Model Kerjasama antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan Daerah

(1)

Karya Tulis

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Murbanto Sinaga

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(2)

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN ... 2

B. JALAN SENDIRI... 3

C. KERJASAMA DAERAH ... 3

D. BENTUK KERJASAMA ... 4

E. BEBERAPA KENDALA... 6

F. PENUTUP... 8

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(3)

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

A. PENDAHULUAN

Memasuki tahun kelima penerapan Undang-Undang No.25 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, melahirkan pertanyaan bagi kita khususnya masyarakat di Sumatera Utara yakni, adakah perubahan pelayanan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara? Apakah tujuan otonomi daerah telah benar-benar mulai dirasakan oleh khalayak ramai? Apakah kesejahteraan rakyat di provinsi ini cenderung meningkat? Bagaimana dengan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah daerah? Apakah masing-masing daerah mengalami peningkatan daya saing? Ketiga pertanyaan terakhir adalah makna hakiki tujuan otonomi daerah. Jika jawabannya “ya” secara meyakinkan, berhasillah daerah tersebut dalam menerjemahkan tujuan otonomi daerah. Sebaliknya jika jawabannya “tidak”, sebaiknya masing-masing daerah perlu evaluasi diri tentang apa sebenarnya yang kurang, dan kebijakan apa yang mungkin perlu dibenahi.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(4)

B. JALAN SENDIRI

Umumnya kendala yang paling popular dihadapi oleh masing-masing daerah adalah keterbatasan anggaran (APBD) mereka dalam memenuhi kebutuhan belanja publik. Kebutuhan belanja publik terus meningkat sementara pendapatan daerah peningkatannya relatif lamban meskipun berbagai Perda diterbitkan untuk menggenjot pendapatan daerahnya tersebut. Kondisi ini diperburuk lagi dengan kebijakan daerah untuk membangun sarana dan prasarana publik di daerahnya dengan caranya masing-masing (jalan sendiri-sendiri) meskipun kebutuhan publik tersebut bisa dikerjakan secara bersama-sama dengan daerah tetangganya, sebab kebutuhan publik di daerah tersebut juga merupakan kebutuhan yang sama di daerah tetangganya. Akibat kebijakan “jalan sendiri” ini menyebabkan timbulnya masalah beban anggaran yang terlalu berat bagi daerah itu, bahkan banyak rencana pembangunan tertinggal hanya sebatas dokumen rencana sebab terbatasnya anggaran yang dimiliki sendiri. Bagaimana merealisasikannya? Jawabannya kerjasama daerah mutlak diperlukan agar tercipta suatu sinergi pembangunan.

C. KERJASAMA DAERAH

Kerjasama daerah juga diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004, terdapat empat pasal yang mengatur tentang kerjasama tersebut, sayangnya meskipun telah diatur di dalam undang-undang, menurut hasil survey penataan ekonomi daerah kerjasama antar daerah masih relatif rendah terutama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil,

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(5)

perbatasan antar daerah, pengelolaan dan pemanfaatan sungai, sumber daya laut yang melintas di beberapa daerah berdekatan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, perkebunan, perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Selain itu, masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa dikerjasamakan sesuai dengan potensi dan masalah daerah yang bertetangga. Dengan kerjasama, beban akan lebih ringan sebab ditanggung bersama, pencapaian skala pembangunan lebih besar dan akan tercipta suasana saling kontrol dalam pengelolaannya. Dengan demikian akan tercipta suatu sinergi pembangunan yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang bekerja sama. Mengapa kerjasama daerah masih rendah? Bagaimana pula dengan kondisi kerjasama di Sumatera Utara?

D. BENTUK KERJASAMA

Ada sepuluh bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh daerah yakni provinsi dengan provinsi, provinsi dengan kabupaten/kota, provinsi dengan pihak swasta, provinsi dengan dengan masyarakat, provinsi dengan luar negeri, provinsi dengan provinsi dan kabupaten/kota, provinsi dan kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, kabupaten/kota dengan pihak swasta, kabupaten/kota dengan masyarakat, dan kabupaten/kota dengan luar negeri.

Untuk Sumatera, berbagai kegiatan kerjasama daerah telah terbentuk. Misalnya, kerjasama antar provinsi sesumatera di bidang transportasi laut, udara, darat dan di bidang informasi teknologi. Sebagian sudah terealisasi, lainnya masih tahap rencana.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(6)

Di Sumatera Utara, wujud kerjasama yang telah dirasakan masyarakat manfaatnya adalah “Sutra Airlines” yang melayani rute Medan dengan bandara-bandara di wilayah pantai barat. Bentuk kerjasama adalah provinsi dengan kabupaten/kota di wilayah pantai barat dalam hal penanggulangan biaya operasional, dan kerjasama provinsi dengan pihak swasta (baca: Merpati Nusantara Airlines) sebagai operator penerbangan Sutra Airline. Bentuk kerjasama lainnya yang sudah disepakati namun belum terealisasi antara lain pembangunan jalan sejajar Mebidang yang merupakan kerjasama antara provinsi dengan tiga kabupaten/kota, dan kerjasama pengelolaan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan yang merupakan kerjasama lima kabupaten di wilayah Bukit Barisan. Selain itu ada kerjasama antara Kabupaten Asahan dengan Kota Tanjung Balai dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana. Sisanya, masih dalam tahapan wacana. Jumlah bentuk kerjasama yang telah dilakukan masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan peluang-peluang kerjasama yang masih memungkinkan dilakukan oleh daerah di Sumatera Utara. Lantas apa gerangan kendalanya sehingga jumlah kerjasama masih minim?

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(7)

E. BEBERAPA KENDALA

Meskipun pemerintah provinsi berusaha maksimal jika tidak direspon secara positif oleh pihak pemerintah kabupaten/kota yang sebagian masih syarat dengan ego dan kepentingannya sendiri-sendiri, kebijakan kerjasama daerah yang mampu menciptakan sinergi antar daerah dan memperkuat pelaksanaan pembangunan daerah akan tetap berjalan tersendat-sendat dan sulit terealisasi. Beberapa kendala yang menyebabkan masih minimnya kerjasama daerah antara lain:

1. Sikap sebagian kepala daerah dan aparaturnya yang masih terlalu egosentris, tidak peka terhadap masalah dan kebutuhan bersama.

Kondisi ini dibuktikan dengan hampir semua kabupaten/kota belum memiliki pejabat eselon yang khusus menangani bidang kerjasama daerah.

2. Tidak lengkapnya inventarisasi peta potensi dan masalah daerah masing-masing kabupaten/kota, khususnya potensi yang bisa dikembangkan dengan cara kerjasama daerah agar tercipta daya saing yang lebih tinggi. Demikian pula penanggulangan masalah dengan cara kerjasama daerah sehingga dapat mengurangi beban anggaran di masing-masing APBD kabupaten/kota yang bekerja sama.

3. Masih minimnya alokasi anggaran di APBD masing-masing kabupaten/kota untuk mendukung kegiatan kerja sama daerah yang

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(8)

tentunya memerlukan biaya dimulai dari kegiatan inventarisasi data potensi dan masalah, rapat pertemuan, perumusan, penyusunan draft kerjasama dan biaya-biaya lainnya.

4. belum tersosialisasinya (belum ada?) peraturan pemerintah tentang kerjasama daerah sehingga belum ada peraturan daerah (perda) yang mengatur kerjasama daerah di Sumatera Utara, sehingga belum ada suatu badan yang otonom dan khusus bertanggung jawab dalam pengelolaan kerjasama daerah.

5. Adanya perasaan enggan sebagian daerah untuk bekerja sama sebab dengan kerjasama, pengelolaan anggaran menjadi sangat transparan sehingga mengurangi celah untuk timbulnya mark-up.

6. Timbulnya perasaan khawatir terhadap potensi konflik yang terjadi apabila pihak yang diajak bekerja sama ingkar janji (wanprestasi).

7. Kehadiran pihak independen. Penyusunan formulasi hak dan kewajiban di antara pihak yan bekerjasama memerlukan kehadiran pihak ketiga yang dianggap independen. Penentuan pihak ketiga ini harus disetujui masing-masing pihak sehingga perlu waktu dan terkesan bertele-tele. Kondisi ini khususnya dalam penyusunan formulasi yang berkaitan dengan anggaran (dana), siapa membayar berapa dan menerima berapa.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(9)

F. PENUTUP

Revitalisasi kerjasama daerah mutlak diperlukan, terlebih lagi dalam kondisi keterbatasan anggaran pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Langkah-langkah yang perlu diantisipasi dalam mewujudkan kerjasama daerah antara lain sebagai berikut:

1. Segera membentuk suatu badan khusus yang menangani kegiatan kerjasama daerah. Tugas badan ini antara lain menginventarisasi potensi dan masalah di daerahnya masing-masing yang bisa dikerjasamakan. Sesuai dengan UU No.32/2004, badan yang terbentuk bernama Badan Kerjasama Daerah (BKSAD).

2. BKSAD menentukan mitra kerjasama, apakah dengan pemerintah daerah lainnya, provinsi, swasta, masyarakat atau dengan pihak luar negeri. 3. BKSAD menentukan bentuk kerjasama dan memformulasikan hak dan

kewajiban di antara pihak yang bekerjasama yang dituangkan dalam satu dokumen perjanjian kerjasama yang memiliki kekuatan hukum tetap. 4. BKSAD mengarahkan dan memfasilitasi dinas teknis terkait dalam

pelaksanaan kegiatan program kerjasama sesuai dengan sektor/bidang kerjasama yang dilakukan.

5. BKSAD mencari solusi terbaik bagi semua pihak jika ada konflik di antara para pihak yang bekerja sama. Potensi konflik tetap ada apabila

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(10)

misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi) terhadap perjanjian kerjasama yang telah disepakati sebelumnya.

6. BKSAD masing-masing kabupaten/kota aktif secara reguler mengadakan pertemuan guna meningkatkan kinerja dengan cara sharing informasi perkembangan kegiatan kerjasama di daerahnya masing-masing. Kegiatan pertemuan antar BKSAD ini difasilitasi oleh BKSAD Provinsi.

7. Selanjutnya BKSAD berpartisipasi secara aktif dalam setiap rapat koordinasi pembangunan (Rakorbang) guna menginformasikan perkembangan kegiatan kerjasama dan rencana kegiatan kerjasama ke seluruh peserta Rakorbang.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(1)

perbatasan antar daerah, pengelolaan dan pemanfaatan sungai, sumber daya laut yang melintas di beberapa daerah berdekatan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, perkebunan, perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Selain itu, masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa dikerjasamakan sesuai dengan potensi dan masalah daerah yang bertetangga. Dengan kerjasama, beban akan lebih ringan sebab ditanggung bersama, pencapaian skala pembangunan lebih besar dan akan tercipta suasana saling kontrol dalam pengelolaannya. Dengan demikian akan tercipta suatu sinergi pembangunan yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang bekerja sama. Mengapa kerjasama daerah masih rendah? Bagaimana pula dengan kondisi kerjasama di Sumatera Utara?

D. BENTUK KERJASAMA

Ada sepuluh bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh daerah yakni provinsi dengan provinsi, provinsi dengan kabupaten/kota, provinsi dengan pihak swasta, provinsi dengan dengan masyarakat, provinsi dengan luar negeri, provinsi dengan provinsi dan kabupaten/kota, provinsi dan kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, kabupaten/kota dengan pihak swasta, kabupaten/kota dengan masyarakat, dan kabupaten/kota dengan luar negeri.

Untuk Sumatera, berbagai kegiatan kerjasama daerah telah terbentuk. Misalnya, kerjasama antar provinsi sesumatera di bidang transportasi laut, udara, darat dan di bidang informasi teknologi. Sebagian sudah terealisasi, lainnya masih tahap rencana.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(2)

Di Sumatera Utara, wujud kerjasama yang telah dirasakan masyarakat manfaatnya adalah “Sutra Airlines” yang melayani rute Medan dengan bandara-bandara di wilayah pantai barat. Bentuk kerjasama adalah provinsi dengan kabupaten/kota di wilayah pantai barat dalam hal penanggulangan biaya operasional, dan kerjasama provinsi dengan pihak swasta (baca: Merpati Nusantara Airlines) sebagai operator penerbangan Sutra Airline. Bentuk kerjasama lainnya yang sudah disepakati namun belum terealisasi antara lain pembangunan jalan sejajar Mebidang yang merupakan kerjasama antara provinsi dengan tiga kabupaten/kota, dan kerjasama pengelolaan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan yang merupakan kerjasama lima kabupaten di wilayah Bukit Barisan. Selain itu ada kerjasama antara Kabupaten Asahan dengan Kota Tanjung Balai dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana. Sisanya, masih dalam tahapan wacana. Jumlah bentuk kerjasama yang telah dilakukan masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan peluang-peluang kerjasama yang masih memungkinkan dilakukan oleh daerah di Sumatera Utara. Lantas apa gerangan kendalanya sehingga jumlah kerjasama masih minim?

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(3)

E. BEBERAPA KENDALA

Meskipun pemerintah provinsi berusaha maksimal jika tidak direspon secara positif oleh pihak pemerintah kabupaten/kota yang sebagian masih syarat dengan ego dan kepentingannya sendiri-sendiri, kebijakan kerjasama daerah yang mampu menciptakan sinergi antar daerah dan memperkuat pelaksanaan pembangunan daerah akan tetap berjalan tersendat-sendat dan sulit terealisasi. Beberapa kendala yang menyebabkan masih minimnya kerjasama daerah antara lain:

1. Sikap sebagian kepala daerah dan aparaturnya yang masih terlalu egosentris, tidak peka terhadap masalah dan kebutuhan bersama.

Kondisi ini dibuktikan dengan hampir semua kabupaten/kota belum memiliki pejabat eselon yang khusus menangani bidang kerjasama daerah.

2. Tidak lengkapnya inventarisasi peta potensi dan masalah daerah masing-masing kabupaten/kota, khususnya potensi yang bisa dikembangkan dengan cara kerjasama daerah agar tercipta daya saing yang lebih tinggi. Demikian pula penanggulangan masalah dengan cara kerjasama daerah sehingga dapat mengurangi beban anggaran di masing-masing APBD kabupaten/kota yang bekerja sama.

3. Masih minimnya alokasi anggaran di APBD masing-masing kabupaten/kota untuk mendukung kegiatan kerja sama daerah yang

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(4)

tentunya memerlukan biaya dimulai dari kegiatan inventarisasi data potensi dan masalah, rapat pertemuan, perumusan, penyusunan draft kerjasama dan biaya-biaya lainnya.

4. belum tersosialisasinya (belum ada?) peraturan pemerintah tentang kerjasama daerah sehingga belum ada peraturan daerah (perda) yang mengatur kerjasama daerah di Sumatera Utara, sehingga belum ada suatu badan yang otonom dan khusus bertanggung jawab dalam pengelolaan kerjasama daerah.

5. Adanya perasaan enggan sebagian daerah untuk bekerja sama sebab dengan kerjasama, pengelolaan anggaran menjadi sangat transparan sehingga mengurangi celah untuk timbulnya mark-up.

6. Timbulnya perasaan khawatir terhadap potensi konflik yang terjadi apabila pihak yang diajak bekerja sama ingkar janji (wanprestasi).

7. Kehadiran pihak independen. Penyusunan formulasi hak dan kewajiban di antara pihak yan bekerjasama memerlukan kehadiran pihak ketiga yang dianggap independen. Penentuan pihak ketiga ini harus disetujui masing-masing pihak sehingga perlu waktu dan terkesan bertele-tele. Kondisi ini khususnya dalam penyusunan formulasi yang berkaitan dengan anggaran (dana), siapa membayar berapa dan menerima berapa.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(5)

F. PENUTUP

Revitalisasi kerjasama daerah mutlak diperlukan, terlebih lagi dalam kondisi keterbatasan anggaran pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Langkah-langkah yang perlu diantisipasi dalam mewujudkan kerjasama daerah antara lain sebagai berikut:

1. Segera membentuk suatu badan khusus yang menangani kegiatan kerjasama daerah. Tugas badan ini antara lain menginventarisasi potensi dan masalah di daerahnya masing-masing yang bisa dikerjasamakan. Sesuai dengan UU No.32/2004, badan yang terbentuk bernama Badan Kerjasama Daerah (BKSAD).

2. BKSAD menentukan mitra kerjasama, apakah dengan pemerintah daerah lainnya, provinsi, swasta, masyarakat atau dengan pihak luar negeri. 3. BKSAD menentukan bentuk kerjasama dan memformulasikan hak dan

kewajiban di antara pihak yang bekerjasama yang dituangkan dalam satu dokumen perjanjian kerjasama yang memiliki kekuatan hukum tetap. 4. BKSAD mengarahkan dan memfasilitasi dinas teknis terkait dalam

pelaksanaan kegiatan program kerjasama sesuai dengan sektor/bidang kerjasama yang dilakukan.

5. BKSAD mencari solusi terbaik bagi semua pihak jika ada konflik di antara para pihak yang bekerja sama. Potensi konflik tetap ada apabila

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006


(6)

misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi) terhadap perjanjian kerjasama yang telah disepakati sebelumnya.

6. BKSAD masing-masing kabupaten/kota aktif secara reguler mengadakan pertemuan guna meningkatkan kinerja dengan cara sharing informasi perkembangan kegiatan kerjasama di daerahnya masing-masing. Kegiatan pertemuan antar BKSAD ini difasilitasi oleh BKSAD Provinsi.

7. Selanjutnya BKSAD berpartisipasi secara aktif dalam setiap rapat koordinasi pembangunan (Rakorbang) guna menginformasikan perkembangan kegiatan kerjasama dan rencana kegiatan kerjasama ke seluruh peserta Rakorbang.

Murbanto Sinaga : Model Kerjasama Antar Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan daerah, 2005 USU Repository © 2006