Dampak Lingkungan Industri Mineral di Indonesia

jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

2.3 Dampak Lingkungan Industri Mineral di Indonesia

Kegiatan industri mineral bersifat non-renewable tidak dapat diperbarui, mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi ekonomi lain pada umumnya. Karena salah satu cirinya tidak dapat diperbaharui maka pengusaha pertambangan selalu mencari proven reserves cadangan terbukti baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan Poerwanto, 2007. Wilayah Indonesia dikenal memiliki potensi mineral yang besar di dunia. Data pada akhir 2008 menunjukkan bahwa sumber daya batubara mencapai 104.760 juta ton, emas sebesar 4.250 ton, tembaga sebesar 68.960 ribu ton, timah sebesar 650.135 ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton ESDM, 2009. Penerimaan negara langsung dari subsektor pertambangan umum pada tahun 2009 sekitar Rp51 triliun, yang terdiri atas penerimaan Negara bukan pajak lebih kurang Rp15 triliun, dan sisanya merupakan penerimaan negara pajak. Investasi pertambangan tahun 2009 mencapai US1,8 miliar atau naik sebesar 9,5 dari angka tahun sebelumnya sebesar US1,6 miliar ESDM, 2009. Ada beberapa hal penting yang menjadi perhatian dalam pengelolaan sumber daya alam pada periode reformasi GBHN 1999-2004. Pertama adalah peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Kedua, pendelegasian wewenang secara bertahap dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga. Ketiga, pendayagunaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang. Semuanya ini merupakan paradigma baru didalam menentukan kebijakan konservasi bahan galian sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya mineral. Kebijakan umum Pengelolaan sumber daya mineral memiliki beberapa landasan hukum antara lain: UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat 3, UU. No. 4 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok lingkungan hidup, UU. No. 23 1997 tentang lingkungan hidup, UU No. 22 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. PP No. 20 1990 tentang pengendalian pencemaran air, Keputusan Menteri No.1261K25MPE 1999 tentang pengawasan produksi pertambangan umum, Keputusan Menteri No.1453K29 MEM2000 tentang pedoman pengawasan konservasi bahan galian pertambangan umum, Keputusan Menteri No. 511995 tentang AMDAL, PP No. 25 2000, tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom. . Fenomena yang terjadi pada industri mineral di Indonesia, justru perusahaan tambang tersebut memiliki kekebalan untuk tidak mentaati aturan-aturan lingkungan hidup dan dapat dengan bebas melakukan pencemaran tanpa takut mendapatkan sanksi. Perilaku lainnya adalah praktik pembuangan limbah pertambangan dengan cara-cara primitif, membuang langsung limbah tailing ke sungai, danau, dan laut. Sehingga dampak lingkungan dalam kegiatan industri mineral di indonesia ini sangat terasa, dan sangat banyak menimbulkan masalah. Contoh nya lumpur sidoarjo di jawa timur.

2.4 Menanggualangi Dampak Lingkungan Kegiatan Industri Mineral