berkembang. Negara-negara berkembang merasa bahwa keputusan ini tidak memberikan keadilan bagi pembangunan ekonomi dan sosial di negara mereka. Ada dua pendapat yang
kemudian muncul dari negara-negara berkembang terkait perdebatan tersebut, yakni pertama, mereka menganggap bahwa yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam perlindungan
terhadap lingkungan adalah negara maju atau negara industrialis. Sebagai contohnya, Di awal tahun 2000an, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China yang merupakan negara maju dan
negara industrialis merupakan kontributor terbesar penghasil emisi gas CO2 di dunia, yang mana gas tersebut dianggap sebagai penyebab permasalahan lingkungan yang mengakibatkan
perubahan iklim
6
. Oleh karena demikian, negara-negara berkembang berasumsi bahwa seharusnya yang menjadi penanggung jawab paling besar dari perubahan iklim adalah
negara-negara maju. Pendapat kedua, konsep ini dianggap hanya merupakan sebuah eco- imperialism
dimana negara maju membatasi kebebasan negara-negara berkembang untuk memanfaatkan sumber daya alam mereka guna pembangunan negara
7
. Permasalahan yang muncul dari perdebatan ini adalah adanya kebimbangan dari pihak negara-negara
berkembang yang dihadapkan pada dua sisi dimana mereka harus memilih untuk berkomitmen dalam melindungi lingkungan, atau tetap mengeksplorasi pembangunan
ekonominya dan meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Hal ini menjadi masalah karena dengan adanya aturan terkait perlindungan lingkungan, maka negara-negara berkembang
tidak dapat melakukan eksplorasi sumber daya secara besar-besaran dan menggunakannya dalam proses pembangunan ekonomi untuk merantas kemiskinan sebagaimana yang
dilakukan oleh negara maju dulu. Hal inilah yang kemudian penyebabkan penanganan terkait isu lingkungan tidak dapat dengan mudah dilakukan.
II. Perdebatan Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim
Isu lingkungan, yang seringkali dikaitkan dengan adanya perubahan iklim bumi, menjadi sebuah pembicaraan yang masih menuai kontroversi diantara aktor-aktor politik
dunia. Penyebabnya adalah dampak yang dihasilkan dari adanya perubahan iklim tersebut tidaklah sama diberbagai belahan dunia. Perbedaan ini selanjutnya mempengaruhi respon
yang diberikan oleh pemerintah setempat. Meski demikian, menurut PBB, sebagai lembaga pemerintahan internasional, isu tentang lingkungan dan perubahan iklim merupakan hal yang
6
Kaskinen, Tuuli, Olli Alanen, Aleksi Neuvonen, and Pirkka Aman. No Development Without Adressing Climate Change. Working Papers, Helsinki: Kepa Service Centre For Development Cooperation, 2009.
7
Beyerlin, Ulrich. 2006.
penting untuk menjadi perhatian karena pengaruhnya terhadap kondisi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan masyarakat global
8
. Perubahan iklim, merupakan sebuah permasalahan lingkungan dimana emisi gas CO2
yang memberikan efek rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu bumi menjadi lebih hangat sehingga mempengaruhi pola siklus atau kondisi iklim yang terjadi di bumi. Menurut
Intergovernmental Panel on Climate Change atau IPCC, yang menjadi dampak utama dari
adanya perubahan iklim adalah peningkatan temperatur yang sangat tinggi, munculnya gelombang panas, serta adanya cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan dengan intensitas
yang lebih tinggi
9
. Kondisi alam yang tidak menentu dengan intensitas cuaca ekstrem yang tinggi ini kemudian akan berpengaruh pada kegiatan pertanian atau agrikultur yang mana
sangat bergantung pada cuaca yang selanjutnya berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian khususnya di negara-negara yang berbasis pada agrikultur dalam sistem ekonominya. Tidak
hanya bagi pertanian dan perekonomian, perubahan iklim juga memberikan dampak terhadap keberlangsungan hidup manusia dimana kondisi bumi yang semakin hangat dapat berpotensi
memunculkan kekeringan, perkembangbiakan virus penyakit yang semakin besar, dan peningkatan level air laut akibat mencairnya es di kutub yang dapat menenggelamkan
beberapa wilayah di dunia yang memiliki ketinggian tidak jauh dari permukaan air laut
10
. Disamping itu, beberapa spesies juga dapat terancam punah akibat hilangnya habitat mereka
akibat kerusakan alam. Meskipun asumsi terhadap dampak perubahan iklim terhadap kondisi dunia dan
manusia telah banyak dikemukakan oleh beberapa institusi seperti PBB, World Bank, IPCC, dan khususnya organisasi atau aktivis lingkungan, akan tetapi masih banyak pro dan kontra
terkait permasalahan ini. Menurut Robert Mendelsohn dari Commision on Groth and Development
berbagai perdebatan dapat muncul jika menyikapi isu perubahan iklim dan lingkungan
11
. Hal pertama yang menjadi topik pembicaraan adalah mengenai kebijakan yang harus dibentuk untuk menyikapi perubahan iklim. Pendapat mengenai kebijakan ini terbagi
8
Dalam working paper yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada tahun 2003, dijelaskan mengenai dampak dari perubahan iklim terhadap proses pemberantasan kemiskinan, yang mana kemudian juga akan memberikan
pengaruh terhadap kesuksesan dari pembangunan. Baca dalam World Bank. Poverty and Climate Change. Working Paper, World Bank, 2003.
9
Kaskinen, Tuuli, et al. 2009.
10
Mendelsohn, Robert. Climate Change and Economic Growth. Working Papers No.60, Washington, DC: The World Bank Commission on Growth and Development, 2009.
11
Dalam Mendelsohn dijelaskan yang menjadi permasalahan negara-negara dalam menghadapi isu perubahan iklim adalah mengenai bagaimana dampak sesungguhnya dari perubahan iklim tersebut. Adanya persepsi yang
dikemukakan oleh pemerintah akan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan sebagai bentuk respon terhadap perubahan iklim. Baca Mendelsohn, Robert. Climate Change and Economic Growth. Working Papers No.60,
Washington, DC: The World Bank Commission on Growth and Development, 2009.
menjadi dua kubu yakni antara kelompok ekonom dan kelompok scientist dan environmentalis. Dalam tulisannya yang berjudul Climate Change and Economic Growth
12
, Mendelsohn mengungkapkan bahwa kalangan ekonomom umumnya berpendapat bahwa
pembuatan kebijakan bagi penanganan atau mitigasi terhadap dampak dari perubahan iklim haruslah memperhitungkaan untung dan rugi yang mungkin terjadi. Dalam perumusan
kebijakan, kalangan ekonom berasumsi bahwa seharusnya mitigasi perubahan iklim sebaiknya dilakukan secara seimbang, perlahan dan berkembang setiap tahunnya. Sedangkan
kelompok environmentalis pada umumnya mengingankan program atau kebijakan mitigasi yang dilakukan secepatnya sebelum bencana besar yang diakibatkan oleh perubahan iklim
terjadi. Perbedaan dalam melihat keseriusan isu lingkungan dan perubahan iklim ini tentu saja
akan berdampak pada kebijakan seperti apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim yang juga akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Para ilmuan dan kelompok environmentalis melihat perubahan iklim adalah suatu hal yang emergency atau darurat dimana penanganan cepat dari pemerintah dan masyarakat
internasional harus segera dilakukan. Isu-isu seperti penyakit, bencana kekeringan dan kelangkaan air, serta peningkatan air laut yang terjadi semakin cepat akibat melelehnya es di
Kutub menjadi dasar dari argument mereka. Pengangkatan isu-isu seperti inilah yang disanggah oleh kelompok ekonom ataupun pihak-pihak yang kontra dengan merubahan
iklim. Menurut mereka, fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini memang perlu untuk diperhatikan, akan tetapi kemungkinan untuk terjadi bencana besar sebagaimana yang
diungkapkan oleh pihak-pihak yang pro-perubahan iklim sangatlah kecil
13
. Kalaupun memang hal itu akan terjadi, menurut mereka itu akan membutuhkan bahwa puluhan tahun
bahkan berabad-abad untuk terjadi bahkan jika dibiarkan tanpa adanya mitigasi. Dan hal itu tidak akan terjadi karena manusia akan menemukan cara untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Seiring dengan berkembangnya dunia, manusia akan menemukan teknologi dan kemampuan yang lebih baik untuk membantu mereka mengatasi dan beradaptasi dengan
permasalahan lingkungan. Dalam aspek ekonomi sendiri, perubahan iklim hanya memberikan sedikit dampak
terhadap keseimbangan ekonomi global. Menurut penelitian ekonomi, dampak yang dihasilkan oleh perubahan iklim hanya sebesar 5 dari ekonomi global dan prosentase ini
12
Ibid.
13
Ibid.
semakin berkurang setiap tahunnya
14
. Perubahan iklim hanya akan mempengaruhi sepersekian persen aspek dalam ekonomi global yang memang sangat rawan terhadap kondisi
lingkungan ekosistem seperti pertanian, kelautan, energi, kehutanan, pariwisata, dan pengairan dimana aspek-aspek ini bukanlah aspek dominan dalam ekonomi global.
Kebanyakan sektor dalam global ekonomi bukanlah hal-hal yang rentan atau sensitif dengan dampak perubahan iklim. Sehingga negara-negara yang memungkinkan terpengaruh oleh
perubahan iklim adalah negara-negara yang murni menggantungkan ekonomi mereka kepada sektor yang sensitif terhadap perubahan iklim.
Selanjutnya yang menjadi perdebatan adalah dampak yang dihasilkan oleh perubahan iklim berbeda-beda pada tiap negara atau kawasan, yang kemudian turut mempengaruhi
penilaian pemerintah terhadap penting atau tidaknya isu perubahan iklim
15
. Dijelaskan oleh Mendelson, berdasarkan agricultural studies di Amerika Serikat, dampak yang diperoleh
negara-negara yang beriklim lembab atau mid-latitude dari perubahan iklim justru memberikan keuntungan tersendiri bagi negara-negara tersebut. Sedangkan negara-negara
agrikultur seperti negara-negara Afrika, Amerika latin dan Cina yang cenderung memiliki iklim pada low-latitude merupakan negara yang paling besar mengalami dampak dari
perubahan iklim karena cuaca yang terlalu panas akan berdampak buruk pada aktifitas agrikultur di negara-negara tersebut. Meski demikian, beberapa ahli berpendapat bahwa
dampak cuaca panas di negara-negara low-latitude dapat mengalami penurunan mengingat masyarakat dan petani-petani di negara tersebut sudah banyak yang mulai menggunakan
peralatan atau teknologi yang membuat mereka dapat beradaptasi dengan perubahan iklim yang ada. Kemampuan manusia untuk beradaptasi inilah yang memungkinkan penurunan
resiko yang dapat dihasilkan dari perubahan iklim terhadap kondisi masyarakat.
III. Perubahan Iklim, Kemiskinan dan Dampaknya bagi Pembangunan