BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
2001, penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam
pengobatan The World Oral Health Report 2003. Profil Kesehatan Gigi Indonesia menunjukkan bahwa skor DMFT pada kelompok anak usia 12 tahun adalah 2,69.
Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Republik Indonesia diperoleh
angka 60 untuk anak usia 8 tahun dan 90 untuk anak usia 14 tahun. Kondisi ini dapat dihubungkan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku anak-anak terhadap
kesehatan gigi dan mulut. Untuk menurunkan prevalensi karies dan gingivitis pada anak-anak usia sekolah dan sekaligus mencapai target WHO tahun 2025 diperlukan
satu tindakan mendidik anak-anak tentang kesehatan gigi dan mulut. Walaupun sudah ada kegiatan UKGS, data-data di atas membuktikan bahwa kegiatan UKGS belum
dapat meminimalkan masalah kesehatan gigi di Indonesia.
2,9
2.1 Peran Guru dalam Pendidikan Kesehatan Gigi dan Mulut
Sekolah adalah lembaga formal yang di dalamnya terdapat kurikulum, guru, siswa, metode belajar, media belajar dan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan
kegiatan belajar. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah UKGS adalah bagian integral dari
Usaha Kesehatan Sekolah UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana pada siswa terutama siswa sekolah dasar SD dalam suatu
kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket Minimal, paket Standar dan paket Optimal.
1,2,10
Upaya kesehatan gigi dan mulut pada :
1,10
1. UKGS Tahap IPaket Minimal UKS Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD yang belum terjangkau
oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi. Tim pelaksana UKS di SD melaksanakan kegiatan yaitu :
a. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi yang dilaksanakan oleh guru Orkesguru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi massal dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi berfluor minimal 1 kali
sebulan. 2. UKGS Tahap IIPaket Standar UKS
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang terbatas. Kegiatannya meliputi:
a. Pelatihan kepada guru dan petugas kesehatan tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut.
b. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan oleh guru Orkes guru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi massal dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi berfluor minimal 1 kali
sebulan. d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk siswa kelas I diikuti dengan
pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal. e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit oleh guru.
f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan. g. Rujukan bagi yang memerlukan.
3. UKGS Tahap IIIPaket Optimal UKS Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD yang sudah terjangkau
oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang sudah memadai. Kegiatannya meliputi: a. Pelatihan kepada guru dan petugas kesehatan tentang pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut. b. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan oleh guru Orkes
guru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku. c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat
gigi massal dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi berfluor minimal 1 kali sebulan.
d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk siswa kelas I diikuti dengan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal.
e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit oleh guru. f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.
g. Rujukan bagi yang memerlukan. Untuk pelaksanaan program UKGS khususnya, diharapkan keterlibatan
sekolah dan kepala sekolahguru. Sebagaimana diketahui bahwa selama ini UKGS hanya dilakukan oleh guru bidang olah raga dan kesehatan. Sementara itu, kepala
sekolahguru merupakan tokoh yang disegani dan menjadi panutan di sekolah sehingga keterlibatannya dalam pelaksanaan UKGS sangat mempengaruhi kesediaan
murid.
2
Dalam proses belajar mengajar terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Hubungan yang terjalin sebaiknya tidak kaku, guru dapat menempatkan diri
secara tepat dan bijak, sehingga dapat mengetahui sampai sejauh mana pemahaman materi yang disampaikan serta dapat mengetahui kelemahan siswa sekaligus
penyebabnya.
2
Guru-guru sekolah dapat memainkan peran yang amat penting dalam menyampaikan pengetahuan tentang penyebab dan pencegahan masalah kesehatan
gigi dan mulut. Program pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang berbasis di sekolah dasar cukup efektif karena anak-anak sekolah dasar adalah
anak-anak yang berusia 6-14 tahun. Pada usia yang muda ini, anak-anak mudah menyerap segala sesuatu yang baru. Perkara-perkara yang baru inilah akan menjadi
perilaku seseorang anak itu selama hidupnya.
4,7,8
Program pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang berbasis di sekolah dikatakan efektif karena :
7
a. Adanya guru-guru yang sejak dulu mengedukasi anak-anak tentang kesehatan rongga mulut dan sering berpartisipasi dalam program pencegahan berbasis
sekolah. b. Guru-guru memberikan pengantar pendidikan kesehatan gigi dan mulut.
c. Guru-guru menginstruksikan semua anak-anak, kecuali dokter gigi yang hanya menginstruksi pasien anak yang datang ke praktek untuk mendapatkan
perawatan. Mereka juga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan anak-anak, karena waktu yang anak-anak sekolah luangkan bersama guru cukup lama.
d. Hubungan erat yang terbentuk di antara guru dan siswanya di kelas membantu guru lebih senang menyampaikan informasi tentang pencegahan dan
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. e. Guru-guru lebih terampil dalam psikologi pendidikan.
Dalam menentukan kemauan para guru untuk melibatkan diri dalam pendidikan pencegahan dan pemeliharaan penyakit gigi dan mulut, Peterson et al,
menyatakan bahwa guru-guru sadar akan kondisi kesehatan gigi dan mulut anak-anak yang jelek dan mereka ingin terlibat dalam mendidik anak-anak tentang oral
higiene.
7,8
Penelitian mengenai prevalensi karies gigi dan kepedulian kesehatan mulut anak-anak, ibu dan guru di China dan Zanzibar menunjukkan bahwa 90 guru
berpendapat mereka harus mendidik anak-anak tentang penyebab kerusakan gigi dan gusi berdarah. Al-Tamimi dan Peterson melaporkan bahwa 85 dari para guru di
Arab Saudi setuju bahwa anak-anak membutuhkan perawatan gigi. Namun, hanya
56 yang mempunyai keinginan mengajar anak-anak tentang kesehatan gigi dan mulut.
7
Beberapa survei menyatakan kemungkinan kurangnya kesiapan guru dalam memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut disebabkan :
11,12
a. Hanya 44 dari lulusan profesi guru yang menyelesaikan kursus kesehatan umum menurut survei persyaratan pendidikan kesehatan Universitas Kittleson dan
Ragon, Amerika. b. Setelah di lingkungan kerja guru tidak mendapatkan pengetahuan tentang
kesehatan mulut. c. Guru kurang mendapatkan informasi tentang pencegahan penyakit mulut
sehingga ragu-ragu menerima peran mengawasi program pencegahan penyakit mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Petersen dan Esheng di China menunjukkan
bahwa dari 138 orang sampel guru, 75 menyatakan bahwa metode menyikat gigi yang salah menyebabkan gusi berdarah, 53 menyatakan kesehatan umum yang
buruk menyebabkan gusi berdarah, sedangkan 30 menyatakan gusi berdarah disebabkan karena diet yang tidak sehat. Sebanyak 78 responden menyatakan
bahwa menyikat gigi penting untuk mencegah karies gigi, 50 guru tahu tentang efek positif fluor dan hanya 45 guru menyatakan pentingnya berkunjung ke praktek
dokter gigi secara berkala. Sebanyak 96 guru menyatakan bahwa gigi anak-anak harus diperiksa oleh dokter gigi secara berkala, 20 lagi menyatakan bahwa anak-
anak di bawah usia 10 tahun harus dibantu oleh orang tuadewasa sewaktu menyikat gigi.
12
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Conrado, Maciel, dan Oliviera di Brazil terhadap 108 orang guru, ternyata semuanya 100 menggunakan pasta gigi
sewaktu menyikat gigi, 80 menyikat gigi tiga kali sehari, 85 melakukan dental flossing dan hanya 54 mendapatkan aplikasi flour dari tenaga profesional.
14
Khan et al melaporkan mean DMFT guru-guru sekolah menengah di Saudi Arabia adalah 8,83. Sebanyak 1 dari guru tidak menggunakan apa-apa untuk
kebersihan rongga mulut. Bagi guru-guru yang hanya menggunakan sikat gigi dan sikat gigi dan miswak mempunyai DMFT yang lebih rendah dari yang hanya
menggunakan miswak saja. Menurut penelitian Ioan, 72 guru menyatakan bahwa metode menyikat gigi yang salah menyebabkan gusi berdarah, 41 guru menyatakan
diet tidak sehat adalah penyebab gusi berdarah sedangkan 36 menyatakan kesehatan umum yang buruk menyebabkan gusi berdarah.
7,12
2.2 Pengetahuan