BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Pharynx
Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di
belakang lubang hidung dan mulut, di mulai dari dasar kranium sampai servikal vertebra ke enam dimana bagian bawah berbatasan dengan tulang rawan cricoid.
Panjang pharynx berkisar antara 12 – 14 cm dan terbagi atas tiga bagian yaitu nasopharynx, oropharynx dan laryngopharynx Blount and Lachman, 1953
Gambar 1.
9,10,12,13,23
Gambar 1. Bagian-bagian dari pharynx Atlas Netter
Nasopharynx membentuk bagian teratas dari sistem pernafasan, terdapat di belakang rongga hidung dan di atas palatum lunak.
7,9
Pada bagian anterior,
Universitas Sumatera Utara
nasopharynx berhubungan dengan rongga hidung dan di bagian inferior nasopharynx berhubungan dengan oropharynx. Oropharynx disebut juga
mesopharynx dengan batas superior palatum mole, batas inferior dengan tepi atas epiglotis, ke anterior dengan rongga mulut sedangkan ke posterior dengan
vertebra servikal. Laryngopharynx mempunyai batas sebelah superior dengan tepi atas epiglotis, batas anteriornya dengan larynx, batas inferiornya dengan
esofagus serta batas posteriornya dengan vertebra servikal.
3
2.2. Fungsi Pharynx
Fungsi pharynx yang utama ialah untuk respirasi, resonansi suara dan untuk artikulasi. Pharynx akan membesar untuk mempertahankan saluran udara saat
bernafas, tetapi akan mengecil untuk mendorong bolus makanan ke bawah dan ke dalam esophagus saat menelan. Begitu juga saat berbicara terjadi juga gerakan
terpadu dari otot-otot palatum dan pharynx, gerakan ini berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang pharynx.
9,10,11
2.3 Pharynx secara sefalometri lateral
Klasifikasi maloklusi skeletal dapat dilihat pada besar sudut ANB dimana sudut ANB terbentuk dari perpotongan garis yang menghubungkan Nasion ke
titik A dan Nasion ke titik B. Sudut ANB berkisar 0 - 4 maka diKlasifikasikan
Klas I, bila sudutnya lebih besar dari 4 diKlasifikasikan Klas II jika besar
sudut ANB kurang dari 0 hingga negatif diKlasifikasikan sebagai Klas III.
24,25
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan pasien yang bernafas melalui mulut dapat dilakukan sewaktu anamnese dengan cara meletakkan kaca mulut di bawah hidung, kaca akan
berembun jika bernafas melalui hidung dan tidak jika bernafas melalui mulut. Ada juga pemeriksaan dengan meletakkan kapas dibawah hidung, kapas akan
bergetar jika ada hembusan udara dari hidung maka pasien bernafas melalui hidung dan kapas tidak bergetar jika bernafas melalui mulut. Cara ini juga dapat
digunakan untuk melihat apakah penyumbatan tersebut sebahagian atau total sehingga pasien bernafas melalui mulut. Saat ini banyak peneliti melihat
gangguan pernafasan dengan melihat lebar pharynx dari Röntgen foto sefalometri lateral. Röntgen foto dua dimensi dapat digunakan untuk
mengevaluasi lebar saluran udara pharynx namun tidak dapat mengevaluasi kapasitas saluran udara.
17
Kerr 1985 melakukan penelitian mengenai hubungan antara nasopharynx dan struktur dentofasial pada subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II, serta
menemukan bahwa subjek dengan maloklusi Klas II memiliki daerah saluran udara nasopharynx lebih besar daripada subjek dengan maloklusi Klas I. Selain
itu terdapat korelasi yang lemah antara nasopharynx dengan struktur dentofasial jika fungsi hidung dalam keadaan normal.
4,9,11,17,18
Freitas 2006 pada penelitiannya membagi pharynx menjadi 2 yaitu pharynx atas adalah lebar saluran pernapasan atas yang terletak di daerah palatum lunak
dengan dinding posterior pharynx sedangkan pharynx bawah adalah lebar saluran pernapasan bawah pada daerah posterior lidah dan pinggir inferior mandibula ke
dinding posterior pharynx. Penelitiannya menggunakan Röntgen foto dua
Universitas Sumatera Utara
dimensi dan mendapatkan subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan vertikal memiliki saluran udara pharynx atas yang lebih
sempit dibandingkan subjek dengan pola pertumbuhan normal.
17,23
Ricketts 1968, Linder-Aronson 1970 dan Dunn dkk 1973 dan pada penelitiannya
menemukan bahwa penyempitan saluran pernafasan seperti adanya polip, deviasi septum nasi dan pembesaran adenoid akan menyebabkan subjek bernafas
melalui mulut, keadaan ini menyebabkan pola pertumbuhan vertikal.
9,11,17,19
Freitas dkk 2006 juga mendapatkan adanya penyempitan nasopharynx pada subjek dengan pola pertumbuhan vertikal dibandingkan dengan subjek yang
mempunyai pola pertumbuhan normal pada maloklusi Klas I maupun Klas II yang tidak mempunyai kelainan patologi pharynx. Namun tipe maloklusi tidak
mempengaruhi lebar saluran udara pharynx atas, begitu juga lebar saluran udara pharynx bawah tidak terpengaruh terhadap tipe maloklusi dan pola per-
tumbuhan.
5,9,15,17,26
Hasil pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada subjek berumur 10-14 tahun laki-laki dan perempuan menurut
Freitas, dapat dilihat pada tabel 1.
17
TABEL 1. Rerata dan standar deviasi dari umur, saluran udara pharynx atas dan bawah, dan hasil uji Anova diikuti test Turkey
Klas I PPN Klas II PPN
Klas I PPV Klas II PPV
SD
SD
SD
SD P
Saluran udara pharynx atas
mm 12.58 2.04
9.33 3.92
12.61 3.61
9.56 2.19
0.000 Saluran udara
pharynx bawah mm
9.44 1.71
10.83 3.62
9.99 2.97
8.97 2.07
0.165
Keterangan : signifikan p0,05 PPN : pola pertumbuhan normal; PPV : pola pertumbuhan vertikal
Universitas Sumatera Utara
Mc Namara 1994 mengukur lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada subjek dewasa laki-laki perempuan, dapat dilihat pada tabel 2.
1 ,5,17,21,27
TABEL 2. Pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dan bawah
Saluran Udara Perempuan
Laki-laki
SD
SD Pharynx atas mm
17.4 3.4
17.4 4.3
Pharynx bawah mm
11.3 3.3
13.5 4.3
Apabila lebar saluran udara pharynx atas lebih kecil daripada normal, ditandai sebagai indikator adanya gangguan pernafasan tetapi jika saluran udara
pharynx bawah lebih kecil ini ditandai sebagai akibat lidah yang menekan pharynx sedangkan kalau ukurannya lebih besar dianggap posisi lidah lebih ke
depan maupun hasil dari habitual posture atau disebabkan pembesaran dari tonsil. Saluran udara pharynx atas meningkat sesuai pertambahan umur.
1,20,27
Martin Oscar dkk 2006 mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan Mc Namara dimana lebar pharynx atas 17,5 mm dan pharynx bawah 10,1 mm pada
perempuan dan 17,3 mm pharynx atas dan 11, 6 mm pharynx bawah pada laki- laki.
1,5,21,27
Adanya penyumbatan saluran udara pharynx atas pada subjek dengan pembesaran adenoid dimana jarak antara sisi posterior dari palatum lunak ke titik
paling dekat dari dinding posterior pharynx adalah 2 mm. Pengukuran saluran
Universitas Sumatera Utara
udara bawah dalam batas normal yaitu 12 mm, terlihat sudut dataran mandibula yang curam ysudut fasial aksis yang negatif Gambar 2 A. Pada gambar 2 B
terlihat pembesaran tonsil dan posisi lidah yang ke depan. Jarak dari perpotongan dari garis lidah dan batas bawah mandibula ke titik terdekat dari
dinding pharynx adalah 22 mm. Pengukuran lebar saluran udara atas dalam batas normal yaitu 12 mm. Sudut fasial aksisnya positif serta sudut dataran mandibula
yang relatif normal.
1,21,27
Gambar 2. Pengukuran sefalometri lateral pasien pada masa gigi bercampur.
21
Linder - Aronson, dkk 1986 memperlihatkan adanya hubungan antara adenoidektomi dengan perubahan pola pernafasan dari pernafasan mulut ke
pernafasan hidung dan peningkatan pertumbuhan mandibula secara horizontal. Selain itu juga menemukan adanya perubahan nilai dari sudut dataran mandibula,
lengkung maksila yang sempit, insisivus maksila dan mandibula yang retroklinasi. Woodside, dkk 1991 mendapatkan adanya pertumbuhan mandibula pada dagu ke
Universitas Sumatera Utara
bawah dan ke depan setelah 5 tahun adenoidectomy pada subjek laki-laki 7,6 tahun dan perempuan 8,4 tahun.
28
2.4.Kerangka Teori
Saluran udara pharynx
Pola pertumbuhan kranium: -
Normal -
Vertikal
. Maloklusi Klas I
Maloklusi Klas II
2.5. Kerangka Konsep