EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

Oleh

ARIA ADITIA JAYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

Oleh

ARIA ADITIA JAYA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembe-lajaran inkuiri terbimbingpada materi koloid untuk meningkatkan keterampilan menginferensi dan penguasaan konsep siswa SMAN 1 Seputih Mataram.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA semester genap SMA Negeri 1 Seputih Mataram tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 93 siswa dan tersebar dalam tiga kelas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, sehingga terpilihlah kelas XI IPA2 dan XI IPA3 semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013 SMAN 1 Seputih Mataram yang memiliki kemampuan dasar yang hampir sama. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain Non EquivalentControl Group.

Efektivitas model pembelajaran imkuiri terbimbing diukur berdasarkan pening-katan n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji-t.


(3)

Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai rerata n-Gain keterampilan menginferensi untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,35 dan 0,60; dan rerata n-Gain penguasaan konsep untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,38 dan 0,67.

Berdasarkan uji t, diketahui bahwa kelas dengan pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki keterampilan menginferensi dan penguasaan konsep yang lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan menginferensi dan penguasaan konsep siswa.

Kata kunci: keterampilan menginferensi, koloid, pembelajaran inkuiri terbimbing, penguasaan konsep.


(4)

(5)

(6)

(7)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Efektivitas Pembelajaran……… 7

B. Konstruktivisme ... 7

C. Inkuiri Terbimbing. ... 9

D. Keterampilan Proses Sains……… ... 12

E. Penguasaan Konsep………... 15

F. Kerangka Berpikir ... .. 17

G. Anggapan Dasar ... 18


(8)

vi

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Populasi Dan Sampel Penelitian ... . 19

B. Variabel Penelitian ... 19

C. Data Penelitian ... 20

D. Rancangan Penelitian ... 20

E. Instrumen dan Validitas penelitian……… 21

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 22

G. Teknik Analisis Data Dan Pengujian Hipotesis ... 26

1. Teknik Analisis Data ... 26

2. Pengujian Hipotesis ... 26

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 31

B. Pembahasan ... 34

C. Kendala Penelitian ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Simpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN 1. Silabus ... 44

2. RPP Kelas Eksperimen ... 53

3. RPP Kelas Kontrol ... 89

4. LKS Kelas Eksperimen ... 108

5. Kisi-kisi, Soal dan Rubrik Penilaian Pretest ... 136


(9)

vii

7. Perhitungan ... 165

8. Data Nilai Siswa ... 175

9. Daftar Nilai Uji Blok ... 177


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk itu, pembelajaran kimia perlu dikembangkan berdasarkan pada hakikat kimia. Kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperi-men yang eksperi-mencari jawaban atas pertanyaan apa, eksperi-mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika, dan energetika tentang materi. Oleh karena itu, kimia mempelajari segala sesuatu tentang materi dan perubahannya yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah) yang dapat mengembangkan sikap ilmiah.

Dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan karateristik ilmu kimia sebagai produk dan proses. Pembelajaran kimia secara umum ditekankan pada penyam-paian pengamatan langsung atau pengembangan kompetensi diri peserta didik agar dapat melihat dan mengamati sendiri keaadaan alam sekitar. Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengobservasi, menyusun hipotesis, melakukan eksperimen, menyusun data dan menarik kesimpulan. Proses pembelajaran yang demikian diarahkan untuk


(11)

“mencari tahu dan melakukan sesuatu”, sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri pemahaman dan kompetensinya dengan melihat keadaan lingkungan sekitarnya. Namun, tidak semua proses pembelajaran kimia, dapat disampaikan kepada peserta didik dalam bentuk pengamatan langsung karena konsep-konsep dalam kimia banyak yang bersifat abstrak. Hal ini dapat dilihat dari ruang lingkup kajian ilmu kimia, yaitu mempelajari tentang struktur, susunan, sifat, dan per-ubahan materi, serta energi yang menyertai perper-ubahan materi.

Fakta yang ditemui dalam pembelajaran pada pendidikan formal adalah pem-belajaran yang masih berpusat pada guru. Proses pempem-belajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran didominasi dengan ceramah oleh guru dan latihan soal. Dengan pembelajaran seperti ini, dapat menyebabkan keterampilan berfikir siswa kurang berkembang sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menguasai konsep materi yang dipelajari. Kegiatan pembelajaran tersebut juga kurang sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran. Dalam pembelajaran KTSP guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, serta siswa dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan sebagai bekal untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan yang dimaksud bukan hanya keterampilan dalam menggunakan alat peraga atau praktikum semata tetapi siswa juga perlu dibimbing untuk mengembangkan keterampilan berfikirnya.


(12)

Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan salah satu keterampilan berfikir yang harus dikembangkan dalam diri siswa agar siswa terlatih untuk meng-gunakan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Kete-rampilan menginferensikan merupakan salah satu keteKete-rampilan dasar dalam KPS, dimana keterampilan ini melatih siswa untuk menyimpulkan suatu fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi. Menurut Pirdana (2012) apabila siswa tersebut sudah mulai terbiasa untuk mengunakan keterampil-an berpikirnya maka, siswa akketerampil-an lebih mudah menguasai konsep materi yketerampil-ang dipelajari.

Pada penerapannya dalam proses pembelajaran, untuk mencapai kemampuan berpikir maka diperlukan pembelajaran yang konstruktif. Menurut Nurhadi (2004), pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit dan diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa

banyak siswa memperoleh pengetahuan. Disini guru berperan sebagai fasilitator sekaligus membimbing dan mengarahkan siswa membangun sendiri pengetahuan dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai dengan adanya pemberian masalah. Biasanya masalah yang diberikan


(13)

memiliki konteks yang diambil dari dunia nyata, siswa secara berkelompok aktif mengidentifikasi masalah yang ada, mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah yang diberikan dan kemudian mencari solusi dari masalah tersebut, sedangkan guru lebih banyak memfasilitasi saja. Meskipun bukanlah model yang sama sekali baru, penerapan model tersebut mengalami kemajuan yang pesat di banyak sekolah dan perguruan tinggi dari berbagai disiplin ilmu di negara-negara maju (Tan, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nugroho (2012) dan Afriyanti (2012), di salah satu SMA Negeri di Bandar Lampung mengenai penerapan model inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan, mengin-ferensikan dan pencapaian kompetensi siswa pada materi asam-basa, menyatakan bahwa terjadi peningkatan keterampilan mengkomunikasikan, menginferensikan dan pencapaian kompetensi siswa dalam kategori baik setelah model pembelajar-an inkuiri terbimbing diterapkpembelajar-an.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Penguasan Konsep”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


(14)

1. Apakah model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan menginferensikan pada materi koloid?

2. Apakah model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep pada materi koloid?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran inkuiri ter-bimbing dalam meningkatkan keterampilan menginferensi dan penguasaan konsep pada materi koloid .

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Siswa:

Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing membantu siswa untuk mening-katkan keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep dalam pembelajaran kimia, khususnya materi koloid.

2. Guru dan calon Guru:

Memberi inspirasi dan referensi pembelajaran secara langsung bagi guru dalam membelajarkan materi kimia dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, terutama pada materi koloid.

3. Sekolah:

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia disekolah.


(15)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari perbedaan pemahaman terhadap istilah yang digunakan, maka perlu dituliskan ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Pembelajaran dikatakan efektif apabila menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran yang ditunjukkan dengan n-Gain yang signifikan (Wicaksono, 2008).

2. Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan adalah menurut Gulo (Trianto, 2010) dengan langkah-langkah yaitu : mengajukan permasalahan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.

3. Keterampilan Proses Sains yang akan diteliti adalah keterampilan menginfe-rensikan menurut Cartono (2007) yaitu sebuah pernyataan yang dibuat berdasarkan fakta hasil pengamatan.

4. Penguasaan konsep dalam penelitian ini ditandai dengan tercapainya kompe- tensi yang terdapat dalam indikator kognitif produk.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran diting-katakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukan perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) mengacu pada:

1. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembe-lajaran (gain yang signifikan).

3. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang

menyenangkan.

B. Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri.


(17)

Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001):

Konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain.

Menurut Von Glaserved dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil kepu-tusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan

menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpre-tasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya (Trianto, 2007).

Menurut Sagala (2003) konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan


(18)

tiba-tiba. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.

C. Inkuiri Terbimbing

Model pembelajaran inkuiri terbimbing selaras dengan pembelajaran konstruk-tivisme. Inkuiri terbimbing dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri terbimbing adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah

(Ibrahim, 2000).

Gulo dalam Trianto (2010) menyatakan bahwa pelaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

Kegiatan metode pembelajaran inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.


(19)

4. Analisis data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Langkah awal model pembelajaran inkuiri terbimbing ialah merumuskan masalah, siswa diberikan masalah atau pertanyaan dari guru kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Setelah masalah diungkapkan, siswa mengembangkan dalam bentuk hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis. Setelah siswa mengembangkan hipotesis, langkah selanjutnya siswa mengumpulkan data-data dengan melakukan percobaan dan telaah literatur. Siswa kemudian menganalisis data dari hasil pengumpulan data. Terakhir siswa dapat menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Pada penelitian ini tahapan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang

digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Gulo dalam Trianto (2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing

No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Mengajukan

perta-nyaan atau permasalahan

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Membagi siswa dalam kelmpok

Siswa mengidentifikasi masalah dan siswa duduk dalam kelom-poknya masing-masing.


(20)

Lajutan Tabel 1

No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

2. Membuat hipotesis Guru memberikan ke-sempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membuat hipo-tesis. Membimbing siswa dalam menen-tukan hipotesis yang relevan dengan perma-salahan dan memprio-ritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.

Siswa memberikan pendapat dan menen-tukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan.

3. Mengumpulkan data Guru membimbing siswa mendapatkan informasi atau data-data melalui percobaan maupun telaah literatur

Siswa melakukan per-cobaan maupun telaah literatur untuk menda-patkan data-data atau informasi

4. Menganalisis data Guru memberi kesem-patan pada tiap kelom-pok untuk menyam-paikan hasil pengolahan data yang terkumpul

Siswa mengumpulkan dan menganalisi data serta menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul

5. Membuat kesimpulan

Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

Siswa membuat kesim-pulan

Menurut Roestiyah (1998), guided inquiry memiliki keunggulan sebagai berikut: 1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri

siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.

2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.

4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing dianggap mampu meningkatkan keteram-pilan berpikir kritis pada diri siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya


(21)

(2009) bahwa pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberi pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar ingin tahu mereka.

D. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan -keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun


(22)

untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)". Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengem-bangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembang-kan pengetahuan yang telah dimiliki.

KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa, tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999) keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, klasi-fikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan.

Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator

Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu

benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi


(23)

Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan sebagai berikut: 1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu

informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara

lain untuk berbagi temuan.

5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang diapli-kasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memper-oleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Salah satu KPS adalah keterampilan menginferensi atau menyimpulkan yang menurut Cartono (2007) yaitu sebuah pernyataan yang dibuat berdasarkan fakta hasil pengamatan. Hasil inferensi dikemukakan sebagai pendapat seseorang ter-hadap sesuatu yang diamatinya. Pola pembelajaran untuk melatih keterampilan proses inferensi (menyimpulkan), sebaiknya menggunakan teori belajar konstruk-tivisme, sehingga siswa belajar merumuskan sendiri inferensinya.


(24)

Langkah-langkah menyusun indikator keterampilan menarik kesimpulan adalah sebagai berikut : mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi.

Menurut Soetardjo dan Soejitno (1998), inferensi adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan bukti (fakta) hasil serangkaian observasi. Dengan demikian inferensi harus didasarkan pada observasi langsung.

Terdapat dua metode dalam menarik suatu kesimpulan, yaitu metode deduktif dan metode induktif. Metode deduktif merupakan metode penarikan kesimpulan yang diperoleh dari gejala umum untuk mendapatkan hal yang lebih spesifik. Sedang-kan metode induktif sebaliknya, yaitu penariSedang-kan kesimpulan yang dimulai dengan gejala-gejala yang spesifik untuk mendapatkan hal-hal yang umum.

E. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip-prinsip. Penguasaan konsep yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih kompleks.

Penguasaan konsep merupakan dasar dari penguasaan prinsip-prinsip teori, artinya untuk dapat menguasai prinsip dan teori harus dikuasai terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa, maka diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Penguasaan konsep juga merupakan suatu upaya ke arah pemahaman siswa untuk memahami hal-hal


(25)

lain di luar pengetahuan sebelumnya. Jadi, siswa di tuntut untuk menguasai materi-materi pelajaran selanjutnya.

Menurut Dahar (1998) konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep deng-an konsep ydeng-ang lainnya.

Piaget dalam Dimyati dan Madjiono (2002) menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interak-si dengan lingkungan maka funginterak-si intelek semakin berkembang.

Posner dalam Suparno (1997) menyatakan bahwa dalam proses belajar terdapat dua tahap perubahan konsep yaitu tahap asimilasi dan akomodasi. Pada tahap asimilasi, siswa menggunakan konsep yang telah mereka miliki untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Pada tahap akomodasi, siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi.

Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar siswa dapat menemukan dan memahami konsep yang diajar-kan. Hal ini sesuai dengan pendapat Toulmin dalam Suparno (1997) yang menyatakan bahwa bagian terpenting dari pemahaman siswa adalah perkembang-an konsep secara evolutif. Dengperkembang-an terciptperkembang-anya kondisi yperkembang-ang kondusif, siswa


(26)

dapat menguasai konsep yang disampaikan guru. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang diberikan.

F. Kerangka Berpikir

Materi Koloid merupakan salah satu materi pelajaran kimia yang berkaitan langsung dengan ilmu pengetahuan alam yang sering dijumpai di lingkungan. Melalui pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mereka temui dalam kehidu-pan sehari-hari yang berhubungan dengan kolid dan menuntun siswa untuk

menemukan konsep secara sistematis, sehingga pemahaman siswa terhadap materi koloid akan lebih mendalam dan siswa dapat menerapkan pengetahuannya.

Langkah awal pembelajaran inkuiri terbimbing ialah merumuskan masalah, siswa diberikan masalah yang berkaitan dengan fenomena sehari-hari, kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dengan bimbingan guru. Setelah masalah diungkapkan, siswa mengembangkan dalam bentuk hipo-tesis sesuai dengan pengetahuan mereka sendiri dan diuji kebenarannya. Langkah selanjutnya siswa mengumpulkan data-data dengan melakukan percobaan dan telaah literatur. Siswa kemudian menganalisis data dari hasil pengumpulan data dan menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Dengan demikian apabila model pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada materi koloid akan meningkatkan keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep yang lebih tinggi daripada keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep diterapkan dengan pembelajaran konvensional.


(27)

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan peningkatan keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep siswa kelas XI IPA semester genap SMAN 1 Seputih Mataram Tahun Pelajaran 2012-2013 hanya dipengaruhi oleh pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing kelas.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan menginfe-rensikan dan penguasaan konsep siswa kelas XI IPA semester genap SMAN 1 Seputih Mataram Tahun Pelajaran 2012-2013 diabaikan.

H. Hipotesis Umum

Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis umum dengan perumusan sebagai berikut:

Model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi koloid lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep daripada pembelajaran konvensional siswa kelas XI IPA SMAN 1 Seputih Mataram.


(28)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA semester genap SMA Negeri 1 Seputih Mataram tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 93 siswa dan tersebar dalam tiga kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Bahan pertimbangan yang digunakan untuk pemi-lihan sampel adalah nilai hasil uji blok pada materi sebelumnya (hasil kali kela-rutan). Akhirnya diperoleh kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional.

b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep.


(29)

C.Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuanti-tatif yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest) siswa.

D. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain Non

Equivalent Control Group (Sugiyono, 2011) yang mana terdapat langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu:

Tabel 3. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen O1 X1 O2

Kelas kontrol O1 - O2

Keterangan:

X1: Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

O1: Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest O2: Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

Di dalam penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Tes yang dilakukan sebelum perlakuan disebut pretest dan sesudah perlakuan disebut posttest.


(30)

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Kelas eksperimen menggunakan LKS, yaitu LKS materi koloid dengan model belajar inkuiri terbimbing.

b. Soal pretest dan posttest untuk membangun pemahaman materi siswa. 1. Pretest

Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 15 soal indikator pengu-asaan konsep yang berupa pilihan jamak dan 4 soal indikator kete-rampilan menginferensikan yang berupa uraian, yang didalamnya terdapat materi sebelumnya, yaitu materi hasil kali kelarutan. 2. Posttest

Posttest dalam penelitian ini terdiri dari 15 soal indikator pengu-asaan konsep yang berupa pilihan jamak dan 4 soal indikator kete-rampilan menginferensikan yang berupa uraian, yang didalamnya terdapat materi koloid.

2. Validitas

Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992). Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgement. Dalam hal ini


(31)

pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi soal, terutama kesesuaian indika-tor, tujuan pembelajaran dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang

bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgement diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya yaitu dosen pembimbing.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

Tujuan observasi pendahuluan:

a. Observasi fasilitas sekolah yang dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan penelitian.

b. Studi dokumentasi nilai uji blok siswa untuk keperluan pemilihan sampel. c. Menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Yaitu menyiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS) dan soal tes.


(32)

Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan dalam kelas eksperimen, yaitu kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas kontrol, yaitu kelas yang disiapkan dengan pembelajaran konvensional.

Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:

a) Melakukan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi koloid sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas.

(1) Kelas eksperimen

Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, guru mengelompokkan siswa secara heterogen.

a) Tahap 1: Merumuskan masalah

Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan pertanyaan sebagai langkah permasalahan bagi siswa.

b) Tahap 2: Merumuskan hipotesis

Guru membimbing siswa untuk mengembangkan pendapatnya dalam bentuk hipotesis untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap sebelumnya. c) Tahap 3: Mengumpulkan data

1) Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan bersama dengan teman sekelompoknya.

2) Memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengisi tabel hasil pengamatan.


(33)

d) Tahap 4: Menganalisis data

1) Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompoknya. 2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan

pendapat dan melengkapi jawaban, kemudian mempresentasikan hasil diskusinya.

e) Tahap 5 : Membuat kesimpulan

1) Guru membimbing siswa dalam menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusi.

2) Guru memberikan penguatan dari kesimpulan siswa tentang materi yang telah dipelajari.

(2) Kelas kontrol a) Kegiatan awal

1) Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan pembelajaran b) Kegiatan inti

1) Guru memberikan uraian materi dan penjelasan kepada siswa.

2) Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang penting. 3) Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal.

4) Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan guru. 5) Guru bersama siswa membahas latihan tersebut. c) Kegiatan akhir

1) Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi yang baru saja mereka dapatkan.


(34)

3) Melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4) Analisis data

5) Penulisan pembahasan dan simpulan

Secara singkat prosedur pelaksanaan penelitian digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:

Gambar 1. Prosedur pelaksanaan penelitian Membuat instrumen dan perangkat

pembelajaran.

Menentukan Populasi dan Sampel

Kelas Eksperimen Pretest Kelas Kontrol

Posttest Pembelajaran

konvensional Pembelajaran inkuiri

terbimbing

Analisis Data

Pembahasan dan simpulan Validasi instrumen Observasi Pendahuluan


(35)

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Teknik analisis data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

a. Nilai siswa

Nilai pretest dan posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai siswa = skor yang diperoleh siswa

skor total

100

b. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui efektivitas inkuiri terbimbing dalam meningkatkan

keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep, maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi (n-Gain). Rumus n-Gain menurut Meltzer sebagai berikut:

( ) =

� � − � �

� � � � − � �

2. Pengujian hipotesis a. Uji normalitas

Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :


(36)

Keterangan : �2 = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005).

b. Uji homogenitas

Karena pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji kesamaan dua rata-rata uji satu pihak, yakni uji pihak kanan, maka untuk uji statistik ini diperlukan pengujian homogenitas kedua varians kelas sampel.

Untuk uji homogenitas dua varians ini rumusan hipotesisnya adalah:

H0 :σ12= σ22 Data n-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen.

H1 : σ12≠ σ22 Data n-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang tidak homogen.

Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji kesamaan dua varians, dengan rumusan statistik :

=

1

2 22

dengan

=

∑(�−� ) 2

−1

Keterangan:

S = simpangan baku x = n-Gain siswa � = rata-rata n-Gain n = jumlah siswa


(37)

Dengan kriteria uji adalah terima 0 jika < pada taraf nyata 5% (sudjana, 2005).

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Rumusan hipotesis adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis pertama (keterampilan menginferensikan)

H0 µ1x≤ µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensikan siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih rendah atau sama dengan siswa di kelas dengan pembelajaran

konvensional.

H1

:

μ 1x > μ 2x

:

Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensikan yang

diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional.

2) Hipotesis kedua (penguasaan konsep)

H0 : μ1y ≤μ 2y : Rata-rata n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih rendah atau sama daripada pembelajaran konvensional.

H1

:

μ 1x > μ 2x

:

Rata-rata n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi koloid siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing


(38)

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi koloid siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan menginferensikan y : penguasaan konsep

Selanjutnya menentukan jumlah sampel masing-masing kelas yaitu n1 = 30 dan n2 = 31, dengan n1 adalah kelas eksperimen dan n2 adalah kelas kontrol. Karena pada penelitian ini data berdistribusi normal dan bersifat homogen, maka yang dipakai adalah uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji statistik t. Rumus uji t yang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut:

thitung = X −1 X 2 Sg n1

1+ 1 n2

dengan Sg2= n1−1 S1

2+ (n

2−1)S22 n1+ n2−2

Keterangan: ฀X1

= Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensikan /penguasaan konsep

yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing �2

= Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensikan /penguasaan yang diterapkan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku gabungan

1= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing 2= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional

1= Simpangan baku n-Gain siswa yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing

2= Simpangan baku n-Gain siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional


(39)

Dengan kriteria uji :


(40)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensi dan penguasaan konsep siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada materi pokok koloid.

2. Model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keteram-pilan menginferensikan dan penguasaaan konsep siswa pada materi pokok koloid.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih efektif.

2. Untuk melancarkan penelitian, disarankan agar peneliti lain mempersiapkan materi belajar untuk siswa sebagai bahan referensi siswa yang tidak memiliki buku pegangan.


(41)

3. Untuk pembelajaran materi koloid atau materi lainnya yang mempunyai karakteristik yang mirip, dapat menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam upaya mengembangkan keterampilan menginferensikan siswa.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, R. 2013. efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan pencapaian kompetensi siswa. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung. Lampung.

Arifin, M. dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Aziz, A. 2010. Uji Dua Sampel. Makalah. [online] blog.uin-malang.ac.id/ abdulaziz/files/2010/.../Uji-Dua-Sampel-A.pdf.

Budimansyah, D. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Ganesindo. Bandung.

Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya. Liliasari. 1996. Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan oleh

Siswa SMA. Sebuah Studi tentang Berpikir Konsep. Sekolah Pasca Sarjana IKIP. Bandung.

Nugroho, A. 2013. efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan


(43)

menginferensikan siswa. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung. Lampung.

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.

Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Pirdana, R. 2012. efektivitas pembelajaran LC3E pada materi kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung. Lampung.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta. Gramedia. Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.

Bandung.

Tan, O.S. 2003. Problem-Based Learning Innovation. Singapore: Thomson Learning

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. BSNP. Jakarta Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar.

Universitas Lampung.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

_____. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.


(1)

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi koloid siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan menginferensikan y : penguasaan konsep

Selanjutnya menentukan jumlah sampel masing-masing kelas yaitu n1 = 30 dan n2 = 31, dengan n1 adalah kelas eksperimen dan n2 adalah kelas kontrol. Karena pada penelitian ini data berdistribusi normal dan bersifat homogen, maka yang dipakai adalah uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji statistik t. Rumus uji t yang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut:

thitung = X −1 X 2 Sg n1

1+ 1 n2

dengan Sg2= n1−1 S1 2+ (n

2−1)S22 n1+ n2−2

Keterangan:

฀X1

= Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensikan /penguasaan konsep yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing

�2

= Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensikan /penguasaan yang diterapkan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku gabungan

1= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing 2= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional

1= Simpangan baku n-Gain siswa yang diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing

2= Simpangan baku n-Gain siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional


(2)

30

Dengan kriteria uji :


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata n-Gain keterampilan menginferensi dan penguasaan konsep siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada materi pokok koloid.

2. Model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keteram-pilan menginferensikan dan penguasaaan konsep siswa pada materi pokok koloid.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih efektif.

2. Untuk melancarkan penelitian, disarankan agar peneliti lain mempersiapkan materi belajar untuk siswa sebagai bahan referensi siswa yang tidak memiliki buku pegangan.


(4)

41

3. Untuk pembelajaran materi koloid atau materi lainnya yang mempunyai karakteristik yang mirip, dapat menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam upaya mengembangkan keterampilan menginferensikan siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, R. 2013. efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan pencapaian kompetensi siswa. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung. Lampung.

Arifin, M. dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Aziz, A. 2010. Uji Dua Sampel. Makalah. [online] blog.uin-malang.ac.id/ abdulaziz/files/2010/.../Uji-Dua-Sampel-A.pdf.

Budimansyah, D. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Ganesindo. Bandung.

Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya. Liliasari. 1996. Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan oleh

Siswa SMA. Sebuah Studi tentang Berpikir Konsep. Sekolah Pasca Sarjana IKIP. Bandung.

Nugroho, A. 2013. efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan


(6)

43

menginferensikan siswa. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung. Lampung.

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.

Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Pirdana, R. 2012. efektivitas pembelajaran LC3E pada materi kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung. Lampung.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta. Gramedia. Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.

Bandung.

Tan, O.S. 2003. Problem-Based Learning Innovation. Singapore: Thomson Learning

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. BSNP. Jakarta Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar.

Universitas Lampung.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

_____. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.