PROSES POLITIK PEMBENTUKAN PROVINSI KOTAWARINGIN RAYA (Studi Kasus tentang Rencana Pembentukan Provinsi Kotawaringin Raya)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah runtuhnya kekuasaan orde baru pada 12 Mei 1998, hampir semua komponen bangsa memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan berbangsa dan bernegara. Legitimasi politik otoritarium orde baru selama tiga puluh dua tahun telah memasung masyarakat yang serba terbatas pada persoalan politik. Aktivitas-aktivitas politik tidak pernah dibaca dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, sebab tidak ada cara yang dilakukan pemerintahan Suharto dan militernya, terkeculi dengan melakukan kontrol politik terhadap masyarakat dengan cara politik otoriteriumnya. Sehingga kemudian akan melahirkan perilaku negara yang bias-elit dan bias-pusat (sentarlistik), dengan melumpuhkan potensi lokal melalui penyeragaman pengaturan (uniformitas). Artinya bahwa organ-organ supra-struktur politik lokal diatur secara terpusat dan seragam tanpa mengindahkan heterogenitas” sistem politik” lokal, dan elit pemerintahan lokal hanya dijadikan kepanjangan tangan pemerintah pusat mendapat kewenangan untuk memanuver politik di daerah sebagai bentuk pengabdiannya terhadap pemerintah pusat1.
Sehubungan dengan krisis legitimasi politik yang sebagai akibat dari krisis kepercayaan kepemimpinan Suharto. Maka reformasi politik dengan membawa warisan masalah dari pemerintah yang berkuasa sebelumnya, sehingga yang
1
Abdul Gaffar Karim ,2003. Desentralisasi, Kompleksitas Persoalan Otnomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, Hal: 39
(2)
menjadi konsekuensi logis bagi pemerintah dengan mengeluarkan Undang-undang tentang pemerintah daerah No 22 tahun 1999 yang kemdian diperbaharui menjadi UU 32 tahun 2004 , sebagaimana yang di kandung adalah usaha memberi kesempatan kepada daerah untuk memberdayakan potensi ekonomi, sosial-budaya dan politik di wilayahnya. Dengan diterbitkannya Undang-undang tersebut, pemerintah daerah tidak lagi sepenuhnya bergantung terhadap pemerintah dan tidak lagi mau di dikte oleh pemerintah pusat.
Sejak diberlakukannya 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemekaran daerah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Selama ini, proses pemekaran melalui battom-up dan didominasi oleh proses politik dari pada administaratif2. Dan diawali oleh keinginan kuat masyarakat dengan mengusulkan terhadap DPRD dan dibahas dengan kepala daerah untuk meminta persetujuannya, dan kemudian diusulkan kepemerintahan nasional melalui mentri dalam negri. Proses seperti ini dimulai pada saat legitimasi Pemerintah Nasional yang mulai lemah dalam menghadapi berbagai tekanan-tekanan politik dari masyarakat dan elit politik di daerah.
Melalui formulasi dan situasi politik seperti inilah yang kemudian memberikan peluang sebesar-besarnya bagi setiap daerah untuk melakukan proses pemekaran daerah atau dengan kata lain kran proses politik pemekaran daerah telah dibuka dengan seluas-luasnya untuk melakukan pemekaran daerah. Dalam satu dekade, mulai Oktober 1999- 2010 jumlah pemekaran daerah otonomi di Indonesia sejumlah 205 daerah pemekaran baru. Terdapat 7 Provinsi, 164
2
Pratikno, dalam judul tulisanya Usulan Perubahan Pemekaran dan Penggabungan Daerah, di akses pada 7 mei 2011
(3)
Kabupaten dan 34 Kota yang tebentuk hasil dari pemekaran daerah3. Bahkan, usulan pemekaran daerah di Indonesia sampai sekarang ini masih juga berlangsung, dan disertai dengan mobilisasi massa dan dukungan politik ditingkat daerah maupun Nasional.
Pada era Otonomi daerah sekarang ini, kran proses pemekaran daerah di Indonesia di buka dengan seluas-luasnya bagi setiap daerah untuk melakukan pemekaran daerah, dan ini bisa di asumsikan salah satu bentuk aktualisasi dari Undang-undang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah. Dalam konteks proses pemekaran daerah dapat diproses melalui dua tahap, yaitu proses teknokratis (kajian kelayakan teknis dan administratif), dan melalui proses politik karena selain harus memenuhi persyaratan teknokratis yang telah di atur dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah, akan tetapi proses pemekaran juga di dukung oleh DPR secara politis. Mencermati kenyataan banyak daerah baru yang terbentuk sekarang ini, sangat nampak bahwa proses pemekaran daerah mudah direalisaskan dan terkesan terjadi kompromi4, seperti:
1. Proses teknokrasi yang fleksible. misalnya,
a). Kreteria kelayakan pemekaran yang mudah dipenuhi dan bahkan dimanipulasi, seperti kreteria jumlah penduduk yang tidak wajib karena di akumulasikan dengan indikator yang lain.
b). Studi kelayakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang cenderung mendukung dan memaksa terjadinya pemekaran.
2. Proses politik yang cenderung anarkis. Artinya bahwa implementasi proses pemekaran wilayah dapat dilakukan melalui dua pintu masuk, yaitu lewat lembaga politik (DPR) sebagai usulan dari inisiatif DPR, dan melalui institusi pemerintah (mendagri). Argument-argument politik seringkali memiliki posisi tawar-menawar yang lebih kuat dibandingkan eksekutif dalam hal proses politik pemekaran daerah.
3
Said Mas’ud, dalam tulisannya Kajian Normatif Pemekaran Propinsi, di akses pada 9 Agustus 2011
4
[email protected], dalam tulisanya berjudul, tentang usulan perubahan pemekaran dan penggabungan daerah, PDF,di akses pada 20 mei 2011
(4)
Melihat fenomena ini kemudian, proses pemekaran daerah semakin membeludak dan bahkan tidak bisa terhindarkan di era otonomi daerah sekarang ini, sebab pemekaran daerah diformulasikan dalam UUD 1945 terkandung makna Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Lebih lanjut dikatan oleh Cornelis Lay (1991:18), mengatakan bahwa implementasi pemekaran daerah di era otonomi daerah sekarang ini merupakan jawaban yang tidak akan bisa terhindarkan. Sebab Otonomi Daerah itu sendiri di dalam penyelenggaraannya dipandang perlu lebih menekankan pada prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah5.
Sejalan dengan proses pemekaran daerah yang tidak bisa dihindarkan di era sekarang ini telah melahirkan kompleksitas yang luar biasa di sejumlah daerah. Hal ini kemudian bisa dilihat dari munculnya berbagai dinamika politik lokal yang terjadi di berbagai daerah. Salah satu persolan yang muncul adalah maraknya wacana pemekaran daerah yang terjadi baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten atau kota.
Dari beberapa wacana pemekaran daerah itu, maka wacana pemekaran daerah yang terjadi di Provinsi Kalimatan Tengah merupakan sesuatu yang menarik untuk di kaji. Bagaimana kemudian tawar-menawar (bargaining) yang terjadi dalam proses pembentukan daerah provinsi baru tersebut. Beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah telah sepakat untuk dilakukan pembentukan
5
Cornelis Lay. 2001, Otonomi Daerah dan “Ke-Indonesiaan”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal: 18
(5)
daerah provinsi baru yakni Provinsi Kotawaringin. Adapun kabuapaten tersebut di antaranya Kabuapaten Kotawaringian Barat, Kotawaringin Timur, Kabupaten Lamandu, Kabuapaten Seruyan, dan Kabuapaten Sukamara6.
Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah merupakan pembentukan daerah otonom baru. Oleh karena itu kemudian, pembentukan daerah otonom baru dapat di asumsikan sebagai perluasaan terhadap lokus kekuasaan di daerah. Dalam konteks pembentukan Provinsi Kotawaringin terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi, sehingga wacana pembentukan provinsi baru telah menjadi isu politik. Beberapa faktor-faktor tersebut telah di jelaskan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu7; pertama, belum ada pembentukan provinsi di pulau kalimantan. Kedua, luas Kalimantan Tengah 153.564 km2 atau 1,5 kali luas pulau Jawa. Ketiga, dinamika pembangunan di provinsi Kalimantan Tengah cukup lamban, khususnya Sampit dan Pangkalan bun yang dimana kedua daerah tersebut memiliki potensi alam dan struktur wilayah yang sangat bagus, tetapi faktor kendala yaitu ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai. Keempat, jarak ibukota kabupaten ke ibukota provinsi terlalu jauh, sehingga mengakibatkan pembangunan berjalan lamban, pelayanan yang kurang maksimal dan tidak efektif serta pengendalian dan pengawasan (controling) sulit di lakukan. Kelima, kondisi penghubung antara daerah di Kalimanatan Tengah tidak memadai. Keenam, tidak meratanya pembangunan antara wilayah Kalimantan bagian Utara dan Selatan menjadi kecemburuan di antara beberapa kabuapaten yang ada di Kalimantan
6
Hasbi Alfikri, 2008 . Persipan Pembentukan Provinsi Kotawaringian, Skripsi tidak dipublikasikan
7
(6)
Tengah. Ketujuh, lima kabupaten merupakan calon pemebentukan Provinsi Kotawaringin telah dan dianggap daerah penyumbang terbesar APBD Kalimantan Tengah yakni 50 %. Kedelapan, keinginan untuk mengembalikan daerah Kesultanan yang ada di Kalimantan Tengah.
Sehubungan dengan itu kemudian, maka dalam konteks pembentukan provinsi Kotawaringin merupakan sebuah keharusan yang harus di aktualisasikan melihat berbagai macam permasalahan-permasalahan yang menjadi bukti yang kuat untuk menjadikan provinsi baru. Apalagi wacana pembentukan provinsi Kotawaringin merupakan aspirasi masyarakat yang menginginkan perubahan yang lebih nyata (rill) dalam pembanguan di Kalimantan Tengah. Sehingga dalam pembentukan Provinsi Kotawaringin merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar lagi bagi masyarakat Kalimanatan Tengah, meskipun kemudian pembentukan daerah baru bukanlah perkara yang gampang untuk di realisasikan karena memerlukan pertimbangan yang matang dan waktu yang sangat panjang serta biaya yang cukup banyak.
Melihat dari wacana pembentukan Provinsi Kotawaringin yang begitu rumit dan kompleks, maka dalam konteks proses pembentukan Daerah telah di formulasikan persyaratan-persyaratan dalam proses pemekaran wilayah secara normatif dijelaskan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur beberapa prasyarat bagi adanya pemekaran wilayah. Syarat tersebut antara lain syarat teknis, fisik kewilayahan, dan administratif. Demikian juga dalam Pasal 5 UU No 32 Tahun 2004 sebagai revisi atas UU No 22 Tahun 1999 menjelaskan mengenai prasyarat administratif, teknis,
(7)
dan kewilayahan, dalam pengadaan pemekaran suatu wilayah. Demikian juga halnya pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 20078.
Secara terperinci di jelaskan dalam Pasal 2 tujuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Presiden Republik Indonesia, tertulis bahwa adapun tujuan dari pemekaran wilayah adalah dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah9.
Sejalan dengan persyaratan maupun tujuan yang dijelaskan secara normatif dari pembentukan wilayah tersebut, maka penulis sangat tertarik untuk mengakji dan meneliti lebih mendalam bagaimana proses politik yang terjadi dalam memperjuangkan pembentukan daerah baru tersebut, sehingga begitu lama wacana tersebut bergulir (selalu menjadi tema utama di Kalimantan Tengah), padahal Undang-undang tidak memunafikkan itu serta apa saja yang melatarbelakangi berkembangnya wacana pembentukan Provinsi Kotawaringin di Kalimanatan Tengah.
8
UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Mengatur Beberapa Prasyarat bagi adanya Pemekaran Wilayah.
9
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
(8)
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis dapat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana proses politik mengenai rencana pembentukan Provinsi Kotawaringin Raya?
2. Apa saja yang melatarbelakangi rencana pembentukan Provinsi Kotawaringin Raya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan unsur yang diharapkan sebagai faktor penentu dari penelitian, agar kemudian orang lain bisa mengetahui apa yang menjadi keinginan dari peneliti, sehingga kemudian nantinya hasil dari penelitian tersebut dapat bermanfaat. Adapun hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses politik mengenai rencana pembentukan Provinsi Kotawaringin Timur.
2. Untuk mengetahui apa saja yang melatarbelakangi rencana pembentukan Provinsi Kotawaringin Timur.
D. Manfaat Penelitian
Setelah mengetahui rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah di jabarkan diatas, maka penulis sangat mengharapkan ada banyak manfaat dari hasil penelitian yang telah dilakukan baik secara akademis maupun secara praktis.
1. Manfaat Akademis
Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam menyusun karya-karya tulis ilmiah dan akan dijadikan bahan referensi
(9)
dalam tulisan-tulisan yang akan datang, serta akan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam proses politik pembentukan Provinsi Kotawaringin.
2. Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini diharapkan agar masyarakat umum dapat mengetahuai dan memahami secara lebih luas tentang tujuan dari pembentukan daerah baru sebagai hasil dari pemekaran daerah, khususnya proses politik pembentukan Provinsi Kotawaringin.
E. Definisi Konseptual
Dalam definisi konseptual ini, agar dapat memperjelas beberapa istilah-istilah atau konsep yang berhubungan dalam penelitian yang akan dilakukan. Sehingga kemudian konsep yang telah dibuat dalam penelitian ini agar tetap berfokus dengan tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitiannya, yaitu:
1. Proses Politik
Proses adalah suatu kegiatan, aktivitas-aktivitas atau runtutan peristiwa yang dilalui untuk mencapai tujuan. Jadi proses merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam sebuah kegiatan atau pelaksanaan kegiatan untuk mencapai suatu hasil yang di inginkan. Sedangkan politik merupakan ilmu yang mengkaji interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama untuk masyarakat umum10. Jadi proses politik merupakan suatu proses tahapan-tahapan
10
(10)
yang dilakukan dalam sebuah kegiatan atau pelaksanaan kegiatan untuk mencapai suatu hasil yang di inginkan dan demi terciptanya kebaikan bersama untuk masyarakat umum. Dalam penelitian ini proses politik yang dimaksud adalah peran stakeholder dalam pembentukan Provinsi Kotawaringin.
2. Pembentukan Provinsi
Pembentukan wilayah provinsi merupakan pemekaran, penghapusan dan penggabungan suatu wilayah menjadi beberapa bagian-bagian yang berdasarkan ketentuan hukum yang ada. Sejalan dengan itu kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Presiden Republik Indonesia, tertulis bahwa adapun tujuan dari pemekaran wilayah adalah dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah11.
Sejalan dengan persyaratan dan tujuan dari pembentukan wilayah tersebut, maka wacana pembentukan wilayah merupakan isu yang akan selalu muncul dalam konteks otonomi daerah dan desentarlisasi sekarang ini, sebab Undang-undang yang telah memformulasikan adanya ruang bagi setiap daerah untuk mengajukan pemekaran daerah serta adanya ruang bagi DPRD untuk memperjuangkan pemebentukan daerah dengan mengunakan hak-hak politiknya
11
Peraturan Presiden pasal 2 no 129 tahun 2000, tentang Penghapusan dan Penggabungan Daerah, pdf, dikases pada 7 mei 2011.
(11)
atau dengan kata lain inisiatif dari DPRD dalam memperjuangkan pembentukan daerah akan mampu mepengaruhi Kebijakan Pemerintahan Pusat. Pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa wacana pembentukan Provinsi Kotawaringin ini begitu lama bergulir? Sehingga tidak ada respon dari Pemerintah Pusat untuk di lakukan pemekaran daerah baru sebagai daerah otonom.
Sehubungan dengan apa yang di samapaikan tersebut di atas, bahwa pembentukan daerah baru bukan wacana yang baru lagi dalam konstalasi negara ini, sebab sejak reformasi bergulir dan sentralistik dianggap racun yang mematikan atau memasung kreativitas bangsa. sehingga kemudian, reformasi dan otonomi daerah sudah dianggap obat mujarab segala penyakit pemerintahan di Indonesia. Sejalan dengan itu,12 bahwa, otonomi daerah yang diyakininya hampir dimitoskan sebagai dewa kemajuan pemerintahan dengan tujuan agar kemudian terciptanya sebuah bangsa yang lebih demokratis dan responsif.
Lebih jauh di jelaskan dalam ketetapan MPR No IV/MPR/1966 tentang garis-garis besar haluan negara, telah di gariskan prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:
“Dalam rangka melancarkan pelaksanaan Pembangguanan yang tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membian kestabilan politik serta Kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan yang kemudian diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah”.
12
(12)
F.Definisi Operasional
Dalam definisi operasional ini bertujuan untuk menjabarkan konsep yang lebih jelas dan akurat, agar lebih mudah dipahami dan dimengerti. Untuk itu kemudian yang harus dilakukan dalam memperoleh indikator yang merujuk pada konsep di atas dan berdasarkan judul dari penelitian, maka indikator yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah:
1. Proses politik atas rencana pembentukan Provinsi Kotawaringin, yaitu sebagai berikut;
a. Tuntutan masyarakat yang menginginkan pembentukan Provinsi Kotawaringin;
b.Inisiatif para elit-elit politik di daerah Kalimantan Tengah;
c. Inisiatif DPRD Kalimantan Tengah, khususnya Kabupaten yang mendukung pembentukan provinsi Kotawaringian;
2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi rencana pembentukan provinsi Kotawaringin, yaitu sebagai berikut ini;
a. Luas kalimantan tengah 153.564 km2 atau 1,5 kali luas pulau Jawa; b.Dinamika pembanguan di provinsi Kalimantan tengah cukup lamban,
karena ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai;
c. Jarak Ibukota kabupaten ke ibukota provinsi terlalu jauh, sehingga mengakibatkan pembangunan berjalan lamban, pelayanan yang kurang maksimal dan tidak efektif serta pengendalian dan pengawasan (controling) sulit di lakukan;
(13)
d.Tidak meratanya pembangunan anatara wilayah Kalimantan bagian Utara dan Selatan menjadi kecemburuan di antara beberapa Kabuapaten yang ada di kalimantan Tengah;
e. Kondisi penghubung antara daerah di Kalimantan Tengah tidak memadai; G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan yang di inginkan13.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di pergunakan adalah deskriptif. Penelitian ini bertujuan ingin memberikan gambaran secara sistematis, akurat mengenai fakta-fakta dan fenomena yang terjadi dan yang belum terjadi, mengenai kehidupan sosial kelompok individu, suatu objek, dan suatu peristiwa yang terjadi14.
2. Teknik Pengambilan Data a. Observasi
Observasi yang dimaksud adalah menberikan pengamatan dalam suatu kegiatan tertentu, agar peneliti nantinya bisa memahami secara langsung suatu proses kejadian yang terjadi dilapangan dan tidak mengajukan sebuah pertanyaan15. Secara luas, observasi berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Dalam menggunakan metode observasi, cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko
13
Suhartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hlm. 70. 14
lbid. Hlm. 35 15
(14)
pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian yang digambarkan akan terjadi.16
b. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung terhadap responden, kemudian hasil dari wawancara tersebut akan ditulis oleh peneliti17. c. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud adalah peneliti akan menggunakan sumber data atau informasi secara tertulis yang didapat dari sumber-sumber yang berwenang, berupa dokumen yang sifatnya mendukung data atau data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam penelitiannya18. 3. Subjek Penlitian
Subjek penelitian yang dimaksud oleh penulis adalah suatu informasi yang telah disampaikan oleh seseorang terkait dengan judul penelitian penulis. Maka subjek penelitian yang diambil oleh penulis yaitu:
a. KA Subdin Pemerintahan
b. Anggota DPRD di Kabupaten Kotawaringin Timur
c. Kasubag bantuan Hukum Kabupaten
d. Camat Kecamatan Bamang Sampit Kalteng
e. Tokoh masyarakat dan masyarakat
16
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktik). PT. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 229.
17
lbid. Hlm. 68
18 Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hlm. 70
(15)
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dikonsentrasikan oleh peneliti adalah di Kabupaten Kotawaringin Timur. Alasan pemilihan lokasi ini adalah wacana pembentukan Provinsi Kotawaringin ini begitu lama bergulir. Namun tidak ada respon dari Pemerintah Pusat untuk di lakukan pemekaran daerah baru sebagai daerah otonom.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa kualitatif. Artinya bahwa hasil penelitian sebagai alat atau wadah untuk menafsirkan data yang diperoleh dari wawancara (interview) melalui responden dengan tujuan untuk menjabarkan proses politik pembentukan Provinsi Kotawaringian. Adapun tahapan-tahapan untuk menganalisis data yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis untuk mempertegas, mempersingkat atau memperpendek dan mengeliminasi data-data yang tidak sesuai dengan apa yang diteliti oleh penulis, kemudian memformulasikan data-data yang di peroleh dalam sebuah tujuan yang diinginkan, agar dapat menghasilkan sebuah kesimpulan dalam tulisan tersebut.
b. Display Data
Display data merupakan pemaparan informasi yang tersusun untuk memberikan peluang terjadinya kesimpulan. Selain itu dalam penyajian
(16)
data diperlukan adanya perencanaan adanya kolom dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk khususnya. Dengan itu kemudian penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya sangatlah diperlukan untuk melangkah kepada tahapan penelitian kualitatif selanjutnya.
c. Pengambilan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan yang dimaksudkan adalah tahapan akhir dalam penelitian dimana data-data yang diperoleh akan ditarik garis besarnya atau suatu kesimpulan sebagai hasil keseluruhan dari penelitian tersebut. Kemudian dimaksudkan untuk memahami atau mendapat pengertian yang mendalam, komprehensif dan rinci sehingga menghasilakan sebuah kesimpulan sebagai hasil pemahaman dan pengertian peneliti.
(1)
atau dengan kata lain inisiatif dari DPRD dalam memperjuangkan pembentukan daerah akan mampu mepengaruhi Kebijakan Pemerintahan Pusat. Pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa wacana pembentukan Provinsi Kotawaringin ini begitu lama bergulir? Sehingga tidak ada respon dari Pemerintah Pusat untuk di lakukan pemekaran daerah baru sebagai daerah otonom.
Sehubungan dengan apa yang di samapaikan tersebut di atas, bahwa pembentukan daerah baru bukan wacana yang baru lagi dalam konstalasi negara ini, sebab sejak reformasi bergulir dan sentralistik dianggap racun yang mematikan atau memasung kreativitas bangsa. sehingga kemudian, reformasi dan otonomi daerah sudah dianggap obat mujarab segala penyakit pemerintahan di Indonesia. Sejalan dengan itu,12 bahwa, otonomi daerah yang diyakininya hampir dimitoskan sebagai dewa kemajuan pemerintahan dengan tujuan agar kemudian terciptanya sebuah bangsa yang lebih demokratis dan responsif.
Lebih jauh di jelaskan dalam ketetapan MPR No IV/MPR/1966 tentang garis-garis besar haluan negara, telah di gariskan prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:
“Dalam rangka melancarkan pelaksanaan Pembangguanan yang tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membian kestabilan politik serta Kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan yang kemudian diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah”.
12
(2)
F.Definisi Operasional
Dalam definisi operasional ini bertujuan untuk menjabarkan konsep yang lebih jelas dan akurat, agar lebih mudah dipahami dan dimengerti. Untuk itu kemudian yang harus dilakukan dalam memperoleh indikator yang merujuk pada konsep di atas dan berdasarkan judul dari penelitian, maka indikator yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah:
1. Proses politik atas rencana pembentukan Provinsi Kotawaringin, yaitu sebagai berikut;
a. Tuntutan masyarakat yang menginginkan pembentukan Provinsi Kotawaringin;
b.Inisiatif para elit-elit politik di daerah Kalimantan Tengah;
c. Inisiatif DPRD Kalimantan Tengah, khususnya Kabupaten yang mendukung pembentukan provinsi Kotawaringian;
2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi rencana pembentukan provinsi Kotawaringin, yaitu sebagai berikut ini;
a. Luas kalimantan tengah 153.564 km2 atau 1,5 kali luas pulau Jawa; b.Dinamika pembanguan di provinsi Kalimantan tengah cukup lamban,
karena ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai;
c. Jarak Ibukota kabupaten ke ibukota provinsi terlalu jauh, sehingga mengakibatkan pembangunan berjalan lamban, pelayanan yang kurang maksimal dan tidak efektif serta pengendalian dan pengawasan
(3)
d.Tidak meratanya pembangunan anatara wilayah Kalimantan bagian Utara dan Selatan menjadi kecemburuan di antara beberapa Kabuapaten yang ada di kalimantan Tengah;
e. Kondisi penghubung antara daerah di Kalimantan Tengah tidak memadai; G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan yang di inginkan13.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di pergunakan adalah deskriptif. Penelitian ini bertujuan ingin memberikan gambaran secara sistematis, akurat mengenai fakta-fakta dan fenomena yang terjadi dan yang belum terjadi, mengenai kehidupan sosial kelompok individu, suatu objek, dan suatu peristiwa yang terjadi14.
2. Teknik Pengambilan Data a. Observasi
Observasi yang dimaksud adalah menberikan pengamatan dalam suatu kegiatan tertentu, agar peneliti nantinya bisa memahami secara langsung suatu proses kejadian yang terjadi dilapangan dan tidak mengajukan sebuah pertanyaan15. Secara luas, observasi berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Dalam menggunakan metode observasi, cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko
13
Suhartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hlm. 70. 14
lbid. Hlm. 35 15
(4)
pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian yang digambarkan akan terjadi.16
b. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung terhadap responden, kemudian hasil dari wawancara tersebut akan ditulis oleh peneliti17. c. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud adalah peneliti akan menggunakan sumber data atau informasi secara tertulis yang didapat dari sumber-sumber yang berwenang, berupa dokumen yang sifatnya mendukung data atau data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam penelitiannya18. 3. Subjek Penlitian
Subjek penelitian yang dimaksud oleh penulis adalah suatu informasi yang telah disampaikan oleh seseorang terkait dengan judul penelitian penulis. Maka subjek penelitian yang diambil oleh penulis yaitu:
a. KA Subdin Pemerintahan
b. Anggota DPRD di Kabupaten Kotawaringin Timur c. Kasubag bantuan Hukum Kabupaten
d. Camat Kecamatan Bamang Sampit Kalteng e. Tokoh masyarakat dan masyarakat
16
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktik). PT. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 229.
17
lbid. Hlm. 68
18 Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hlm. 70
(5)
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dikonsentrasikan oleh peneliti adalah di Kabupaten Kotawaringin Timur. Alasan pemilihan lokasi ini adalah wacana pembentukan Provinsi Kotawaringin ini begitu lama bergulir. Namun tidak ada respon dari Pemerintah Pusat untuk di lakukan pemekaran daerah baru sebagai daerah otonom.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa kualitatif. Artinya bahwa hasil penelitian sebagai alat atau wadah untuk menafsirkan data yang diperoleh dari wawancara (interview) melalui responden dengan tujuan untuk menjabarkan proses politik pembentukan Provinsi Kotawaringian. Adapun tahapan-tahapan untuk menganalisis data yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis untuk mempertegas, mempersingkat atau memperpendek dan mengeliminasi data-data yang tidak sesuai dengan apa yang diteliti oleh penulis, kemudian memformulasikan data-data yang di peroleh dalam sebuah tujuan yang diinginkan, agar dapat menghasilkan sebuah kesimpulan dalam tulisan tersebut.
b. Display Data
Display data merupakan pemaparan informasi yang tersusun untuk memberikan peluang terjadinya kesimpulan. Selain itu dalam penyajian
(6)
data diperlukan adanya perencanaan adanya kolom dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk khususnya. Dengan itu kemudian penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya sangatlah diperlukan untuk melangkah kepada tahapan penelitian kualitatif selanjutnya.
c. Pengambilan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan yang dimaksudkan adalah tahapan akhir dalam penelitian dimana data-data yang diperoleh akan ditarik garis besarnya atau suatu kesimpulan sebagai hasil keseluruhan dari penelitian tersebut. Kemudian dimaksudkan untuk memahami atau mendapat pengertian yang mendalam, komprehensif dan rinci sehingga menghasilakan sebuah kesimpulan sebagai hasil pemahaman dan pengertian peneliti.