4
B. Latar Belakang Masalah
Anak adalah penerus generasi dan merupakan sumber daya manusia dalam pembangunan nasional.
6
Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Mental anak
yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut
buruk, dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit perbuatan tersebut akhirnya
mengarah kepada kenakalan remaja atau yang dikenal dengan istilah
Juvenile Delinquency
, yang akhirnya menyeret pelakunya berurusan dengan aparat penegak hukum.
Kenakalan remaja atau
Juvenile Deliquency
adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-
anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak dari pada kejahatan anak, terlalu ekstrem rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana
dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh tidak setiap manusia mengalami kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya.
7
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana,
dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum juga perbuatan yang bersifat pasif tidak
berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum.
8
Indonesia telah mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan untuk
melindungi hak-hak anak, hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan. Diantaranya: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP,
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
6
Ciptaningsih Utaryo,
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Pidana
, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003, hal, 1.
7
Wagiati Soetodjo,
Hukum Pidana Anak
, PT Refika Aditama Bandung, 2006 hal.11.
8
Teguh Prasetyo, SH, M.Si.
Hukum Pidana
. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal 48.
5
Terhadap anak nakal menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 telah diatur mengenai jenis sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak
pidana, khususnya di dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997.
Jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak menurut Pasal 22 Undang-
Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: “Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-
undang ini.” Kemudian Pasal 23 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyatakan:
1 Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana
tambahan. 2
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah : a.
pidana penjara; b.
pidana kurungan; c.
pidana denda; atau d.
pidana pengawasan. 3
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau
pembayaran ganti rugi. 4
Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: 1
Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah : a.
mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; b.
menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
6
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan
yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. 2
Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Demi terwujudnya perlindungan anak, dalam melakukan pembinaan dan pemberian bimbingan bagi anak nakal, diperlukan peran dari Balai Pemasyarakatan
BAPAS. BAPAS merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan dan sistem peradilan pidana.
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan
bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
9
Berdasarkan hal tersebut, anak yang melakukan kejahatan tentu saja berbeda dengan orang dewasa baik
dalam proses peradilan maupun dalam hal pemberian hukuman. Seorang anak yang menjalani proses pengadilan dari tahap pra-ajudikasi sampai tahap purna ajudikasi harus
selalu diperhatikan kepentingan anak dan harus dihindarkan dari hal-hal yang dapat merugikan anak. Di pelbagai negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan mencari
bentuk-bentuk pidana lain disamping pidana perampasan kemerdekaan berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat institusional dalam bentuk pidana bersyarat, dan
pidana perampasan harta benda misalnya denda.
10
Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan hal tersebut, dalam sistem peradilan anak dilibatkan BAPAS Balai Pemasyarakatan sebagai pembuat Penelitian
Kemasyarakatan LITMAS anak, yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses peradilan anak.
Balai Pemasyarakatan BAPAS sebagai bagian dari sistem peradilan anak yang mempunyai tugas melaksanakan pembimbingan dan mendampingi anak nakal dalam
proses Peradilan Anak. Kedudukan hukum dari Balai Pemasyarakatan BAPAS dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dapat ditemukan di dalam Undang-Undang No.
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Di dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS Pasal 1 angka 9.
11
BAPAS Balai Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis dalam melaksanakan tugasnya memiliki petugas khusus yang disebut Pembimbing Kemasyarakatan.
9
Pasal 1angka 1 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
10
Muladi.
Lembaga Pidana Bersyarat.
Bandung: Alumni, 1992, hal. 5
11
http:bangopick.wordpress.com
20080209peranan-bapas-dalam-perkara-anak
7
Pada hakekatnya Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan yang bernaung di bawah Departemen Hukum dan Perundang-
undangan dan HAM dengan melakukan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
12
Tugas dari Pembimbing Kemasyarakatan menurut Pasal 34 ayat 1 Undang- Undang No. 3 Tahun 1997 adalah:
a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara
Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar Sidang Anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan;
b. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan
pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh
pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.
Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan BAPAS yaitu membantu tugas penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di
luar sidang.
13
Selanjutnya BAPAS membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal mulai dari tahap penyidikan sampai pada tahap akhir putusan pengadilan anak.
Selain itu, tugas dari BAPAS melalui Pembimbing Kemasyarakatan adalah membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan LITMAS. Laporan hasil LITMAS
ini digunakan sebelum terdakwa dijatuhi hukuman pada persidangan di Pengadilan Negeri
Pre-Adjudication.
12
Lilik Mulyadi.
Pengadilan Anak Di Indonesia
. CV Mandar Maju, Bandung, 2005, hal 79.
13
Darwan Prinst.
Hukum Anak Indonesia
. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 30.
8
Sesuai dengan Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan
laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Laporan hasil LITMAS diajukan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada Hakim pada saat sebelum
sidang dibuka. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka, adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh
karena itu, laporan hasil LITMAS tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, tetapi beberapa waktu sebelumnya.
14
Adapun laporan hasil LITMAS sebagaimana diatur di dalam Pasal 56 ayat 2
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 memuat: a.
data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan b.
kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan. Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara pidana anak wajib
mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan seperti yang tertuang di dalam Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Nomor
3 T ahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang berbunyi “Putusan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.” Begitu pentingnya laporan penelitian yang dibuat oleh
Pembimbing Kemasyarakatan dalam peradilan anak, hal ini tergambar dalam pernyataan dari Hawnah Schaft, seperti yang dikutip oleh Paulus Hadisuprapto: “Suksesnya peradilan
anak jauh lebih banyak bergantung pada kualitas dari
probation officer
petugas Bapas daripada hakimnya. Peradilan anak tidak memilki korps pengawasan percobaan yang
membimbing dengan bijaksana dan kasih sayang ke dalam lingkungan kehidupan anak dan memberikan petunjuk bagi standard pemikiran yang murni bagi anak mengenai hidup
yang benar, hanyalah mengakibatkan fungsi pengadilan anak menjadi kabur kalau tidak ingin sia-
sia”.
15
Hasil penelitian di Pengadilan Negeri Purbalingga menunjukkan bahwa perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang diperiksa dan diputuskan oleh
Pengadilan Negeri Purbalingga di tahun 2011 terdapat 9 kasus perkara pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
14
Nashriana,
Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia
, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hal 143-144.
15
Paulus Hadisuprapto,
Juvenile Delinquency, Pemahaman dan Penanggulangannya
, Bandung: Citra Aditya, 1998, hal. 64
9
Adapun perkara anak nakal di PN Purbalingga tahun 2011 tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur
No Nomor Perkara
Terdakwa Umur
Jenis Tindak pidana Rekomendasi Bapas
Vonis
1 No.
05Pid.BA2011 PN. Pbg
HERI AFRIANTO Bin SULAIMAN
16 tahun
Penganiayaan Menyarankan klien
dipidana bersyarat Pidana penjara
7 tujuh bulan potong tahanan
2 No.27Pid.BA2
011PN. Pbg FARHAN IBNU
TAMAM Bin SUJENDRO
15 tahun
Pencurian dengan pemberatan
Menyarankan klien di pidana dengan
mempertimbangkan masa penahanan
Pidana penjara 3 tiga bulan
potong tahanan
3 No.64Pid.B201
1PN. Pbg. ANDIKA
ANGGRIAWAN SUSIANTO Bin AGUS
SUSANTO 17
tahun Melarikan perempuan yang
belum dewasa Dipidana bersyarat
Pidana penjara 1 satu tahun 6
enam bulan
4 No.106Pid.B20
11PN. Pbg AGUS PURWANTO
Bin SURIPNO 14
tahun Pencurian
Diwajibkan untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan dan latihan kerja di Panti Sosial atau
Lembaga Sosial lainnya Pidana penjara
2 dua bulan 15 hari
5 No.158Pid.B20
11PN. Pbg 1.
DANY ARUM PAMUNGKAS Bin
CHAERAN 2.
GIRAS PANDU WIBOWO Bin
PURWANTO 16
tahun 16
tahun Pencurian dengan
pemberatan Dilakukan Diversi oleh
Penyidik Kepolisian Sektor Purbalingga
Pidana penjara 2 dua bulan
dengan masa percobaan 4
empat bulan
6 No.205Pid.B20
11PN. Pbg YAYAN Bin WASISNO
15 tahun
Pencurian dengan pemberatan
Dipidana bersyarat Pidana penjara
2 dua bulan 15 lima belas
hari
7 No.210Pid.B20
11PN. Pbg EKA SETIAWAN Bin
SUGIYONO 16
tahun Pencurian dengan
pemberatan Menyarankan klien
dipidana Pidana penjara
5 lima bulan 8
No.217Pid.B20 11PN. Pbg.
JANU INDRIHARTO Bin INDRAWAN
NUGROHO 15
tahun Melarikan perempuan yang
belum dewasa Dipidana bersyarat
Pidana penjara 8 delapan
bulan 9
No.231Pid.B20 11PN. Pbg
SEPTIAN ADE PRIHANDOKO Bin
RUSTAM MAULANA 15
tahun Pencurian
Menyarankan klien dipidana
Pidana penjara 8 delapan
bulan
Sumber: Data Pengadilan Negeri Purbalingga Tahun 2011 yang telah diolah.
Dari tabel 1 diketahui dari 9 kasus tersebut, terdapat 10 terdakwa dimana BAPAS Purwokerto menyarankan 3 terdakwa dipidana, 4 terdakwa dipidana bersyarat, kemudian 2
terdakwa dilakukan diversi dan 1 terdakwa diwajibkan untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja di panti sosial atau lembaga sosial.
Di dalam tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 9 perkara anak nakal, hakim menjatuhkan pidana terhadap 10 terdakwa berkisar antara 2 bulan sampai dengan 1 tahun
6 bulan pidana penjara dipotong masa tahanan. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui apakah peran rekomendasi dari BAPAS yaitu Laporan Penelitian
10
Kemasyarakatan atau LITMAS menjadi bahan pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Purbalingga dalam penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
BAPAS yang melakukan penelitian harus berdedikasi terhadap kepentingan anak dan memilki keahlian dalam bidang pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan
LITMAS. Dalam penyusunan LITMAS, BAPAS harus mendasarkan penelitiannya berdasarkan fakta-fakta yang konkret, faktual, lengkap dan jelas, artinya bahwa LITMAS
tersebut dibuat bukan hanya sekedar formalitas belaka. Kemampuan melakukan pendekatan terhadap klien anak merupakan salah satu tugas yang dilakukan BAPAS dalam
proses penyusunan LITMAS. Selain itu berdasarkan Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, hakim wajib mempertimbangkan LITMAS dari Pembimbing
Kemasyarakatan. Sedangkan y ang dimaksud dengan “wajib” dalam Pasal 59 ayat 2
adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dengan adanya LITMAS tersebut, Hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk
menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan.
C. Rumusan Masalah