BENTUK PENGAWASAN KETAATAN HAKIM TERHADAP KODE

B. BENTUK PENGAWASAN KETAATAN HAKIM TERHADAP KODE

ETIK Mahkamah Agung MA sebagai pengadilan negara tertinggi berhak melakukan pengawasan terhadap hakim. Akan tetapi, MA bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial KY. Oleh karena bukan lembaga satu-satunya, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan MA dan pengawasan yang menjadi kewenangan KY. Selain itu, dalam rangka pengawasan diperlukan adanya harmonisasi hubungan antara MA dan KY. Ada banyak peraturan terkait dengan pengawasan terhadap hakim, baik dalam bentuk Undang-Undang hingga peraturan bersama yang dibentuk oleh MA bersama dengan KY. Di samping MA dan KY, ada pihak lain yang juga bisa turut serta dalam mengawasi perilaku hakim, yaitu Komisi Kehormatan Profesi Hakim yang dibentuk oleh IKAHI Ikatan Hakim Indonesia. Adapun bentuk pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik adalah sebagai berikut: 1. Sistem Pengawasan Internal a. Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung melalui Pasal 32A ayat 1 menjelaskan bahwa pengawasan internal tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Meskipun telah ada KY, pengawasan dari MA ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim betul-betul dapat terjaga. Adapun hal yang menjadi objek pengawasan MA, yaitu: 1 Bidang teknis peradilan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas putusan hakim. 2 Bidang administrasi yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan hukum kepada para pencari keadilan. 9 3 Bidang perilaku pejabat peradilan hakim dan pejabat kepaniteraan untuk peningkatan pelaksanaan fungsi peradilan yang sesuai dengan kode etik profesi hakim. 15 Untuk menjalankan pengawasan tersebut, MA berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada di bawahnya, serta berwenang pula untuk berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pengawasan dan kewenangan MA tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim IKAHI sebagai satu-satunya wadah profesi hakim di Indonesia mengeluarkan salah satu keputusan dalam Musyawarah Nasional Munas XIII di Bandung untuk membentuk Komisi Kehormatan Hakim. Komisi ini bertujuan untuk menegakkan kode etik hakim yang dibentuk oleh IKAHI, dimana sifat dari kode etik tersebut mengikat ke dalam terhadap anggotanya. Penegakan tersebut dimaksudkan agar ketentuan di dalamnya dapat terlaksana sekaligus mengawasi pelaksanaannya tersebut. Selain itu, Komisi Kehormatan Hakim juga berwenang untuk memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan atau laporan, serta memberikan sanksi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dan merekomendasikan anggota yang tidak terbukti bersalah untuk direhabilitasi. Secara umum, tugas dari Komisi Kehormatan Hakim adalah sebagai berikut: 1 Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi kode etik. 2 Meneliti dan memeriksa laporan atau pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI. 15 Wildan Suyuthi Mustofa. Op. Cit., halaman 215 10 3 Memberikan nasihat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan indikasi melakukan pelanggaran kode etik. 16 2. Sistem Pengawasan Eksternal a. Komisi Yudisial Komisi Yudisial muncul sebagai salah satu lembaga yudikatif di Indonesia setelah disebutkan di dalam Pasal Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen. Keberadaan Komisi Yudisial adalah sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang auxiliary organ terhadap kekuasaan kehakiman. Berdasarkan UUD NRI 1945 Komisi Yudisial mempunyai kedudukan sederajat dengan lembaga negara yang lain seperti presiden, DPR, dan lembaga negara yang lain. Komisi Yudisial bukan merupakan pelaku kekuasaan kehakiman, tetapi kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman. 17 KY secara khusus diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY, wewenang KY antara lain: 1 mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; 2 menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; 3 menetapkan Kode Etik danatau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan 4 menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik danatau Pedoman Perilaku Hakim. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim, KY mempunyai tugas, antara lain: 1 melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku Hakim; 2 menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik danatau Pedoman Perilaku Hakim; 16 Wildan Suyuthi Mustofa. Selannjutnya disebut Wildan II 2006. “Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama,” dalam Pedoman Perilaku Hakim Code of Conduct, Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI, halaman 34-35 17 Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsulidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Konstitusi Press, halaman 10 11 3 melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik danatau Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup; 4 memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik danatau Pedoman Perilaku Hakim; dan 5 mengambil langkah hukum danatau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkankehormatan dan keluhuran martabat Hakim. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY. Dikaitkan dengan fungsi pengawasan perilaku hakim, kehadiran Komisi Yudisial yang merupakan lembaga independen dan terpisah dari Mahkamah Agung dapat memperjelas adanya institusi yang menjalankan fungsi pengawasan eksternal. Sehingga, dalam melaksanakan fungsi pengawasan hakim, Mahkamah Agung sebagai pengawas internal dapat bekerja secara sinergis bersama Komisi Yudisial 18 , dan pada akhirnya terbentuk pengawasan terhadap hakim yang lebih maksimal. 18 Rizky Argama. Op. Cit., halaman 22-23 12

C. PROSES PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN DAN