Thailand dan Malaysia. Adapun implikasi tersebut meliputi beberapa bidang, antara lain:

3.2.1. Implikasi Dalam Bidang Politik

Implikasi dalam bidang politik yang terjadi yakni mengenai hubungan Thailand-Malaysia yang mengalami ketegangan hubungan diplomatik. Kedua negara tetangga itu pun saling kecam mengenai kebijakan luar negeri mereka. Hal ini sebagaimana yang dilansir oleh Menteri Luar Negeri Malaysia Syed Hamid

Albar, ia mengatakan bahwa, ―Kami tidak akan mengajari Thailand bagaimana melaksanakan kebijakan luar negeri. Dan saya akan meminta mereka untuk tidak mengajari kami bagaimana menjalankan kebijakan luar negeri kami.‖76 Hal ini terkait sejak merebaknya pemberitaan dimedia yang melaporkan bahwa Thailand

76Malaysia-Thailand Saling Kecam

. http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/19/int03.htm. Diakses pada 24 Oktober 2011.


(53)

(Bangkok) mengeluh atas sikap Kuala Lumpur yang menerima 131 warga Muslim.77

Ketegangan pun terjadi setelah menteri pertahanan Thailand Thammarak

Isarangura Na Ayutthaya, mengemukakan bahwa, ―pulau Langkawi milik

Malaysia telah digunakan kaum pemberontak untuk menyusun rencana serangan

ke Thailand selatan‖. Tuduhan itu tentu saja mengejutkan Malaysia. Bahkan wakil

Perdana Menteri Najib Razak mendesak Thailand membuktikan kebenaran

tuduhan itu. Najib menegaskan, ―sama sekali tidak ada tanda jelas atas penggunaan Langkawi sebagai tempat latihan.‖78

Menurut Najib, kejadian di wilayah selatan merupakan masalah keamanan internal negara itu. Malaysia cukup berang atas tuduhan Thailand tersebut. Oleh sebab itu, Najib menekankan bahwa Malaysia juga tidak menjadi pangkalan pelatihan bagi kelompok garis keras yang

bermaksud melakukan serangan di Thailand.‖ Malaysia bukanlah tempat

perlindungan yang nyaman bagi teroris mana pun,‖ tambahnya.79

Meskipun demikian, pemerintah Thailand –Thaksin– justru

mengemukakan pernyataannya, ―right now there are villages in northern Malaysia where the Muslim separatists responsible for all of this violence have been residing… we are not accusing the Malaysian government of sheltering these militants but they know where they are.‖80

Hubungan yang selama ini berjalan

77Ibid

.

78

Komplikasi Krisis Thailand Selatan, Harian Kompas, Selasa 13 September 2005.

79

Banjir Darah Muslim Di Pattani. Jurnal Forum Keadilan: No. 2, 9 Mei 2004. Hlm.50.

80Jhon Funston, Malaysia and Thailand’s Southern Conflict: Reconciling Security and Ethnicity,

Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, Vol. 32, No. 2. 2010. Hlm. 241.


(54)

baik, justru menjadi complicated akibat peristiwa Thailand Selatan yang belum teratasi.

Tidak hanya itu, sejak pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan status darurat militer, banyak penduduk di perbatasan Thailand Selatan yang ketakutan dan melarikan diri ke Malaysia. Akibatnya, pemerintah Thailand pun sempat mendapatkan banyak kritikan atas kebijakan tersebut yang telah menyebabkan banyak penduduk di Thailand Selatan melarikan diri untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi, Thaksin justru mengeluarkan pendapat bahwa; ―Please don’t

intervene. Please leave us alone. It is my job and we can cope with this matter. We are to trying to explanation this to foreigners. But if they do not understand or ignore our explanation, I don’t care because we are not begging them for food‖.81

Ketegangan pun mencapai puncaknya ketika Perdana Menteri Thaksin Shinawatra menuding bahwa negara tetangganya tersebut menyembunyikan para separatis muslim, ketika terjadi gelombang arus penduduk Thailand Selatan yang melarikan diri ke Malaysia karena alasan untuk menghindari penyiksaan. Tentu saja, Malaysia membantah. Ketegangan tersebut mencapai titik nadir setelah 131 penduduk Muslim Thailand Selatan menyebrangi perbatasan dan memasuki wilayah tetangga, Kelantan, Malaysia pada 30 Agustus 2005. Kejadian ini menjadi dilema tersendiri bagi Malaysia. Menteri Luar Negeri Malaysia, Syed Hamid

menyatakan bahwa, ―I think the responsibility is for the Thai side to ensure that

81


(55)

they can overcome the fear — whether real or perceived fear — in the local community in Thailand so that they will not come here,‖ he said.82

Status 131 orang itu belum ditentukan sampai pemerintah Malaysia bersama Komisi Tinggi PBB Untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) selesai melakukan penelitian. Sering kali para separatis menyebrang ke wilayah perbatasan Malaysia jika merasa terdesak. Hampir tidak terhindarkan, kehadiran separatis Thailand Selatan di Malaysia menimbulkan persoalan tersendiri bagi Malaysia. Sejauh ini, Malaysia dalam menjaga hubungan bilateral dan dalam semangat kebersamaan ASEAN, tidak memberi kebebasan kepada separatis.

Sejak diberlakukannya status darurat militer ternyata turut memperburuk keadaan, banyak Muslim-Melayu yang menyebrang ke Malaysia dan meminta suaka karena telah diperlakukan tidak adil. Malaysia menyatakan penduduk Thailand yang berada diperbatasan telah dianiaya. Selanjutnya, pihak Thailand juga menuding bahwa Malaysia telah melindungi pemberontak yang melarikan diri ke Malaysia. Thailand pun menuntut agar Malaysia memulangkan penduduk Thailand yang melarikan diri tersebut.

Penduduk yang merasa dirinya terancam tentu saja meminta bantuan ke negara tetangganya, Malaysia. Atas dasar kemanusiaan Malaysia hendak melindungi penduduk tersebut, setidaknya hingga darurat militer dicabut oleh pemerintahan Thailand. Tidak hanya itu Malaysia juga mendapatkan dukungan internasional untuk tetap memberikan perlindungan bagi penduduk yang

82


(56)

melarikan diri ke Malaysia. Akibat peristiwa ini, kedua negara pun saling kecam satu sama lain.83

Terkait larinya 131 penduduk Thailand ke perbatasan dan meminta perlindungan (suaka) ke Malaysia pada akhir bulan Agustus tahun 2005 karena beralasan diperlakukan tidak baik, tentu mengundang reaksi keras dari pemerintahan Thailand. Thailand menyatakan bahwa Malaysia tidak memulangkan para tersangka separatis yang diburu pihak berwajib Thailand. Para tersangka separatis itu justru mendapat suaka setelah masuk ke wilayah Malaysia. Maka terjadilah kemerosotan hubungan diplomatik kedua negara yang terletak di Asia Tenggara ini.

Malaysia memperihatinkan cara Bangkok dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan. Kuala Lumpur khawatir, cara Bangkok itu menyebabkan ketidakstabilan di wilayah Malaysia Utara yang berbatasan dengan Thailand Selatan. Hal ini dapat menyulitkan langkah diplomasi kedua negara. Di lain pihak, Thailand beranggapan Kuala Lumpur harus lebih ketat menjaga perbatasannya. Sementara itu, Thaksin dan PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi semula dijadwalkan bertemu di Kuala Lumpur bulan Agustus tahun 2005. Namun Thaksin membatalkan lawatannya ke Kuala Lumpur. Dia hanya mengirim wakilnya. Sebab, dia tidak senang dengan dukungan Malaysia terhadap para tersangka militan yang membelot ke Malaysia.84

83

Anshori Azhar, Malaysia-Thailand Saling Kecam, Kompas, 7 September 2005.

84Malaysia-Thailand Saling Kecam

, http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/19/int03.htm/ diakses pada 24 Oktober 2011.


(57)

Setidaknya, sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2006 hubungan kedua negara mengalami ketegangan yang cukup signifikan. Pemerintah Thaksin pun kerap mengulangi tuduhan bahwa para separatis Selatan sedang dikirim ke kamp-kamp pelatihan di Kelantan, dan bahwa bom diproduksi di Malaysia untuk diselundupkan ke Thailand. Tidak hanya itu, hubungan antara Thailand dengan Malaysia semakin memburuk ketika ada tuduhan dari pihak Thailand, bahwa para separatis sedang dilatih di wilayah hutan Kelantan. Mendengar hal tersebut, pemerintah Malaysia tentu tidak terima.

Pihak Malaysia seperti yang dilansir dalam Straits Times, menyatakan bahwa tidak ada dasar yang dapat membenarkan setiap kelompok atau negara untuk mengambil tindakan terhadap negara lain.85 Tidak hanya itu, Kuala Lumpur pun memperingatkan Bangkok untuk tidak menggunakan Malaysia sebagai kambing hitam. Lebih lanjut, terjadi tudingan bahwa separatis selatan yang mengumpulkan dana di sisi perbatasan Malaysia dengan meminta sumbangan dan melalui pemerasan.86

Kecaman terus terjadi antara Thailand-Malaysia. Kedua belah pihak pun masih memegang teguh pendiriannya masing-masing. Akibatnya, hubungan baik yang selama ini berjalan dengan lancar dan menghadirkan banyak manfaat dan kesejahteraan, justru mengalami kemerosotan akibat gerakan separatis yang masih belum teratasi.

85

Ian Storey, Peran Malaysia Dalam Pemberontakan Thailand Selatan,

http://www.jamestown.org/single/%3Fno_cache%3D1%26tx_ttnews%255Btt_news%255D%3D 1043. Akses pada 24 Oktober 2011.

86


(1)

Lampiran II

Gambar Perbatasan wilayah Thailand dengan Malaysia

(Sumber gambar:


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)