Bab 3 Praktek Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pecangaan
3.1. Pendahuluan
Pada bab ini, penulis akan mengulas bentuk-bentuk nyanyian dan penerapan musik gerejawi yang ada di Gereja Kristen Muria Indonesia Pecangaan berdasarkan
penelitian yang dilakukan selama periode 21-30 Juli 2012. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada pendeta jemaat, musisi gerejawi, majelis dan
jemaat yang ada, serta menjadi partisipan dalam ibadah yang dilaksanakan. Tulisan ini dimulai dengan ibadah yang terasa sebagai rutinitas belaka tanpa
adanya rasa keterlibatan penuh dari jemaat, ibadah yang tidak bervariasi atau monoton, sampai pada nyanyian dan musik gerejawi yang dipahami hanya sebagai
pelengkap ibadah dalam mempersiapkan diri untuk mencapai klimaks ibadah yaitu pemberitaan firman. Pada akhir bab ini, penulis akan menyimpulkan beberapa hal
yang akan digunakan pada bab selanjutnya, yaitu tinjauan kritis praktek nyanyian dan musik di GKMI Pecangaan berdasarkan teori yang ada.
3.2. Sekilas mengenai GKMI Pecangaan
Gereja Kristen Muria Indonesia GKMI Pecangaan terletak di Kabupaten Jepara, tepatnya di Kecamatan Pecangaan. Gereja ini berdomisili di Jalan Waluyo
No. 52 Pecangaan Kulon, tepat di belakang PT. Dasaplast Pecangaan yang dulunya merupakan Pabrik Karung Goni. GKMI Pecangaan merupakan GKMI tertua kedua
di wilayah Persekutuan Gereja Muria Wilayah PGMW IV setelah GKMI Jepara. Gereja ini dirintis oleh GKMI Jepara di bawah pimpinan Sie Giok Gian dan Sie Lian
Ing yang mampu mengumpulkan masyarakat etnis Tiong Hoa di daerah Pecangan untuk percaya kepada Kristus. Selain itu ada seseorang yang berpengaruh dalam
perkembangan umat Kristen di wilayah Pecangaan bernama Samilin. Ia merupakan seorang mantri di Puskesmas Pecangaan yang memimpin persekutuan Kristen
dengan anggota orang-orang pribumi. Ia berpikir bahwa kelompok etnis Tiong Hoa pun perlu mendapatkan pengenalan akan Kristus, sehingga kemudian ia
menghubungi Gombak Sugeng atau Sie Giok Gian pendiri GKMI Jepara untuk mengabarkan Injil kepada masyarakat Tiong Hoa di Pecangaan.
1
Satu peristiwa penting yang mempengaruhi orang-orang Tiong Hoa di Pecangaan untuk beralih
kepercayaan menjadi Kristen adalah ketika seorang jemaat bernama Tan King Ling terkena serangan asma di tengah-tengah peribadatan yang dipimpin Gombak Sugeng.
Seketika itu juga Tan King Ling sembuh setelah mendapatkan pertolongan Bapak Samilin dan didoakan oleh Gombak Sugeng. Peristiwa yang begitu mengherankan ini
membawa banyak jiwa untuk percaya kepada Kristus, sehingga akhirnya tujuh orang percaya dibaptiskan dan dilantik sebagai pengurus dan gereja dewasa bernama
GKMI Pecangaan di Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwe Kudus pada tanggal 3 Desember 1950.
Peribadatan yang ada di GKMI Pecangaan pada awalnya dilaksanakan dari rumah ke rumah jemaat, sampai pada akhirnya pindah ke rumah Bapak Samilin.
Karena tidak dapat menampung jemaat yang semakin bertambah, maka diputuskan untuk menyewa gedung tembakau dan baru di tahun 1966 GKMI Pecangaan
membangun sebuah gedung gereja yang mengalami renovasi beberapa kali.
2
1
Lawrence M. Yoder, The Muria Story: A History of the Chinese Mennotie Churches of Indonesia , Ontario: Pandora Press, 2006, 174.
2
Panitia HUT, Berakar, Bertumbuh, Dibangun dan Berbuah di dalam Kristus: Kebaktian Penahbisan Gedung dan HUT ke-55 GKMI Pecangaan
, Pecangaan: GKMI Pecangaan, 2005, 21.
Terakhir di tahun 2005, GKMI Pecangaan kembali membangun sebuah gedung gereja baru tepat di samping gedung gereja lama, yang kini telah menjadi lahan
parkir. Dalam perjalanannya, GKMI Pecangaan membutuhkan pendeta untuk
memimpin dan menggembalakan jemaatnya. Sampai saat ini sudah lima orang yang melayani di tempat ini, antara lain Bapak Oei Djan Hwe, Pdt. Hartono Sayit, S.Th,
Pdt. Joko Priyatno, M.Si, Sdr. Eddy Sumartono, S.Th, dan Pdt. Kornelius Suratman, S.Si yang masih melayani sampai sekarang. GKMI Pecangaan memiliki lima komisi,
terdiri dari Komisi Anak, Komisi Remaja, Komisi Pemuda, Komisi Wanita, dan Komisi Lansia. Kebaktian Umum hanya diadakan satu kali di hari Minggu pukul
07.00 WIB mengingat jumlah anggota jemaat hanya berkisar tiga ratus orang, selebihnya adalah Ibadah Kategorial, Doa dan Puasa pada setiap hari Selasa dan
Jumat pukul 19.00 WIB, serta Persekutuan Doa pada hari Rabu pukul 18.30 WIB. Dalam hal liturgi, nyanyian, dan musik gereja, GKMI Pecangaan
kemungkinan besar dipengaruhi oleh GKMI Jepara sebagai gereja perintis. Liturgi yang digunakan merupakan liturgi yang diberikan oleh Sinode GKMI dan dibuat
oleh seorang Pendeta dari GKMI Jepara. Demikian pula nyanyian dan musik yang digunakan, tidak jauh berbeda dengan kondisi GKMI Jepara. GKMI Pecangaan pada
awalnya menggunakan dua buku nyanyian dalam peribadatan mereka, yaitu Puji- pujian Rohani PPR 1 dan Puji-pujian Rohani 2 sama dengan buku nyanyian yang
digunakan oleh GKMI Jepara dan GKMI pada umumnya. Menurut penulis, penggunaan solo
electone
sampai pada musik
band
untuk ibadah juga banyak dipengaruhi oleh GKMI Jepara, meskipun dalam prakteknya GKMI Jepara tidak
menggunakan musik
band
untuk mengiringi Kebaktian Umum di hari Minggu.
3.3. Ibadah yang Menjadi Rutinitas Belaka