1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Tes psikologi saat ini telah digunakan hampir dalam setiap bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk mengetahui
minat dan bakat siswa. Selain itu, tes psikologi digunakan untuk mengetahui potensi akademik calon mahasiswa yang hendak masuk ke dalam suatu
universitas. Dalam dunia kerja, tes psikologi digunakan untuk menyeleksi calon karyawan yang sesuai dengan posisi yang tersedia. Dalam bidang klinis, tes
psikologi digunakan terapis untuk menentukan treatment yang sesuai untuk masalah klien. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai
manfaat tes psikologi sudah semakin meluas, sehingga penggunaannya semakin meningkat.
Tes psikologi adalah serangkaian aitem-aitem yang menjadi satu kesatuan untuk mengukur karakteristik atau sifat-sifat manusia yang dapat memprediksi
perilakunya Kaplan Saccuzzo, 2005. Menurut Kaplan dan Saccuzzo 2005, tes psikologi dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kemampuan ability test dan tes
kepribadian personality test. Tes kemampuan digunakan untuk mengukur kemampuan dalam hal kecepatan, ketepatan, kecerdasan, ataupun ketiganya
sekaligus. Berbeda dengan tes kemampuan, tes kepribadian digunakan untuk mengungkap sifat-sifat seseorang yang menentukan bagaimana individu tersebut
berperilaku di masa depan.
Universitas Sumatera Utara
Melihat tujuan penggunaannya, kedua jenis tes psikologi ini memiliki fungsi masing-masing yang sama pentingnya. Fungsi kedua tes psikologi yang
penting ini menyebabkan tes kemampuan dan tes kepribadian selalu diadministrasikan bersama dalam proses perekrutan. Hal ini dikarenakan tes
kepribadian mengungkap aspek yang penting. Ketika seseorang memiliki kepribadian yang tidak sesuai dengan jabatan kerjanya walaupun memiliki strategi
pemecahan masalah yang sempurna, orang tersebut mungkin dapat melakukan strategi pemecahan masalah yang tidak efektif. Oleh karena itu, peneliti memilih
tes kepribadian untuk dilakukan penelitian. Pengukuran terhadap kepribadian sangat penting dilakukan Pervin,
Cervone, Oliver, 2005. Selain itu, Pervin, dkk. 2005 mengatakan bahwa pengukuran terhadap kepribadian penting dilakukan untuk memahami aspek-
aspek yang berbeda dalam setiap individu dan bagaimana hubungan individu dengan orang lain. Jadi, untuk mengukur kepribadian individu, dapat digunakan
tes kepribadian. Tes kepribadian sering dipakai ketika perusahaan ingin merekrut karyawan yang ingin bekerja sehingga dapat mengisi posisi pekerjaan yang
tersedia. Pemeriksaan psikologi dengan menggunakan tes kepribadian dapat digunakan untuk membantu manajemen atau perusahaan untuk mengoptimalisasi
sumber daya manusia Humanika Consulting, 2014. Selain itu, tes kepribadian juga digunakan untuk kebutuhan klinis, misalnya pada terapi atau konseling.
Berdasarkan pengamatan peneliti, banyak biro-biro psikologi di Medan yang menggunakan tes psikologi, misalnya Unit Pelayanan Pusat Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat selanjutnya akan disebut P3M Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
USU, Humanika Solutama Consulting, dan Competence Psychological Firm CPF. Dengan kata lain, tes kepribadian tentu saja harus memiliki kualitas yang
baik, agar hasil tes tersebut dapat menggambarkan diri individu dengan tepat. Jika tes psikologi tidak memiliki kualitas yang baik, individu akan mendapatkan
pekerjaan yang belum tentu sesuai dengan kepribadiannya. Tes kepribadian yang memiliki kualitas buruk juga dapat menyebabkan terapi atau konseling yang
dilakukan tidak berhasil karena salah memberikan treatment. Saat ini, telah banyak tes kepribadian yang dikembangkan. Edwards
Personal Preference Schedule EPPS, Sixteen Personality Factor 16PF, PAPI Kostick, dan masih banyak lagi. Beberapa tes psikologi tersebut sudah pernah
diadaptasi dan digunakan di Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan salah satu dari beberapa tes kepribadian tersebut, yaitu Edwards
Personal Preference Schedule selanjutnya akan disebut EPPS. Berdasarkan pengamatan peneliti, EPPS digunakan ketika perusahaan ingin menempatkan
calon peserta pada posisi yang tersedia. Unit P3M Fakultas Psikologi USU memakai EPPS sejak tahun 1999 hingga sekarang Komunikasi personal dengan
ketua Unit P3M Fakultas Psikologi USU Ferry Novliadi, 19 Desember 2013. EPPS adalah tes kepribadian yang dikembangkan oleh Allen L. Edwards.
EPPS dikembangkan dengan berdasar pada teori Henry A. Murray mengenai sistem kebutuhan manusia. EPPS yang dikonstrak pada tahun 1953 berbentuk
inventori kepribadian. Tujuan EPPS dikonstrak adalah untuk mengungkap kebutuhan-kebutuhan needs seseorang. EPPS yang digunakan di Indonesia saat
Universitas Sumatera Utara
ini diadaptasi oleh Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia LPSP3 UI.
Sampai saat ini, EPPS yang digunakan di Indonesia belum pernah direvisi. Seiring berjalannya waktu, setiap alat tes harus diuji kelayakan, diantaranya
validitas konstrak dan reliabilitas. Alat tes memiliki validitas yang baik ketika hasil pengukuran tes didukung bukti-bukti yang empiris dan teori-teori yang
rasional. Sedangkan, alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi ketika hasil dari alat tes yang digunakan dapat dipercaya.
Berdasarkan penelitian Piedmont, McCrae, dan Costa dalam Gregory, 2004, validitas dan reliabilitas yang dihasilkan EPPS tergolong memiliki nilai
yang baik, yaitu korelasi antara kebutuhan aggressive EPPS dengan Neuroticism NEO-PI memiliki nilai .47 dan korelasi antara kebutuhan aggressive EPPS
dengan Aggreeableness NEO-PI sebesar -.53, yang menunjukkan validitas konvergen dan diskriminan yang baik. Berdasarkan penelitian Kaplan dan
Saccuzzo 2005, reliabilitas EPPS berkisar .60 hingga .87 dari 15 kebutuhan yang diungkap EPPS. Walaupun tergolong baik, validitas dan reliabilitas tersebut
diukur pada tahun 1992 dan 2005. Selain itu, sampai sekarang, peneliti juga belum menemukan penelitian yang meneliti validitas dan reliabilitas EPPS di
Indonesia. Bila dilihat dari aitem-aitem EPPS, maka aitem-aitem yang terdapat dalam
EPPS sudah tidak menggunakan bahasa yang digunakaan saat ini. Hal ini dikarenakan bahasa yang digunakan ketika melakukan adaptasi EPPS adalah
bahasa pada tahun EPPS diadaptasi. Bahasa yang digunakan EPPS akan berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan bahasa yang digunakan saat ini. Hal ini dapat menyebabkan peserta tidak mengerti pernyataan dari inventori yang hendak dijawab komunikasi personal
dengan peserta tes Vilya Sutanto, 14 Desember 2013. Selain itu, peneliti juga mengambil beberapa sampel aitem untuk analisis bahasa. Analisis kualitatif ini
dilakukan oleh ahli Bahasa Indonesia yang menunjukkan bahwa sampel aitem- aitem tersebut merupakan kalimat yang tidak efektif. Ketidak efektifan ini berarti
pola kalimat dan penggunaan kosakata tidak sesuai dengan tata cara penulisan Bahasa Indonesia. Peserta yang mengikuti tes menggunakan EPPS mungkin saja
menjawab sembarangan dan mengakibatkan hasil dari tes tersebut belum tentu merepresentasikan dirinya sendiri.
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas alat tes, seperti kebocoran soal Princen, 2011. Pada saat ini, EPPS telah banyak beredar
bebas di website. Peneliti melakukan browsing dengan menggunakan mesin pencari
. Dengan mengetik kata kunci ‘Tips Mengerjakan EPPS’, peneliti menemukan banyak website yang mengungkap isi EPPS. Hal
– hal yang diungkap adalah cara pengisian EPPS, letak konsistensi EPPS, bahkan cara melakukan
skoring EPPS. Hal ini tentu saja juga dapat menyebabkan hasil dari EPPS tidak menggambarkan diri peserta yang mengerjakan EPPS dengan baik.
Melihat EPPS masih terus digunakan di Indonesia tetapi belum pernah direvisi sejak pertama kali diadaptasi, bahasa yang digunakan sudah tidak sesuai
dengan perkembangan zaman, dan terdapat kebocoran EPPS di website, timbul pertanyaan peneliti mengenai EPPS.
”Apakah EPPS masih layak digunakan untuk mengukur lima belas manifestasi kebutuhan Murray
?”. Meskipun demikian, EPPS
Universitas Sumatera Utara
bisa menjadi alat tes yang berkualitas baik jika hasil pengukurannya masih valid dan reliabel. Namun, sejauh ini peneliti belum menemukan adanya rujukan
empiris mengenai kualitas EPPS di Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan analisis karakteristik psikometri pada EPPS untuk
memastikan apakah tes kepribadian ini masih berfungsi sesuai dengan tujuan EPPS disusun. Baburajan dalam Kaplan Saccuzzo, 2005 juga mengatakan
perlu melakukan analisis validitas yang lebih jauh terhadap EPPS. Hal ini memicu peneliti untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas EPPS. Karakteristik
psikometri yang akan dievaluasi peneliti adalah koefisien reliabilitas dan koefisien validitas berdasarkan struktur internal.
B. Identifikasi Masalah