Azwar, 2003. Alat ukur yang memiliki koefisien validitas yang tinggi akan memiliki nilai SEM yang kecil Azwar, 2003. Skor yang diperoleh dari alat ukur
tidak jauh berbeda dari skor sesungguhnya true scores. Namun, tidak mudah untuk mendapatkan koefisien validitas yang tinggi, terutama validitas pada alat
ukur yang mengungkap sifat laten. Selain itu, pada kenyataannya, koefisien validitas tidak akan pernah mencapai atau mendekati angka 1,0.
2. Reliabilitas
a. Pengertian Reliabilitas Reliabilitas merujuk pada keakuratan pengukuran dalam menilai
kemampuan atau kepribadian individu Osterlind, 2010. Keakuratan suatu pengukuran ditentukan dengan konsistensi hasil pengukuran dari berbagai
penilaian. Semakin konsisten hasil pengukuran, semakin baik reliabilitasnya. Konsep yang dilihat reliabilitas adalah seberapa baik salah satu stimulus
misalnya aitem pada alat ukur menggambarkan stimulus secara keseluruhan alat ukur. Menurut Coaley 2010, suatu alat ukur harus memiliki konsistensi,
sehingga hasil alat ukur dari satu subjek memiliki nilai yang relatif tidak berbeda setiap kali alat ukur digunakan. Tetapi, tidak ada alat ukur yang benar-benar
akurat.
b. Metode Estimasi Reliabilitas Sebelum melakukan uji koefisien reliabilitas, pertama-tama kita harus
menentukan metode yang akan digunakan dalam melakukan estimasi reliabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan estimasi reliabilitas yaitu:
1 Metode Tes-Ulang Asumsi dalam metode tes-ulang adalah tes yang sama digunakan pada peserta
tes yang sama pada rentang waktu yang berbeda dan menggunakan administrasi yang sama Osterlind, 2010. Ketika tes digunakan dua kali,
koefisien reliabilitas yang paralel akan terpenuhi. Tenggang waktu menjadi hal yang sangat penting dalam tes-ulang, karena mempengaruhi reliabilitas
Coaley, 2010. Tetapi, metode tes-ulang memiliki beberapa kelemahan. Peserta tes cenderung akan berubah dalam beberapa aspek misalnya pada
sifat di antara sesi tes. Hal ini dapat menyebabkan eror karena adanya tenggang waktu, yang rentan pada pengukuran perilaku yang cenderung
berubah karena perubahan waktu Azwar, 2003. Metode tes-ulang juga terkesan kurang praktis karena tester harus kembali menghubungi peserta tes
untuk mengikuti tes selanjutnya Coaley, 2010. 2 Metode Bentuk Paralel dan Bentuk Alternatif
Asumsi dari metode bentuk paralel adalah mengembangkan tes yang memiliki aitem yang ekuivalen, misalnya indeks kesukaran aitem setara. Korelasi di
antara kedua tes tersebut kemudian akan digunakan untuk mengestimasi reliabilitas tes. Dengan menggunakan metode ini, efek carry-over akan
berkurang karena menggunakan dua tes yang berbeda. Rentang waktu antara tes pertama dan tes kedua juga tidak menjadi peranan penting. Walaupun
begitu, mengembangkan bentuk tes yang paralel sangat sulit dan memerlukan biaya banyak. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa bentuk tes ekuivalen
Universitas Sumatera Utara
dengan tes yang akan dievaluasi. Sesuai dengan apa yang dikemukakan Osterlind 2010, kesulitan penggunaan pengukuran yang paralel adalah
mengidentifikasi pengukuran dengan tepat ekuivalen terhadap tes yang akan dievaluasi. Hal ini yang menyebabkan metode bentuk alternative muncul.
Namun, metode ini memiliki kesamaan, yaitu menggunakan alat ukur lain sebagai pembanding. Hal yang membedakan antara metode bentuk alternatif
dan metode bentuk paralel adalah cara mendapatkan alat ukurnya. Metode bentuk paralel menggunakan alat ukur yang dikembangkan sendiri, sedangkan
metode bentuk alternatif tidak. 3 Metode Konsistensi Internal
Cara lain yang dapat digunakan ketika tidak ada bentuk alternatif tes lain adalah dengan menggunakan metode konsistensi internal. Metode ini
digunakan dengan membagi tes menjadi n bagian n ≥ 2. Ketika tes dibagi
menjadi dua, asumsi yang didapat adalah kedua tes yang dibelah ekuivalen. Menurut O’Connor dalam Javali, Gudaganavar, Shodan, 2011, semakin
homogen atau ekuivalen aitem-aitem dalam belahan tes, semakin tinggi reliabilitasnya. Metode ini disebut sebagai metode split-half. Administrasi tes
dilakukan satu kali saja, sehingga menghemat waktu. Selain itu, efek carry- over dapat diminimalisir. Biasanya masalah yang muncul terdapat pada tes
misalnya korelasi antar belahan tes rendah, tidak pada peserta tes. Cara pembelahan tes tergantung pada jenis dan fungsi tes yang
bersangkutan Azwar, 2003. Cara pembelahan tes yang dipilih akan menentukan formula apa yang akan digunakan untuk menghitung koefisien
reliabilitas. Menurut Azwar 2003, ada beberapa cara pembelahan tes, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a Pembelahan Cara Random
Pembelahan cara random dapat dilakukan dengan mengambil beberapa aitem secara acak untuk dimasukkan ke belahan pertama dan belahan
kedua. Namun, perlu diingat bahwa pembelahan cara random hanya dapat digunakan jika tes yang dibelah memiliki aitem yang homogen, baik dari
segi isi maupun dari segi kesukaran aitem. b
Pembelahan Ganjil Genap Pembelahan ganjil genap dapat dilakukan dengan mengambil aitem-aitem
bernomor ganjil dimasukkan ke belahan pertama dan aitem-aitem bernomor genap dimasukkan ke belahan kedua. Pembelahan cara ini
digunakan dengan asumsi apabila aitem-aitem yang disusun dalam suatu tes memiliki urutan-urutan tertentu, seperti kesukaran aitem, sehingga
setelah tes dibelah, setiap belahan memiliki isi yang setara. c
Pembelahan Matched-Random Subsets Pembelahan matched-random subsets digunakan pada tes yang telah
diukur tingkat kesukaran aitem dan korelasi antar aitem tes. Aitem-aitem tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik kartesius dengan sumbu x
untuk koefisien korelasi antar aitem dan sumbu y untuk indeks kesukaran aitem. Dengan meletakkan aitem-aitem tersebut, dapat dilihat aitem-aitem
yang berdekatan memiliki tingkat setara, sehingga ketika dibelah, belahan pertama dan belahan kedua memiliki tingkat setara.
Universitas Sumatera Utara
c. Formula Estimasi Koefisien Reliabilitas Pada metode konsistensi internal, terdapat beberapa formula rumus yang
digunakan dalam mengestimasi koefisien reliabilitas, yaitu Formula Spearman- Brown, Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson, dan Koefisien Alpha.
1 Formula Spearman-Brown
Asumsi pemakaian formula ini adalah ketika tes dibagi dua secara random, kedua belahan harus memiliki distribusi normal dengan mean dan standard
deviation yang setara Azwar, 2003. Umumnya, cara pembelahan tes dilakukan dengan pembelahan ganjil genap atau matched-random subsets.
Perlu diingat bahwa formula ini dipakai ketika korelasi antar kedua belahan tes memiliki nilai yang tinggi. Jika tidak, koefisien reliabilitas yang dihasilkan
cenderung memiliki nilai yang rendah underestimasi. Rumus Spearman- Brown adalah:
························································ 1 Keterangan:
koefisien reliabilitas koefisien antara kedua belahan tes
2 Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson
Ketika tes tidak dapat dibelah menjadi dua belahan sama besar karena aitem dalam tes sedikit, maka formula ini dapat digunakan. Pembelahan tes
dilakukan dengan membelah sebanyak jumlah aitem. Ada 2 rumus Kuder- Richardson, yaitu:
··············································· 2
Universitas Sumatera Utara
··········································· 3 Keterangan:
= proporsi populasi yang menjawab aitem benar atau aitem pertama. = proporsi populasi yang menjawab aitem salah atau aitem kedua.
= banyak aitem dalam tes. = varians skor tes.
= mean dari tes. Rumus
muncul karena rumus cenderung menghasilkan
komputasi yang lebih panjang karena menggunakan korelasi antar aitem, sedangkan rumus
hanya menggunakan nilai mean Osterlind, 2010. Namun, rumus
cenderung menghasilkan koefisien reliabilitas yang lebih rendah daripada rumus
. 3
Koefisien Alpha Ketika belahan tes yang dikorelasikan belum tentu memenuhi asumsi paralel,
koefisien Alpha dapat digunakan. Tetapi, jika asumsi paralel tidak dapat terpenuhi, estimasi reliabilitas cenderung underestimasi. Jadi, ketika alat ukur
memiliki koefisien reliabilitas yang cukup tinggi, akan ada kemungkinan koefisien reliabilitas yang lebih tinggi bisa dicapai. Tetapi, jika alat ukur
memiliki koefisien reliabilitas yang rendah, akan ada kemungkinan bahwa reliabilitas alat ukur tersebut rendah atau asumsi ekuivalen tidak terpenuhi
Allen Yen dalam Azwar, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Koefisien Alpha dapat dipakai ketika tes dibelah dua, tiga, hingga sebanyak jumlah aitem, dengan asumsi ekuivalen terpenuhi. Rumus koefisien
Alpha yang digunakan adalah: ··················································· 4
Keterangan: = banyak aitem dalam tes.
= varians skor tes.
d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas
Menurut Osterlind 2010, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi hasil reliabilitas, yaitu:
1 Efek atenuasi
Koefisien reliabilitas tidak pernah kurang dari koefisien validitas. Karena itu, jika koefisien reliabilitas rendah, koefisien validitas juga akan rendah.
Rendahnya koefisien validitas yang disebabkan oleh rendahnya koefisien reliabilitas disebut efek atenuasi Azwar, 2003.
2 Efek dari panjang tes pada estimasi reliabilitas
Semakin banyak aitem dalam suatu tes, semakin tinggi koefisien reliabilitas. Aitem-aitem yang membentuk tes memiliki karakteristik-karakteristik tertentu
yang dibentuk menjadi satu tes. Sehingga semakin banyak aitem yang menggambarkan karakteristik tersebut, akan semakin rinci gambaran konstruk
seutuhnya. Jumlah aitem yang diperlukan agar mencapai nilai reliabilitas yang baik adalah lebih dari lima puluh aitem Javali, dkk., 2011.
Universitas Sumatera Utara
3 Heterogenitas kelompok
Semakin bervariasi kelompok dalam suatu tes, semakin tinggi koefisien reliabilitasnya. Hal ini dikarenakan kelompok yang memenuhi asumsi
heterogenitas cenderung memiliki pilihan-pilihan aitem yang berbeda-beda pula. Sedangkan, ketika setiap orang memiliki pilihan-pilihan aitem yang
sejenis tidak ada perbedaan, maka alat ukur tersebut memiliki koefisien reliabilitas 0,0 Murphy Davidshofer, 1994.
e. Hubungan Reliabilitas dan SEM SEM muncul karena reliabilitas alat ukur tidak dapat menggambarkan
secara tepat apakah interpretasi hasil alat ukur benar-benar merepresentasikan subjek yang mengikuti tes. SEM adalah indikator yang melihat adanya perbedaan
skor tampak dan skor murni Osterlind, 2010. Konsep SEM muncul karena dalam pengukuran bisa saja terjadi eror. Dengan adanya konsep ini, dapat
diketahui bahwa tingginya reliabilitas hasil alat ukur menunjukkan sedikitnya eror yang dihasilkan, dan demikian juga sebaliknya Coaley, 2010. Semakin tinggi
nilai SEM, maka koefisien reliabilitas akan semakin rendah. SEM juga menunjukkan variasi hasil skor tes yang mungkin dicapai
karena adanya eror pengukuran Murphy Davidshofer, 1994. Dengan adanya SEM, interval kepercayaan dapat dibentuk. Interval kepercayaan digunakan
sebagai indikator terhadap seberapa akurat skor murni dari hasil alat ukur. Namun, kelemahan SEM adalah penggunaannya tidak selalu setara pada semua
skor tes. Nilai SEM cenderung kecil pada skor ekstrim dan besar pada skor rata- rata Murphy Davidshofer, 1994.
Universitas Sumatera Utara
f. Interpretasi Reliabilitas Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik ketika koefisien
reliabilitas dari hasil pengukuran alat ukur tinggi. Tetapi, koefisien reliabilitas yang memuaskan tidak dapat ditentukan. Menurut Azwar 2003, hal ini
dikarenakan koefisien reliabilitas yang didapat berdasarkan perhitungan hanya merupakan estimasi dari reliabilitas yang sesungguhnya, dan hanya berlaku pada
kelompok subjek yang diukur saja. Selain itu, setiap alat ukur memiliki tuntutan tingkat reliabilitas minimal yang berbeda-beda, sehingga interpretasi koefisien
reliabilitas alat ukur tidak dapat lepas dari fungsi dan tujuan pengukuran. Murphy Davidshofer 1994 mengemukakan bahwa reliabilitas yang tinggi diperlukan
ketika tes digunakan untuk membuat keputusan terhadap seseorang misalnya penempatan posisi kerja dan ketika individu dari kelompok yang setara
dikelompokkan ke dalam satu kategori baru. Sedangkan reliabilitas yang rendah diperbolehkan ketika tes yang digunakan hanya sebagai pendahuluanpermulaan
dan ketika tes digunakan individu dari populasi random akan dikategorikan ke dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut Bartam dalam Coaley, 2010, tes IQ
biasanya memiliki reliabilitas lebih dari 0,9, sedangkan pada tes kepribadian dan inventori memiliki reliabilitas berkisar 0,7 hingga 0,9.
Besarnya sampel yang digunakan juga menjadi faktor penting dalam koefisien reliabilitas. Tidak cukup jika jumlah sampel yang mengikuti tes kurang
dari 30 Coaley, 2010. Kline dalam Coaley, 2010 juga mengatakan tidak cukup juga jika jumlah sampel kurang dari 100. Nunally dalam Coaley, 2010
mengatakan jika sampel yang digunakan mencapai 500, maka 95 dapat dikatakan koefisien reliabilitas tes tersebut di atas 0,62.
Universitas Sumatera Utara
Ketika menginterpretasi koefisien reliabilitas, terdapat dua hal yang perlu dipahami Azwar, 2003, yaitu:
1 Estimasi reliabilitas tes pada satu kelompok subjek dalam situasi tertentu akan
menghasilkan koefisien yang tidak sama pada kelompok subjek lain dalam situasi yang lain.
2 Koefisien reliabilitas hanya mengindikasikan besarnya inkonsistensi skor hasil
pengukuran tes, bukan menyatakan sebab-sebab inkonsistensi tersebut secara langsung.
B. Edwards Personal Preference Schedule 1. Sejarah EPPS