Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan Karakter Semai Benih Bangsa Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Taman Sari, Bogor

(1)

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK DI

TAMAN PENDIDIKAN KARAKTER SEMAI BENIH BANGSA

SUTERA ALAM, DESA SUKAMANTRI, KECAMATAN TAMANSARI, BOGOR

Dina Rahmawati

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

DINA RAHMAWATI. Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan

Karakter Semai Benih Bangsa Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor. (Di bawah bimbingan CLARA M KUSHARTO).

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pola asuh, status gizi dan tingkat perkembangan anak prasekolah di Taman Pendidikan (TP) Karakter Semai Benih Bangsa (SBB) Sutera Alam, Bogor. Secara khusus tujuannya adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi karakteristik anak dan keluarganya, 2) Mempelajari pola asuh makan dan kesehatan anak, 3) Menganalisis konsumsi pangan dan status kesehatan anak, 4) Mengidentifikasi status gizi dan tingkat perkembangan anak dan 5) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pola asuh makan dan kesehatan, status gizi serta tingkat perkembangan anak.

Disain penelitian ini adalah cross sectional study dan pemilihan lokasi ditentukan secara purposive di Taman Pendidikan (TP) Karakter Pendidikan Anak Dini Usia-Semai Benih Bangsa (PADU-SBB) Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekolah ini diresmikan pada tanggal 11 Januari 2005 dan kegiatan belajar mengajar baru dimulai tanggal 28 Maret 2005. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005. Contoh adalah seluruh siswa yang sekolah di TP Karakter PADU-SBB Sutera Alam sebanyak 40 anak, sedangkan yang dijadikan sebagai responden adalah contoh dan ibu dari siswa yang sekolah di tempat ini.

Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh makan dan kesehatan, konsumsi pangan (Food Consumption Recall 1x24 jam), status kesehatan (jenis, frekuensi dan lama (hari) sakit serta pertolongan pertama yang diberikan), status gizi dan perkembangan anak. Data sekunder meliputi keadaan geografis, penduduk, potensi wilayah, fasilitas pelayanan kesehatan dari kantor desa setempat dan data jumlah siswa dari TP Karakter PADU-SBB Sutera Alam tahun 2005. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS versi 13.0 for Windows. Korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antar variabel.

Sebanyak 50.0% contoh berada pada kelompok umur 54-65 bulan dan 60.0% contoh berjenis kelamin laki-laki. Keluarga contoh yang memiliki anggota =4 orang (keluarga kecil) sama dengan keluarga dengan anggota >4 orang (keluarga besar) yaitu sebanyak 50.0%. Keluarga contoh yang tergolong keluarga besar mayoritas masih tinggal bersama dengan orangtua dan sanak keluarga yang lain.Sebagian besar ayah dan ibu contoh berada pada usia 20-40 tahun, masing-masing sebesar 82.5% dan 97.5%. Hal ini menandakan orangtua contoh masih tergolong dewasa awal yang masih muda dan produktif.

Lama pendidikan ayah dan ibu contoh terbesar masih tergolong rendah yaitu =6 tahun masing-masing sebesar 40.0% dan 62.5%. Sebanyak 52.5% ayah contoh bekerja sebagai buruh, sedangkan seluruh ibu tidak bekerja. Pendapatan/kapita/bulan keluarga contoh lebih banyak berada diatas garis kemiskinan Jawa Barat (=Rp 135 598) sebesar 57.5%.

Sebanyak 50.0% ibu contoh memiliki pengetahuan gizi yang termasuk kategori sedang dan 72.5% akses ibu terhadap informasi tergolong kurang. Media informasi yang digunakan oleh sebagian besar responden untuk memperoleh berbagai informasi mengenai gizi dan kesehatan selain televisi (42.5%) adalah kader posyandu dan bidan atau dokter, masing-masing proporsinya sebesar 37.5%.


(3)

Sebanyak 62.5% contoh memperoleh pola asuh makan yang tergolong dalam kategori sedang. Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh sebesar 82.8%, sedangkan protein 110.5%. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh sebagian besar berada pada kategori baik (=70% AKG). Sejumlah 67.5% tingkat kecukupan energi contoh tergolong baik, sedangkan untuk tingkat kecukupan protein contoh yang termasuk dalam kategori baik sebanyak 85.0%.

Berbeda dengan pola asuh makan, pola asuh kesehatan contoh proporsi terbesar berada pada kategori baik sebanyak 62.5%. Jenis penyakit yang paling banyak diderita contoh selama sebulan terakhir adalah pilek (72.5%). Frekuensi sakit contoh =3 kali dan lama (hari) sakit contoh =10 hari dalam sebulan terakhir masing-masing besarnya sama yaitu 52.5%. Status kesehatan contoh yang kurang baik ini diduga karena faktor lingkungan yang kurang diperhatikan dan terpelihara dengan baik.

Berdasarkan perhitungan status gizi (BB/U) diperoleh bahwa masing-masing sebanyak 47.5% contoh berstatus gizi kurang dan baik. Lebih dari separuh contoh tingkat perkembangannya tergolong sedang (52.5%). Jika dilihat dari masing-masing aspek perkembangan, hanya 37.5% contoh yang telah menguasai kemampuan perkembangan motorik kasar dengan baik. Perkembangan motorik halus contoh lebih banyak tergolong pada kategori sedang (47.5%). Aspek perkembangan bahasa dan kognitif contoh masing-masing sebesar 40.0% dan 47.5% juga berada pada kategori sedang. Begitupula dengan kemampuan menolong diri sendiri, sejumlah 42.5% contoh memiliki perkembangan yang tergolong sedang. Hanya perkembangan sosial-emosional 63.2% contoh yang termasuk kategori kurang.

Pola asuh makan contoh berhubungan positif dengan pengetahuan gizi ibu (r=0.348; p<0.05) dan pendapatan/kapita/bulan (r=0.379; p<0.05). Pengetahuan gizi ibu memiliki hubungan yang positif nyata dengan status gizi contoh (r=0.422; p<0.01). Status gizi (BB/U) tidak berhubungan dengan tingkat perkembangan, namun berhubungan positif dengan aspek perkembangan kognitif contoh (r=0.320; p<0.05). Hal ini dapat disebabkan perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi saja, tetapi juga faktor stimulasi yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya. Seperti yang dinyatakan Satoto (1990), hal tersebut diduga karena tingkat perkembangan sosial anak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) daripada faktor internal seperti status gizi. Sebaliknya, stimulasi psikososial tidak akan memberikan arti apabila tidak dibarengi dengan pemberian gizi dan kesehatan yang memadai (Jalal 2002).

Mengingat hasil korelasi yang diperoleh, dapat disarankan perlu adanya penyuluhan baik di bidang gizi maupun kesehatan, guna meningkatkan status gizi anak. Hasil penelitian menunjukkan tingkat perkembangan contoh tergolong sedang, maka perlu dilakukan penyuluhan mengenai perkembangan anak mengingat banyak orangtua yang masih kurang paham mengenai perkembangan anak yang optimal serta stimulus yang seharusnya diberikan kepada anaknya. Agar hasil yang diperoleh lebih baik mengenai data konsumsi pangan, maka metode recall yang digunakan sebaiknya selama 2x24 jam.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan status gizi dan perkembangan anak, mengingat kegiatan belajar mengajar di sekolah ini baru dimulai, sehingga hubungan status gizi dan perkembangan anak belum dapat terlihat secara signifikan. Selain itu, diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh faktor stimulasi psikososial yang diberikan orangtua kepada anaknya dan faktor lain terhadap perkembangan anak, misalnya dengan meneliti lebih dalam lagi pengaruh lingkungan fisik tempat tinggal serta lingkungan sekolah terhadap status kesehatan, status gizi dan perkembangan anak.


(4)

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK DI

TAMAN PENDIDIKAN KARAKTER SEMAI BENIH BANGSA

SUTERA ALAM, DESA SUKAMANTRI, KECAMATAN TAMANSARI,

BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Dina Rahmawati

A54101056

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul : STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK DI TAMAN

PENDIDIKAN KARAKTER SEMAI BENIH BANGSA SUTERA

ALAM, DESA SUKAMANTRI, KECAMATAN TAMANSARI,

BOGOR

Nama : Dina Rahmawati

NRP : A54101056

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc

NIP. 131 414 958 .

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr

NIP. 130 422 698


(6)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya, shalawat serta salam dihaturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad saw, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis ingin memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr.drh. Clara M. Kusharto M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, bimbingan, nasehat dan kesabaran yang dicurahkan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

2. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ini.

3. Ir. Melly Latifah, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan masukan-masukan yang sangat berguna bagi penulisan dan penyelesaian skripsi ini, serta atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

4. Ibu Suprihatin Guhardja, Ibu Emmy S Karsin, Ibu Titi, Bapak Saiful, Mbak Lasmi, Kak Lukman dan guru-guru TP Karakter SBB-Sutera Alam (Mbak Sri dan Intan) serta para pegawai perkebunan Sutera Alam, atas pengertian dan bantuan selama penelitian berlangsung.

5. Keluargaku tercinta: Bapak, Ibu dan Adikku Zaki serta seluruh keluarga besarku atas segala do’a restu yang tulus, kasih sayang, kesabaran, pengertian dan motivasi yang tiada henti-hentinya.

6. Mbak Sulistiawati Rahayu dan Anggun Rusyantia rekan seperjuangan dalam penyelesaian skripsi.

7. Meti, Anggun dan Rizky sebagai pembahas seminar.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Ika, Nia, Ela, Endah, Eka, Hani, Dedet, Eva, Jihad, Yulia, Ratnasari, Ria dan Ade atas keceriaan, masukan, motivasi, bantuan dan segalanya yang telah diberikan.

9. Tim Kamaboko (Dedet, Hani, Vidya dan Ina) yang telah memberikan kebersamaan yang sangat solid. Terima kasih atas kerjasama yang teramat baik, canda tawa, kejenuhan, kejengkelan, keringat dan air mata yang mengiringi kita selama ini.

10. Rekan-rekan GMSK angkatan 38 dan Alih Jenjang angkatan 40 atas kebersamaan, persahabatan, bantuan serta dukungannya selama ini.


(7)

11. Rekan-rekan “seperjuangan” (Ela, Yulia, Vidya, Endah, Wulan dan Mbak Ratna), semoga kita selalu istiqomah di jalan-Nya Amin...Tak lupa pula kepada keluarga Bapak Yudo dan Mbak Esti, terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan ilmu yang InsyaAllah sangat bermanfaat.

12. Rekan-rekan wisma RZ: Teh Neng, Mbak Mendut, Mbak Isti, Teh Rani, Mbak Ami, Teh Evin, Mbak Ida, Ika, Moel, Meynar, Wulan, Teh Arum, Desi, Wisu, Vita, Dewi, Winnie, Nanik, Zuriah, Rina dan Puteri.

13. Teman-teman KKP Babakan Tenjo (Hendra, Heri, Mbak Selly, Lukluk dan Fifi), terima kasih atas persahabatannya selama ini. Rekan-rekan Cianjur (Siska dan Ba’im) serta teman-teman peserta PIMNAS XVIII.

14. Seluruh mahasiswa GMSK angkatan 36, 37, 39 dan 40 terima kasih atas pengertiannya.

15. Serta seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis sadari skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Amin.

Bogor, Januari 2006


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1984. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Komari dan Ibu Suratinah.

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak Budi Mulia Jakarta Timur, kemudian melanjutkan pendidikan di MI Miftahul Jannah dari tahun 1989 sampai 1995. Tahun 1995 sampai 1998 penulis melanjutkan pendidikan di MTsN 17 Jakarta Timur. Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 88 Jakarta dan lulus pada tahun 2001.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian pada tahun 2001. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi dan himpunan profesi. Pada periode 2002/2003 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) sebagai staf Biro Pendidikan dan Kesejahteraan Mahasiswa. Tahun 2003/2004 penulis mengikuti kegiatan Bina Desa dan menjadi staf bidang Gizi dan Kesehatan. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Nasional bidang kewirausahaan, yaitu menjadi finalis dan terpilih sebagai penyaji poster terbaik pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII tahun 2005 yang diadakan di Universitas Andalas, Padang. Pada tahun yang sama, penulis juga pernah menjadi konselor usaha kerjasama Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (P2SDM LPPM IPB) dengan Yayasan Damandiri serta Yayasan Indra.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Anak Prasekolah ... 3

Karakteristik Keluarga ... 4

Pola Asuh Makan ... 8

Pola Asuh Kesehatan... 9

Pola Asuh Psikososial ... 10

Konsumsi Pangan ... 11

Status Kesehatan ... 12

Pertumbuhan dan Perkembangan ... 13

KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu ... 20

Cara Pengambilan Contoh ... 20

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan dan Analisis Data ... 21

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 25

Karakteristik Contoh ... 27

Karakteristik Keluarga ... 28

Pola Asuh Makan ... 35

Pola Asuh Kesehatan... 37

Konsumsi Pangan ... 39

Status Kesehatan ... 41

Status Gizi ... 43

Tingkat Perkembangan ... 44

Analisis Hubungan Antar Variabel ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kategori dan kriteria dari variabel-variabel ...23 2 Sebaran contoh berdasarkan umur ... 27 3 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua ... 31 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

per kapita per bulan ... 32 5 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu... 33 6 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang

digunakan ibu ... 34 7 Sebaran contoh berdasarkan akses ibu terhadap informasi... 34 8 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan ... 38 9 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata konsumsi energi dan protein . 39 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit ... 41 11 Sebaran contoh berdasarkan cara pengobatan ... ... 43 12 Sebaran contoh berdasarkan aspek perkembangan ... 46 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga/kapita/bulan

keluarga dan pola asuh makan ... 47 14 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan

dan pengetahuan gizi ibu ... 48 15 Sebaran contoh berdasarkan lama tingkat kecukupan energi

protein dan lama pendidikan ibu ... 49 16 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status kesehatan .... 50 17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu dan

status gizi... 50 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi protein

dan status gizi ... 51 19 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dan status gizi ... 52 20 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan tingkat perkembangan .... 53


(11)

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK DI

TAMAN PENDIDIKAN KARAKTER SEMAI BENIH BANGSA

SUTERA ALAM, DESA SUKAMANTRI, KECAMATAN TAMANSARI, BOGOR

Dina Rahmawati

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

RINGKASAN

DINA RAHMAWATI. Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan

Karakter Semai Benih Bangsa Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor. (Di bawah bimbingan CLARA M KUSHARTO).

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pola asuh, status gizi dan tingkat perkembangan anak prasekolah di Taman Pendidikan (TP) Karakter Semai Benih Bangsa (SBB) Sutera Alam, Bogor. Secara khusus tujuannya adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi karakteristik anak dan keluarganya, 2) Mempelajari pola asuh makan dan kesehatan anak, 3) Menganalisis konsumsi pangan dan status kesehatan anak, 4) Mengidentifikasi status gizi dan tingkat perkembangan anak dan 5) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pola asuh makan dan kesehatan, status gizi serta tingkat perkembangan anak.

Disain penelitian ini adalah cross sectional study dan pemilihan lokasi ditentukan secara purposive di Taman Pendidikan (TP) Karakter Pendidikan Anak Dini Usia-Semai Benih Bangsa (PADU-SBB) Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekolah ini diresmikan pada tanggal 11 Januari 2005 dan kegiatan belajar mengajar baru dimulai tanggal 28 Maret 2005. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005. Contoh adalah seluruh siswa yang sekolah di TP Karakter PADU-SBB Sutera Alam sebanyak 40 anak, sedangkan yang dijadikan sebagai responden adalah contoh dan ibu dari siswa yang sekolah di tempat ini.

Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh makan dan kesehatan, konsumsi pangan (Food Consumption Recall 1x24 jam), status kesehatan (jenis, frekuensi dan lama (hari) sakit serta pertolongan pertama yang diberikan), status gizi dan perkembangan anak. Data sekunder meliputi keadaan geografis, penduduk, potensi wilayah, fasilitas pelayanan kesehatan dari kantor desa setempat dan data jumlah siswa dari TP Karakter PADU-SBB Sutera Alam tahun 2005. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS versi 13.0 for Windows. Korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan antar variabel.

Sebanyak 50.0% contoh berada pada kelompok umur 54-65 bulan dan 60.0% contoh berjenis kelamin laki-laki. Keluarga contoh yang memiliki anggota =4 orang (keluarga kecil) sama dengan keluarga dengan anggota >4 orang (keluarga besar) yaitu sebanyak 50.0%. Keluarga contoh yang tergolong keluarga besar mayoritas masih tinggal bersama dengan orangtua dan sanak keluarga yang lain.Sebagian besar ayah dan ibu contoh berada pada usia 20-40 tahun, masing-masing sebesar 82.5% dan 97.5%. Hal ini menandakan orangtua contoh masih tergolong dewasa awal yang masih muda dan produktif.

Lama pendidikan ayah dan ibu contoh terbesar masih tergolong rendah yaitu =6 tahun masing-masing sebesar 40.0% dan 62.5%. Sebanyak 52.5% ayah contoh bekerja sebagai buruh, sedangkan seluruh ibu tidak bekerja. Pendapatan/kapita/bulan keluarga contoh lebih banyak berada diatas garis kemiskinan Jawa Barat (=Rp 135 598) sebesar 57.5%.

Sebanyak 50.0% ibu contoh memiliki pengetahuan gizi yang termasuk kategori sedang dan 72.5% akses ibu terhadap informasi tergolong kurang. Media informasi yang digunakan oleh sebagian besar responden untuk memperoleh berbagai informasi mengenai gizi dan kesehatan selain televisi (42.5%) adalah kader posyandu dan bidan atau dokter, masing-masing proporsinya sebesar 37.5%.


(13)

Sebanyak 62.5% contoh memperoleh pola asuh makan yang tergolong dalam kategori sedang. Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh sebesar 82.8%, sedangkan protein 110.5%. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh sebagian besar berada pada kategori baik (=70% AKG). Sejumlah 67.5% tingkat kecukupan energi contoh tergolong baik, sedangkan untuk tingkat kecukupan protein contoh yang termasuk dalam kategori baik sebanyak 85.0%.

Berbeda dengan pola asuh makan, pola asuh kesehatan contoh proporsi terbesar berada pada kategori baik sebanyak 62.5%. Jenis penyakit yang paling banyak diderita contoh selama sebulan terakhir adalah pilek (72.5%). Frekuensi sakit contoh =3 kali dan lama (hari) sakit contoh =10 hari dalam sebulan terakhir masing-masing besarnya sama yaitu 52.5%. Status kesehatan contoh yang kurang baik ini diduga karena faktor lingkungan yang kurang diperhatikan dan terpelihara dengan baik.

Berdasarkan perhitungan status gizi (BB/U) diperoleh bahwa masing-masing sebanyak 47.5% contoh berstatus gizi kurang dan baik. Lebih dari separuh contoh tingkat perkembangannya tergolong sedang (52.5%). Jika dilihat dari masing-masing aspek perkembangan, hanya 37.5% contoh yang telah menguasai kemampuan perkembangan motorik kasar dengan baik. Perkembangan motorik halus contoh lebih banyak tergolong pada kategori sedang (47.5%). Aspek perkembangan bahasa dan kognitif contoh masing-masing sebesar 40.0% dan 47.5% juga berada pada kategori sedang. Begitupula dengan kemampuan menolong diri sendiri, sejumlah 42.5% contoh memiliki perkembangan yang tergolong sedang. Hanya perkembangan sosial-emosional 63.2% contoh yang termasuk kategori kurang.

Pola asuh makan contoh berhubungan positif dengan pengetahuan gizi ibu (r=0.348; p<0.05) dan pendapatan/kapita/bulan (r=0.379; p<0.05). Pengetahuan gizi ibu memiliki hubungan yang positif nyata dengan status gizi contoh (r=0.422; p<0.01). Status gizi (BB/U) tidak berhubungan dengan tingkat perkembangan, namun berhubungan positif dengan aspek perkembangan kognitif contoh (r=0.320; p<0.05). Hal ini dapat disebabkan perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi saja, tetapi juga faktor stimulasi yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya. Seperti yang dinyatakan Satoto (1990), hal tersebut diduga karena tingkat perkembangan sosial anak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) daripada faktor internal seperti status gizi. Sebaliknya, stimulasi psikososial tidak akan memberikan arti apabila tidak dibarengi dengan pemberian gizi dan kesehatan yang memadai (Jalal 2002).

Mengingat hasil korelasi yang diperoleh, dapat disarankan perlu adanya penyuluhan baik di bidang gizi maupun kesehatan, guna meningkatkan status gizi anak. Hasil penelitian menunjukkan tingkat perkembangan contoh tergolong sedang, maka perlu dilakukan penyuluhan mengenai perkembangan anak mengingat banyak orangtua yang masih kurang paham mengenai perkembangan anak yang optimal serta stimulus yang seharusnya diberikan kepada anaknya. Agar hasil yang diperoleh lebih baik mengenai data konsumsi pangan, maka metode recall yang digunakan sebaiknya selama 2x24 jam.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan status gizi dan perkembangan anak, mengingat kegiatan belajar mengajar di sekolah ini baru dimulai, sehingga hubungan status gizi dan perkembangan anak belum dapat terlihat secara signifikan. Selain itu, diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh faktor stimulasi psikososial yang diberikan orangtua kepada anaknya dan faktor lain terhadap perkembangan anak, misalnya dengan meneliti lebih dalam lagi pengaruh lingkungan fisik tempat tinggal serta lingkungan sekolah terhadap status kesehatan, status gizi dan perkembangan anak.


(14)

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK DI

TAMAN PENDIDIKAN KARAKTER SEMAI BENIH BANGSA

SUTERA ALAM, DESA SUKAMANTRI, KECAMATAN TAMANSARI,

BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Dina Rahmawati

A54101056

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Judul : STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANAK DI TAMAN

PENDIDIKAN KARAKTER SEMAI BENIH BANGSA SUTERA

ALAM, DESA SUKAMANTRI, KECAMATAN TAMANSARI,

BOGOR

Nama : Dina Rahmawati

NRP : A54101056

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc

NIP. 131 414 958 .

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr

NIP. 130 422 698


(16)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya, shalawat serta salam dihaturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad saw, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis ingin memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr.drh. Clara M. Kusharto M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, bimbingan, nasehat dan kesabaran yang dicurahkan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

2. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ini.

3. Ir. Melly Latifah, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan masukan-masukan yang sangat berguna bagi penulisan dan penyelesaian skripsi ini, serta atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

4. Ibu Suprihatin Guhardja, Ibu Emmy S Karsin, Ibu Titi, Bapak Saiful, Mbak Lasmi, Kak Lukman dan guru-guru TP Karakter SBB-Sutera Alam (Mbak Sri dan Intan) serta para pegawai perkebunan Sutera Alam, atas pengertian dan bantuan selama penelitian berlangsung.

5. Keluargaku tercinta: Bapak, Ibu dan Adikku Zaki serta seluruh keluarga besarku atas segala do’a restu yang tulus, kasih sayang, kesabaran, pengertian dan motivasi yang tiada henti-hentinya.

6. Mbak Sulistiawati Rahayu dan Anggun Rusyantia rekan seperjuangan dalam penyelesaian skripsi.

7. Meti, Anggun dan Rizky sebagai pembahas seminar.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Ika, Nia, Ela, Endah, Eka, Hani, Dedet, Eva, Jihad, Yulia, Ratnasari, Ria dan Ade atas keceriaan, masukan, motivasi, bantuan dan segalanya yang telah diberikan.

9. Tim Kamaboko (Dedet, Hani, Vidya dan Ina) yang telah memberikan kebersamaan yang sangat solid. Terima kasih atas kerjasama yang teramat baik, canda tawa, kejenuhan, kejengkelan, keringat dan air mata yang mengiringi kita selama ini.

10. Rekan-rekan GMSK angkatan 38 dan Alih Jenjang angkatan 40 atas kebersamaan, persahabatan, bantuan serta dukungannya selama ini.


(17)

11. Rekan-rekan “seperjuangan” (Ela, Yulia, Vidya, Endah, Wulan dan Mbak Ratna), semoga kita selalu istiqomah di jalan-Nya Amin...Tak lupa pula kepada keluarga Bapak Yudo dan Mbak Esti, terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan ilmu yang InsyaAllah sangat bermanfaat.

12. Rekan-rekan wisma RZ: Teh Neng, Mbak Mendut, Mbak Isti, Teh Rani, Mbak Ami, Teh Evin, Mbak Ida, Ika, Moel, Meynar, Wulan, Teh Arum, Desi, Wisu, Vita, Dewi, Winnie, Nanik, Zuriah, Rina dan Puteri.

13. Teman-teman KKP Babakan Tenjo (Hendra, Heri, Mbak Selly, Lukluk dan Fifi), terima kasih atas persahabatannya selama ini. Rekan-rekan Cianjur (Siska dan Ba’im) serta teman-teman peserta PIMNAS XVIII.

14. Seluruh mahasiswa GMSK angkatan 36, 37, 39 dan 40 terima kasih atas pengertiannya.

15. Serta seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis sadari skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Amin.

Bogor, Januari 2006


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1984. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Komari dan Ibu Suratinah.

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak Budi Mulia Jakarta Timur, kemudian melanjutkan pendidikan di MI Miftahul Jannah dari tahun 1989 sampai 1995. Tahun 1995 sampai 1998 penulis melanjutkan pendidikan di MTsN 17 Jakarta Timur. Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 88 Jakarta dan lulus pada tahun 2001.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian pada tahun 2001. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi dan himpunan profesi. Pada periode 2002/2003 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) sebagai staf Biro Pendidikan dan Kesejahteraan Mahasiswa. Tahun 2003/2004 penulis mengikuti kegiatan Bina Desa dan menjadi staf bidang Gizi dan Kesehatan. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Nasional bidang kewirausahaan, yaitu menjadi finalis dan terpilih sebagai penyaji poster terbaik pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII tahun 2005 yang diadakan di Universitas Andalas, Padang. Pada tahun yang sama, penulis juga pernah menjadi konselor usaha kerjasama Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (P2SDM LPPM IPB) dengan Yayasan Damandiri serta Yayasan Indra.


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Anak Prasekolah ... 3

Karakteristik Keluarga ... 4

Pola Asuh Makan ... 8

Pola Asuh Kesehatan... 9

Pola Asuh Psikososial ... 10

Konsumsi Pangan ... 11

Status Kesehatan ... 12

Pertumbuhan dan Perkembangan ... 13

KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu ... 20

Cara Pengambilan Contoh ... 20

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan dan Analisis Data ... 21

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 25

Karakteristik Contoh ... 27

Karakteristik Keluarga ... 28

Pola Asuh Makan ... 35

Pola Asuh Kesehatan... 37

Konsumsi Pangan ... 39

Status Kesehatan ... 41

Status Gizi ... 43

Tingkat Perkembangan ... 44

Analisis Hubungan Antar Variabel ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kategori dan kriteria dari variabel-variabel ...23 2 Sebaran contoh berdasarkan umur ... 27 3 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua ... 31 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

per kapita per bulan ... 32 5 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu... 33 6 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang

digunakan ibu ... 34 7 Sebaran contoh berdasarkan akses ibu terhadap informasi... 34 8 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan ... 38 9 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata konsumsi energi dan protein . 39 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit ... 41 11 Sebaran contoh berdasarkan cara pengobatan ... ... 43 12 Sebaran contoh berdasarkan aspek perkembangan ... 46 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga/kapita/bulan

keluarga dan pola asuh makan ... 47 14 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan

dan pengetahuan gizi ibu ... 48 15 Sebaran contoh berdasarkan lama tingkat kecukupan energi

protein dan lama pendidikan ibu ... 49 16 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status kesehatan .... 50 17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu dan

status gizi... 50 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi protein

dan status gizi ... 51 19 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dan status gizi ... 52 20 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan tingkat perkembangan .... 53


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi dan

Perkembangan Anak Prasekolah ... 19

2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 27

3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 28

4 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua ... 29

5 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua ... 30

6 Sebaran contoh berdasarkan kategori pola asuh makan ... 35

7 Sebaran contoh berdasarkan kategori pola asuh kesehatan ... 38

8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein ... 40

9 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sakit ...42

10 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit ... 42

11 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ... 44

12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat perkembangan ... 44


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan …………...……. 60 2 Hasil uji korelasi Spearman ……….………. 61


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak prasekolah adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Menurut Santrock (1997), masa prasekolah merupakan periode perkembangan yang dimulai dari usia 2 sampai 6 tahun. Para psikolog anak mengatakan bahwa tahun-tahun prasekolah adalah masa yang paling penting dari seluruh tahapan perkembangan (Hurlock 1998).

Usia anak sampai 6 tahun disebut juga sebagai golden age (usia emas) dimana perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa dan sosial berlangsung sangat cepat (Depdiknas 2004a). Menurut Faw (1980), pada saat lahir berat otak anak mencapai 25%. Kemudian otak berkembang dan memiliki berat 75% pada usia 2 tahun. Saat berusia 5 tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa.

Anak prasekolah bukan sekedar manusia muda yang tidak berdaya bila tidak mendapatkan bantuan dari orang dewasa yang berada di sekelilingnya, melainkan individu yang memiliki potensi luar biasa. Potensi itu akan muncul menjadi kompetensi manakala mendapatkan perawatan makanan, kesehatan, perhatian, kasih sayang dan pendidikan yang memadai (Mustafa & Nuraini 2004). Berbagai perawatan tersebut memiliki pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang dengan pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang dapat dinilai dari keadaan gizinya. Menurut Anwar (2002), kekurangan gizi dapat menyebabkan berbagai keterbatasan antara lain pertumbuhan yang mendatar, berat badan yang menyimpang dari normal serta keterlambatan perkembangan. Status gizi yang kurang menyebabkan anak merasa rendah diri, pemalu dan akhirnya akan mengalami kesulitan dalam kontak sosial serta akan mempengaruhi perkembangan mental, psikomotor dan perilaku anak.

Berdasarkan data Susenas (2003), terdapat 19.2% prevalensi gizi kurang dan 8.3% gizi buruk pada balita. Masalah gizi kurang berdasarkan BB/U pada balita di Indonesia tahun 2001 sebesar 26.1% (Atmarita & Fallah 2004). Penelitian di Bogor dan daerah Jawa Barat menunjukkan bahwa anak yang menderita Kurang Kalori Protein (KKP) sewaktu kecil mendapat hasil tes


(24)

intelegensia atau skor IQ yang lebih rendah dibanding dengan anak yang normal. Hal yang sama ditemukan pula pada keterlambatan motoriknya (Malla 2002).

Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa status gizi dan perkembangan sangat penting diperhatikan terutama pada masa anak-anak, sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang saling berhubungan dan dapat mempengaruhinya. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui lebih jauh lagi hubungan pola asuh, status gizi dan tingkat perkembangan anak prasekolah.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola asuh, status gizi dan tingkat perkembangan anak prasekolah di Taman Pendidikan (TP) Karakter Semai Benih Bangsa (SBB) Sutera Alam, Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik anak dan keluarganya. 2. Mempelajari pola asuh makan dan kesehatan anak.

3. Menganalisis konsumsi pangan dan status kesehatan anak. 4. Mengidentifikasi status gizi dan tingkat perkembangan anak.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pola asuh makan dan kesehatan, status gizi serta tingkat perkembangan anak.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pihak yayasan dan instansi-instansi terkait mengenai keadaan status gizi dan tingkat perkembangan anak prasekolah di TP Karakter SBB Sutera Alam, Bogor.Selain itu diharapkan dapat menjadi masukan bagi keluarga, khususnya para ibu dalam pengasuhan anak yang berkaitan dengan gizi dan perkembangan.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Prasekolah

Anak prasekolah merupakan sebutan para pendidik untuk awal masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 2-6 tahun. Masa ini oleh orangtua disebut juga sebagai usia yang problematis, menyulitkan atau usia bermain, sedangkan ahli psikologi menyebutnya sebagai prakelompok, penjelajah atau usia bertanya. Perkembangan fisik selama awal masa kanak-kanak berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa bayi. Awal masa kanak-kanak merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang antara peningkatan berat badan dan tinggi badan (Hurlock 1998).

Menurut UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, anak usia dini (anak prasekolah) adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. Anak prasekolah adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosio emosional, bahasa dan komunikasi yang cepat sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Berdasarkan keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, anak prasekolah dibagi menjadi empat tahap yaitu usia 0-12 bulan, masa todler (1-3 tahun), masa prasekolah (3-6 tahun) dan masa kelas awal SD usia 6-8 tahun (Depdiknas 2004a).

Menurut Santrock (1997), selama masa ini, anak-anak belajar untuk menjadi dirinya sendiri, mengembangkan kemampuan untuk memasuki usia sekolah dan menggunakan sebagian waktunya untuk bermain dengan teman sepermainan. Pada usia prasekolah, kepentingan untuk bersosialisasi dan persiapan menuju masa sekolah lebih besar. Selain itu pola bermain dengan teman sebaya dan perhatian untuk saling memberi lebih terlihat (Evans et al.

2000).

Menurut Piaget, pada masa prasekolah, anak mulai menggambarkan dunia dengan kata-kata, bayang-bayang dan berbagai gambar. Saat ini konsep yang stabil dibentuk, egosentrisme mulai menguat dan kemudian melemah, serta kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat gaib mulai terbangun (Santrock 1997).

Berdasarkan penemuan para pakar pendidikan dan ahli dibidang perkembangan otak dikatakan bahwa prasekolah merupakan masa emas yang sangat berpengaruh pada kepribadian anak selanjutnya. Pada masa tersebut,


(26)

perkembangan jaringan sel-sel otak berlangsung sangat cepat. Sebesar 80% kecerdasan IQ, EQ dan SQ ditentukan selama kurun usia dini. Optimalisasi perkembangan tersebut dimungkinkan apabila adanya lingkungan yang kondusif dan berkelanjutan dalam memberikan rangsangan fisik, kognitif, pembentukan perilaku yang mencukupi kebutuhan perkembangan anak (Mustafa & Nuraini 2004). Para psikolog anak mengatakan bahwa tahun-tahun prasekolah adalah masa yang paling penting dari seluruh tahapan perkembangan. Masa ini adalah periode diletakkannya dasar struktur perilaku kompleks yang dibangun sepanjang kehidupan anak (Hurlock 1998).

Hasil tumbuh kembang dapat terlihat pada karakteristik anak Taman Kanak-kanak (kelompok usia 3–6 tahun) yang dapat dikelompokkan atas usia 3– 4 tahun, 4–5 tahun dan 5–6 tahun. Kelompok prasekolah termasuk juga didalamnya anak balita. Pada usia ini, anak belum mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik, terutama dalam hal makanan sedangkan ia tidak begitu lagi diperhatikan orangtuanya, sehingga kebutuhannya mungkin tidak dapat dipenuhi (Santoso & Ranti 1999).

Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan. Hal ini disebabkan jika pada masa ini anak mengalami kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan terjadinya gangguan perkembangan intelegensia (Winarno 1990).

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Menurut Suhardjo (1989b), besarnya jumlah keluarga menentukan pemenuhan kebutuhan makanan. Pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi lebih mudah pada keluarga yang memiliki jumlah anggota lebih sedikit. Apabila jumlah anggota keluarga semakin banyak, maka kebutuhan pangannya akan semakin banyak pula. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1982) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga.

Besar keluarga juga turut mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan kepada anak. Makin besar jumlah anggota keluarga diduga semakin sedikit waktu dan perhatian ibu terhadap anak, karena harus berbagi dengan


(27)

anggota keluarga lainnya. Dengan semakin bertambahnya jumlah anggota keluarga, jika pangan yang tersedia terbatas akan menyebabkan berkurangnya pangan yang diperoleh anak, sehingga dapat menimbulkan gangguan status gizi pada anak-anak (Suhardjo 1989a).

Umur Orangtua

Umur orangtua terutama ibu yang relatif masih muda, cenderung memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak. Umumnya mereka mengasuh anak berdasarkan pengalaman orangtuanya dahulu. Ibu yang masih berusia muda cenderung untuk mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga waktu pengasuhan menjadi sangat singkat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak (Hurlock 1998).

Pendidikan Orang Tua

Menurut Madanijah (2003), tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989a).

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak. Dengan tingkat pendidikan ibu yang tinggi, akan mempermudah penerimaan terhadap informasi tentang gizi dan kesehatan anak. Selain itu, pendidikan ibu juga akan mempengaruhi pola pengasuhan dan perawatan anak. Sihadi (1999) menyatakan bahwa sebagian besar anak yang status gizinya baik memiliki ibu yang berpendidikan tinggi. Menurut Madanijah (2003), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik.

Dalam pengasuhan anak, pendidikan orang tua, terutama pendidikan ibu penting diperhatikan karena turut menentukan kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang lebih tinggi pada ibu membuat pengetahuan gizi dan pola


(28)

pengasuhan seorang ibu akan bertambah baik (Amelia 2001). Atmarita dan Fallah (2004) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.

Pekerjaan Orangtua

Menurut Harper et al. (1985), pekerjaan atau mata pencaharian berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan akan terkait dengan faktor-faktor lain seperti kesehatan. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin paling rawan terhadap kekurangan gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini menurut Sukarni (1994) disebabkan mata pencaharian memiliki hubungan dengan pendidikan dan pendapatan.

Pada masyarakat tradisional, biasanya ibu tidak bekerja di luar rumah, melainkan hanya sebagai ibu rumah tangga. Meyer dan Dusek (1992) mengatakan bahwa banyaknya waktu ibu rumah tangga yang digunakan untuk mengasuh anak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keadaan gizi anak. Anak yang belum dilepaskan sendiri, maka kebutuhan sehari-hari seperti makan, berpakaian dan lain-lain masih tergantung pada orang lain khususnya ibu. Seorang ibu, baik sebagai ibu rumah tangga maupun pekerja selalu dihadapkan pada berbagai kesibukan yang memerlukan pengaturan waktu. Menurut Satoto (1990), ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah otomatis waktu yang tersedia dalam mengasuh dan merawat anak lebih banyak.

Pendapatan Orangtua

Faktor pendapatan ikut berperan besar dalam masalah gizi dan kebutuhan makanan masyarakat. Menurut Yuliana (2004), keadaan ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Keadaan sosial yang serba kurang akan menyebabkan kondisi yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Dengan meningkatnya pendapatan


(29)

perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989b).

Pada umumnya peningkatan pendapatan tidak selalu menuju ke arah yang lebih baik walaupun biaya pangan yang telah meningkat. Namun pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Orang yang membelanjakan uangnya lebih banyak untuk pangan, mungkin juga makan lebih banyak tetapi tidak selalu harus lebih baik. Dengan bertambahnya penghasilan, seringkali beberapa bahan pangan yang dikenal sebagai makanan orang miskin akan dibuang dari susunan makanannya. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan ialah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo 1989b).

Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang ikut berperan aktif dalam pengasuhan anak, yang nantinya dapat memberikan dampak pada status gizi anak. Sajogjo et al. (1994) menyatakan secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi zat gizi anak balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin.

Menurut Moehdji (1986), sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan serta cara mengatur menu dan makanan anak. Tetapi pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu rumah tangga belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan. Mariani (2002) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang tinggi akan membiasakan anaknya untuk lebih memilih makanan yang sehat dan memenuhi kebutuhan gizi.

Seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui pendidikan formal di sekolah atau secara tidak langsung mendapatkannya dengan cara melihat atau mendengar. Harper et al. (1985) mengemukakan bahwa masalah kurang gizi dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


(30)

Akses Ibu terhadap Informasi

Informasi yang diperoleh ibu mengenai anak dan digunakan sebagai sarana untuk pendidikan gizi, dapat meningkatkan pemahaman ibu mengenai perkembangan anak. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui artikel-artikel, pemberitaan-pemberitaan dari surat kabar, majalah maupun televisi (Darmadji et al. 1994, diacu dalam Yuliana 2004). Sumber informasi tidak hanya dapat diperoleh dari media massa saja, melainkan juga bisa dari kegiatan-kegiatan organisasi. Ibu yang mengikuti dan aktif dalam organisasi, sering menerima penyuluhan yang positif akan memiliki wawasan yang luas dan terbuka, sehingga kesejahteraan keluarga dan status gizi anak dapat ditingkatkan (Sihadi et al.

2000).

Pola Asuh Makan

Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makan (Karyadi 1985). Pola asuh makan mempunyai peranan yang sangat besar dalam asupan gizi anak. Mariani (2002) menyatakan bahwa tujuan memberi makan kepada anak ialah untuk memenuhi kebutuhan zat gizinya demi kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu, pola asuh makan juga bertujuan mendidik anak agar dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik dan membina kebiasaan yang baik mengenai waktu dan cara makan.

Praktek pemberian makan yang dapat mempengaruhi konsumsi makanan terdiri dari: (1) pemberian makan yang sesuai umur dan kemampuan anak, (2) kepekaan ibu atau pengasuh mengetahui waktu makan anak, (3) upaya menumbuhkan nafsu makan anak, (4) menciptakan situasi makan yang baik seperti memberikan rasa nyaman, (5) kuantitas dan kualitas makanan serta (6) cara penyajian dan pemberian makan yang benar (WHO 1998, diacu dalam Anugra 2004).

Bila praktek pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga khususnya ibu yang berkaitan dengan cara dan situasi makan dapat memberikan suasana yang menyenangkan bagi anak, maka ibu tidak akan mengalami kesulitan dalam hal pemberian makan kepada anak. Pada diri anak akan merasa bahwa waktu makan merupakan waktu yang menyenangkan (Karyadi 1985).

Karyadi (1985) lebih lanjut menyatakan bahwa terjadi peningkatan interaksi antara ibu dan anak pada saat makan, sehingga tidak hanya kuantitas


(31)

dan kualitas antara ibu dan anak saja tetapi lebih luas menyangkut cara pemberian dan penyiapan makan untuk anak. Kebersamaan fisik saja tidak menjamin dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, melainkan diperlukan juga kebersamaan secara psikososial. Terlalu memaksakan anak untuk makan makanan yang tidak disukainya akan menyebabkan berkurangnya tingkat konsumsi baik energi maupun protein. Apabila keadaan ini berlangsung secara terus menerus akan mempengaruhi status gizinya.

Pada anak usia 1-6 tahun, selain mengalami sosialisasi primer di lingkungan keluarga juga mengalami sosialisasi sekunder dari lingkungan luar (sekolah). Walaupun demikian menurut Fieldhouse (1995), diacu dalam Megiyawati (2004), kebiasaan yang dipelajari lebih awal akan lebih tahan/persisten dalam kehidupan selanjutnya dan lebih resisten untuk berubah. Bila terjadi pertentangan maka kebiasaan di rumah lebih kuat dibanding pengaruh luar. Oleh karena itu merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan kebiasaan atau pola makan yang baik pada rentang usia tersebut.

Usia ini termasuk juga anak yang berusia dibawah lima tahun. Masa seorang anak berada pada usia kurang dari lima tahun termasuk salah satu masa yang tergolong rawan. Pada umumnya anak mulai susah makan atau suka pada makanan jajanan yang rendah energi dan tidak bergizi. Oleh karena itu perhatian anak terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat diperlukan (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Santoso dan Ranti (1999), kondisi anak balita berada dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

Pola Asuh Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (1997), perilaku atau pengasuhan kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Salah satu cara untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan balita secara optimal adalah keadaan tubuh yang terbebas dari penyakit infeksi. Antara infeksi dan asupan zat gizi terdapat hubungan timbal balik, yang keduanya sangat berpengaruh terhadap status gizi (Kardjati et al. 1985).

Banyak sekali sumberdaya yang diperlukan untuk menciptakan status gizi anak yang baik. Diantaranya adalah sumberdaya manusia, sumberdaya materi dan waktu. Sumberdaya manusia ini meliputi orang tua dan anggota keluarga


(32)

lain yang memiliki keterampilan dan kemampuan dalam bidang kesehatan yang baik (Guhardja et al. 1992).

Perawatan kesehatan sangat penting diketahui dan diterapkan oleh setiap orang untuk kesehatan dirinya maupun kesehatan masyarakat. Anak merupakan individu yang pasif, maka pemeliharaan kesehatannya merupakan tanggung jawab orang dewasa di sekelilingnya, terutama orang tua. Menurut Depkes (1997), diacu dalam Firlie (2001), anak harus dapat belajar menjaga kesehatannya sendiri sejak dini seperti memotong kuku setiap minggu, menggosok gigi dua kali sehari, mandi dengan sabun sehari dua kali, mencuci rambut, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air, membiasakan diri menggunakan alas kaki dan sebagainya.

Anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas dan turun ke bawah (lantai) yang dalam keadaan belum tentu memenuhi syarat kebersihan, sehingga anak balita ini sangat besar kemungkinannya terkena kotoran dan mengalami penyakit karena infeksi. Jika sejak usia dini kesehatan anak terpelihara, maka dapat diharapkan dalam proses belajarnya juga berhasil. Faktor kesehatan ini berpengaruh pada keberhasilan belajar anak karena ia dapat belajar dengan tenang, teratur dan terus menerus (Santoso & Ranti 1999).

Penyakit yang sering dialami oleh anak balita adalah diare. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kurang gizi. Sehingga pemberian makanan tinggi zat gizi harus segera dilakukan sesudah balita mengalami diare untuk mengejar pertumbuhannya kembali (Satoto 1990).

Pola Asuh Psikososial

Menurut Soetjiningsih (1995), diacu dalam (Setiarsih 2002), pola asuh atau stimulasi psikososial adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar diri anak dan merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulus, sehingga dengan tingginya pemberian stimulus psikososial maka perkembangan anak khususnya tingkat perkembangan sosial akan lebih baik.

Stimulasi dalam keluarga merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak. Pemberian stimulasi dalam keluarga berkaitan erat dengan harapan orangtua terhadap pertumbuhan anak dan tugas perkembangan yang dibebankan kepada anak. Rangsangan dapat mendorong pekembangan potensi yang diwarisi. Ketika anak bertambah besar, mereka


(33)

memerlukan rangsangan lingkungan untuk menyiapkannya dan responsif secara fisik dan mental. Semakin sering mereka diajak bercakap-cakap, semakin cepat dan baik kemampuan mereka berbicara dan semakin luas kosakatanya. Meskipun rangsangan terhadap perkembangan potensi yang diwarisi biasanya timbul dari lingkungan, hal ini mungkin juga berasal dari dalam. Rangsangan dari dalam diri sama besarnya dengan rangsangan dari luar, walaupun yang pertama kurang lazim pada masa awal kanak-kanak daripada yang kedua (Hurlock 1998).

Lingkungan yang merangsang, dalam hal ini pemberian rangsangan (stimulasi) psikososial, merupakan salah satu pendorong perkembangan kemampuan anak yang diturunkan. Bercakap-cakap dengan bayi atau menunjukkan gambar cerita pada seorang anak prasekolah mendorong minat dalam belajar berbicara dan keinginan untuk membaca. Lingkungan yang merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan perkembangan anak dibawah kemampuannya yang seharusnya bisa dilakukan olehnya (Hurlock 1998).

Anak diharapkan dapat berkembang secara optimal agar mampu menghadapi tantangan lingkungan yang bermula dari lingkungan keluarga. Suasana hubungan antar anggota keluarga dapat mempengaruhi kualitas pengasuhan dimana hubungan yang harmonis dalam keluarga dapat menumbuhkan suasana yang kondusif bagi terselenggaranya pengasuhan yang berkualitas (Hurlock 1998).

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus selalu tersedia pada setiap saat dan tempat dengan mutu yang memadai. Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan (tunggal atau kelompok) yang dimakan atau dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Dalam aspek gizi, tujuan konsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang dibutuhkan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kebiasaan mengkonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik pula dan keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh (Suhardjo & Riyadi 1990). Menurut Winarno (1990), dalam mengkonsumsi pangan, anak balita sangat tergantung


(34)

pada konsumsi pangan keluarga atau kebiasaan konsumsi pangan keluarga. Kekurangan konsumsi pangan di tingkat keluarga akan dapat menurunkan asupan gizi anak balita, dan ini ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik, terganggunya pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan berpikir serta adanya angka kesakitan dan kematian yang tinggi.

Konsumsi pangan baik individu maupun kelompok dapat diketahui dengan menggunakan survei konsumsi pangan secara kualitatif atau kuantitatif. Survei konsumsi pangan secara kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Sedangkan survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu: (1) metode recall (mengingat), (2) metode pendaftaran, (3) metode inventaris dan (4) metode penimbangan (Suhardjo & Riyadi 1990).

Status Kesehatan

Status kesehatan anak memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan anak balita yang dilihat dengan menggunakan indikator rata-rata lama hari sakit (BPS 2000). Sehat mencakup keadaan pada diri seseorang secara menyeluruh untuk tetap mempunyai kemampuan melakukan tugas fisiologis maupun psikologis penuh (Hanlon 1994, diacu dalam Sukarni 1994). Pendapat lain menyatakan bahwa sehat atau tidaknya seseorang dapat dilihat dari ada atau tidak adanya penyakit infeksi yang diderita (Mariani 2002).

Penyakit adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal (Azwar 1998). Menurut Satoto (1990), anak-anak bawah lima tahun sangat rentan terhadap penyakit infeksi. Daya tahan tubuh anak akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia mereka dan disertai dengan konsumsi pangan yang cukup.

Penyakit infeksi berhubungan langsung dengan status gizi. Penyakit infeksi banyak merusak protein sel sehingga jumlah protein dalam tubuh berkurang secara berlebihan. Oleh karena itu, pada anak yang sakit perlu diberikan makanan yang dapat mengembalikan metabolisme protein normal kembali dan dapat mempertahankan status gizinya sehingga tidak terjadi


(35)

kerusakan sistem pertahanan tubuh dan menjaga agar pertumbuhan dan perkembangannya berjalan normal (Kardjati et al. 1985).

Santoso dan Ranti (1999) menyatakan bahwa anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya. Anak yang sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai tingkat umurnya, aktif, gembira, makan teratur, bersih dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses yang terjadi pada setiap makhluk. Pada manusia terutama anak-anak, proses pertumbuhan dan perkembangan ini terjadi dengan sangat cepat. Pertumbuhan dan perkembangan setiap anak berlangsung menurut prinsip-prinsip yang umum, namun demikian setiap anak memiliki ciri khas yang tersendiri (Santoso & Ranti 1999). Menurut Sediaoetama (1985), pertumbuhan adalah bertambahnya materi tubuh, sedangkan perkembangan yaitu kemajuan fungsi atau kapasitas fisiologis badan atau organ badan.

Seorang anak usia TK sedang mengalami masa tumbuh kembang yang amat pesat. Tumbuh kembang anak usia ini dapat dipantau melalui pengukuran fisik dan melalui pengamatan sikap atau perilaku anak. Pada masa ini, proses perubahan fisik, emosi dan sosial anak berlangsung dengan cepat. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor dari diri anak sendiri maupun lingkungannya (Santoso dan Ranti 1999).

Menurut Pipes (1981), pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormonal, lingkungan dan faktor tingkah laku yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi pertumbuhan individu. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain infeksi, gizi, sosial, emosional, kultural dan politik (Samsudin 1995, diacu dalam Santoso & Ranti 1999).

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah peningkatan ukuran fisik tubuh atau peningkatan beberapa bagian yang berhubungan dengan peningkatan jumlah sel atau ukuran tubuh (Pipes 1981). Menurut Hurlock (1998), pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur. Anak tidak saja


(36)

menjadi lebih besar secara fisik, tetapi ukuran dan struktur organ dalam dan otak meningkat. Akibat adanya pertumbuhan otak, anak akan mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk belajar, mengingat dan berpikir.

Status gizi merupakan aspek pertumbuhan anak. Menurut Soekirman (2000), pertumbuhan adalah konsep yang dinamis, karena mengukur dimensi fisik manusia berupa tinggi badan, berat badan dan lain-lain yang selalu bertambah dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan fisik banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi terutama pada masa bayi atau anak, sebab pada masa ini diperlukan zat gizi yang lebih banyak untuk pertumbuhan fisik yang pesat.

Parameter untuk mengukur kemajuan pertumbuhan yang biasa digunakan adalah berat badan (Santoso & Ranti 1999). Menurut Sediaoetama (1985), parameter yang digunakan untuk mengukur kemajuan pertumbuhan adalah berat badan dan tinggi badan. Jika seorang anak diukur berat badannya secara periodik, misalnya setiap tiga bulan sekali, maka diperoleh suatu gambaran atau pola pertumbuhan anak tersebut.

Metode antropometri merupakan salah satu cara pengukuran status gizi yang melibatkan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran ini bervariasi menurut umur dan derajat gizi sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga digunakan untuk mendeteksi gizi salah derajat sedang dan berat. Keuntungan lainnya adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau (Riyadi 2001).

Status gizi balita dapat diukur dengan cara antropometri menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa kini. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa lampau dan dapat digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Namun umur seringkali menjadi kendala dalam pengukuran apabila ibu atau anggota keluarga yang lain tidak dapat mengingat tanggal kelahiran balita, sedangkan kita tidak dapat mengukurnya. Indeks BB/TB digunakan apabila data umur yang akurat sulit diperoleh. Indeks BB/TB menggambarkan status gizi masa kini dan merupakan indikator kekurusan (Riyadi 2001).

Berdasarkan kajian-kajian yang ada, Margen (1984), diacu dalam Satoto (1990) menjelaskan bahwa paling tidak ada dua hal yang disepakati sebagai


(37)

faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan anak, ialah faktor genetik (genetic factor) dan faktor interaksi lingkungan (environment interaction factor). Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah konsumsi zat gizi yang dapat menentukan status gizi seseorang. Namun menurut Hurlock (1998), diantara faktor genetik dan lingkungan, faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam menimbulkan perbedaan daripada faktor keturunan.

Perkembangan

Perkembangan merupakan penambahan fungsi yang berhubungan dengan diferensiasi dan kematangan sel sistem organ individu (Pipes 1981). Menurut Hurlock (1998), pekembangan berkaitan dengan perubahan kuantitatif dan kualitatif. Dapat juga didefinisikan sebagai deretan progresif (terarah) dari perubahan yang teratur dan koheren (saling berkaitan).

Selama tahun pertama otak bayi tumbuh dan berkembang begitu pesat. Kepesatan perkembangan itu karena otak bayi menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antara sel otak yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan ini akan semakin kuat apabila sering digunakan. Sebaliknya akan semakin melemah dan akhirnya mati apabila jarang atau tidak digunakan. Hasil penelitian menyebutkan apabila anak jarang disentuh perkembangan otaknya 20-30% lebih kecil dari ukuran normal anak seusianya. Otak tersebut akan berkembang apabila asupan gizinya (makanan dan ASI) terpenuhi serta memperoleh rangsangan dengan berbagai cara diantaranya dengan bermain dan belajar. Diraba, dielus, bernyanyi, “cilukba”, bermain di alam dan sebagainya merupakan contoh bentuk bermain untuk merangsang otak anak (Depdiknas 2004a).

Perkembangan anak bersifat holistik, artinya terdiri dari berbagai dimensi yang saling berhubungan. Pada masa prasekolah, perkembangan tidak dapat dipisahkan dari aspek kesehatan, gizi, pendidikan, sosial, emosional dan spiritual. Ketika salah satu dari aspek tersebut mengalami kesalahan atau kekurangan akan memberikan dampak pada aspek yang lain. Misalnya kekurangan gizi, status kesehatan yang rendah dan tidak optimalnya perhatian yang diberikan kepada anak akan menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kognitif, motorik, sosial dan emosional (Evans et al. 2000).

Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda-beda, namun demikian ada patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Menurut Depkes (1997), diacu dalam Susanti (2003), patokan ini dimaksudkan agar anak yang belum mencapai tahap


(38)

kemampuan tertentu perlu dilatih untuk mencapai perkembangan optimal. Perkembangan pada anak usia dini meliputi perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional, bahasa dan komunikasi (Depdiknas 2004a).

Perkembangan gerakan motorik kasar dan halus. Menurut Hurlock

(1998), perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi. Selama 4 atau 5 tahun pertama, anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar dan terjadi peningkatan kemampuan motorik kasar yang sangat pesat. Gerakan tersebut melibatkan bagian badan yang luas dan digunakan dalam gerakan berjalan, berlari, melompat, berenang dan sebagainya. Setelah berumur 5 tahun, terjadi perkembangan yang besar dalam pengendalian koordinasi yang lebih baik dan melibatkan kelompok otot yang lebih kecil (motorik halus), seperti menggenggam, melempar, menangkap bola, menulis dan menggunakan alat.

Perkembangan bahasa dan komunikasi. Bahasa merupakan alat untuk

berkomunikasi dengan orang lain sekaligus sebagai sarana untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Selama awal masa kanak-kanak, tidak semua bicara digunakan untuk berkomunikasi. Saat bermain, anak seringkali berbicara dengan dirinya sendiri atau dengan mainannya. Meskipun demikian, pada saat minat untuk menjadi bagian dari kelompok sosial berkembang, mereka sebagian besar bicara untuk berkomunikasi dengan yang lain dan hanya sewaktu-waktu berbicara terhadap diri mereka dan terhadap mainannya (Hurlock 1998).

Menurut Papalia dan Olds (1981), perkembangan bahasa paling cepat terjadi pada masa usia prasekolah. Vygotsky mempercayai bahwa anak-anak yang lebih mampu bersosialisasi memiliki kosa kata lebih banyak dibandingkan anak yang tidak menggunakan kemampuan berbicaranya secara intensif. Menurutnya bahasa dan pikiran memiliki hubungan yang sangat penting. Antara bahasa dan pikiran tidak berdiri sendiri, namun merupakan keterkaitan satu sama lain (Santrock 1997).

Perkembangan kecerdasan. Kemampuan anak usia 18 bulan hingga 6

atau 7 tahun untuk berpikir tentang obyek atau benda, kejadian atau orang mulai berkembang. Anak sudah mulai mengenal simbol (kata-kata, angka, gerak tubuh atau gambar) untuk mewakili benda-benda yang ada di lingkungannya. Namun


(39)

cara berpikirnya masih tergantung pada obyek konkrit dan rentang waktu kekinian, serta tempat dimana ia berada. Mereka belum dapat berpikir abstrak sehingga memerlukan simbol yang konkrit saat menanamkan konsep pada mereka (Depdiknas 2004b).

Anak-anak usia 2-6 tahun memiliki pemahaman tentang beberapa konsep, seperti memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengusulkan solusi dari suatu masalah. Solusi tersebut hampir sama dengan solusi yang ditawarkan oleh anak yang lebih tua atau orang dewasa. Walaupun pada masa ini anak dapat menggambarkan suatu objek dan kejadian, namun kualitas pemikirannya tidak sama dengan orang yang lebih tua darinya (Faw 1980).

Perkembangan menolong diri sendiri dan sosial emosional. Seorang

anak pada awal kehidupannya mula-mula bergantung pada orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Dengan makin mampunya ia melakukan gerakan motorik dan berbicara, anak terdorong untuk melakukan sendiri berbagai hal dan terdorong untuk bergaul dengan orang lain selain anggota keluarganya. Orang tua harus melatih usaha mandiri anak, mula-mula dalam hal menolong kebutuhan anak itu sehari-hari, seperti makan, minum, buang air, berpakaian dan lain-lain (Depkes 1997, diacu dalam Susanti 2003). Selain itu anak perlu berkawan, pergaulan yang luas, diajar aturan disiplin, sopan-santun dan sebagainya agar tidak canggung dalam menghadapi lingkungan yang baru (Yuliana 2004)

Menurut Hurlock (1998), semua emosi baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, mendorong interaksi sosial. Melalui emosi, anak belajar cara mengubah perilaku agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dan ukuran sosial. Bagaimana anak-anak memandang peran mereka dalam kehidupan dan posisi mereka dalam kelompok sosial dipengaruhi oleh emosi yang ada pada mereka seperti malu, takut, agresif, ingin tahu atau bahagia. Aspek mental dari emosi memerlukan bimbingan. Jika tidak, keadaan emosional tersebut akan terus menyala dan menyebabkan seseorang bereaksi emosional terhadap rangsangan yang muncul kemudian. Disamping harus belajar bagaimana cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak-anak juga harus belajar bagaimana cara mengatasi reaksi yang biasanya menyertai emosi tersebut dan menentukan apakah reaksi emosi yang akan ia lakukan dapat dibenarkan atau tidak (Hurlock 1998).


(40)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perbedaan karakteristik keluarga seperti besar keluarga, pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, dan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi pola asuh yang diterapkan kepada anak. Pola pengasuhan yang diterapkan ibu pada anaknya akan berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh karakteristik ibu yaitu pengetahuan gizi ibu dan akses terhadap informasi.

Konsumsi anak akan dipengaruhi oleh pola asuh makan yang diterapkan pengasuh. Anak yang memperoleh pola asuh makan yang kurang baik cenderung mengalami kesulitan makan dan berakibat pada berkurangnya tingkat konsumsi energi dan protein (Karyadi 1985).

Pola asuh kesehatan yang diterapkan orangtua dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Kardjati et al. (1985) menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal adalah keadaan tubuh yang terbebas dari penyakit infeksi.

Status gizi merupakan aspek pertumbuhan pada anak. Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang dengan pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat tergantung pada asupan makanan dan status kesehatannya.

Riyadi (2001) menyatakan bahwa status gizi dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan konsumsi makanan. Antara penyakit infeksi dan konsumsi pangan saling berhubungan. Menurut Soekirman (2000), anak yang tidak mendapat makanan yang cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makan, akhirnya berat badan anak menurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung anak akan menjadi kurus dan timbullah Kurang Energi Protein (KEP).

Menurut Santrock (1997), masa prasekolah merupakan periode perkembangan yang dimulai dari usia 2 sampai 6 tahun. Keadaan gizi yang tidak baik pada usia ini akan berlanjut pada gangguan pertumbuhan dan kecerdasan otak. Pada periode ini, anak-anak masih memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah dan rentan terhadap penyakit. Selain itu, anak sudah mulai memilih-milih dalam mengkonsumsi makanan.


(41)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi dan Perkembangan Anak Prasekolah.

Status Gizi Karakteristik Keluarga

ØBesar keluarga ØPendidikan orangtua ØPekerjaan orangtua

ØPendapatan rumah tangga ØPengetahuan gizi ibu

ØAkses ibu terhadap informasi Ø

Karakteristik Contoh

Ø Umur

Ø Jenis kelamin

Pola Asuh

Pola Asuh Makan

Konsumsi Pangan

Status Kesehatan

Perkembangan Anak Pola Asuh

Kesehatan

Pola Asuh Psikososial

Genetik

Lingkungan

Pelayanan Kesehatan


(42)

METODE PENELITIAN

Disain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan riset dan pendampingan kerjasama Kelompok Kerja Pangan Gizi dan Kesehatan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (POKJA PGKM-IPB cq) dan Departemen Pendidikan Nasional dengan menggunakan metode Cross Sectional Study. Kegiatan pendampingan berupa penyuluhan mengenai 2 bahasan yaitu menjadi orang tua yang baik dan makanan bergizi bagi anak. Sebelum dilakukan pendampingan diperlukan data-data yang akan digunakan sebagai baseline, nantinya data hasil penelitian ini akan digunakan untuk melihat hasil dan pengaruh pendampingan terhadap perkembangan anak didik.

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Taman Pendidikan (TP) Karakter Pendidikan Anak Dini Usia-Semai Benih Bangsa (PADU-SBB) Sutera Alam, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada baru berdirinya sekolah ini dan kegiatan belajar mengajarnya juga baru dimulai, sehingga kemungkinan untuk melihat perbedaan hasilnya diharapkan lebih dapat terlihat. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2005.

Cara Pengambilan Contoh

Contoh adalah seluruh siswa yang sekolah di TP Karakter PADU-SBB Sutera Alam, Tamansari, Bogor, sebanyak 40 anak. Responden adalah anak didik dan ibu dari siswa yang sekolah di tempat ini.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden dan contoh menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Data primer yang diperoleh dari responden meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh makan, pola asuh kesehatan, konsumsi pangan dan status kesehatan contoh. Data status gizi dan perkembangan anak diukur langsung kepada contoh.

Data karakteristik contoh terdiri dari umur, jenis kelamin, konsumsi pangan dan status kesehatan. Data karakteristik keluarga meliputi jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua,


(1)

Guhardja, Puspitawati H, Hartoyo, Martianto DHD. 1992. Manajemen

Sumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

_________, Tambunan V. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan

serat makanan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta:

LIPI.

Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition and Agriculture.

Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak. Tjandrasa MM, Zarkasih M, penerjemah; Dharma A, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:

Child Development.

Jalal F. 2002. Stimulasi otak untuk mengoptimalkan kecerdasan anak (pokok-pokok pikiran). BuletinPADUJurnal Ilmiah Anak Dini Usia 2:8-9.

Kardjati S, Alisjahbana A, Kusin JA. 1985. Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Surabaya: Yayasan Obor Indonesia.

Karyadi LD. 1985. Pengaruh pola asuh makan terhadap kesulitan makan anak bawah tiga tahun (batita) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Krisnatuti D. 2004. Analisis tumbuh kembang anak usia dibawah dua tahun (baduta) pada program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Madanijah S. 2003. Model pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Malla MA. 2002. Gizi untuk perkembangan kecerdasan anak dini usia. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia 2:25.

Mariani. 2002. Hubungan pola asuh makan, konsumsi pangan dan status gizi anak balita (studi di Desa Benda Baru Kec. Pemalang, Tangerang, Propinsi Banten) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Martianto D, Ariani M. 2004. Analisis perubahan konsumsi dan pola konsumsi

pangan masyarakat dalam dekade terakhir. Widyakarya Nasional


(2)

Megiyawati S. 2004. Pola makan dan status gizi anak usia 1-6 tahun di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Meirita. 2000. Hubungan kuantitas dan kualitas waktu ibu untuk pengasuhan dengan status gizi anak balita di Desa Rancamaya Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Meyer WJ, Dusek JB. 1992. Child Psychology: a developmental perspective.

Toronto: DC Health & Comp.

Moehdji S. 1982. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

________. 1986. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Anak. Jakarta: Batara.

Mufrokhah L. 2005. Keragaan balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu: kajian pengetahuan gizi ibu, pengeluaran pangan keluarga dan tingkat konsumsi pangan balita [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mustafa D, Nuraini L. 2004. Model Pendidikan Anak Usia Dini Sejenis. Jakarta: Proyek Keserasian Kebijakan PADU.

Notoatmodjo S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Papalia DE, Olds SW. 1981. Human Development. Ed ke-2. USA: McGraw-Hill Book Company.

Pipes PL. 1981. Nutrition in Infancy and Childhood. Ed ke-2. London: Mosby Company.

Riyadi H. 2001. Buku Ajar : Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sajogjo, Rusli S, Hartadi SH, Gunardi. 1994. Menuju gizi baik yang merata di

pedesaan dan di kota. Ed ke-5. Yogyakarta: Gadjahmada University

Press.

Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectiva in Nutrition. New York: Prentice Hall.

Santoso S, Ranti AL. 1999. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Santrock JW. 1997. Life-Span Development. Dubuque: Brown & benchmark Publishers.

Satoto. 1990. Pertumbuhan dan perkembangan anak umur 0-18 bulan di Kec. Mlonggo, Kab. Jepara Jawa Tengah [disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro.


(3)

Setiarsih D. 2002. Status gizi, keadaan kesehatan, stimulasi psikososial dan tingkat perkembangan sosial anak usia 4-5 tahun pada keluarga dengan rumah tinggal padat dan tidak padat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sihadi. 1999. Beberapa faktor yang berhubungan dengan perbaikan gizi dari gizi buruk menjadi gizi kurang di Klinik Gizi Bogor (KGB) 1982-1987.

Buletin Penelitian Kesehatan 26 (2&3):47-62.

_____, Sandjaja, Sudjasmin. 2000. Aktivitas ibu dalam organisasi dan paparan terhadap media massa dalam penyimpangan positif status gizi balita.

Buletin Penelitian Kesehatan 28 (3&4):23-30.

Slamet A. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo: Dabara Publisher. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

Subulassalam JM. 2005. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu mengenai konsultasi gizi di poliklinik gizi departemen ilmu kesehatan anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. 1989a. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

_______. 1989b. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

, Riyadi H. 1990. Petunjuk Laboratorium: Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius. Susanti E. 2003. Pola asuh dan tumbuh kembang anak balita pada keluarga

nelayan juragan dan pandega [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wahyanti ES. 1995. Pertumbuhan dan perkembangan anak balita pada keluarga berpendapatan rendah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 1990. Gizi dan Makanan bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Yuliana. 2004. Pengaruh gizi, pengasuhan dan lingkungan terhadap tumbuh kembang anak usia prasekolah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(4)

Lampiran 1 Tabel sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan

Pola Asuh Makan Jumlah

n %

Pengatur Menu Makan

Ibu dan orang lain 2 5.0

Ibu 38 95.0

Penyiapan Makanan

Ibu dan orang lain 2 5.0

Ibu 38 95.0

Terbiasa Disuapi

Ya 7 17.5

Kadang-kadang 20 50.0

Tidak 13 32.5

Orang Yang Menyuapi

Ibu dan orang lain 4 10.0

Ibu 36 90.0

Jadwal Makan Tetap

Ya 9 22.5

Tidak 31 77.5

Waktu Pemberian Makan

Kemauan anak 32 80.0

Sempatnya ibu memberi 2 5.0

Memang sudah terjadwal 6 15.0

Cara Menghidangkan Makanan Anak

Tidak tentu 17 42.5

Porsi sekaligus banyak 2 5.0

Porsi makan kecil 21 52.5

Saat Anak Makan

Ditinggal 10 25.0

Ditunggu 19 47.5

Ditunggu sambil bercerita/bercanda 11 27.5 Cara Pemberian Makan

Dipaksa 1 2.5

Didiamkan 15 37.5

Dirayu 24 60.0

Selalu Menghabiskan Makan

Ya 2 5.0

Kadang-kadang 21 52.5

Tidak 17 42.5

Sikap Ibu Bila Anak Tidak Menghabiskan Makan

Dipaksa 2 5.0

Dibujuk kemudian didiamkan 10 25.0

Dibujuk dan dicoba lagi 28 70.0

Sikap Ibu Bila Anak Menghabiskan Makan

Diam saja 2 5.0

Dipuji 38 95.0

Anak Suka Jajan

Ya 39 97.5

Tidak 1 2.5

Sikap Ibu Bila Anak Meminta Jajan

Langsung membelikan 22 55.0


(5)

Lampiran 2 Hasil Uji Korelasi Spearman Correlations

Lpi Pegi

Akses info

Pend/ka

p/bln Pam Pak Sk Tke Tkp Sg Tp Bk kog bhs mh mk mds sosem

Spearman's rho lpi Correlation

Coefficient 1.000 (**) (*)

Sig. (2-tailed) .

pegi

Correlation

Coefficient .229 1.000 (*) (**) (**)

Sig. (2-tailed) .156 .

akses info

Correlation

Coefficient .263 .191 1.000

Sig. (2-tailed) .101 .237 .

pend/kap/bln

Correlation

Coefficient .255 .252 .109 1.000 (*)

Sig. (2-tailed) .112 .116 .502 .

pam

Correlation

Coefficient .163 .348(*) -.143 .379(*) 1.000 (*) (*)

Sig. (2-tailed) .315 .028 .380 .016 .

pak

Correlation

Coefficient -.158 .138 -.249 -.085 .169 1.000 (*) (*)

Sig. (2-tailed) .331 .397 .122 .603 .296 .

sk

Correlation

Coefficient .192 .108 .110 -.051 .090 .189 1.000 (*) (*) (*)

Sig. (2-tailed) .236 .508 .500 .753 .581 .242 .

tke

Correlation

Coefficient .436(**) .130 .115 .204 .070 -.026 .299 1.000 (**)

Sig. (2-tailed) .005 .424 .479 .206 .669 .872 .061 .

tkp

Correlation

Coefficient .318(*) .192 .113 -.078 -.018 .050 .298 .566(**) 1.000

Sig. (2-tailed) .046 .236 .489 .633 .914 .761 .062 .000 .

sg

Correlation

Coefficient .031 .422(**) .245 .267 -.032 -.055 .162 -.062 -.233 1.000 (*)

Sig. (2-tailed) .848 .007 .127 .096 .843 .738 .318 .704 .149 .

tp Correlation Coefficient -.201 -.427(**) .018 -.136 -.051 -.099 .155 .164 .084 -.206 1.000 (*) (*)

Sig. (2-tailed) .214 .006 .913 .402 .753 .544 .339 .312 .606 .202 .

bk

Correlation

Coefficient -.310 -.274 .112 -.303 -.118 -.153 -.362(*) -.226 -.102 -.096 .065 1.000

Sig. (2-tailed) .051 .087 .493 .057 .468 .345 .022 .160 .531 .557 .692 .

kog

Correlation

Coefficient -.216 .165 -.136 .140 .321(*) .162 .324(*) .082 .013 .320(*) .160 -.013 1.000 (**) (**)


(6)

Lpi Pegi Akses info Pend/kap/bln Pam Pak Sk Tke Tkp Sg Tp Bk kog bhs mh mk mds sosem

bhs

Correlation

Coefficient -.142 .155 -.254 -.052 .260 .319(*) .179 -.112 .023 .175 .209 .101 .512(**) 1.000 (**) (*) (**)

Sig. (2-tailed) .383 .339 .114 .752 .105 .045 .268 .490 .889 .280 .196 .534 .001 .

mh

Correlation

Coefficient -.100 -.096 -.212 .135 .090 -.190 -.386(*) -.080 -.183 -.048 .393(*) .173 .102 .452(**) 1.000 (*) (**)

Sig. (2-tailed) .541 .554 .188 .407 .579 .240 .014 .625 .257 .770 .012 .285 .533 .003 .

mk

Correlation

Coefficient -.217 -.127 -.001 .056 .347(*) .254 -.001 .104 .026 -.139 .364(*) .240 .175 .231 .335(*) 1.000 (**)

Sig. (2-tailed) .178 .436 .998 .732 .028 .114 .996 .525 .875 .391 .021 .137 .281 .151 .035 .

mds

Correlation

Coefficient -.199 .051 -.110 .227 .270 .125 -.003 .096 -.078 -.062 .225 .168 .311 .399(*) .463(**) .520(**) 1.000 (*)

Sig. (2-tailed) .217 .755 .501 .159 .092 .443 .984 .555 .633 .702 .164 .299 .051 .011 .003 .001 .

sosem

Correlation

Coefficient -.031 .109 -.216 .017 .243 .327(*) .193 -.077 -.123 .152 .086 .118 .483(**) .524(**) .160 .198 .403(*) 1.000

Sig. (2-tailed) .854 .514 .192 .919 .142 .045 .246 .648 .461 .361 .607 .481 .002 .001 .337 .234 .012 .

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Keterangan :

Lpi : Lama pendidikan ibu Sg : Status gizi

Pegi : Pengetahuan gizi ibu Tp : Tingkat perkembangan Akses info : Akses ibu terhadap informasi Bk : Besar keluarga

Pend/kap/bln : Pendapatn/kapita/bulan kog : Aspek kognitif

Pam : Pola asuh makan bhs : Aspek bahasa

Pak : Pola asuh kesehatan mh : Aspek motorik halus

Sk : status kesehatan mk : Aspek motorik kasar

Tke : Tingkat kecukupan energi mds : Aspek menolong diri sendiri Tkp : Tingkatkecukupan protein sosem : Aspek sosial emosional