Pendahuluan Pembangunan Perubahan Iklim dan Kemiskin

Pembangunan, Perubahan Iklim dan Kemiskinan Oleh: Rany Purnama Hadi Hubungan Internasional, Universitas Airlangga ranyphadigmail.com

I. Pendahuluan

Perubahan iklim merupakan salah satu gejala lingkungan yang menjadi perhatian internasional saat ini. Hal ini dikarenakan, perubahan iklim tidak hanya mempengaruhi temperature suhu bumi yang berdampak pada sisem biologis saja, tetapi juga memberi pengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat. Pengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat ini disebabkan karena perubahan iklim juga mengurangi intensitas hujan di beberapa wilayah sehingga menyebabkan terganggunya akses akan air bersih, kesehatan, dan nutrisi. Pengaruh ini tentu saja akan menjadi ancaman khususnya bagi negara yang menggantungkan ekonominya kepada agrikultur 1 . Tidak hanya itu, perubahan iklim juga menyebabkan krisis lingkungan yang berdampak pada keamanan manusia. Meski kepedulian terkait perubahan iklim dan lingkungan sudah mulai banyak dibicarakan dalam forum internasional, akan tetapi tidaklah mudah untuk mencapai koordinasi yang baik dalam pembuatan keputusan terkait respon terhadap ancaman perubahan iklim. Hal ini dikarenakan, negara-negara umumnya terbentur permasalahan prioritas pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi yang mana hal tersebut cenderung berlawanan dengan penyelamatan lingkungan 2 . Pembahasan terkait isu lingkungan dan pengembangan ekonomi umumnya diwarnai dengan adanya perdebatan antara negara industrialis dan negara berkembang atau yang lebih dikenal dengan North-South debate. Perdebatan ini dimulai sejak tahun 1972 setelah adanya UN Conference on the Human Environment di Stockholm dimana masyarakat dunia mulai memperhatikan dampak dari industrialisasi dan pembangunan terhadap keamanan lingkungan. Isu lingkungan sendiri sebenarnya telah menjadi agenda dalam pembicaraan internasional sejak dikeluarkannya mandat oleh International Union for Conservation of Nature IUCN di 1 Berdasarkan penjabaran yang dikemukakan oleh Mohamed Salih, adanya ancaman perubahan iklim terhadap pembangunan adalah dampak yang diberikan kepada negara-negara yang menggantungkan ekonominya kepada sektor-sektor yang sangat dipengaruhi oleh iklim seperti sektor agrikultur. Baca Salih, M.A. Mohamed. Climate Change and Sustainable Development - New Challenges for Poverty Reduction. Cheltenham Northampton: Edward Elgar Publishing, 2009. 2 Munasinghe, Mohan, and Rob Swart. Primer on Cllimate Change and Sustainable Development - Facts, policy analysis, and application. Cambridge: Cambrigde University Press, 2005. tahun 1969 yang kemudian menghasilkan dua buah perjanjian terkait stabilitas lingkungan dan pembangunan yakni; Founex Report on Development on Environment di tahun 1971, dan dilanjutkan dengan UN Conference on the Human Environment di tahun 1972 yang selanjutnya menjadi awal mula hukum lingkungan internasional 3 . Pada konferensi PBB di tahun 1972 tersebut, selanjutnya dihasilkan sebuah konsep terkait usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan industri tanpa memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan 4 . Meski demikian, pada saat itu, perjanjian yang dibentuk belum melibatkan aspek ekonomi dan sosial yang seharusnya turut diperhatikan dalam sebuah pembangunan, serta bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan. Perjanjian 1972 tersebut ditentang oleh negara berkembang karena dirasa kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan akibat dari indrustrialisasi sehingga bukan menjadi perhatian utama dari negara-negara berkembang yang mana belum maju dalam hal industri. Selanjutnya ditahun 1992, diadakan konferensi lingkungan oleh PBB bernama United Nations Conference on Environment and Development UNCED di Rio, Brasil, yang mana konferensi ini berusaha menjembatani perdepatan antara negara maju dan negara berkembang dengan mengangkat konsep sustainable development. Menurut Brundtland Report, definisi dari sustainable development adalah proses pembangunan guna memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini, tanpa membahayakan generasi mendatang dalam memperoleh kebutuhan mereka kelak 5 . Dengan kata lain, sustainable development dapat diartikan sebagai usaha pembangunan ekonomi dan sosial masayarakat yang dilakukan tanpa membahayakan keberlangsungan lingkungan di masa kini dan mendatang. Dengan adanya konsep ini, maka setiap negara diwajibkan untuk memperhatikan dan berkomitmen terhadap perlindungan lingkungan dalam aktivitas pembangunan, terutama negara-negara berkembang yang merupakan negara dengan kapasitas sumber daya alam yang jauh lebih banyak dari negara maju. Akan tetapi, pada kenyataannya, konferensi Rio ini nampaknya belum mampu memberikan jalan tengah bagi negara-negara maju atau idustrialis dan negara-negara 3 Dalam Beyerlin dijelaskan bahwa keprihatinan yang muncul dari negara-negara akibat adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan dan industrialisasi memunculkan konferensi pada tahun 1971. Akan tetapi pada awalnya konferensi ini hanya dihadiri oleh beberapa pemerintah negara saja. Kemudian satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1972, PBB membentuk UN Conference on the Human Environment di Stockholm. Meski pada tahun ini pembentukan treaty masih didominasi oleh negara-negara industrial, akan tetapi pertemuan di Stockholm menjadi awal mula terbentuknya hukum untuk melindungi lingkungan. Baca dalam Beyerlin, Ulrich. Bridging the North-South Divide in International Environmental Law. 2006: 259-261. 4 Adams, W.M. The Future of Sustainability: Re-thinking Environment and Development in the Twenty-first Century. IUCN The World Conservation Union, 2006. 5 Ibid. berkembang. Negara-negara berkembang merasa bahwa keputusan ini tidak memberikan keadilan bagi pembangunan ekonomi dan sosial di negara mereka. Ada dua pendapat yang kemudian muncul dari negara-negara berkembang terkait perdebatan tersebut, yakni pertama, mereka menganggap bahwa yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam perlindungan terhadap lingkungan adalah negara maju atau negara industrialis. Sebagai contohnya, Di awal tahun 2000an, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China yang merupakan negara maju dan negara industrialis merupakan kontributor terbesar penghasil emisi gas CO2 di dunia, yang mana gas tersebut dianggap sebagai penyebab permasalahan lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim 6 . Oleh karena demikian, negara-negara berkembang berasumsi bahwa seharusnya yang menjadi penanggung jawab paling besar dari perubahan iklim adalah negara-negara maju. Pendapat kedua, konsep ini dianggap hanya merupakan sebuah eco- imperialism dimana negara maju membatasi kebebasan negara-negara berkembang untuk memanfaatkan sumber daya alam mereka guna pembangunan negara 7 . Permasalahan yang muncul dari perdebatan ini adalah adanya kebimbangan dari pihak negara-negara berkembang yang dihadapkan pada dua sisi dimana mereka harus memilih untuk berkomitmen dalam melindungi lingkungan, atau tetap mengeksplorasi pembangunan ekonominya dan meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Hal ini menjadi masalah karena dengan adanya aturan terkait perlindungan lingkungan, maka negara-negara berkembang tidak dapat melakukan eksplorasi sumber daya secara besar-besaran dan menggunakannya dalam proses pembangunan ekonomi untuk merantas kemiskinan sebagaimana yang dilakukan oleh negara maju dulu. Hal inilah yang kemudian penyebabkan penanganan terkait isu lingkungan tidak dapat dengan mudah dilakukan.

II. Perdebatan Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim