57.5 Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan Karakter Semai Benih Bangsa Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Taman Sari, Bogor

Depkes 1997, diacu dalam Susanti 2003, orangtua harus melatih usaha mandiri anak, mula-mula dalam hal menolong kebutuhan anak itu sehari-hari, seperti makan, minum, buang air, berpakaian dan lain-lain Sosial-Emosional Sebanyak 63.2 contoh memiliki perkembangan sosial-emosional yang termasuk kategori kurang. Aspek yang diukur pada perkembangan ini antara lain pengetahuan anak tentang diri sendiri dan keluarganya. Selain itu juga mengukur pengetahuan anak tentang orang lain, peran dan perasaan. Sebagian besar contoh belum bisa menempatkan dan mengendalikan peran serta perasaannya. Kemungkinan karena tidak diajarkan oleh kedua orangtua di rumah bagaimana cara mengendalikan diri dan perasaan. Disamping harus belajar bagaimana cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak-anak juga harus belajar bagaimana cara mengatasi reaksi yang biasanya menyertai emosi tersebut dan menentukan apakah reaksi emosi yang akan ia lakukan dapat dibenarkan atau tidak Hurlock 1998. Analisis Hubungan Antar Variabel Hubungan Pendapatan KeluargaKapitaBulan dan Pola Asuh Makan Pola asuh makan setelah diuji menggunakan korelasi Spearman, memiliki hubungan nyata positif dengan pendapatan keluargakapitabulan r=0.379; p0.05. Hal ini berarti semakin besar pendapatankapitabulan keluarga contoh, maka pola asuh makan contoh juga semakin baik. Menurut Suhardjo 1989b dengan meningkatnya pendapatan keluarga maka diharapkan akan terjadi perubahan dalam susunan makanan keluarga baik kuantitas maupun kualitasnya. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluargakapitabulan dan pola asuh makan Pendapatan KeluargaKapitaBln Pola Asuh Makan Kurang Sedang Baik Total Miskin 35.3 58.8 5.9 42.5 Tidak miskin 8.7 65.2

26.1 57.5

Total 20.0 62.5 17.5 100.0 Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa sebanyak 35.3 contoh yang pola asuh makannya tergolong kurang berasal dari keluarga miskin yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Contoh yang memiliki pola asuh makan termasuk sedang dan baik terdapat pada keluarga contoh yang tergolong tidak miskin, masing-masing sebesar 65.2 dan 26.1. Apabila pendapatan keluarga sudah memadai, maka pengasuhan anak, dalam hal ini pola asuh makan, dapat lebih terkonsentrasi. Dengan pendapatan keluarga yang mencukupi diharapkan pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan lebih baik, sehingga pendistribusian pangan untuk tiap anggota keluarga lebih merata dan sesuai kebutuhan. Soekirman 2000 menyatakan bahwa bila pendapatan meningkat maka pola konsumsi pangan akan makin beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Asuh Makan Tabel 14 menunjukkan ibu yang memiliki pengetahuan gizi tergolong kurang menerapkan pola asuh makan yang kurang pula kepada contoh sebanyak 75.0. Pola asuh makan yang baik diterapkan oleh ibu dengan pengetahuan gizi sedang 85.7. Namun ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik memberikan pengasuhan makan yang tergolong sedang kepada anaknya 8.0. Hal ini diduga pengasuhan makan tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu saja, melainkan ada hubungan juga dengan faktor lain seperti pengalaman dan kebiasaan ibu. Pengalaman dan kebiasaan yang telah dimiliki oleh seorang ibu, baik secara disengaja maupun tidak kemudian diterapkan ibu dalam pengasuhan anaknya, dalam hal ini pengasuhan makan. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan dan pengetahuan gizi ibu Pola Asuh Makan Pengetahuan Gizi Ibu Kurang Sedang Baik Total Kurang 75.0 25.0 20.0 Sedang 44.0 48.0 8.0 62.5 Baik 14.3 85.7 17.5 Total 45.0 50.0 5.0 100.0 Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pola asuh makan memiliki hubungan yang nyata positif dengan pengetahuan gizi ibu r=0.348; p0.05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi ibu maka pola asuh makan contoh semakin baik pula. Pengetahuan ibu tentang gizi dan makanan yang baik kemudian diterapkan dalam pengasuhan anak sehari-hari, dalam hal ini pola asuh makan, sehingga pola asuh makan yang diberikan kepada contoh menjadi baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Madanijah 2003 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi Protein dan Lama Pendidikan Ibu Seluruh contoh yang tingkat kecukupan energi dan proteinnya tergolong kurang memiliki ibu yang mengenyam pendidikan selama = 6 tahun. Tingkat kecukupan energi contoh yang tergolong baik 33.3 dimiliki oleh ibu dengan lama pendidikan 7-9 tahun, sedangkan untuk protein sebanyak 55.9 contoh yang termasuk kategori baik adalah ibu yang memperoleh pendidikan = 6 tahun. Hal ini diduga karena faktor keterampilan dan kebiasaan makan yang diterapkan oleh ibu dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikemukakan oleh Sanjur 1982, konsumsi makanan merupakan interaksi antara sikap dan keterampilan Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi protein dan lama pendidikan ibu Tingkat Kecukupan Pangan Lama Pendidikan Ibu tahun = 6 7-9 12 Total Energi Kurang 100.0 100.0 Baik 50.0 33.3 16.7 100.0 Total 62.5 25.0 12.5 100.0 Protein Kurang 100.0 100.0 Baik

55.9 29.4