Kandungan Klorofil-a Faktor Biologi 1. Kelimpahan Fitoplankton

39 Muara Pantai, yaitu dengan kelimpahan fitoplankton sebesar 3.243.763 selm 3 . Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutomo 1983, pada penelitian ini tahun 2005 kelimpahan fitoplankton terbesar juga ditemukan pada daerah Muara Pantai. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2006, stasiun 3 memiliki kelimpahan fitoplankton tertinggi karena stasiun ini terletak di depan muara-muara sungai besar, seperti Muara Pantai dan Muara Garura. Arus perairan juga mempengaruhi sebaran fitoplankton selain pengaruh dari muara sungai pada saat pengamatan, hal ini tentunya tidak terlepas dari sifat plankton yang tidak cukup kuat untuk melawan gerakan air yang begitu besar. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2005, kelimpahan tertinggi fitoplankton dijumpai pada stasiun 4 dan 5, kondisi ini tidak terlepas dari pengaruh pergerakan air Gambar 7, dimana sebagian besar air bergerak menuju stasiun 4 dan 5, sehingga fitoplankton akan terkumpul di daerah tersebut. Demikian halnya pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2006, stasiun 3 memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi mengingat pada saat pengambilan sampel dilakukan, kondisi perairan pada saat menuju surut, sehingga fitoplankton yang berada di daerah muara terbawa oleh air menuju ke daerah yang menjauhi pantai. Secara umum kelimpahan fitoplankton akan tinggi apabila berada pada daerah yang memiliki konsentrasi nutrien tinggi, walaupun tidak secara merata pada semua stasiun pengamatan tetapi daerah yang memiliki kandungan fosfat dan nitrat tertinggi juga memiliki kelimpahan fitoplankton yang relatif tinggi.

4.1.3.3. Kandungan Klorofil-a

Hasil pengamatan kandungan klorofil-a di perairan Berau menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif dan heterogen. Kandungan klorofil-a di lapisan permukaan berkisar antara 0,19 –4,24 mgm 3 . Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di perairan Berau sangat berhubungan dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai-sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Sebaran kandungan klorofil-a pada perairan Berau ini dapat dilihat pada Gambar 17 terlihat bahwa kandungan klorofil-a memiliki nilai yang tinggi di daerah dekat muara dan semakin rendah menuju laut lepas. Kandungan klorofil-a memiliki nilai yang tinggi di daerah dekat muara, khususnya pada stasiun 4 dan semakin rendah menuju laut lepas 40 Gambar 17. Tingginya kandungan klorofil-a di stasiun 4 diperkirakan karena tingginya kandungan nutrien yang merupakan akumulasi pasokan nutrien dari darat secara besar-besaran dan adanya turbulensi atau pengadukan air di daerah dangkal di lokasi tersebut sehingga terjadi pengayaan zat hara dari lapisan dasar ke lapisan permukaan. Hal ini sesuai dengan kandungan nitrat yang diperoleh di stasiun 4, dimana pada stasiun ini diperoleh kandungan nitrat yang tinggi Gambar 11 dan silikat yang cukup tinggi juga Gambar 12. Bila dibandingkan dengan kandungan klorofil-a di perairan Mamberamo dan perairan Selat Malaka maka kandungan klorofil-a di perairan Berau ini memiliki nilai yang lebih tinggi. Menurut Wenno, dkk 2001 kandungan klorofil- a di perairan Mamberamo sebesar 0,379 mgm 3 dan menurut Nuchsin dan Arinardi 2001, kandungan klorofil-a di perairan Selat Malaka memiliki nilai rata-rata 0,53 mg m 3. Tetapi apabila dibandingkan dengan kandungan klorofil-a di perairan Ujung Watu, Jepara; pantai Kartini, Jepara, dan Teluk Jakarta, nilai kandungan klorofil-a di perairan muara Berau relatif lebih rendah. Di perairan Ujung Watu, Jepara kandungan rata-rata klorofil-a adalah sebesar 4,68 mgm 3 Sutomo, dkk., 1989. Pada bulan September 1986 nilai rata-rata kandungan klorofil-a di Pantai Kartini, Jepara sebesar 36,86 mgm 3 Sumijo, 1989. Di perairan Teluk Jakarta hasil pengukuran kandungan klorofil selama tahun 1975 – 1979 pada musim Timur bulan Agustus rata-rata kandungan klorofil-a sebesar 1,60 mgm 3 Nontji, 2006. Bila dibandingkan dengan rata-rata kandungan klorofil-a di seluruh Gambar 17 Sebaran klorofil-a di Perairan Berau, tahun 2005 117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3 1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lunsurana ga Gun tung Lalawan Sodang Besar Talasau Tanjung Batu Uli ngan Sukan Tg. Binkar Nakal Tg. B irai S. Beri bik Tanju ng Re dep Ran tau panjang Muara Guntung 5 5 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 41 perairan Indonesia kandungan klorofil-a di perairan Berau relatif lebih tinggi. Untuk perairan Indonesia di peroleh rata-rata kandungan klorofil-a pada musim timur 0,24 mgm 3 Nontji, 1974. Kadar klorofil-a yang tinggi di perairan Indonesia umumnya disebabkan karena penyuburan yang terjadi akibat turbulensi atau pengadukan air di daerah dangkal, aliran dari sungai-sungai run off ataupun karena ”upwelling”. Dari nilai kandungan klorofil-a fitoplankton baik pada saat pasang maupun surut, kualitas perairan muara Berau dapat dikategorikan pada kondisi yang masih baik. Pengamatan klorofil-a dapat dilakukan juga melalui udara, yaitu melalui satelit. Pada bulan Agustus – September 2005 dan 2006, kandungan klorofil-a di perairan Berau Kalimantan Timur, yang terbaca oleh Seawifs dapat dilihat pada Gambar 16. Kandungan klorofil-a yang diukur pada saat penelitian periode I memiliki kemiripan nilai dengan hasil foto udara. Hasil penelitian, kandungan klorofil-a berkisar antara 0,19 –4,24 mgm 3 , sedangkan dari foto udara didapatkan kisaran nilai 0,2 – 10 mg m 3 Gambar 18. Pada penelitian periode II, Agustus – September 2006, nilai klorofil di perairan Berau tidak jauh berbeda dengan penelitian I, yaitu berkisar antara 0,2 - 10 mg m 3 Gambar 19. Apabila dibandingkan dengan perairan Indonesia pada umumnya, kandungan klorofil-a di perairan Berau ini termasuk tinggi Gambar 20 dan Gambar 21. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa perairan Berau memiliki kandungan klorofil yang tinggi, meskipun hanya pada wilayah yang sempit, berbeda dengan perairan sebelah selatan Kalimantan, Jawa dan Papua serta sebelah timur Sumatera yang memiliki kandungan klorofil-a yang sangat tinggi dengan wilayah yang luas. Gambar 18 Sebaran Klorofil di perairan Berau, Agustus-September 2005 Seawifs 42 Gambar 20 Sebaran Klorofil di perairan Indonesia Agustus-September 2005 Seawifs Gambar 21 Sebaran Klorofil di perairan Indonesia Agustus-September 2006 Seawifs Gambar 19 Sebaran Klorofil di perairan Berau, Agustus-September 2006 Seawifs 43

4.2. Hubungan antara Parameter Fisika Kimia antar Stasiun

Sebelum dilakukan Analisis Komponen Utama data-data tersebut perlu dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian karena data dari parameter-parameter tersebut tidak mempunyai unit pengukuran dan ragam yang sama. Dengan demikian hasil Analisis Komponen Utama ini tidak direalisasikan atau dihitung dari nilai-nilai parameter hasil pengamatan initial, tetapi dan indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linier nilai-nilai parameter initial Legendre dan Legendre, 1983 dalam Bengen, 2000. Untuk menentukan hubungan antara dua parameter digunakan pendekatan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik Ludwig dan Reynolds, 1988.

4.2.1. Penelitian Periode I

Hasil analisis data memperlihatkan bahwa informasi penting terpusat pada tiga sumbu utama F1, F2 dan F3. Akar ciri pada masing-masing sumbu adalah 4,28, 2,27 dan 1,80 yang memberikan kontribusi sebesar 38,95, 20,62 dan 16,39 dari total ragam sebesar 75,96 Lampiran 4. Grafik sebaran stasiun pengamatan Gambar 22 memperlihatkan bahwa pada perpotongan sumbu 1 dan 2 F1 x F2 terlihat adanya pengelompokan stasiun penelitian pada bidang antara sumbu 1 positif dan sumbu 2 negatif, yaitu stasiun 1 dan 7. Pada stasiun 1 dan 7 dicirikan oleh silikat dan fosfat yang tinggi, hal ini disebabkan oleh letak posisi stasiun 1 dan 7 yang saling berdekatan dan berada dekat dari daratan sehingga pengaruh daratan mendominasi. Perpotongan antara sumbu 1 negatif dan sumbu 2 negatif memperlihatkan stasiun 10, 12, 13 dan 14 yang membentuk kelompok sendiri, yang dicirikan oleh tingginya salinitas dan pH. Pada kelompok ini, stasiun berada di lepas pantai sehingga salinitas dan pH tinggi karena adanya pengaruh pergerakan air dari Samudera Pasifik. Pada perpotongan antara sumbu 1 positif dan sumbu 2 positif, terjadi pengelompokan stasiun 2, 3, 4, 6, dan 8. Kelompok ini dicirikan oleh suhu, turbiditas dan nitrat yang tinggi. Stasiun-stasiun pada kelompok ini berada di daerah muara sungai sehingga, pengaruh dari daratan sangat besar.